You are on page 1of 21

PROPOSAL DAN LAPORAN

KEGIATAN ADVOKASI

Dosen Pembimbing :
Erwandi, STP, M.Kes

Disusun Oleh :
1. Amel Rizkya Putri (P07131221004)
2. Uslita Amanda (P07131221036)
3. Sarah Nadhifa (P07131221029)
4. Srinadila Sukma (P07131221031)
5. Putri Wahyuri (P071312210
6. Vera Riana.S (P07131221038)

Sebagai Pemenuhan Tugas Mata Kuliah Advokasi Gizi

SARJANA TERAPAN GIZI DAN DIETETIKA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN ACEH
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah sega puji dan syukur kepada Allah SWT. Yang maha pengasih lagi
maha penyayang karna atas limpahan rahmat dan hidayahnya proposal ini bisa terselesaikan.
Sholawat dan salam untuk junjungan nabi besar Muhamad SAW. Beserta para sahabatnya
serta pengikutnya sampai akhir zaman. Proposal ini merupakan proposal permohonan sarana
dan dana operasional dalam mencegah stunting pada balita dan usia anak sekolah proposal ini
di susun dengan tujuan merencanakan program penyuluhan tentang gizi seimbang pada
masyarakat Desa Pasar Sungai Tanduk khususnya, dan memilikin anak balita dan anak usia
sekolah. Kami menyadari bahwa penyelesaian proposal ini tidak akan terwujud tanpa adanya
bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak.

Oleh karna itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih pada berbagai
pihak atas dukungannya, semoga bantuan yang telah rekan-rekan berikan akan menjadi amal
ibadah yang tak ternilai harganya. Besar harapan kami, proposal perohonan ini dapat
terkabulkan dan segera terealisasikan secepat mungkin, saran dan kritik yang membangun
kami di harapkan demi perbaikan dan pengembangan program yang akan kami laksanakan di
Desa kita tercinta.

2
DAFTAR ISI

I. Pendahuluan ...........................................................................................................
A. Latar belakang................................................................................................
B. Prioritas masalah............................................................................................
C. Rencana persiapan advokasi..........................................................................
II. Tujuan advokasi.....................................................................................................
A. Tujuan umum.................................................................................................
B. Tujuan khusus.................................................................................................
III. Manfaat hasil yang akan dicapai..........................................................................
IV. Pelaksanaan advokasi...........................................................................................
A. Tinjauan program...........................................................................................
B. Pelaksanaan program.....................................................................................
V. Asumsi positif dan negatif.....................................................................................
VI. Organisasi.............................................................................................................
VII. Jadwal kegiatan...................................................................................................
VIII. POA...................................................................................................................
IX. Network plannin...................................................................................................
X. Rencana penilaian.................................................................................................
XI. Rencana tindak lanjut...........................................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
1. Stunting
Stunting didefinisikan sebagai indeks tinggi badan menurut usia (TB/U) kurang dari
minus dua standar deviasi (-2SD) atau di bawah rata-rata standar yang ada. Stunting pada
anak merupakan hasil jangka panjang konsumsi diet berkualitas rendah yang dikombinasikan
dengan morbiditas, penyakit infeksi, dan masalah lingkungan (Semba, et al., 2008).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 di Indonesia mencatat bahwa
prevalensi stunting sebesar 37,2%, meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan tahun 2007
(36,8%). Presentase tersebut dengan pembagian untuk kategori sangat pendek 19,1% dan
pendek 18,1%. Secara nasional prevalensi stunting pada anak usia 5-12 tahun adalah 30,7%
(12,3% sangat pendek dan 18,4% pendek), dengan prevalensi terendah di DI Yogyakarta
(14,9%) dan tertinggi di Papua (34,5%)
Stunting terhadap perkembangan otak sangat merugikan performance anak.
Perkembangan otak anak di masa golden period (0-3 tahun), akan menyebabkan sel otak
tidak tumbuh sempurna. Hal ini disebabkan karena 80-90% jumlah sel otak terbentuk
semenjak masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun. Apabila gangguan tersebut terus
berlangsung maka akan terjadi penurunan skor tes IQ sebesar 10-13 poin. Penurunan
perkembangan IQ tersebut akan mengakibatkan terjadinya loss generation, artinya anak-anak
tersebut akan menjadi beban masyarakat dan pemerintah, karena terbukti keluarga dan
pemerintah harus mengeluarkan biaya kesehatan yang tinggi akibat warganya mudah sakit
(Caulfield, 2010).
Untuk menunjang perkembangan dan fisik yang dilakukan oleh anak sekolah sangat
dibutuhkan berbagai macam zat gizi yang diperlukan dalam jumlah yang mencukupi untuk
memenuhi perkembangan dan pertumbuhan yang baik, karena peran gizi sangat menentuan
keadaan kesehatan anak. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk menciptakan sumber daya
manusia yang tentunya banyak faktor yang langsung yang mempengaruhi status gizi meliputi
konsumsi makanan dan penyakit infeksi. Faktor tidak langsung meliputi pengetahuan,
pendidikan, tingkat pendapatan, pendidikan orang tua, dan besar keluarga. Di negara-negara
yang sedang berkembang termasuk Indonesia, masalah gizi menjadi lebih penting dari segi
kesehatan masyarakat karena kekurangan gizi dapat menurunkan kerentanan tubuh terhadap
beberapa penyakit, khususnya penyakit infeksi.
Anak usia sekolah (7-12 tahun) memiliki pertumbuhan yang cepat dan aktif. Pada
masa ini terjadi proses perkembangan fisiologik dan perkembangan kognitif (Saidin Sukati,
1991: Hariyani, 2011). Dalam kondisi tersebut anak harus mendapat asupan gizi dalam
kualitas dan kuantitas yang cukup pada makanan yang dikonsumsinya. Keadaan gizi dan
kesehatan pada anak sekolah secara nasional didapatkan prevalensi anak kurus pada usia

4
sekolah 6-14 tahun sebesar 13,3 % pada anak lak-laki sedangkan pada anak perempuan
sebesar 10,9%, Prevalensi berat badan berlebih sebesar 9,5% pada anak laki- laki dan 6,4%
pada anak perempuan (Riset Kesehatan Dasar, 2007). Sementara itu status gizi menurut gizi
baik pada anak usia sekolah dan remajaumur 5-17 tahun sebesar 75%, gizi kurang 18% dan
gizi lebih 8% (Survey Kesehatan Nasional, 2004).
Untuk memenuhi asupan gizi tersebut dibutuhkannya gizi yang seimbang. dimana
asupan gizi seimbang dengan aktifitas yang dilakukan. Gizi seimbang pada anak sekolah
dapat berperan dalam pencapaian tujuan Millenium depelopment Goals (MDGs) diantaranya
adalah menurunnya KEP pada kelompok usia 6-19 tahun meningkat dari 30,5% pada tahun
1995 menjadi 29 % pada tahun 1998.
Menurut susenans tahun 1999. 8,10% usia anak sekolah atau sekitar 1,7 juta anak usia
sekolah menderita KEP tingkat berat (gizi buruk) (Susanto, 2004). Survey kesehatan Rumah
Tangga Indonesia (2007) menemukan bahwa prevalensi gizi kurang untuk sebesar 22,5% dan
gizi buruk sebesar 8,5%, sedangkan data susenas menunjukkan prevalensi gizi kurang 19,8%
dan gizi buruk 6,3%
Status gizi anak dapat mempengaruhi derajat kesehatan anak itu sendiri, semakin baik
status gizinya semakin baik kesehatannya dan lebih jarang sakit anak tersebut. Status gizi
tersebut dapat diperoleh dari konsumsi makanan.kondisi status gizi yang baik dapat tercapai
apabila tubuh memperoleh zat-zat gizi dari makanan. zat-zat gizi tersebut dibutuhkan untuk
pertumbuhan fisik, kemampuan kerja sehingga dapat mencapai tingkat kesehatan optimal.
Berdasarkan uraian tersebut, mendorong penyusun untuk melakukan penyuluhan tentang
hubungan gizi seimbang dengan status gizi anak balita dan anak usia sekolah di Desa Kota
Raja Kecamatan Tabir Ilir. Diharapkan dengan adanya sarana dan kegiatan sosialisasi serta
evaluasi yang sitematis dan terstruktur dpat mencegah terjadinya stunting dan penyuluhan
gizi ini dapat meningkatkan derajat kesehatan balita dan anak usia sekolah.

2. Ibu Hamil Kurang Energi Kronik (KEK)


Ibu Hamil Kurang Energi Kronik (KEK) adalah ibu hamil dengan risiko Kurang
Energi Kronik (KEK) yang ditandai dengan ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) kurang dari
23,5 cm. Pada kelompok ibu hamil di pedesaan maupun perkotaan lebih dari separuhnya
mengalami defisit asupan energi dan protein, pemberian makanan tambahan yang berfokus
pada zat gizi makro maupun zat gizi mikro bagi ibu hamil sangat diperlukan dalam rangka
pencegahan Bayi Berat Lahir Rendah dan Balita Pendek (Stunting) (Kementerian Kesehatan,
2018).
Asupan zat gizi untuk bayi di dalam kandungan berasal dari persediaan zat gizi di
dalam tubuh ibunya. Oleh karna itu sangat penting bagi calon ibu hamil untuk
mempertahankan status gizi yang baik sebelum memasuki kehamilan, misalnya tidak kurus
dan tidak anemia, untuk memastikan cadangan zat gizi ibu hamil mencukupi untuk kebutuhan
janinnya. Indikator apakah janin mendapatkan asupan makanan yang cukup adalah melalui
pemantauan adekuat tidaknya Pertambahan Berat Badan (BB) ibu selama kehamilannya

5
(PBBH), bila PBBH tidak adekuat, janin berisiko tidak mendapatkan asupan yang sesuai
dengan kebutuhannya, sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya di
dalam kandungan. Ibu yang saat memasuki kehamilannya kurus ditambah dengan
Pertambahan Berat Badan ibu selama Kehamilan (PBBH) yang tidak adekuat, berisiko
melahirkan bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Kemenkes, 2020).
Indikator dan Target Program Kesehatan Masyarakat dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) tahun 2020-2024,
persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) 14,5% (Kementerian Kesehatan, 2020).
Berdasarkan Riskesdas tahun 2018 menunjukan masih tingginya pravelensi kekurangan gizi
pada ibu hamil di Indonesia, antara lain sebanyak 17,3% ibu hamil dalam kondisi Kurang
Energi Kronik (Riskesdas, 2018). Pengukuran LILA dan IMT ibu hamil pada saat kunjungan
antenatal sangat penting untuk mengetahui status gizi ibu.
Kurang Energi Kronik berdampak pada proses kehamilan akan menyebabkan
pertumbuhan bayi terhambat (IUGR), pada persalinan akan mempengaruhi kontraksi (his)
sehingga akan menghambat kemajuan persalinan. berat badan lahir rendah (BBLR), dan
asfiksia (Darwin Nasution dan Detty Siti Nurdianti, 2014),
Dampak BBLR terhadap pertumbuhan anak yaitu kejadian stunting Kondisi ini dapat
terjadi karena pada bayi yang lahir dengan BBLR. sejak dalam kandungan telah mengalami
retardasi pertumbuhan intrauterine dan akan berlanjut sampai usia selanjutnya setelah
dilahirkan yaitu mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang lebih lambat dari bayi
yang dilahirkan normal dan sering gagal menyusul tingkat pertumbuhan yang seharusnya
dicapai pada usianya setelah lahir (Darwin Nasution, Detty Siti Nurdianti, 2014)
Berdasarkan hasil penelitian Hanifah (2009) ditemukan bahwa ada. hubungan
Kekurangan Energi Kronik (KEK) dan BBLR, wanita hamil dengan KEK punya resiko 4 kali
menghantar bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Hasil penelitian Widi (2012) ada
hubungan yang bermakna antara status gizi ibu hamil dengan kejadian BBLR di RB Karya
Rini Magelang, selain itu ada hubungan antara Kekurangan Energi Kronik pada ibu hamil
dengan kejadian BBLR di Puskesmas Pleret Bantul Tahun 2018 (p-value 0,001), ibu hamil
KEK lebih sering 1,125 mengalami kejadian BBLR dibandingkan dengan ibu hamil tidak
KEK (Annisa Rahma Nur Aulia dan Endah Marianingsih, 2018).
Upaya perbaikan status gizi masyarakat akan memberikan kontribusi nyata bagi
tercapainya tujuan pembangunan nasional terutama dalam penurunan prevalensi Kurang
Enegi Kronik pada ibu hamil yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kualitas sumber
daya manusia. Upaya program yang dilakukan yaitu kegiatan pemberian suplemen gizi
adalah suatu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mencukupi kekurangan kebutuhan
gizi dari konsumsi makan seharian yang berakibat pada timbulnya masalan kesehatan dan
gizi pada kelompok rawan gizi. Salah satu program suplemen yang dilaksanakan oleh
pemerintah yaitu Pemberian Makanan Tambahan (MT) kepada ibu hamil. Pemberian MT
diberikan kepada ibu hamil KEK (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2019).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di UPTD Puskesmas III Dinas
Kesehatan Kecamatan Denpasar Utara pada bulan Januari 2021 ditinjau dari laporan

6
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Kota Denpasar tahun
2020 pencapaian Kunjungan Pertama (KI) berjumlah 17.016 orang, ibu hamil KEK
berjumlah 694 orang, persentase cakupan ibu hamil KEK sebesar 1,07%. Kunjungan
Neonatal Pertama (KN1) sebanyak 16.212 orang. kejadian BBLR 230 orang, persentase
cakupan BBLR sebesar 1,41%. Sedangkan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
Puskesmas III Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Utara kunjungan KI berjumlah 1.174
orang yang mengalami KEK sebanyak 62 orang, persentase cakupan ibu hamil KEK sebesar
5,28%. Kunjungan Neonatal Pertama (KN 1) sebanyak 1.117 orang, kejadian BBL sebesar 28
orang, persentase bayi mengalami BBLR yaitu 2,50%. Berdasarkan data tersebut UPTD
Puskesmas III Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Utara termasuk tiga besar dengan
kejadian KEK paling banyak di Kota Denpasar, untuk itu peneliti berminat mangambil kasus
tersebut untuk dijadikan suatu penelitian lebih lanjut.
B. Prioritas Masalah
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 di Indonesia mencatat bahwa
prevalensi stunting sebesar 37,2%, meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan tahun 2007
(36,8%). Presentase tersebut dengan pembagian untuk kategori sangat pendek 19,1% dan
pendek 18,1%. Secara nasional prevalensi stunting pada anak usia 5-12 tahun adalah 30,7%
(12,3% sangat pendek dan 18,4% pendek), dengan prevalensi terendah di DI Yogyakarta
(14,9%) dan tertinggi di Papua (34,5%).
Stunting terhadap perkembangan otak sangat merugikan performance anak.
Perkembangan otak anak di masa golden period (0-3 tahun), akan menyebabkan sel otak
tidak tumbuh sempurna. Hal ini disebabkan karena 80-90% jumlah sel otak terbentuk
semenjak masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun. Apabila gangguan tersebut terus
berlangsung maka akan terjadi penurunan skor tes IQ sebesar 10-13 poin. Penurunan
perkembangan IQ tersebut akan mengakibatkan terjadinya loss generation, artinya anak-anak
tersebut akan menjadi beban masyarakat dan pemerintah, karena terbukti keluarga dan
pemerintah harus mengeluarkan biaya kesehatan yang tinggi akibat warganya mudah sakit
(Caulfield, 2010).
C. Rencana Persiapan Advokasi
1) Bahan dan Alat Penyluhan
 Materi Stunting
 LCD
 Laptop
 Microphone
 Leaflet

2) Data
 Prevalensi Stunting di indonesia
 Prevelensi Stunting di aceh
 Provelensi Stunting di wilayah kerja puskesmas desa Kuta Blang,

7
DAFTAR NAMA BALITA BERISIKO GIZI KURANG/GIZI BURUK
DAN BERISIKO STUNTING
DESA KUTA BLANG POSYANDU

NO NAMA JENIS UMUR BB TB STATUS


KELAMIN (BULAN) GIZI
1 DIRVANKA PRAJA LINGGA L 18 9 74,9 P

2 M. RIJALUL KAMAL L 23 10,1 79 P

3 HILYA KHALISA P 24 9 79 P

4 GUSTIAN ALDINO L 27 10,5 81 P

5 HAURA QUEENZA P 23 9 76 P

6 HANUM HUMAIRAH P 37 12,8 86,5 P

7 AIRA IZZATUN NABILA P 38 11,5 88 P

8 NOVALIN ALESIA P 40 12,2 88 P

9 NADIA ALFATUNNISA P 33 9,5 83,5 P, BGT

10 ANNISA FAIHA P 49 11,5 92 P, BGT

11 SAUFIATUN HANIFA P 20 7,6 75,5 P, K, BGT

12 AFIFAH SYAHIRA P 53 10,8 93 P, K BGM

13 M. FATHIAN ALFARISKI L 23 8,5 77 SP, BGT

14 M. ALONZO L 47 12,3 90 SP, BGT

15 SAQDIATUL RAHMAH P 52 11,6 89,3 SP, BGT

16 HADZIQ KENZI L 23 8,2 75,2 SP, BGM

KET :
1. BGM : BAWAH GARIS MERAH
2. K : KURUS
3. BGT : BAWAH GARIS TENGAH/KUNING

8
4. P : PENDEK
5. SP : SANGAT PENDEK

3) Tenaga
 Narasumber kepala Kesehatan Masyarakat, Pegawai Dinas Kesehatan.

4) Biaya
 Biaya akan di ambil dari biaya program puskesmas desa Kuta Blang,
5) Surveilen Gizi Buruk
 Pelaksanaan pemantauan wilayah kerja desa Kuta Blang,

6) Advokasi dan sosialisai penanggulangan Stunting


7) Manajemen program dan pelatihan petugas.

9
BAB II
TUJUAN ADVOKASI

A. Tujuan umum

Dengan adanya sarana kegiatan advokasi untuk melakukan kegiatan-kegiatan


pemenuhan zat gizi pada masyarakat khusus nya untuk mencegah stunting serta untuk
memenuhi operasional yang menunjang kegiatan para kader agar dapat sedini mungkin
mencegah terjadinya kekurangan gizi khusus nya bagi yang stunting di tengah-tengah
masyarakat dan memberikan pengetahuan tentang cara mencegah terjadinya kurangnya gizi
terutama stunting pada anak di desa desa Kuta Blang,
B. Tujuan Khusus:

1. Memberikan pengetahuan tentang stunting dan gejala gejalanya serta bagaimana cara
pencegahannya.
2. Memberikan Pengetahuan tentang Gizi Seimbang pada Masyarakat yang belum dan
sudah memiliki anak balita serta anak usia sekolah.
3. Dapat merubah pola makan anak balita dan anak usia sekolah tersebut menjadi lebih
baik dan lebih bergizi
4. Meningkatkan derajat kesehatan pada anak di Desa desa Kuta Blang,

10
BAB III
MANFAAT YANG AKAN DI CAPAI

Manfaat melakukan advokasi khusus nya kepada pemerintah daerah agar dapat
dilakukan mengawal penerapan kebijakan mempercepat penurunan stunting di daerah. Pada
tingkat kabupaten/kota. Dapat dilakukan aksi integrasi, yaitu serangkaian kegiatan intervensi
gizi untuk mencegah dan menurunkan stunting secara lintas sektor.Bupati/Walikota selaku
pimpinan daerah menunjuk tim lintas sektor yang nantinya bertanggung jawab untuk
memastikan terlaksananya Aksi Integrasi dari tingkat kabupaten/kota hingga tingkat desa.
Aksi Integrasi dilaksanakan mengikuti siklus perencanaan dan penganggaran di
Kabupaten/Kota.

Tahapan intervensi yang dilakukan terdiri dari 8 Aksi, yaitu:

1. Analisis Situasi,
2. Penyusunan Rencana Kegiatan,
3. Rembuk Stunting,
4. Peraturan Bupati/Walikota tentang Kewenangan Desa dalam percepatan penurunan
stunting,
5. Pembinaan Kader Pembangunan Manusia,
6. Sistem Manajemen Data Stunting,
7. Pengukuran dan Publikasi Data Stunting
8. Reviu Kinerja Tahunan.

11
BAB IV

PELAKSANAAN ADVOKASI

A. Tinjauan Program
Tinjauan ini mengeksplorasi berbagai faktor yang telah terbukti berpengaruh terhadap
keberhasilan program-program stunting, seperti pendekatan lintas-sektor, akses ke
layanan kesehatan dan gizi yang memadai, pendidikan kepada ibu dan keluarga, serta
pemantauan dan evaluasi program secara berkala. Selain itu, tinjauan ini juga
mendiskusikan tantangan yang umumnya dihadapi oleh negara-negara tersebut, seperti
tingkat kemiskinan yang tinggi, infrastruktur yang kurang mendukung, dan kurangnya
kesadaran akan pentingnya gizi yang baik.

Tinjauan ini menemukan bahwa keberhasilan program stunting sangat tergantung pada
komitmen pemerintah, pendekatan yang berbasis bukti, keterlibatan aktif masyarakat,
serta koordinasi yang baik antara berbagai pihak terkait. Selain itu, program-program
yang berkelanjutan dan terintegrasi dengan program-program lainnya juga terbukti lebih
efektif dalam mengatasi masalah stunting. program-program stunting dapat berhasil jika
diimplementasikan dengan strategi yang tepat dan melibatkan banyak pemangku
kepentingan. Penelitian lanjutan dan pengembangan model-program yang inovatif juga
perlu dilakukan untuk memperkuat upaya dalam mengurangi angka stunting di negara-
negara berkembang.

B. Pelaksaan Program
a. Pelaksanaan program stunting:
Komponen Program:
1. Pendidikan Gizi dan Kesehatan: Mengadakan pelatihan reguler kepada ibu dan
keluarga tentang pentingnya gizi dan praktik makan sehat. Melibatkan ahli gizi dan
tenaga medis dalam memberikan pengetahuan dan dukungan.

2. Pemeriksaan Gizi Rutin: Melaksanakan pemeriksaan gizi rutin untuk mendeteksi


anak-anak yang berisiko mengalami stunting dan memberikan intervensi secara dini.
Memantau perkembangan pertumbuhan dan memberikan suplemen gizi jika
diperlukan.

3. Akses Layanan Kesehatan yang Memadai: Meningkatkan akses dan pelayanan


kesehatan, termasuk antenatal care untuk ibu hamil, pelayanan imunisasi, dan
penanganan masalah kesehatan lainnya yang berhubungan dengan stunting.

12
4. Peningkatan Kebersihan dan Sanitasi: Edukasi kepada keluarga tentang pentingnya
kebersihan dan sanitasi yang baik untuk mencegah penyakit yang dapat menyebabkan
stunting. Mendorong praktik mencuci tangan yang baik, penggunaan air bersih, serta
pengelolaan sampah yang sehat.

5. Sinergi Lintas-Sektor: Melibatkan berbagai sektor seperti pemerintah, masyarakat


sipil, dan sektor swasta dalam implementasi program. Membangun kemitraan yang
kuat untuk mencapai tujuan bersama dan memanfaatkan sumber daya yang ada.

6. Pemantauan dan Evaluasi Rutin: Melakukan pemantauan dan evaluasi program


secara berkala untuk mengukur keberhasilan dan mengevaluasi dampak dari
intervensi yang dilakukan. Menggunakan data secara efektif untuk menginformasikan
pengambilan keputusan dan memperbaiki program jika diperlukan.

Hasil yang Diharapkan: Mengurangi tingkat stunting pada anak-anak di bawah usia 5
tahun sebesar 20% dalam waktu 2 tahun. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang
pentingnya gizi yang baik dan praktik sehat dalam keluarga.

13
BAB V.
ASUMSI POSITIF DAN NEGATIF

A. Asumsi positif tentang stunting:


1. Mengasumsikan bahwa orang dengan stanting tinggi memiliki kemampuan dan
pengetahuan yang luas dalam bidang tertentu.
2. Mempercayai bahwa seseorang dengan stanting tinggi dapat memberikan kontribusi
berharga dan memiliki potensi yang besar untuk meraih kesuksesan.
3. Menganggap bahwa orang dengan stanting tinggi memiliki akses ke peluang dan
pengalaman yang lebih baik untuk mengembangkan diri.

C. Asumsi negatif tentang stunting:


1. Menganggap bahwa seseorang dengan stanting rendah tidak memiliki kemampuan
atau pengetahuan yang cukup dalam bidang tertentu.
2. Berpikir bahwa orang dengan stanting rendah tidak dapat diandalkan atau tidak dapat
memberikan kontribusi yang berarti.
3. Menganggap bahwa seseorang dengan stanting rendah tidak berpotensi untuk
berhasil atau mencapai tujuan yang diinginkan.

14
BAB VI.
ORGANISASI

STRUKTUR :

KETUA PANITIA : AMEL RIZKYA PUTRI


ANGGOTA :
1. VERA RIANA .S
2. SARAH NADHIFA SUKMA
3. USLITA AMANDA
4. SRINADILA SUKMA
5. PUTRI WAHYURI

TUGAS PANITIA

NAMA TUGAS
SRINADILA SUKMA MODERATOR
USLITA AMANDA PRESENTATOR 1
AMEL RIZKYA PUTRI PRESENTATOR 2
PUTRI WAHYURI NOTULEN
VERA RIANA.S PELAKSANA
SARAH NADHIFA SUKMA PELAKSANA

15
BAB VII.

JADWAL KEGIATAN

A. JADWAL PELAKSANAAN
Tanggal 13-14 September 2023

B. WAKTU
Pukul 10.00 WIB

C. SASARAN
Semua anak balita di Posyandu Desa Kuta Blang.

D. MATERI ADVOKASI YANG DI SAMPAIKAN


Pencegahan stunting terhadap anak yang gizi kurang/buruk.

E. TEMPAT KEGIATAN ADVOKASI


Wilayah kerja Posyandu Kuta Blang.

16
BAB VIII.

POA

POA (Plan of Action atau Rencana Aksi) dalam konteks stunting adalah dokumen yang
berisi langkah-langkah konkret yang akan dilakukan untuk mengatasi atau mencegah stunting
pada suatu wilayah atau komunitas. Berikut ini adalah contoh struktur POA untuk stunting:

STRUKTUR POA

1. Tujuan  Mengurangi prevalensi stunting dalam


wilayah tertentu.
 Meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan masyarakat tentang gizi
sehat.
 Meningkatkan akses terhadap pelayanan
kesehatan dan gizi berkualitas.
 Meningkatkan pola makan sehat dan
praktik nutrisi yang baik pada ibu dan
anak.
2. Langkah-langkah Prioritas:  Meningkatkan akses terhadap pangan
bergizi melalui program pangan subsidi,
program kebun keluarga, dan lainnya.
 Memberikan edukasi gizi kepada ibu,
keluarga, dan masyarakat umum tentang
praktik makanan sehat, pemilihan
makanan bergizi, dan pemberian
makanan pendamping ASI.
 Meningkatkan jangkauan dan kualitas
pelayanan kesehatan ibu dan anak,
termasuk pelayanan antenatal,
persalinan yang aman, dan pelayanan
pasca melahirkan.
 Memperkuat program pencegahan dan
pengendalian penyakit infeksi yang
dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan anak (misalnya, diare,
infeksi saluran pernapasan, dan infeksi
parasit). Meningkatkan pemberdayaan

17
perempuan dalam mengelola rumah
tangga, kehamilan, dan perawatan anak.
3. Rencana Implementasi  Mengidentifikasi dan melibatkan
stakeholder terkait seperti pemerintah
daerah, LSM, tenaga medis, pendidik,
dan masyarakat dalam pelaksanaan
program.
 Membangun kapasitas SDM yang
terlibat melalui pelatihan dan bimbingan
teknis.
 Mengalokasikan sumber daya yang
memadai dan mengoptimalkan anggaran
yang tersedia.
 Mendirikan posko koordinasi dan
monitoring untuk memastikan
pelaksanaan program berjalan sesuai
rencana.
4. Monitoring dan Evaluasi  Menetapkan indikator kinerja untuk
mengukur progres terhadap tujuan dan
langkah-langkah POA.
 Melakukan pemantauan rutin terhadap
implementasi program, termasuk survei
prevalensi stunting, pencatatan kejadian
stunting, dan pemantauan cakupan
program pangan dan pelayanan
kesehatan.
 Melakukan evaluasi periodik terhadap
efektivitas langkah-langkah yang
diambil dan melakukan perubahan atau
penyesuaian jika diperlukan.

18
BAB IX.

NETWORK PLANNING

1. Identifikasi Masalah:
Menentukan masalah utama yang menyebabkan masalah stunting dalam suatu wilayah
atau komunitas.
Contoh: Kurangnya akses terhadap nutrisi yang adekuat, pengetahuan dan pemahaman
yang rendah mengenai pola makan sehat, dan kurangnya layanan kesehatan berkualitas.

2. Pengumpulan Data:
Mengumpulkan data terkait stunting seperti prevalensi stunting, faktor risiko, demografi,
penyebab mendasar, dan kesenjangan dalam pelayanan kesehatan.
Contoh: Data prevalensi stunting di wilayah tertentu, data gizi anak dan ibu, serta data
fasilitas kesehatan yang tersedia.

3. Analisis Data:
Menganalisis data untuk mengidentifikasi tren, kesenjangan, dan faktor penyebab
stunting.
Contoh: Mengidentifikasi korelasi antara rendahnya pendapatan keluarga dengan pola
makan yang tidak sehat atau kurangnya akses ke fasilitas pelayanan kesehatan.

4. Pengembangan Rencana Tindakan:


Merancang rencana tindakan yang melibatkan berbagai langkah yang dapat dilakukan
untuk mengatasi masalah stunting yang telah diidentifikasi.
Contoh: Meningkatkan akses ke pangan bergizi, memberikan edukasi gizi kepada ibu dan
keluarga, meningkatkan akses ke layanan kesehatan seperti posyandu dan klinik ibu dan
anak.

5. Implementasi Rencana Tindakan:


Melaksanakan rencana tindakan dengan melibatkan berbagai pihak terkait seperti
pemerintah, LSM, tenaga medis, dan masyarakat.
Contoh: Mengadakan kampanye gizi, menyelenggarakan pelatihan bagi kader kesehatan,
memperluas jangkauan posyandu di wilayah terpencil.

6. Monitoring dan Evaluasi:


Melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap implementasi rencana tindakan, serta
mengukur dampak positif yang telah dicapai.
Contoh: Melakukan survei ulang untuk mengukur penurunan prevalensi stunting,
memantau data gizi anak dan ibu serta mengukur peningkatan akses terhadap pelayanan
kesehatan.

19
BAB X.
RENCANAAN PENILAIAN

1. Pengukuran ukuran tinggi badan dan berat badan:


Dalam penilaian stunting, penting untuk mengukur tinggi badan dan berat badan anak
secara teratur. Data ini akan membantu dalam memantau pertumbuhan anak dari waktu ke
waktu. Jika anak memiliki tinggi badan yang lebih pendek dibandingkan dengan anak-
anak seusianya, itu bisa menjadi indikator potensial adanya stunting.

2. Pengukuran lingkar lengan atas (LILA):


Pengukuran LILA juga dapat dilakukan untuk menilai status gizi anak. Lingkar lengan
atas yang kecil dapat mengindikasikan adanya masalah gizi yang dapat mengakibatkan
stunting.

3. Penilaian asupan nutrisi:


Mengamati pola makan anak juga penting dalam penilaian stunting. Jika seorang anak
tidak mengkonsumsi makanan yang seimbang dan kaya nutrisi, kemungkinan besar hal
ini akan mempengaruhi pertumbuhan dan menyebabkan stunting.

4. Pemeriksaan fisik umum:


Selain data pengukuran, pemeriksaan fisik secara umum juga dilakukan. Ini termasuk
mengevaluasi tingkat kecukupan pola tidur anak, tingkat aktivitas fisiknya, gejala-gejala
penyakit, dan faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi pertumbuhannya.

5. Riwayat kesehatan:
Menelusuri riwayat kesehatan anak juga penting dalam menilai stunting. Riwayat
penyakit kronis, infeksi berulang, atau masalah kesehatan lainnya bisa menjadi faktor
risiko yang berhubungan dengan stunting.

20
BAB XI.

RENCANAA TINDAK LANJUT

a. Edukasi Gizi dan Perilaku:


Memberikan informasi tentang gaya hidup sehat, kebersihan makanan, serta pentingnya
asupan gizi yang cukup dan seimbang.

b. Peningkatan Akses Terhadap Makanan Bergizi:


Mendorong akses yang lebih baik terhadap makanan bergizi dengan mempromosikan
pertanian, diversifikasi pangan, dan program bantuan makanan.

c. Pengembangan Pelayanan Kesehatan:


Meningkatkan kualitas layanan kesehatan, termasuk anjuran gizi, pemantauan
pertumbuhan secara rutin, pemberian suplemen gizi, dan pengobatan penyakit terkait gizi.

d. Perbaikan Lingkungan:
Memperbaiki infrastruktur sanitasi dan akses ke air bersih, serta mempromosikan
kebersihan dan praktik sanitasi yang baik.

21

You might also like