Professional Documents
Culture Documents
Proposal Advokasi
Proposal Advokasi
KEGIATAN ADVOKASI
Dosen Pembimbing :
Erwandi, STP, M.Kes
Disusun Oleh :
1. Amel Rizkya Putri (P07131221004)
2. Uslita Amanda (P07131221036)
3. Sarah Nadhifa (P07131221029)
4. Srinadila Sukma (P07131221031)
5. Putri Wahyuri (P071312210
6. Vera Riana.S (P07131221038)
Alhamdulillah sega puji dan syukur kepada Allah SWT. Yang maha pengasih lagi
maha penyayang karna atas limpahan rahmat dan hidayahnya proposal ini bisa terselesaikan.
Sholawat dan salam untuk junjungan nabi besar Muhamad SAW. Beserta para sahabatnya
serta pengikutnya sampai akhir zaman. Proposal ini merupakan proposal permohonan sarana
dan dana operasional dalam mencegah stunting pada balita dan usia anak sekolah proposal ini
di susun dengan tujuan merencanakan program penyuluhan tentang gizi seimbang pada
masyarakat Desa Pasar Sungai Tanduk khususnya, dan memilikin anak balita dan anak usia
sekolah. Kami menyadari bahwa penyelesaian proposal ini tidak akan terwujud tanpa adanya
bantuan, bimbingan dan dorongan dari berbagai pihak.
Oleh karna itu pada kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih pada berbagai
pihak atas dukungannya, semoga bantuan yang telah rekan-rekan berikan akan menjadi amal
ibadah yang tak ternilai harganya. Besar harapan kami, proposal perohonan ini dapat
terkabulkan dan segera terealisasikan secepat mungkin, saran dan kritik yang membangun
kami di harapkan demi perbaikan dan pengembangan program yang akan kami laksanakan di
Desa kita tercinta.
2
DAFTAR ISI
I. Pendahuluan ...........................................................................................................
A. Latar belakang................................................................................................
B. Prioritas masalah............................................................................................
C. Rencana persiapan advokasi..........................................................................
II. Tujuan advokasi.....................................................................................................
A. Tujuan umum.................................................................................................
B. Tujuan khusus.................................................................................................
III. Manfaat hasil yang akan dicapai..........................................................................
IV. Pelaksanaan advokasi...........................................................................................
A. Tinjauan program...........................................................................................
B. Pelaksanaan program.....................................................................................
V. Asumsi positif dan negatif.....................................................................................
VI. Organisasi.............................................................................................................
VII. Jadwal kegiatan...................................................................................................
VIII. POA...................................................................................................................
IX. Network plannin...................................................................................................
X. Rencana penilaian.................................................................................................
XI. Rencana tindak lanjut...........................................................................................
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Stunting
Stunting didefinisikan sebagai indeks tinggi badan menurut usia (TB/U) kurang dari
minus dua standar deviasi (-2SD) atau di bawah rata-rata standar yang ada. Stunting pada
anak merupakan hasil jangka panjang konsumsi diet berkualitas rendah yang dikombinasikan
dengan morbiditas, penyakit infeksi, dan masalah lingkungan (Semba, et al., 2008).
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 di Indonesia mencatat bahwa
prevalensi stunting sebesar 37,2%, meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan tahun 2007
(36,8%). Presentase tersebut dengan pembagian untuk kategori sangat pendek 19,1% dan
pendek 18,1%. Secara nasional prevalensi stunting pada anak usia 5-12 tahun adalah 30,7%
(12,3% sangat pendek dan 18,4% pendek), dengan prevalensi terendah di DI Yogyakarta
(14,9%) dan tertinggi di Papua (34,5%)
Stunting terhadap perkembangan otak sangat merugikan performance anak.
Perkembangan otak anak di masa golden period (0-3 tahun), akan menyebabkan sel otak
tidak tumbuh sempurna. Hal ini disebabkan karena 80-90% jumlah sel otak terbentuk
semenjak masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun. Apabila gangguan tersebut terus
berlangsung maka akan terjadi penurunan skor tes IQ sebesar 10-13 poin. Penurunan
perkembangan IQ tersebut akan mengakibatkan terjadinya loss generation, artinya anak-anak
tersebut akan menjadi beban masyarakat dan pemerintah, karena terbukti keluarga dan
pemerintah harus mengeluarkan biaya kesehatan yang tinggi akibat warganya mudah sakit
(Caulfield, 2010).
Untuk menunjang perkembangan dan fisik yang dilakukan oleh anak sekolah sangat
dibutuhkan berbagai macam zat gizi yang diperlukan dalam jumlah yang mencukupi untuk
memenuhi perkembangan dan pertumbuhan yang baik, karena peran gizi sangat menentuan
keadaan kesehatan anak. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk menciptakan sumber daya
manusia yang tentunya banyak faktor yang langsung yang mempengaruhi status gizi meliputi
konsumsi makanan dan penyakit infeksi. Faktor tidak langsung meliputi pengetahuan,
pendidikan, tingkat pendapatan, pendidikan orang tua, dan besar keluarga. Di negara-negara
yang sedang berkembang termasuk Indonesia, masalah gizi menjadi lebih penting dari segi
kesehatan masyarakat karena kekurangan gizi dapat menurunkan kerentanan tubuh terhadap
beberapa penyakit, khususnya penyakit infeksi.
Anak usia sekolah (7-12 tahun) memiliki pertumbuhan yang cepat dan aktif. Pada
masa ini terjadi proses perkembangan fisiologik dan perkembangan kognitif (Saidin Sukati,
1991: Hariyani, 2011). Dalam kondisi tersebut anak harus mendapat asupan gizi dalam
kualitas dan kuantitas yang cukup pada makanan yang dikonsumsinya. Keadaan gizi dan
kesehatan pada anak sekolah secara nasional didapatkan prevalensi anak kurus pada usia
4
sekolah 6-14 tahun sebesar 13,3 % pada anak lak-laki sedangkan pada anak perempuan
sebesar 10,9%, Prevalensi berat badan berlebih sebesar 9,5% pada anak laki- laki dan 6,4%
pada anak perempuan (Riset Kesehatan Dasar, 2007). Sementara itu status gizi menurut gizi
baik pada anak usia sekolah dan remajaumur 5-17 tahun sebesar 75%, gizi kurang 18% dan
gizi lebih 8% (Survey Kesehatan Nasional, 2004).
Untuk memenuhi asupan gizi tersebut dibutuhkannya gizi yang seimbang. dimana
asupan gizi seimbang dengan aktifitas yang dilakukan. Gizi seimbang pada anak sekolah
dapat berperan dalam pencapaian tujuan Millenium depelopment Goals (MDGs) diantaranya
adalah menurunnya KEP pada kelompok usia 6-19 tahun meningkat dari 30,5% pada tahun
1995 menjadi 29 % pada tahun 1998.
Menurut susenans tahun 1999. 8,10% usia anak sekolah atau sekitar 1,7 juta anak usia
sekolah menderita KEP tingkat berat (gizi buruk) (Susanto, 2004). Survey kesehatan Rumah
Tangga Indonesia (2007) menemukan bahwa prevalensi gizi kurang untuk sebesar 22,5% dan
gizi buruk sebesar 8,5%, sedangkan data susenas menunjukkan prevalensi gizi kurang 19,8%
dan gizi buruk 6,3%
Status gizi anak dapat mempengaruhi derajat kesehatan anak itu sendiri, semakin baik
status gizinya semakin baik kesehatannya dan lebih jarang sakit anak tersebut. Status gizi
tersebut dapat diperoleh dari konsumsi makanan.kondisi status gizi yang baik dapat tercapai
apabila tubuh memperoleh zat-zat gizi dari makanan. zat-zat gizi tersebut dibutuhkan untuk
pertumbuhan fisik, kemampuan kerja sehingga dapat mencapai tingkat kesehatan optimal.
Berdasarkan uraian tersebut, mendorong penyusun untuk melakukan penyuluhan tentang
hubungan gizi seimbang dengan status gizi anak balita dan anak usia sekolah di Desa Kota
Raja Kecamatan Tabir Ilir. Diharapkan dengan adanya sarana dan kegiatan sosialisasi serta
evaluasi yang sitematis dan terstruktur dpat mencegah terjadinya stunting dan penyuluhan
gizi ini dapat meningkatkan derajat kesehatan balita dan anak usia sekolah.
5
(PBBH), bila PBBH tidak adekuat, janin berisiko tidak mendapatkan asupan yang sesuai
dengan kebutuhannya, sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangannya di
dalam kandungan. Ibu yang saat memasuki kehamilannya kurus ditambah dengan
Pertambahan Berat Badan ibu selama Kehamilan (PBBH) yang tidak adekuat, berisiko
melahirkan bayi dengan Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR) (Kemenkes, 2020).
Indikator dan Target Program Kesehatan Masyarakat dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) tahun 2020-2024,
persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) 14,5% (Kementerian Kesehatan, 2020).
Berdasarkan Riskesdas tahun 2018 menunjukan masih tingginya pravelensi kekurangan gizi
pada ibu hamil di Indonesia, antara lain sebanyak 17,3% ibu hamil dalam kondisi Kurang
Energi Kronik (Riskesdas, 2018). Pengukuran LILA dan IMT ibu hamil pada saat kunjungan
antenatal sangat penting untuk mengetahui status gizi ibu.
Kurang Energi Kronik berdampak pada proses kehamilan akan menyebabkan
pertumbuhan bayi terhambat (IUGR), pada persalinan akan mempengaruhi kontraksi (his)
sehingga akan menghambat kemajuan persalinan. berat badan lahir rendah (BBLR), dan
asfiksia (Darwin Nasution dan Detty Siti Nurdianti, 2014),
Dampak BBLR terhadap pertumbuhan anak yaitu kejadian stunting Kondisi ini dapat
terjadi karena pada bayi yang lahir dengan BBLR. sejak dalam kandungan telah mengalami
retardasi pertumbuhan intrauterine dan akan berlanjut sampai usia selanjutnya setelah
dilahirkan yaitu mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang lebih lambat dari bayi
yang dilahirkan normal dan sering gagal menyusul tingkat pertumbuhan yang seharusnya
dicapai pada usianya setelah lahir (Darwin Nasution, Detty Siti Nurdianti, 2014)
Berdasarkan hasil penelitian Hanifah (2009) ditemukan bahwa ada. hubungan
Kekurangan Energi Kronik (KEK) dan BBLR, wanita hamil dengan KEK punya resiko 4 kali
menghantar bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah. Hasil penelitian Widi (2012) ada
hubungan yang bermakna antara status gizi ibu hamil dengan kejadian BBLR di RB Karya
Rini Magelang, selain itu ada hubungan antara Kekurangan Energi Kronik pada ibu hamil
dengan kejadian BBLR di Puskesmas Pleret Bantul Tahun 2018 (p-value 0,001), ibu hamil
KEK lebih sering 1,125 mengalami kejadian BBLR dibandingkan dengan ibu hamil tidak
KEK (Annisa Rahma Nur Aulia dan Endah Marianingsih, 2018).
Upaya perbaikan status gizi masyarakat akan memberikan kontribusi nyata bagi
tercapainya tujuan pembangunan nasional terutama dalam penurunan prevalensi Kurang
Enegi Kronik pada ibu hamil yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan kualitas sumber
daya manusia. Upaya program yang dilakukan yaitu kegiatan pemberian suplemen gizi
adalah suatu upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mencukupi kekurangan kebutuhan
gizi dari konsumsi makan seharian yang berakibat pada timbulnya masalan kesehatan dan
gizi pada kelompok rawan gizi. Salah satu program suplemen yang dilaksanakan oleh
pemerintah yaitu Pemberian Makanan Tambahan (MT) kepada ibu hamil. Pemberian MT
diberikan kepada ibu hamil KEK (Dinas Kesehatan Provinsi Bali, 2019).
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di UPTD Puskesmas III Dinas
Kesehatan Kecamatan Denpasar Utara pada bulan Januari 2021 ditinjau dari laporan
6
Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) Kota Denpasar tahun
2020 pencapaian Kunjungan Pertama (KI) berjumlah 17.016 orang, ibu hamil KEK
berjumlah 694 orang, persentase cakupan ibu hamil KEK sebesar 1,07%. Kunjungan
Neonatal Pertama (KN1) sebanyak 16.212 orang. kejadian BBLR 230 orang, persentase
cakupan BBLR sebesar 1,41%. Sedangkan di Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)
Puskesmas III Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Utara kunjungan KI berjumlah 1.174
orang yang mengalami KEK sebanyak 62 orang, persentase cakupan ibu hamil KEK sebesar
5,28%. Kunjungan Neonatal Pertama (KN 1) sebanyak 1.117 orang, kejadian BBL sebesar 28
orang, persentase bayi mengalami BBLR yaitu 2,50%. Berdasarkan data tersebut UPTD
Puskesmas III Dinas Kesehatan Kecamatan Denpasar Utara termasuk tiga besar dengan
kejadian KEK paling banyak di Kota Denpasar, untuk itu peneliti berminat mangambil kasus
tersebut untuk dijadikan suatu penelitian lebih lanjut.
B. Prioritas Masalah
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 di Indonesia mencatat bahwa
prevalensi stunting sebesar 37,2%, meningkat dari tahun 2010 (35,6%) dan tahun 2007
(36,8%). Presentase tersebut dengan pembagian untuk kategori sangat pendek 19,1% dan
pendek 18,1%. Secara nasional prevalensi stunting pada anak usia 5-12 tahun adalah 30,7%
(12,3% sangat pendek dan 18,4% pendek), dengan prevalensi terendah di DI Yogyakarta
(14,9%) dan tertinggi di Papua (34,5%).
Stunting terhadap perkembangan otak sangat merugikan performance anak.
Perkembangan otak anak di masa golden period (0-3 tahun), akan menyebabkan sel otak
tidak tumbuh sempurna. Hal ini disebabkan karena 80-90% jumlah sel otak terbentuk
semenjak masa dalam kandungan sampai usia 2 tahun. Apabila gangguan tersebut terus
berlangsung maka akan terjadi penurunan skor tes IQ sebesar 10-13 poin. Penurunan
perkembangan IQ tersebut akan mengakibatkan terjadinya loss generation, artinya anak-anak
tersebut akan menjadi beban masyarakat dan pemerintah, karena terbukti keluarga dan
pemerintah harus mengeluarkan biaya kesehatan yang tinggi akibat warganya mudah sakit
(Caulfield, 2010).
C. Rencana Persiapan Advokasi
1) Bahan dan Alat Penyluhan
Materi Stunting
LCD
Laptop
Microphone
Leaflet
2) Data
Prevalensi Stunting di indonesia
Prevelensi Stunting di aceh
Provelensi Stunting di wilayah kerja puskesmas desa Kuta Blang,
7
DAFTAR NAMA BALITA BERISIKO GIZI KURANG/GIZI BURUK
DAN BERISIKO STUNTING
DESA KUTA BLANG POSYANDU
3 HILYA KHALISA P 24 9 79 P
5 HAURA QUEENZA P 23 9 76 P
KET :
1. BGM : BAWAH GARIS MERAH
2. K : KURUS
3. BGT : BAWAH GARIS TENGAH/KUNING
8
4. P : PENDEK
5. SP : SANGAT PENDEK
3) Tenaga
Narasumber kepala Kesehatan Masyarakat, Pegawai Dinas Kesehatan.
4) Biaya
Biaya akan di ambil dari biaya program puskesmas desa Kuta Blang,
5) Surveilen Gizi Buruk
Pelaksanaan pemantauan wilayah kerja desa Kuta Blang,
9
BAB II
TUJUAN ADVOKASI
A. Tujuan umum
1. Memberikan pengetahuan tentang stunting dan gejala gejalanya serta bagaimana cara
pencegahannya.
2. Memberikan Pengetahuan tentang Gizi Seimbang pada Masyarakat yang belum dan
sudah memiliki anak balita serta anak usia sekolah.
3. Dapat merubah pola makan anak balita dan anak usia sekolah tersebut menjadi lebih
baik dan lebih bergizi
4. Meningkatkan derajat kesehatan pada anak di Desa desa Kuta Blang,
10
BAB III
MANFAAT YANG AKAN DI CAPAI
Manfaat melakukan advokasi khusus nya kepada pemerintah daerah agar dapat
dilakukan mengawal penerapan kebijakan mempercepat penurunan stunting di daerah. Pada
tingkat kabupaten/kota. Dapat dilakukan aksi integrasi, yaitu serangkaian kegiatan intervensi
gizi untuk mencegah dan menurunkan stunting secara lintas sektor.Bupati/Walikota selaku
pimpinan daerah menunjuk tim lintas sektor yang nantinya bertanggung jawab untuk
memastikan terlaksananya Aksi Integrasi dari tingkat kabupaten/kota hingga tingkat desa.
Aksi Integrasi dilaksanakan mengikuti siklus perencanaan dan penganggaran di
Kabupaten/Kota.
1. Analisis Situasi,
2. Penyusunan Rencana Kegiatan,
3. Rembuk Stunting,
4. Peraturan Bupati/Walikota tentang Kewenangan Desa dalam percepatan penurunan
stunting,
5. Pembinaan Kader Pembangunan Manusia,
6. Sistem Manajemen Data Stunting,
7. Pengukuran dan Publikasi Data Stunting
8. Reviu Kinerja Tahunan.
11
BAB IV
PELAKSANAAN ADVOKASI
A. Tinjauan Program
Tinjauan ini mengeksplorasi berbagai faktor yang telah terbukti berpengaruh terhadap
keberhasilan program-program stunting, seperti pendekatan lintas-sektor, akses ke
layanan kesehatan dan gizi yang memadai, pendidikan kepada ibu dan keluarga, serta
pemantauan dan evaluasi program secara berkala. Selain itu, tinjauan ini juga
mendiskusikan tantangan yang umumnya dihadapi oleh negara-negara tersebut, seperti
tingkat kemiskinan yang tinggi, infrastruktur yang kurang mendukung, dan kurangnya
kesadaran akan pentingnya gizi yang baik.
Tinjauan ini menemukan bahwa keberhasilan program stunting sangat tergantung pada
komitmen pemerintah, pendekatan yang berbasis bukti, keterlibatan aktif masyarakat,
serta koordinasi yang baik antara berbagai pihak terkait. Selain itu, program-program
yang berkelanjutan dan terintegrasi dengan program-program lainnya juga terbukti lebih
efektif dalam mengatasi masalah stunting. program-program stunting dapat berhasil jika
diimplementasikan dengan strategi yang tepat dan melibatkan banyak pemangku
kepentingan. Penelitian lanjutan dan pengembangan model-program yang inovatif juga
perlu dilakukan untuk memperkuat upaya dalam mengurangi angka stunting di negara-
negara berkembang.
B. Pelaksaan Program
a. Pelaksanaan program stunting:
Komponen Program:
1. Pendidikan Gizi dan Kesehatan: Mengadakan pelatihan reguler kepada ibu dan
keluarga tentang pentingnya gizi dan praktik makan sehat. Melibatkan ahli gizi dan
tenaga medis dalam memberikan pengetahuan dan dukungan.
12
4. Peningkatan Kebersihan dan Sanitasi: Edukasi kepada keluarga tentang pentingnya
kebersihan dan sanitasi yang baik untuk mencegah penyakit yang dapat menyebabkan
stunting. Mendorong praktik mencuci tangan yang baik, penggunaan air bersih, serta
pengelolaan sampah yang sehat.
Hasil yang Diharapkan: Mengurangi tingkat stunting pada anak-anak di bawah usia 5
tahun sebesar 20% dalam waktu 2 tahun. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang
pentingnya gizi yang baik dan praktik sehat dalam keluarga.
13
BAB V.
ASUMSI POSITIF DAN NEGATIF
14
BAB VI.
ORGANISASI
STRUKTUR :
TUGAS PANITIA
NAMA TUGAS
SRINADILA SUKMA MODERATOR
USLITA AMANDA PRESENTATOR 1
AMEL RIZKYA PUTRI PRESENTATOR 2
PUTRI WAHYURI NOTULEN
VERA RIANA.S PELAKSANA
SARAH NADHIFA SUKMA PELAKSANA
15
BAB VII.
JADWAL KEGIATAN
A. JADWAL PELAKSANAAN
Tanggal 13-14 September 2023
B. WAKTU
Pukul 10.00 WIB
C. SASARAN
Semua anak balita di Posyandu Desa Kuta Blang.
16
BAB VIII.
POA
POA (Plan of Action atau Rencana Aksi) dalam konteks stunting adalah dokumen yang
berisi langkah-langkah konkret yang akan dilakukan untuk mengatasi atau mencegah stunting
pada suatu wilayah atau komunitas. Berikut ini adalah contoh struktur POA untuk stunting:
STRUKTUR POA
17
perempuan dalam mengelola rumah
tangga, kehamilan, dan perawatan anak.
3. Rencana Implementasi Mengidentifikasi dan melibatkan
stakeholder terkait seperti pemerintah
daerah, LSM, tenaga medis, pendidik,
dan masyarakat dalam pelaksanaan
program.
Membangun kapasitas SDM yang
terlibat melalui pelatihan dan bimbingan
teknis.
Mengalokasikan sumber daya yang
memadai dan mengoptimalkan anggaran
yang tersedia.
Mendirikan posko koordinasi dan
monitoring untuk memastikan
pelaksanaan program berjalan sesuai
rencana.
4. Monitoring dan Evaluasi Menetapkan indikator kinerja untuk
mengukur progres terhadap tujuan dan
langkah-langkah POA.
Melakukan pemantauan rutin terhadap
implementasi program, termasuk survei
prevalensi stunting, pencatatan kejadian
stunting, dan pemantauan cakupan
program pangan dan pelayanan
kesehatan.
Melakukan evaluasi periodik terhadap
efektivitas langkah-langkah yang
diambil dan melakukan perubahan atau
penyesuaian jika diperlukan.
18
BAB IX.
NETWORK PLANNING
1. Identifikasi Masalah:
Menentukan masalah utama yang menyebabkan masalah stunting dalam suatu wilayah
atau komunitas.
Contoh: Kurangnya akses terhadap nutrisi yang adekuat, pengetahuan dan pemahaman
yang rendah mengenai pola makan sehat, dan kurangnya layanan kesehatan berkualitas.
2. Pengumpulan Data:
Mengumpulkan data terkait stunting seperti prevalensi stunting, faktor risiko, demografi,
penyebab mendasar, dan kesenjangan dalam pelayanan kesehatan.
Contoh: Data prevalensi stunting di wilayah tertentu, data gizi anak dan ibu, serta data
fasilitas kesehatan yang tersedia.
3. Analisis Data:
Menganalisis data untuk mengidentifikasi tren, kesenjangan, dan faktor penyebab
stunting.
Contoh: Mengidentifikasi korelasi antara rendahnya pendapatan keluarga dengan pola
makan yang tidak sehat atau kurangnya akses ke fasilitas pelayanan kesehatan.
19
BAB X.
RENCANAAN PENILAIAN
5. Riwayat kesehatan:
Menelusuri riwayat kesehatan anak juga penting dalam menilai stunting. Riwayat
penyakit kronis, infeksi berulang, atau masalah kesehatan lainnya bisa menjadi faktor
risiko yang berhubungan dengan stunting.
20
BAB XI.
d. Perbaikan Lingkungan:
Memperbaiki infrastruktur sanitasi dan akses ke air bersih, serta mempromosikan
kebersihan dan praktik sanitasi yang baik.
21