Professional Documents
Culture Documents
PENDIDIKAN PANCASILA
DOSEN PENGAMPU : DEWI PIKA LBN BATU, SH., MH.
DISUSUN OLEH:
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Rasionalisasi Pentingnya Critical Journal Review
Kritik jurnal adalah kegiatan penganalisisan dan pengevoluasian suatu jurnal
dengn tujuan untuk meningkatkan pemahaman, memperluas apresiasi, atau
menganalisis kelebihan dan kekurangan jurnal dan membantu memperbaiki
kesalahan pada jurnal sangatlah penting mengingat bahwa pembaca dituntut untuk
memahami suatu jurnal secara kritis. Setiap jurnal yang dikritik akan menjadi
rujukan pembutan jurnal yang lebih baik kedepannya.
Halaman 8
1
Jurnal Pembanding
Judul Filsafat Pancasila dan Filsafat Hukum sebagai
Dasar Rule Of Moral
2
BAB II
RINGKASAN ISI JURNAL
2.1 Jurnal Utama
Abstrak
Pancasila adalah dasar dan ideologi Indonesia yang berperan penting dalam
kehidupan negara serta membimbing perilaku sesuai budaya. Filsafat adalah
pemikiran mendalam mencari kebenaran, terapkan dalam pendidikan dengan nilai-
nilai Pancasila. Sistem pendidikan nasional perlu mencerminkan identitas
Pancasila. Pendidikan karakter mengambil nilai-nilai itu, membentuk warga yang
cerdas, berperilaku baik, dan bertanggung jawab, serta memiliki iman kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Filsafat pendidikan Pancasila menekankan integrasi nilai,
etika, dan dimensi spiritual.
1. Pendahuluan
Pancasila adalah dasar pandangan hidup Indonesia yang mencakup lima dasar
nilai, mencerminkan jati diri bangsa. Filsafat pendidikan memainkan peran
dalam menerapkan nilai-nilai tersebut dalam sistem pendidikan. Pancasila
diusulkan oleh Bung Karno dan menjadi ideologi bangsa. Pendidikan memiliki
peran dalam menyebarkan nilai-nilai filosofis suatu bangsa. Landasan filosofis
dan ilmiah diperlukan untuk pendidikan yang efektif. Pancasila juga menjadi
dasar pelaksanaan aspek kehidupan, termasuk dalam pendidikan. Pendidikan di
Indonesia bertujuan mengembangkan potensi dan karakter peserta didik
berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Karakter merujuk pada bawaan, perilaku, motivasi, dan keterampilan individu.
Pendidikan karakter berfokus pada penerapan nilai-nilai kebaikan dalam
tindakan. Pancasila dapat dilihat dari berbagai pendekatan filosofis, seperti
ontologis, epistemologis, dan aksiologis. Ontologis mengacu pada negara dan
warga negara, sementara epistemologis berhubungan dengan pengetahuan dan
implementasinya. Aksiologis melibatkan nilai-nilai dan etika. Hubungan antara
negara dan pendidikan adalah timbal-balik, di mana landasan negara
memperkuat landasan pendidikan dan sebaliknya.
2. Metode
Cara yang digunakan dalam merangkai tulisan ini adalah melalui studi literatur.
Studi literatur merupakan upaya mengkaji berbagai sumber, seperti buku, artikel,
serta referensi terkait mengenai peran filsafat Pancasila dalam sistem pendidikan
di Indonesia dalam membentuk individu yang memiliki karakter. Analisis
terhadap penelitian sejenis juga dilakukan untuk memperoleh kesimpulan yang
sahih dan tepat.
3
Hakikat Filsafat Pancasila
Filsafat berasal dari "Philosophy" yang secara epistemologis merujuk pada cinta
terhadap hikmat atau kebijaksanaan. Pancasila juga adalah sebuah filsafat karena
menjadi landasan intelektual untuk berpikir dan berusaha ke arah sistem filsafat
yang valid. Menurut Abdulgani, Pancasila adalah kolektif ideologi bangsa
Indonesia, dihasilkan dari pemikiran yang mendalam, dan disusun sebagai suatu
sistem. Notonagoro menyatakan bahwa Filsafat Pancasila memberikan
pemahaman ilmiah tentang hakikat Pancasila. Pancasila memiliki dasar
ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang membedakannya dari filsafat lain.
Secara ontologis, Pancasila memusatkan pada hakikat sila-sila. Ontologis
Pancasila adalah manusia, subjek hukum pokok Pancasila, dalam kompleksitas
hidup individu dan sosial.
4
nilai ada dalam jiwa. Simon (1986) menyatakan nilai adalah jawaban jujur pada
pertanyaan "apa yang sangat Anda inginkan."
Kajian nilai melibatkan estetika dan etika. Estetika menganalisis keindahan dan
kesukaan manusia, seperti aspek penampilan dan seni. Sementara etika meninjau
norma perilaku, sering dalam perdebatan antara benar-salah dan baik-buruk.
Indonesia menganggap Pancasila sebagai sumber nilai dan moral. Ini berasal
dari akar budaya dan agama, dan disepakati dalam masyarakat. Pendekatan ini
disalurkan melalui keluarga, masyarakat, dan pendidikan.
Filosofi Notonegoro menjadi dasar pelaksanaan Pancasila, dalam aspek subjektif
(tindakan individu) dan objektif (hukum). Nilai dari Tuhan, manusia, persatuan,
dan keadilan diartikan sebagai Etika Pancasila, mengarah pada relasi Ketuhanan,
kemanusiaan, kebangsaan, kerakyatan, dan keadilan sosial.
Filsafat Pancasila dalam Pendidikan di Indonesia
Pendidikan adalah usaha manusia dalam pembelajaran. Berbagai komunitas di
seluruh dunia memberikan makna beragam pada pendidikan. Di Indonesia,
fokus pendidikan adalah penguasaan materi pelajaran untuk membentuk
masyarakat meritorik. Pendidikan adalah terjemahan dari Pedagogi, berasal dari
Yunani "Paidos" (budak) dan "Agoo" (membimbing). Pendekatan ini melibatkan
guru, murid, kurikulum, evaluasi, dan administrasi untuk meningkatkan
pengetahuan, keterampilan, dan nilai pribadi dalam kalendar akademik.
Filsafat pendidikan Indonesia berakar pada nilai-nilai Pancasila, yang harus
ditanamkan melalui pendidikan di semua tingkatan. Dua pandangan yang
penting dalam menetapkan dasar filosofis pendidikan Indonesia: pandangan
tentang manusia Indonesia sebagai makhluk Tuhan, individu, dan sosial; dan
pandangan tentang pendidikan sebagai pranata sosial yang berinteraksi dengan
masyarakat.
Pendidikan adalah upaya terencana untuk mengembangkan potensi anak agar
berguna bagi diri mereka dan masyarakat. Dalam sejarah pendidikan, terdapat
berbagai pandangan mengenai perkembangan manusia dan hasil pendidikan,
seperti empirisme, nativisme, naturalisme, dan konvergensi.
5
Dalam mengembangkan potensi bangsa dan melestarikan budaya, sistem
pendidikan nasional dan filsafat pendidikan Pancasila harus optimal agar
martabat dan identitas bangsa terjaga. Filsafat pendidikan Pancasila merupakan
aspek spiritual dalam sistem pendidikan nasional, tak terpisahkan satu sama lain.
Filsafat Pancasila dalam Membangun Bangsa Berkarakter
Pengertian karakter adalah sifat, kepribadian, dan perilaku. Pendidikan karakter
mencakup sikap, perilaku, motivasi, dan keterampilan, dengan nilai-nilai
Pancasila sebagai dasarnya. Tujuan pendidikan karakter adalah membentuk
pribadi baik, warga masyarakat, dan negara yang baik. Pendidikan karakter
mengutamakan budaya dan moral Pancasila sebagai pedoman. Filsafat
pendidikan Pancasila memiliki dimensi ontologis, epistemologis, dan aksiologis,
yang mengandung arti pentingnya hubungan antara negara, warga negara, dan
pendidikan. Demokrasi Pancasila menekankan martabat manusia dan landasan
religius, etis, dan integral kemanusiaan.
Pendidikan karakter di Indonesia dipahami sebagai penerapan nilai-nilai
Pancasila dalam membentuk manusia cerdas, berperilaku baik, dan memiliki
landasan moral yang kokoh. Pentingnya pendidikan karakter terletak dalam
tindakan yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, yang perlu dipahami,
diaplikasikan sebagai aturan, dan dicontohkan oleh pendidik. Dengan
mengadopsi prinsip-prinsip ini, harapannya adalah tercapainya cita-cita
pendidikan berkarakter yang selaras dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi.
4. Simpulan dan Saran
Pancasila, sebagai dasar pandangan hidup rakyat Indonesia, mengandung lima
prinsip inti yang mencerminkan identitas bangsa. Sila-sila dalam Pancasila
menjadi pedoman berbangsa dan bernegara bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Ini juga berfungsi sebagai landasan filsafat yang memberi arah pada cara berpikir
nasional dan bahkan dapat menjadi dasar sistem filsafat yang kuat. Hubungan
antara Pancasila dan sistem pendidikan nasional mencerminkan pandangan
hidup bangsa yang tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Dalam konteks ini,
Pancasila memainkan peran penting dalam membentuk karakter dan identitas
nasional. Pendidikan karakter diarahkan oleh nilai-nilai Pancasila agar
menghasilkan individu Indonesia yang cerdas, berperilaku baik, mampu
berinteraksi sosial, mematuhi hak dan kewajiban sebagai warga negara yang
baik, serta memiliki spiritualitas dan keimanan. Semua ini tercakup dalam
filsafat pendidikan Pancasila yang menonjolkan dimensi integral, etis, dan
religius.
6
2.2 Jurnal Pembanding
1. Pendahuluan
Perkembangan masyarakat dunia yang semakin cepat, baik secara langsung
maupun tidak langsung, telah menyebabkan perubahan signifikan dalam
berbagai negara di dunia. Globalisasi, melalui gelombang kuat kekuatan
internasional dan transnasional, telah mengancam bahkan menguasai eksistensi
negara-negara bangsa, termasuk Indonesia. Akibatnya, pergeseran nilai-nilai
dalam kehidupan kebangsaan terjadi akibat konflik kepentingan antara
nasionalisme dan internasionalisme. Prinsip-prinsip dasar yang diletakkan oleh
pendiri negara Indonesia, diabstraksikan menjadi filsafat bernegara, yaitu
Pancasila, menghadapi ancaman dari nilai-nilai baru dari luar serta pergeseran
nilai-nilai yang terjadi.
Bangsa Indonesia memiliki pandangan hidup atau filsafat hidup yang unik dan
berbeda dengan bangsa lain di dunia. Konsep ini dikenal sebagai local genius
(kecerdasan/kreativitas lokal) dan local wisdom (kearifan lokal) bangsa. Oleh
karena itu, bangsa Indonesia sulit memiliki kesamaan pandangan hidup dan
filsafat hidup dengan bangsa lain. Ketika negara Indonesia merdeka didirikan,
pendiri negara menyadari pentingnya menjawab pertanyaan mendasar tentang
dasar berdirinya negara. Jawaban atas pertanyaan tersebut menjadi dasar dan
tolok ukur utama dalam membentuk identitas bangsa, yang dikenal sebagai
Pancasila. Pancasila, yang terdiri dari lima sila, pada intinya adalah sebuah
sistem filsafat.
Dalam pandangan ontologis, Pancasila sebagai filsafat bertujuan untuk
memahami hakikat dasar dari setiap sila. Hakikat ontologis Pancasila, menurut
Notonagoro, adalah manusia. Hal ini karena manusia adalah subjek hukum
utama dalam Pancasila. Hakikat ini mencakup nilai-nilai seperti keberagamaan,
kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, demokrasi yang
dipimpin oleh hikmah, serta keadilan sosial. Dengan demikian, hakikat
keberadaan sila-sila Pancasila secara ontologis adalah manusia.
Pancasila sebagai dasar filsafat negara Indonesia memiliki lima sila yang
membentuk kesatuan dan memiliki sifat dasar kesatuan yang mutlak. Ini
mencerminkan kodrat manusia yang bersifat monodualis, sebagai individu dan
sosial, serta sebagai makhluk pribadi dan makhluk Tuhan. Pancasila menjadi
dasar moral dan nilai dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, termasuk
bentuk negara, tujuan negara, tugas warga negara, sistem hukum, dan aspek
lainnya. Epistemologi Pancasila berusaha memahami sistem pengetahuan
Pancasila. Sumber pengetahuan Pancasila adalah nilai-nilai yang ada dalam
masyarakat Indonesia sendiri, menjadi kausa materialis Pancasila.
7
Pancasila memiliki susunan yang logis, dengan sila-sila yang berbentuk hierarkis
dan piramidal. Sila pertama mendasari sila-sila lainnya, membentuk suatu
struktur yang memiliki sistem logis baik dalam kualitas maupun kuantitas.
Dalam epistemologi Pancasila, kebenaran manusia bersumber pada intuisi dan
wahyu. Selanjutnya, aksiologi Pancasila membahas tentang nilai-nilai dalam
Pancasila. Bangsa Indonesia mendukung nilai-nilai Pancasila sebagai fondasi
mereka, mengakui dan menghargai Pancasila sebagai sesuatu yang bernilai.
Pengakuan ini tercermin dalam sikap, perilaku, dan tindakan bangsa Indonesia.
Filsafat hukum merupakan pandangan tentang hakikat dan landasan berlakunya
hukum. Filsafat hukum ini juga menjadi landasan normatif dalam berlakunya
tata hukum dan proses-proses kehidupan hukum di dalam masyarakat. Filsafat
hukum juga berfungsi sebagai pandangan hidup yang memengaruhi penilaian
dan perilaku manusia dalam pergaulan hidup dan hubungan sosial. Oleh karena
itu, pandangan hidup yang mendasari filsafat hukum akan memberikan
koherensi dan arahan dalam penormaan hukum serta penerapannya dalam
kehidupan bermasyarakat.
Dalam konteks ini, pertanyaan muncul apakah Filsafat Pancasila dan Filsafat
Hukum dapat menjadi dasar dalam penerapan Rule of Morals.
2. Pembahasan
Pancasila, sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, tumbuh dan berkembang
seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan bangsa Indonesia. Prinsip-
prinsip yang terkandung dalam Pancasila berasal dari budaya dan pengalaman
bangsa Indonesia, yang berkembang sebagai hasil dari upaya bangsa dalam
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mendasar mengenai makna sesuatu
dan bagian dari kehidupan bangsa Indonesia. Beberapa hal yang melibatkan:
a. Alam semesta, seperti bagaimana alam semesta terbentuk, hubungan antara
unsur-unsur di dalamnya, hubungan antara mikro-kosmos dan makro-
kosmos, serta pencipta alam semesta.
b. Manusia dan kehidupannya; identitas sebenarnya manusia, asal usulnya,
hubungannya dengan manusia lain, masyarakat, dan Penciptanya.
c. Nilai-nilai yang menjadi norma yang mengatur kehidupan; seperti nilai-nilai
tentang baik dan buruk, benar dan salah, manfaat dan ketidakbermanfaatan.
Pancasila adalah falsafah hidup bangsa Indonesia yang mengandung nilai-nilai
dasar yang dihormati oleh bangsa Indonesia dan bangsa lain yang berbudaya.
Pandangan hidup bangsa Indonesia ini diwujudkan dalam lima sila yang
membentuk Pancasila. Pancasila sengaja diletakkan di awal Undang-Undang
Dasar 1945 sebagai dasar filosofis yang mendasari pembuatan dan implementasi
ketentuan-ketentuan dalam UUD 1945.
8
Pancasila, oleh karena itu, harus menjadi dasar dan semangat dalam kehidupan
bernegara di Indonesia, termasuk dalam proses penentuan dan pelaksanaan
hukumnya. Penyusunan dan penerapan Tata Hukum di Indonesia sejak
diberlakukannya UUD 1945 harus didasarkan dan dijiwai oleh Pancasila.
Pandangan hidup Pancasila berakar pada keyakinan bahwa alam semesta dengan
segala isinya adalah suatu kesatuan yang harmonis yang diciptakan oleh Tuhan
Yang Maha Esa. Manusia juga diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Manusia
berasal dari Tuhan dan tujuan akhir hidupnya adalah untuk kembali ke asalnya.
Kewajiban manusia adalah bertaqwa dan berbakti kepada Tuhan.
Manusia memiliki sifat sosial. Kehadiran manusia di dunia ini diarahkan pada
kehidupan bersama dengan sesamanya. Setiap individu manusia memiliki
kepribadian yang unik, tetapi secara keseluruhan mewujudkan satu kesatuan
kemanusiaan. Kehadiran manusia dalam kebersamaan ini mengandung unsur
kesamaan dalam perbedaan, dan sebaliknya, unsur perbedaan dalam kesatuan.
Berdasarkan pemikiran ini, prinsip "Bhinneka Tunggal Ika" merumuskan asas
pertama dalam menentukan posisi setiap manusia dalam masyarakat. Manusia
memiliki kepribadian unik sebagai kodratnya. Kodrat ini tidak bisa disangkal
tanpa menghilangkan kodrat kemanusiaannya. Setiap manusia harus mengakui
dan menghormati kepribadian ini, termasuk kepribadian orang lain. Prinsip ini
juga berlaku bagi masyarakat. Oleh karena itu, masyarakat harus mengakui dan
melindungi kepribadian anggotanya sebagai manusia, di mana kemanusiaan
diwujudkan.
Dalam konteks ini, Pandangan Hidup Pancasila juga dikenal sebagai Pandangan
Hidup Kekeluargaan. Prinsip Kekeluargaan menggarisbawahi pentingnya
menghormati dan menjaga kepribadian unik setiap individu manusia dalam
kesatuan masyarakat. Kehadiran manusia dalam kebersamaan menghasilkan
hubungan antar-manusia yang didasarkan pada cinta kasih. Hubungan ini juga
bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Asas kekeluargaan ini mencerminkan
bahwa masyarakat diharapkan menjaga harmoni dan saling mendukung untuk
mewujudkan kebahagiaan bersama.
Pancasila tidak hanya memengaruhi kehidupan masyarakat, tetapi juga
mewarnai hukum di Indonesia. Pancasila adalah dasar dari sistem hukum di
Indonesia.
3. Penutup
Sejak zaman dahulu hingga kini, pandangan hidup bangsa Indonesia telah
diwujudkan dalam Pancasila. Pancasila hadir dalam berbagai aspek kehidupan
dan juga dalam ranah hukum. Implementasi Pancasila dalam bidang hukum
menghasilkan peraturan-peraturan hukum yang mencerminkan nilai-nilai
9
Pancasila. Sistem hukum secara keseluruhan, yang merupakan kumpulan
peraturan hukum positif, dapat dianggap sebagai pengembangan atau penerapan
Pancasila dalam bidang hukum, disebut sebagai Hukum Pancasila.
Hukum Pancasila, sebagai bentuk hukum positif, tumbuh dari dalam masyarakat
Indonesia untuk mengatur dan mewujudkan ketertiban yang adil dalam
kehidupan bersama. Hukum Pancasila juga dapat disebut sebagai Hukum
Nasional Indonesia. Proses pembentukan peraturan hukum positif dapat terjadi
melalui tindakan nyata masyarakat dalam situasi yang serupa, yang mengarah
pada pembentukan hukum tidak tertulis seperti hukum kebiasaan dan hukum
adat. Pembentukan peraturan hukum juga bisa sengaja dilakukan melalui
keputusan pejabat, yurisprudensi, dan undang-undang. Hasil dari proses ini
membentuk Tata Hukum.
Tata Hukum mencerminkan harapan agar warga masyarakat dan pelaksana
hukum melaksanakan hak dan kewajiban mereka dengan patut, menjaga
kerukunan dan kesejahteraan bersama. Asas kerukunan, kepatutan, dan
keselarasan yang merupakan ciri khas Hukum Pancasila dapat diintegrasikan
dengan istilah "sifat kekeluargaan". Hukum Pancasila adalah hukum yang
bersemangat kekeluargaan. Semangat kekeluargaan menekankan pengakuan dan
perlindungan terhadap kepribadian setiap warga masyarakat. Oleh karena itu,
diperlukan hukum yang progresif dengan nilai moral yang kuat. Dalam konteks
ini, hukum tidak hanya dipandang sebagai teknologi tanpa etika, melainkan
harus menjadi alat yang mengakomodasi nilai-nilai moral yang mendalam.
10
BAB III
2. Analisis Mendalam: Jurnal ini tidak hanya menjelaskan konsep dan definisi, tetapi
juga melakukan analisis mendalam terhadap hubungan antara Pancasila, filsafat,
dan pendidikan. Ini membantu pembaca memahami bagaimana prinsip-prinsip ini
diterapkan dalam sistem pendidikan.
4. Referensi dan Penelitian Sebelumnya: Jurnal ini mengacu pada referensi dan
penelitian sebelumnya untuk mendukung argumennya. Ini memberikan dasar
yang kuat dan membuatnya lebih terpercaya.
5. Implikasi Praktis: Jurnal ini membahas implikasi praktis dari penerapan nilai-nilai
Pancasila dalam pendidikan karakter. Ini memberikan pemahaman yang lebih
baik tentang bagaimana nilai-nilai tersebut dapat diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari.
Jurnal Pembanding :
1. Penjelasan Mendalam: Jurnal ini memberikan penjelasan mendalam tentang
konsep Pancasila, implikasinya dalam berbagai aspek kehidupan, dan
hubungannya dengan hukum. Ini membantu pembaca memahami hubungan yang
kompleks antara filsafat, identitas bangsa, dan sistem hukum Indonesia.
3. Referensi Budaya dan Historis: Jurnal ini merujuk pada konsep "local genius" dan
"local wisdom" dalam menggambarkan identitas dan pandangan hidup bangsa
Indonesia. Ini memberikan dasar historis dan budaya untuk argumen yang
disajikan.
Jurnal Utama :
1. Tidak Jelasnya Sumber Referensi: Meskipun disebutkan bahwa jurnal ini
melakukan studi literatur dan merujuk pada referensi sebelumnya, sumber
referensi yang spesifik tidak diidentifikasi. Ini bisa membuatnya sulit bagi
pembaca untuk mengonfirmasi informasi yang disajikan.
2. Tidak Ada Data Empiris: Jurnal ini sebagian besar berfokus pada analisis
konseptual dan filosofis. Namun, tidak ada penyajian data empiris, seperti hasil
penelitian atau studi kasus, yang dapat memberikan bukti konkret tentang
penerapan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan.
3. Bahasa yang Teknis: Beberapa istilah filosofis dan pendidikan yang digunakan
dalam jurnal ini mungkin sulit dipahami oleh pembaca awam atau yang kurang
berpengalaman dalam bidang ini.
5. Keterbatasan Aplikasi Global: Jurnal ini sangat berfokus pada konteks Indonesia
dan pendidikan Pancasila. Informasi dalam jurnal ini mungkin kurang relevan
atau berlaku di luar konteks Indonesia.
Jurnal Pembanding :
1. Konteks Terlalu Spesifik: Jurnal ini sangat berfokus pada konteks Indonesia,
Pancasila, dan sistem hukum Indonesia. Ini mungkin memiliki keterbatasan dalam
aplikabilitasnya di luar konteks tersebut.
2. Kurangnya Referensi dan Dukungan Empiris: Jurnal ini mungkin akan lebih kuat
dengan adanya rujukan konkret ke penelitian, data empiris, atau contoh kasus
yang mendukung argumen yang diajukan.
3. Bahasa Teknis dan Filosofis: Beberapa konsep filosofis yang digunakan mungkin
sulit dipahami oleh pembaca yang tidak akrab dengan bahasa dan konsep
filosofis.
4. Pendekatan Sejarah yang Lebih Mendalam: Meskipun jurnal merujuk pada "local
genius" dan "local wisdom," mungkin akan lebih baik jika jurnal ini memberikan
contoh konkret atau sejarah lebih mendalam untuk mendukung argumen
mengenai bagaimana pandangan hidup unik bangsa Indonesia terbentuk.
12
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada Jurnal Utama:
Teks jurnal ini membahas peran filsafat Pancasila dalam sistem pendidikan
Indonesia. Pancasila sebagai dasar pandangan hidup dan ideologi bangsa memiliki
peran penting dalam membentuk karakter dan identitas nasional. Filsafat Pancasila
menekankan nilai-nilai moral, etika, dan dimensi spiritual dalam pendidikan
karakter. Pancasila diintegrasikan ke dalam sistem pendidikan nasional untuk
membentuk individu yang cerdas, berperilaku baik, bertanggung jawab, dan
memiliki iman kepada Tuhan Yang Maha Esa. Filsafat ini memiliki dimensi
ontologis, epistemologis, dan aksiologis yang mempengaruhi landasan negara dan
pendidikan. Penekanannya pada hakikat sila-sila Pancasila dan integrasi nilai
menjadi dasar dalam membentuk karakterbangsa.
Pada Jurnal Kedua:
Teks jurnal ini membahas hubungan antara pandangan hidup Pancasila dengan
hukum di Indonesia. Pancasila sebagai dasar pandangan hidup dan ideologi bangsa
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, termasuk hukum. Filsafat Pancasila
menjadi dasar moral dan nilai dalam hukum Indonesia. Konsep kekeluargaan
dalam Pancasila menjadi dasar dalam pembentukan hukum yang mencerminkan
nilai-nilai moral, cinta kasih, dan harmoni. Hukum Pancasila mengandung
semangat kekeluargaan yang menghormati dan melindungi kepribadian setiap
individu dalam masyarakat, mengakomodasi nilai-nilai moral yang mendalam.
4.2 Saran
Setelah mengkritisi jurnal ini, saran yang menurut saya cocok adalah sebaiknya
jurnal ini tidak usah terlalu bertele-tele dalam menyampaikan masalah. Juga,
Seharusnya ditambah ilustrasi contoh sehingga pembaca mudah memahami dan
tidak merasa bosan
13
DAFTAR PUSTAKA
14