You are on page 1of 15

IJTIHAD SEBAGAI

SUMBER HUKUM ISLAM KETIGA

DOSEN PEMBIMBING :

Dr. QURRATA AKYUNI, S.Pd.I, MA

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK I

PURNAMA WAHYUNI ( 2312020008 )


REGINA PUTRI ( 2312020014 )

FAKULTAS AGAMA ISLAM


JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI
UNIVERSITAS SERAMBI MEKKAH
BANDA ACEH
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Yang Maha Esa yang

telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah bertema ”Ijtihad sebagai Sumber Hukum Islam Ketiga”.

Dalam menyelesaikan makalah ini, kami mendapatkan begitu banyak

bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu kami mengucapkan banyak terimakasih

kepada siapa saja yang membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Mudah-mudahan makalah ini dapat memberikan manfaat dalam segala

bentuk belajar mengajar, sehingga dapat mempermudah pencapaian tujuan

pendidikan nasional. Namun makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu

kami mengharap kritik dan sarannya yang akan menjadikan makalah ini lebih

baik.

Banda Aceh, Oktober 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ i

DAFTAR ISI ..................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1
A. Latar Belakang................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan Makalah.............................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN................................................................................... 3
A. Pengertian Ijtihad............................................................................ 3
B. Dasar-Dasar Ijtihad......................................................................... 3
C. Syarat Mujtahid............................................................................... 4
D. Hukum Ijtihad................................................................................. 5
E. Metode Ijtihad................................................................................. 5
F. Kedudukan Hukum Ijtihad dalam Hukum Islam............................ 8
G. Contoh dari Ijtihad.......................................................................... 9

BAB III PENUTUP............................................................................................. 11


A. Kesimpulan..................................................................................... 11
B. Saran............................................................................................... 11

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemikiran hukum Islam yang merupakan produk pemikiran ulama-ulama

terdahulu bukanlah merupakan hal yang tidak perlu diperbaharui. Sebaliknya,

hasil pemikiran yang tidak sesuai dengan zaman kekinian perlu ditinjau ulang dan

ini menunjukkan bahwa daya lentur dan dinamika pemikiran tersebut kurang

mampu mempertahankan diri dalam perkembangan zaman.

Mengingat pentingnya dalam syari’at Islam yang disampaikan dalam

Al-Qur’an dan Assunah, secara komprehensif karena memerlukan penelaahan dan

pengkajian ilmiah yang sungguh-sungguh serta berkesinambungan.

Oleh karena itu diperlukan penyelesaian secara sungguh-sungguh atas

persoalan-persoalan yang tidak ditunjukan secara tegas oleh nas itu. Maka untuk

itu ijtihad menjadi sangat penting. Kata ijtihad terdapat dalam sabda Nabi yang

artinya “pada waktu sujud” bersungguh-sungguh dalam berdo’a.

Dan ijtihad tidak membatasi bidang fikih saja dan banyak para pendapat

ulama mempersamakan ijtihad dengan qiyas. Adapun dasar hukum itu sendiri

adalah Al-Qur’an dan Assunah. Maka dari itu karena banyak persoalan di atas,

kita sebagai umat Islam dituntut untuk keluar dari kemelut itu yaitu dengan cara

melaksanakan ijtihad.

1
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yaitu sebagai berikut:

1. Apa pengertian ijtihad dan dasar-dasar ijtihad?

2. Apa syarat mujtahid dan hukum ijtihad?

3. Apa metode ijtihad?

4. Bagaimana kedudukan hukum ijtihad dalam hukum Islam dan contoh dari

ijtihad?

C. Tujuan Penulisan Makalah

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui tentang pengertian ijtihad dan dasar-dasar ijtihad.

2. Untuk mengetahui syarat mujtahid dan hukum ijtihad.

3. Untuk mengetahui metode ijtihad.

4. Untuk mengetahui kedudukan hukum ijtihad dalam hukum Islam dan

contoh dari ijtihad.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ijtihad

Ijtihad adalah sendi Islam yang ke tiga, sesudah Al-Quran dan Sunnah.

Menurut harfiah Ijtihad berasal dari kata Ijtihada, artinya mencurahkan tenaga,

memeras pikiran, berusaha bersungguh-sungguh, bekerja semaksimal mungkin.

Adapun definisi ijtihad secara umum adalah aktifitas untuk memperoleh

pengetahuan hukum syara’ dari dalil terperinci dalam syari’at. Dengan kata lain

ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih (Pakar Fiqih Islam)

untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum melalui dalil syara’ (agama).

Orang yang melakukan Ijtihad disebut Mujtahid dan Ijtihad merupakan

salah satu dasar daripada hukum Islam sesudah Al-Quran dan Sunnah. Al-Quran

dan Sunnah sebagai dua sumber ajaran Islam maka ijtihad berfungsi sebagai alat

penggeraknya, tanpa daya ijtihad kedua sumber itu menjadi lumpuh. Sebab itu

ijtihad menjadi sumber tambahan dalam Islam. Maka dari itu ijtihad menjadi bukti

bagi manusia bahwa Islam selalu memberikan pintu terbuka intelek manusia yang

selalu mencari-cari bukan saja diperkenankan bahkan ijtihad itu diperintahkan.

B. Dasar-Dasar Ijtihad

Adapun yang menjadi dasar ijtihad ialah Al-Qur’an dan Al-Sunnah.

Diantara ayat Al-qur’an yang menjadi dasar ijtihad adalah sebagai berikut:

3
“Sesungguhnya kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa
kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa yang telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang yang tidak
bersalah), karena (membela) orang-orang yang berkhianat.(Q.S. an-Nisa
[4]:105).

Adapun sunnah yang menjadi dasar ijtihad diantaranya hadits ‘Amr bin

al-‘Ash yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, dan Ahmad yang

menyebutkan bahwa Nabi Muhammad bersabda :

“Apabila seorang hakim menetapkan hukum dengan berijtihad, kemudian benar


maka ia mendapatkan dua pahala. Akan tetapi, jika ia menetapkan hukum dalam
ijtihad itu salah maka ia mendapatkan satu pahala”.(Muslim,II, t.th:62).

C. Syarat-Syarat Ijtihad

Adapun untuk syarat-syarat menjadi mujtahid adalah sebagai berikut :

1. Menguasai dan mengetahui arti ayat-ayat hukum yang terdapat dalam Al-

Quran, baik menurut bahasa maupun Syariah.

2. Menguasai dan mengetahui hadis-hadis tentang hukum, baik menurut

bahasa maupun syariah.

3. Mengetahui nasakh dan mansukh dari Al-Quran dan As-Sunah, supaya

tidak salah dalam menetapkan hukum.

4. Mengetahui permasalahan yang sudah ditetapkan melalui ‘ijma ulama,

sehingga ijtihad-nya idak bertentangan dengan Ijma.

5. Mengetahui bahasa Arab dan berbagai disiplin ilmu yang berkaitan dengan

bahasa, serta berbagai problematikanya.

6. Mengetahui Ilmu Ushul Fiqih yang merupakan fondasi dari ijtihad.

4
D. Hukum Ijtihad

Hukum ijtihad adalah sebagai berikut:

1. Wajib ‘ain, yaitu bagi seseorang yang ditanya tentang sesuatu masalah,

sedang masalah tersebut akan hilang sebelum diketahui hukumnya.

2. Wajib kifayah, yaitu bagi seseorang yang ditanya tentang sesuatu masalah

dan tidak dikhawatirkan habisnya atau hilangnya masalah tersebut, sedang

selain orang itu masih ada orang lain.

3. Sunah, yaitu ijtihad terhadap suatu masalah atau peristiwa yang belum

terjadi, baik yang dinyatakan maupun tidak.

E. Metode Ijtihad

1. Ijma

Ijma adalah salah satu jenis ijtihad yang dilakukan para ulama dengan cara

berunding, berdiskusi, lalu akhirnya muncul suatu kesepakatan untuk

menyelesaikan suatu permasalahan.

Keputusan bersama ini tentu saja tidak begitu saja dilakukan, semua harus

bersumber pada Al-Quran dan juga hadits. Hasil dari ijtihad ini sering kita sebut

sebagai fatwa, dan fatwa inilah yang sebaiknya diikuti oleh umat Islam. Kesepatan

dari para ulama ini tentu saja merupakan hasil akhir dari berbagai diskusi yang

telah dilakukan, sehingga semestinya tidak mengandung pertentangan lagi.

Contoh ijmak dalam kehidupan sehari-hari:

Orang yang menjadi imam dalam shalat jenazah:

 Orang yang diwasiatkan oleh mayit ialah orang yang paling berhak

menshalatkan menurut ijmak para sahabat.

5
 Anak laki-laki didahulukan dari pada saudara laki-laki dalam hal

menshalatkan mayat menurut ijmak.

2. Qiyas

Salah satu macam ijtihad adalah Qiyas, yaitu upaya mencari solusi

permasalahan dengan cara mencari persamaan antara masalah yang sedang

dihadapi dengan yang ada di dalam sumber agama (Al-Quran dan hadits).

Bila masalah yang sedang dihadapi dianggap mirip dengan yang ada di

dalam kitab suci maupun hadits, maka para ulama akan menggunakan hukum

yang ada di dalam sumber agama tersebut untuk menyelesaikan masalah. Namun

tidak mudah pula mencari kemiripan satu masalah yang terjadi jaman sekarang

dengan yang terjadi pada masa lalu. Di sinilah sebenarnya kenapa seorang

mujtahid atau yang melakukan ijtihad diperlukan memiliki keluasan pengetahuan

tentang agama dan masalah-masalah lain yang terkait dengannya.

Contoh qiyas : Diharamkannya minuman keras

3. Istihsan

Istihsan adalah salah satu macam ijtihad yang dilakukan oleh pemuka

agama untuk mencegah terjadinya kemudharatan. Ijitihad ini dilakukan dengan

mengeluarkan suatu argumen beserta fakta yang mendukung tentang suatu

permasalahan dan kemudian ia menetapkan hukum dari permasalahan tersebut.

Dalam penetapan hukum ini bisa jadi pada akhirnya akan memunculkan

pertentangan dari yang tidak sepaham.

Contoh istihsan:

6
Misalnya agama islam melarang jual beli dan membuat akad sesuatu yang

belum atau tidak ada pada waktu terjadi transaksi. Namun agama memberi

dispensiasi atas dasar istihsan dalam jual beli salam ( barang belum ada

pada waktu pembeli membayar harganya ), juga dalam perburuhan,

perkebunan/prtanian dan istisna’ (barang baru mau dibuatkan pada waktu

akad). Semua akad ini, barang belum ada, tetapi dibolehkan agama atas

dasar istihsan, karena masyarakat memang membutuhkannya.

4. Istishab

Upaya untuk menyelesaikan suatu masalah yang dilakukan para pemuka

agama dengan cara menetapkan hukum dari masalah tersebut. Namun, bila suatu

hari nanti ada alasan yang sangat kuat untuk mengubah ketetapan tersebut, maka

hukum yang semula ditetapkan bisa diganti, asalkan semuanya masih dalam

koridor agama Islam yang benar.

Contoh istishab:

Seperti hak kepemilikan yang sudah tetap dengan adanya akad jual beli

sebelumnya, maka hak kepemilikan itu trtap sampai sekarang, sampai ada

dalil yang menunjukkan adanya perubahan, hukum suci yang udah ada

sebelumnya, maka tetap terjadi hukum hingga sekarang, sampai ada dalil

yang menunjukkan atas hilangnya hukum suci tersebut, dan seterusnya.

5. Maslahah murshalah

Salah satu dari macam ijtihad yang juga dilakukan untuk kepentingan

umat adalah maslahah murshalah. Jenis ijtihad ini dilakukan dengan cara

memutuskan permasalahan melalui berbagai pertimbangan yang menyangkut

7
kepentingan umat. Hal yang paling penting adalah menghindari hal negatif dan

berbuat baik penuh manfaat.

Contoh maslahah murshalah:

Fatwa tentang keharusan adanya sertifikat halal bagi peroduk makanan,

minuman dan kosmetik oleh MUI.

6. Urf

Ijtihad ini dilakukan untuk mencari solusi atas permasalahan yang

berhubungan dengan adat istiadat. Dalam kehidupan masyarakat, adat istiadat

memang tak bisa dilepaskan dan sudah melekat dengan masyarakat kita. Ijtihad

inilah yang menetapkan apakah adat tersebut boleh dilakukan atau tidak. Apabila

masih dalam koridor agama Islam, maka boleh dilaksanakan. Namun bila tidak

sesuai dengan ajaran Islam, maka harus ditinggalkan.

Contoh urf:

Jual beli mut’ah, yaitu jual belio tanpa menggunakan ijab qabul karena

sudah sama-sama saling memaklumi. Juali beli seperti inipun berlanjut

sampai sekarang, misalnya jual beli dipasar swalayan.

F. Kedudukan Hukum Ijtihad dalam Hukum Islam

Masalah-masalah yang menjadi lapangan Ijtihad adalah masalah-masalah

yang bersifat Zhanny, yakni hal-hal yang belum jelas dalilnya baik dalam Al-

Qur’an maupun Hadist. Adapun hal-hal yang bersifat Qat’iy, yakni hal-hal yang

telah tegas dalilnya.

Tentang kedudukan Ijtihad terdapat dua golongan, yaitu:

8
 Golongan 1:

Berpendapat bahwa, tiap-tiap mujtahid adalah benar dengan alasan karena

dalam masalah tersebut Allah tidak menentukan hukum tertentu sebelum

diIjtihadkan.

 Golongan 2:

Berpendapat bahwa yang benar itu hanya satu, yaitu hasil ijtihad yang

cocok jangkauanya dengan hukum Allah, sedang bagi yang tidak cocok

jangkauannya maka dikategorikan salah.

G. Contoh dari Ijtihad

1. Masa Nabi Muhammad ( 610 M – 632 M)

Pada masa ini nabi Muhammad berijtihad dengan memecahkan masalah

yang timbul pada masanya dengan sebaik-baiknya, meletakkan dasar-dasar

budaya yang kemudian berkembang menjadi budaya Islam. Nabi Muhammad

juga berfikir memecahkan masalah yang sulit mengenai warisan, maka turunlah

ayat mengenai warisan, merubah kedudukan janda dan anak-anak perempuan

dalam pembagian harta peninggalan suami dan ayahnya yang awalnya mereka

tidak mendapatkan harta dan warisan. Selain dari itu nabi Muhammad

memecahkan masalah yang timbul dalam masyarakat melalui wahyu, beliau juga

memutuskan suatu berdasarkan pendapat beliau sendiri sesuai sunnahnya, yang

sekarang telah dibukukan dalam kitab-kitab hadist.

2. Khalifah Umar bin Khattab

9
Setelah Abu Bakar meninggal Khalifah Umar menggantikan dan dalam

ijtihadnya beliau mengikuti cara Abu Bakar dalam menemukan hukum. Dengan

demikian khalifah Umar terkenal dengan keberanian dan kebijaksanaannya dalam

menerapkan ketentuan hukum yang terdapat dalam Al-quran untuk mengatasi

suatu masalah yang timbul dalam masyarakat berdasarkan kemaslahatan atau

kepentingan umum. Dalam keputusan beliau disebut ijtihad.

Di antara tindakan ijtihad yang dilakukan oleh khalifah Umar tersebut

sebagai berikut:

Talak tiga yang di ucapkan sekaligus disuatu tempat kepada si wanita.

Yang bertujuan untuk melindungi kaum wanita dari penyalahgunaaan hak

talak yang berada di tangan pria,agar berhati-hati menggunakan hak talak

itu dan tidak mudah mengucapkan talak tiga.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ijtihad adalah sendi Islam yang ke tiga, sesudah Al-Quran dan Sunnah.

Menurut harfiah Ijtihad berasal dari kata Ijtihada, Artinya mencurahkan tenaga,

memeras pikiran, berusaha bersungguh-sungguh, bekerja semaksimal mungkin.

Adapun definisi ijtihad secara umum adalah aktifitas untuk memperoleh

pengetahuan hukum syara’ dari dalil terperinci dalam syari’at. Dengan kata lain

ijtihad adalah pengerahan segala kesanggupan seorang faqih ( Pakar Fiqih Islam)

untuk memperoleh pengetahuan tentang hukum melalui dalil syara’ ( agama ).

Contoh dari ijtihad yang dilakukan Khalifah Umar bin Khattab yaitu

Setelah Abu Bakar meninggal Khalifah Umar menggantikan dan dalam ijtihadnya

beliau mengikuti cara Abu Bakar dalam menemukan hukum. Dengan demikian

khalifah Umar terkenal dengan keberanian dan kebijaksanaannya dalam

menerapkan ketentuan hukum yang terdapat dalam Al-quran untuk mengatasi

suatu masalah yang timbul dalam masyarakat berdasarkan kemaslahatan atau

kepentingan umum.

B. Saran

Dalam penulisan ini tentu terjadi banyak kesalahan. Saran dan kritikan

tentu akan ditampung guna untuk meperbaiki kesalahan tersebut. Penulis

menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini belum semua penulis jelaskan

11
dalam pembahasan diatas, masih terdapat banyak kekurangan dari itu penulis akan

menerima segala saran dan masukan yang membangun.

DAFTAR PUSTAKA

Juhana S. Praja, Ilmu Ushul Fikih, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), cetakan ke-4,
hlm . 99

Muhammad Daud Ali, Hukum Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011),
cet.16

Muhammad Jaenal. 2016. Ijtihad sebagai Sumber Hukum Islam yang Ketiga.
Link: https://jaenalmuhamad.blogspot.com/2017/03/v-behaviorur/
defaultvmlo_16.html

Nasrudin Rrazak, Dienul Islam, (Bandung: PT. Alma Arif, 1985), cet.ke-1, hlm.
107

Saifuddin Anshari, Endang.1978. Kuliah Al-Islam. Bandung : Pustaka Bandung.


Ibid, hlm. 104

12

You might also like