You are on page 1of 4

Larangan Memiliki Tanah Pertanian

Secara Absentee

Yoshua Ferdinan Napitupulu, S.H.Lembaga Bantuan Hukum Mawar Saron


Bacaan 5 Menit

Pertanyaan
Saya berminat mengikuti lelang tanah pertanian di KPKNL. Jika nantinya saya menang
lelang, apakah bisa balik nama sertifikatnya? Mengingat tanah lelang tersebut berada di
kabupaten yang berbeda dengan KTP saya? Saya sudah coba bertanya ke KPKNL katanya
siapapun bisa balik nama sebagai pemenang lelang. Apakah tidak melanggar ketentuan
absentee? Mohon petunjuk dan terima kasih.

Intisari Jawaban
Ulasan Lengkap

Dalam menjawab pertanyaan, kami asumsikan bahwa antara domisili Anda dengan objek
hukum lelang tersebut berada di daerah yang berbeda.

Penjelasan mengenai tanah absentee didasarkan pada ketentuan dalam Undang-Undang


Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”). Hal
ini diatur di dalam Pasal 10 ayat (1) UUPA yang berbunyi:

Setiap orang dan badan hukum yang mempunyai sesuatu hak atas tanah pertanian pada
asasnya diwajibkan mengerjakan atau mengusahakannya sendiri secara aktif, dengan
mencegah cara-cara pemerasan.

Aturan tersebut merupakan pijakan awal dari pengertian serta pengaturan tentang
kepemilikan tanah absentee. Lebih lanjut, Pasal 3d Peraturan Pemerintah Nomor 41
Tahun 1964 tentang Perubahan dan Tambahan Peraturan Pemerintah Nomor 224
Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian
(“PP 41/1964”) menjelaskan mengenai larangan kepemilikan tanah absentee, yang bunyinya
sebagai berikut:

Dilarang untuk melakukan semua bentuk pemindahan hak baru atas tanah pertanian yang
mengakibatkan pemilik tanah yang bersangkutan memiliki bidang tanah di luar Kecamatan
di mana ia bertempat tinggal.

Larangan tersebutlah yang kemudian dikenal dengan larangan untuk memiliki tanah pertanian
secara guntai atau absentee.[1]

Dengan demikian, aturan di atas menegaskan bahwa semua bentuk pemindahan hak atas
tanah pertanian yang mengakibatkan penerima hak memiliki tanah secara absentee adalah
dilarang.

Dengan memperhatikan larangan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa meskipun


perolehan hak kepemilikan atas tanah pertanian (objek lelang) tersebut berasal dari pembelian
lelang, akan tetapi pembeli lelang yang nantinya akan menjadi pemilik hak atas tanah
yang baru harus berdomisili di dalam satu kecamatan yang sama dengan letak tanah
pertanian yang menjadi objek lelang.

Lebih lanjut Boedi Harsono dalam bukunya Hukum Agraria Nasional (Sejarah
Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaanya) berpendapat terkait
larangan kepemilikan terhadap tanah absentee tersebut sebagai berikut (hal. 385):

…tujuan adanya larangan ini untuk memberikan hasil dari tanah pertanian untuk sebagian
besar dapat dinikmati oleh masyarakat pedesaan tempat letak tanah pertanian, karena
dengan pemilik tanah bertempat tinggal di daerah tanah tersebut maka hasil dari tanah
pertanian itu lebih maksimal…
Kemudian, berkaitan dengan pertanyaan Anda, akibat hukum yang dapat terjadi jika peserta
lelang tanah pertanian berdomisili di kecamatan yang berbeda dengan letak tanah pertanian
adalah, setelah peserta lelang tersebut ditunjuk atau disahkan sebagai pembeli lelang, ia akan
dihadapkan pada kesulitan-kesulitan dalam pengurusan balik nama terhadap objek lelang
tersebut.

Kantor Pertanahan dapat menolak permohonan balik nama terhadap hak atas tanah yang
bersangkutan, dengan alasan bahwa pembeli lelang tidak berdomisili di kecamatan yang sama
dengan letak tanah objek lelang (tanah pertanian).

Maka, menurut hemat kami, dalam hal ini terdapat beberapa hal penting yang harus
diperhatikan, di antaranya:

1. Tanah-tanah pertanian pada dasarnya wajib dikerjakan atau diusahakan sendiri secara
aktif;
2. Pemilik tanah pertanian wajib bertempat tinggal di kecamatan di mana tanahnya
berada;
3. Pemilik tanah pertanian yang bertempat tinggal di luar kecamatan tempat letak
tanahnya, wajib mengalihkan hak atas tanahnya atau pindah ke kecamatan letak tanah
tersebut;
4. Dilarang memindahkan atau mengalihkan hak atas tanah pertanian kepada
orang atau badan hukum yang bertempat tinggal atau berkedudukan di luar
kecamatan letak tanahnya berada;
5. Larangan pemilikan tanah secara absentee ini hanya berlaku untuk tanah pertanian.

Menjawab pertanyaan Anda, maka berdasarkan hal-hal yang telah kami jelaskan di atas dapat
disimpulkan bahwa kepemilikan tanah pertanian secara absentee dengan tegas dilarang.
Sehingga, apabila domisili Anda sesuai dengan Kartu Tanda Penduduk Anda, yaitu berada di
kabupaten yang berbeda dengan tanah pertanian objek lelang, maka secara hukum Anda tidak
dapat menjadi pemilik hak atas tanah pertanian tersebut meskipun nantinya menjadi
pemenang lelang.

Agar dalam praktik tidak terjadi pelanggaran terhadap larangan kepemilikan tanah absentee,
maka dapat dilakukan langkah antisipasi dengan melibatkan peran Pejabat Pembuat Akta
Tanah (“PPAT”) yang dapat secara tegas menolak untuk melakukan pengurusan/pembuatan
akta berkaitan dengan hak atas tanah, jika hal tersebut melanggar peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Hal ini sejalan dengan ketentuan Pasal 39 ayat (1) huruf g
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah yang
menjelaskan sebagai berikut :

PPAT menolak untuk membuat akta, jika:


g. tidak dipenuhi syarat lain atau dilanggar larangan yang ditentukan dalam peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan.

Tentunya hal ini juga dapat menjadi masukan untuk lembaga pengelola lelang, bahwa dalam
melaksanakan lelang terhadap suatu objek hak atas tanah, perlu diperhatikan apakah peserta
lelang memenuhi syarat untuk menjadi pemegang hak atas tanah yang baru, agar tidak timbul
persoalan hukum, yang pada akhirnya malah dapat merugikan masyarakat yang menjadi
pembeli objek lelang tersebut.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Dasar Hukum:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah
dan Pemberian Ganti Kerugian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 41 Tahun 1964 tentang Perubahan dan Tambahan Peraturan
Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan
Pemberian Ganti Kerugian;
3. Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1977 tentang Pemilikan Tanah Pertanian
Secara Guntai (Absentee) Bagi Para Pensiunan Pegawai Negeri;
4. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah.

Referensi:
Boedi Harsono. Hukum Agraria Nasional (Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok
Agraria, Isi dan Pelaksanaanya). (Jakarta: Djambatan). 2007.

[1] Penjelasan Umum angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1977 tentang Pemilikan
Tanah Pertanian Secara Guntai (Absentee) Bagi Para Pensiunan Pegawai Negeri (“PP
4/1977”)

You might also like