You are on page 1of 8

Nama : Hasan Kamil

NPM : 2243080049

rangkuman teori dalam perhitungan jumlah emulsifier dan HLB yang


dibutuhkan dalam pembuatan sedian emulsi secara aligasi.

Emulsi adalah suatu sistem dispersi yang terdiri dari dua cairan tak saling campur, dimana
salah satu cairan terdispersi dalam cairan yang lain dengan adanya suatu surface-active
agents.
Emulsi umumnya dibuat dari dua fase dimana tegangan antar-mukanya bukan nol. Emulsi
merupakan salah satu contoh dari koloid metastabil. Sistem emulsi dapat memiliki beberapa
wujud mulai dari lotion yang memiliki viskositas relatif rendah sampai sediaan semipadat
seperti salep dan krim.
Diameter fase terdispersi umumnya berkisar antara 0,1 6 sampai 10μm, tetapi dalam beberapa
sediaan dapat berukuran lebih kecil atau lebih besar.

Fase dispers pada emulsi dianggap sebagai fase dalam dan medium dispers sebagai fase luar
atau fase kontinyu.

Emulsi yang memiliki fase dispers berupa air dan medium dispers berupa minyak disebut
emulsi air dalam minyak dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi A/M.

Sebaliknya, jika fase minyak terdispersi dalam fase air, maka disebut emulsi minyak dalam
air dan biasanya diberi tanda sebagai emulsi M/A. Karena fase luar dari suatu emulsi bersifat
kontinyu, suatu emulsi minyak dalam air bisa diencerkan atau ditambah dengan air atau suatu
preparat dalam air.
Beberapa sediaan emulsi yang beredar di pasaran seperti Curvit, Curcuma Plus dan Scott’s
Emultion.

Pengertian HLB
HLB adalah singkatan dari Hydrophylic-Lipophylic Balance adalah nilai untuk mengukur
efisiensi surfaktan. semakin tinggi nilai HLB surfaktannya maka semakin tinggi nilai
kepolarannya, untuk emulsi yang akan diemulsikan surfaktan terdapat nilai HLB yang disebut
HLB butuh minyak. Agar emulsi menjadi baik maka diperlukan nilai HLB yang cocok.
Emulsifier
Untuk mendapatkan sediaan emulsi yang stabil maka dibutuhkan zat pengemulsi atau yang
kita kenal dengan nama emulsifier. Emulsifier merupakan senyawa organik yang memiliki
dua gugus, baik yang polar maupun nonpolar sehingga kedua zat tersebut dapat bercampur.

Gugus nonpolar emulsifier akan mengikat minyak (partikel minyak dikelilingi) sedangkan air
akan terikat kuat oleh gugus polar pengemulsi tersebut. Bagian polar kemudian akan
terionisasi menjadi bermuatan negatif, hal ini menyebabkan minyak juga menjadi bermuatan
negatif. Partikel minyak kemudian akan tolak-menolak sehingga dua zat yang pada awalnya
tidak dapat larut tersebut kemudian menjadi stabil.

Pemulihan emulsifier ?
Dalam pemilihan emulsifier dilihat jenis emulsi yang akan dibuat apakah termasuk pada jenis
W/O atau O/W. Emulsifier memiliki ukuran hidrofil lipofil balance (HLB). Ukuran ini yang
dapat menentukan apakan suatu jenis emulsifier cocok untuk jenis emulsi W/O atau O/W.
Penggunaan HLB
Metode HLB digunakan apabila emulsi yang dibuat menggunakan suatu surfaktan yang
memiliki nilai HLB. Sebelum dilakukan pencampuran terlebih dahulu dilakukan perhitungan
harga HLB dari fase internal kemudian dilakukan pemilihan emulgator yang memiliki nilai
HLB yang sesuai dengan HLB fase internal.

Setelah diperoleh suatu emulgator yang cocok, maka selanjutnya dilakukan pencampuran
untuk memperoleh suatu emulsi yang diharapkan. Umumnya emulsi akan berbantuk tipe M/A
bila nilai HLB emulgator diantara 9 – 12 dan emulsi tipe A/M bila nilai HLB emulgator
diantara 3 – 6.

Konsep HLB
Nilai ini menghitung keseimbangan karakteristik hidrofolik-lipofilik dan molekul emulsifier
dengan skala numerik. Nilai HLB untuk emulsifier non ionik dapat dihitung dari komposisi
teoritis (berat molekul) atau dengan data analitis seperti bilangan penyabunan dan bilangan
asam. Nilai HLB ini berkisar antara 1 sampai 40, dimana angka yang lebih rendah pada
umumnya menunjukkan kelarutan dalam minyak dan angka yang lebih tinggi menunjukkan
kelarutan dalam air.
Rumus HLB

Rumus I
A % b = ((x – HLB b)/ HLB a – HLB b) x 100 %
B % a = ( 100% – A%)

Keterangan :
x = Harga HLB yang diminta ( HLB Butuh)
A = Harga HLB tinggi
B = Harga HLB rendah
Rumus II
(B1 x HLB1) + (B2 x HLB2) = (B campuran x HLB campuran)

Untuk mendapatkan emulsi yang baik dan stabil maka sebelumnya perlu diketahui nilai HLB
yang cocok karna nilai HLB menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi kestabilan emulsi.

Contoh
R/ paraffin cair 20% HLB 12
Emulgator 5%
Air ad 100
Untuk membuat emulsi yang sesuai nilai HLB yang dibutuhkan, penggunaan surfaktan sangat
diperlukan. Namun nilai HLB yang dimiliki surfaktan tidak ada yang sama persis dengan
nilai HLB yang dibutuhkan untuk membuat emuls tersebut. Maka dari itu solusinya
pengunaan kombinasi surfaktan dengan nilai HLB rendah dan tinggi akan memberikan hasil
yang lebih baik.hal ini disebabkan karena dengan mengunakan kombinasi emulgator yang
akan diperoleh nilai HLB butuh minyak, misalnya pada emulsi tersebut diatas dengan
mengunakan kombinasi tween 80 (HLB 15) dan span (HLB 4,3 ) diperlukan perhitungan
jumlah masing-masing emulgator.jumlah tersebut dihitung melalui cara berikut :

Jumlah emulgator yang dibutuhkan = 5% x 100 g = 5 g


Misalkan jumlah tween 80 = a g, maka span 80 =(5- a) g
Persamaan :
( a x 15)+(5-a) x (4,3) = (5×12)
15a + 21,5 – 4,3 a = 60
10,7 a =38,5
a = 3,6
jadi, jumlah tween 80 yang dibutukan = 3,6 g
jumlah span 80 yang dibutuhkan = (5-3,6) g =1,4 g

Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembuatan Emulsi ?

1. Suhu

Tegangan permukaan dan kebanyakan cairan turun hampir secara linear dengan
naiknya temperatur, yaitu dengan naiknya energi kinetik dari molekul tersebut

2. Zat terlarut

Tegangan permukan dipengaruhi oleh adanya zat terlarut dalam suatu cairan.
Penambahan zat terlarut akan meningkatkan viskositas larutan, sehingga tegangan
permukaan akan bertambah besar.

3. Surfaktan

Surfaktan adalah suatu zat yang bersifat aktif permukaan yang dapat menurunkan
tegangan antarmuka (interfacial tension, IFT) minyak-air.

4. Jenis Cairan

Pada umumnya cairan yang memiliki gaya tarik antara molekul besar, seperti air,
maka tegangan permukaannya juga besar. Sebaliknya pada cairan seperti bensin
karena gaya tarik antara molekulnya kecil, maka tegangan permukaannya juga kecil.

5. Konsentrasi zat terlarut

Konsentrasi zat terlarut suatu larutan biner mempunyai pengaruh terhadap sifat-sifat
larutan termasuk tegangan muka dan adsorbsi pada permukaan larutan. Zat terlarut
yang ditambahkan kedalam larutan akan menurunkan tegangan muka, karena
mempunyai konsentrasi dipermukaan yang lebih besar daripada didalam larutan
begitupun sebaliknya.
Perbedaan sediaan yang mengalami kerusakan dan sediaan yang stabil ?
Untuk mengetahui sediaan yang mengalami kerusakan maupun sediaan yang stabil pada
umumnya dapat dilakukan dengan berbagai cara, baik secara pengujian tertentu ataupun
pengamatan secara visual. Kerusakan pada sediaan emulsi biasanya ditandai dengan
terbentuknya flokulasi, creaming, koalesen, dan demulsifikasi. Untuk sediaan yang stabil
tidak terjadi perubahan.

Skala HLB

Daftar HLB (Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design 2nd Ed, hal. 346)
Bentuk Kimia HLB Water dispersibility
Etilen glikol distearat 1,5
Sorbitan tristearat 2,1
No dispersion
Propilen glikol monostearat 3,4
Sorbitan seskuioleat 3,7

Gliseril monostearat, non-self- emulsifying 3,8


Propilen glikol monolaurat 4,5
Sorbitan monostearat 4,7 Poor dispersion
Dietilen glikol monostearat 4,7
Gliseril monostearat, self-emulsifying 5,5
Dietilen glikol monolaurat 6,1
Sorbitan monopalmitat 6,7
Milky dispersion
Sukrosa dioleat 7,1
( not stable )
Polietilen glikol (200) monooleat 8,0
Sorbitan monolaurat 8,6

Polioksietilen (4) lauril eter 9,5


Milky dispersion
Polioksietilen (4) sorbitan monostearat 9,6
( stable )
Polioksietilen (6) setil eter 10,3

Polioksietilen (20) sorbitan tristearat 10,5


Polioksietilen glikol (400) monooleat 11,4 Translucent to clear
Polioksietilen glikol (400) monostearat 11,6 dispersion
Polioksietilen (9) nonil fenol 13,0

Polioksietilen glikol (400) monolaurat 13,1


Polioksietilen (4) sorbitan monolaurat 13,3
Polioksietilen (20) sorbitan monooleat 15,0 Clear solution
Polioksietilen (20) oleil eter 15,4
Polioksietilen (20) sorbitan monopalmitat 15,6
Polioksietilen (20) setil eter 15,7
Polioksietilen (40) stearat 16,9
Sodium oleat 18,0
Polioksietilen (100) stearat 18,8
Potasium oleat 20,0
Sodium lauril sulfat + 40
Daftar pustaka

1. Anief.(2000), Ilmu Meracik Obat, Teori dan Praktek.Jogjakarta: Gadjah Mada


University press
2. Ansel, H.C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, penerjemah Farida Ibrahim.
Pernebit : UI. Jakarta.
3. Lachman Leon, 2007. Teori dan Praktek Farmasi Industri, Edisi Ketiga. Penerbit
Universitas Indonesia Press : Jakarta.
4. Martin, A. 2008.Farmasi Fisika, Buku I. UI Press : Jakarta
5. Sinko, P. 2011. Farmasi Fisika, Buku II. UI Press : Jakarta
6. Sri Hidayah, 2011. Pengaruh Rasio mol, Suhu dan lama reaksi terhadap tegangan
permukaan dan stabilitas emulsi metal ester sulfonat dari CPO (The effect of Mol
ratio, temperature and reaction time on surface tension and stability of metal ester
sulfonat emulsion from CPO). Universitas Lampung; Bandar Lampung
7. Faridha, Y., et al. 2015. Formulasi dan Uji Stabilitas Fisik Krim Susu Kuda Sumbawa
dengan Emulgator Nonionik dan Ionik. Universitas Islam Negeri Alauddin; Makassar
8. Pharmaceutics, The Science of Dosage Form Design 2nd Ed, hal. 346

You might also like