You are on page 1of 29

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2
DI PUSKESMAS ROGOTRUNAN LUMAJANG

Disusun Oleh :
Ria Fitri Marchita
14901.10.23050

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN
PROBOLINGGO
2023
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PRAKTIK KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
DENGAN DIABETES MELLITUS TIPE 2
DI PUSKESMAS ROGOTRUNAN LUMAJANG

Lumajang, 21 JULI 2023


Mahasiswa

(.............................)

Pembimbing Ruangan Pembimbing Akademik

(..................................) (.....................................)

Kepala Ruangan

(...............................)
A. Anatomi Fisiologi Pankreas
Pankreas adalah kelenjar yang memanjang, memiliki berat sekitar 82-117
gram, berwarna merah muda keabu-abuan pada individu yang hidup, panjang
17-20 cm, lebar 3-5 cm dan tebal 1,5-2,5 cm. Pankreas terletak secara
retroperitoneal, lebih rendah dari daerah epigastrik dan hipokondriak kiri,
melapisi dan melintang tubuh vertebra L1 dan L2 (pada tingkat transpyloric
plane) di dinding perut posterior. Kepala pankreas terletak lebih rendah dan
melengku ng ke duodenum, sedangkan ekor pankreas lebih tinggi dan berlari
ke hilus limpa (Yuan dkk., 2021).
Pankreas adalah organ komposit, yang memiliki fungsi eksokrin dan
endokrin. Bagian endokrin disusun sebagai pulau kecil Langerhans, yang
terdiri dari lima jenis sel endokrin yang berbeda (alfa, beta, delta, epsilon, dan
upsilon) yang mengeluarkan setidaknya lima hormon termasuk glukagon,
insulin, somatostatin, ghrelin, dan polipeptida pankreas, masing-masing (Sayed
dan Mukherjee, 2020).

Gambar 1.1 Anatomi Pankreas


Gambar 1.2 Letak Pankreas

Gambar 1.3 Pulau Langerhans

Pulau-pulau Langerhans tersebut terdiri dari beberapa sel yaitu:


1. Sel α (sekitar 20%), menghasilkan hormon glukagon.
2. Sel ß (dengan jumlah paling banyak 70%), menghasilkan hormon insulin.
3. Sel δ (sekitar 5-10%), menghasilkan hormon Somatostatin.
4. Sel F atau PP (paling jarang), menghasilkan polipeptida pankreas.
Masuknya glukosa ke dalam sel otot dipengaruhi oleh 2 keadaan.
Pertama, ketika sel otot melakukan kerja yang lebih berat, sel otot akan lebih
permeabel terhadap glukosa. Kedua, ketika beberapa jam setelah makan,
glukosa darah akan meningkat dan pankreas akan mengeluarkan insulin yang
banyak. Insulin yang meningkat tersebut menyebabkan peningkatan transport
glukosa ke dalam sel (Guyton dan Hall, 2006). Insulin dihasilkan didarah
dalam dengan bentuk bebas dengan waktu paruh plasma ±6 menit, bila tidak
berikatan dengan reseptor pada sel target, maka akan didegradasi oleh enzim
insulinase yang dihasilkan terutama di hati dalam waktu 10-15 menit. Reseptor
insulin merupakan kombinasi dari empat subunit yang berikatan dengan ikatan
disulfida yaitu dua subunit-α yang berada di luar sel membran dan dua unit sel-
ß yang menembus membran. Insulin akan mengikat serta mengaktivasi reseptor
α pada sel target, sehingga akan menyebabkan sel ß terfosforilasi. Sel ß akan
mengaktifkan tyrosine kinase yang juga akan menyebabkan terfosforilasinya
enzim intrasel lain termasuk insulin-receptors substrates (IRS) (Kuntoadi,
2015).
Dalam tubuh kita terdapat mekanisme reabsorbsi glukosa oleh ginjal,
dalam batas ambang tertentu. Kadar glukosa normal dalam tubuh kira-kira
100mg glukosa/100ml plasma dengan GFR/Glomerular Filtration Rate
125ml/menit. Glukosa akan ditemukan diurin jika telah melewati ambang
ginjal untuk reabsorbsi glukosa yaitu 375 mg/menit dengan glukosa di plasma
darah 300mg/100ml.

B. Pengertian
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit kronis yang terjadi ketika
pankreas tidak dapat memproduksi cukup insulin, atau tubuh tidak dapat
menggunakan insulin secara efektif, yang mengakibatkan kadar plasma
glukosa tinggi (hiperglikemia) yang menyebabkan kerusakan jaringan seiring
waktu (Sayed dan Mukherjee, 2020). Diabetes melitus (DM) didefinisikan
sebagai suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi
etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan
gangguan metabolisme karbohidrat, lipid, dan protein sebagai akibat
insufisiensi fungsi insulin. Insufisiensi fungsi insulin dapat disebabkan oleh
gangguan atau defisiensi produksi insulin oleh sel-sel beta Langerhans kelenjar
pankreas, atau disebabkan oleh kurang responsifnya sel-sel tubuh terhadap
insulin (WHO, 2018 ). Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit
atau gangguan metabolik dengan karakteristik hipeglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi urin, kerja insulin, atau kedua – duanya (ADA,2017)
C. Etiologi
Menurut LeMone dkk. (2012) terdapat beberapa faktor risiko antara lain :

1. Faktor genetik
DM dapat diturunkan melalui riawayat keluarga yang memiliki penyakit
DM. Hal ini tejadi karena DNA seseorang yang mengalami DM
diinformasikan pada gen berikutnya yang berkaitan dengan penurunan
fungsi insulin (Riyadi dan Sukarmin, 2008). Anak dari penyandang DM
mempunyai resiko yang lebih tinggi dua hingga empat kali terkena DM dan
30% resiko mengalami intoleransi glukosa.
2. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fungsi fisiologis setelah usia 40
tahun. Penurunan fungsi ini dapat mengakibatkan fungsi endokrin pankreas
untuk memproduksi insulin menurun.
3. Obesitas
Obesitas dapat menyebabkan sel beta dalam pankreas mengalami hipertropi
yang dapat berpengaruh pada produksi insulin. Hipertropi pankreas
disebabkan karena adanya peningkatan metabolisme glukosa untuk
mencukupi energi sel akibat obesitas.
4. Pola makan
Pola makan yang salah mempengaruhi efektivitas kerja sel beta pankreas.
Malnutrisi dapat menyebabkan kerusakan pankreas, sedangkan obesitas
dapat menyebabkan peningkatan resistensi insulin.
5. Infeksi
Masuknya bakteri atau virus kedalam pankreas menyebabkan kerusakan sel
pankreas. Kerusakan sel pankreas dapat berakibat pada fungsi pankreas
yang turun salah satunya adalah memproduksi hormon insulin.
6. Stres
Stres membuat kerja metabolisme dan kerja pankreas meningkat. Hal ini
dapat menyebabkan kerusakan pankreas sehingga menurunkan hasil kerja
insulin.
7. Kehamilan
Pada wanita, kehamilan dapat menjadi faktor resiko terkena DM
terutama wanita yang pernah melahirkan bayi dengan berat
badan bayi lebih dari 4500 gram atau memiliki riwayat diabetes
gestasional.

D. Klasifikasi
Menurut Sayed dan Mukherjee (2020), Diabetes Melitus (DM)
dibagi menjadi 2 tipe antara lain :
1. DM tipe 1
Disebabkan oleh penyakit autoimun kronis di mana sel beta dari
pankreas dihancurkan sehingga menyebabkan kekurangan insulin.
DM tipe 1 disebut dengan IDDM (Insulin Dependent Diabetes
Mellitus) merupakan DM yang tergantung dengan insulin. Pada
diabetes tipe ini diperlukan injeksi insulin. Gejala diabetes tipe 1
terjadi secara mendadak, biasanya sebelum usia 30 tahun (Sayed
dan Mukherjee, 2020).
2. DM tipe 2
Penyakit progresif yang berkembang, karena terus menurunnya
fungsi sel beta dan/atau karena cacat sensitivitas insulin yang
menyebabkan hiperglikemia. Perkembangan DM tipe 2 ini
dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan, seperti obesitas
dan ketidakaktifan fisik. DM tipe 2 disebut dengan NIDDM
(Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus) merupakan DM
yang tidak tergantung dengan insulin. Diabetes tipe 2 ini paling
sering dialami oleh pasien yang berusia lebih dari 30 tahun dan
pasien yang mengalami obesitas (Sayed dan Mukherjee, 2020).
E. Klasifikasi
Menurut Sayed dan Mukherjee (2020), Diabetes Melitus (DM) dibagi
menjadi 2 tipe antara lain :
1. DM tipe 1
Disebabkan oleh penyakit autoimun kronis di mana sel beta dari pankreas
dihancurkan sehingga menyebabkan kekurangan insulin. DM tipe 1 disebut
dengan IDDM (Insulin Dependent Diabetes Mellitus) merupakan DM yang
tergantung dengan insulin. Pada diabetes tipe ini diperlukan injeksi insulin.
Gejala diabetes tipe 1 terjadi secara mendadak, biasanya sebelum usia 30
tahun (Sayed dan Mukherjee, 2020).
2. DM tipe 2
Penyakit progresif yang berkembang, karena terus menurunnya fungsi sel
beta dan/atau karena cacat sensitivitas insulin yang menyebabkan
hiperglikemia. Perkembangan DM tipe 2 ini dipengaruhi oleh faktor genetik
dan lingkungan, seperti obesitas dan ketidakaktifan fisik. DM tipe 2 disebut
dengan NIDDM (Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus) merupakan
DM yang tidak tergantung dengan insulin. Diabetes tipe 2 ini paling sering
dialami oleh pasien yang berusia lebih dari 30 tahun dan pasien yang
mengalami obesitas (Sayed dan Mukherjee, 2020).

3. Diabetes Melitus tipe lain adalah penyakit gangguan metabolik yang


ditandai oleh kenaikan kadar gula darah akibat defek genetik fungsi sel beta,
defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, endokrinopati,
karena obat atau zat kimia, infeksi, sebab imunologi yang jarang, sindrom
genetic lain yang berkaitan dengan DM

4. Diabetes Melitus tipe Gestasional adalah penyakit gangguan metabolik yang


ditandai oleh kenaikan kadar gula darah yang terjadi pada wanita hamil,
biasanya terjadi pada usia 24 minggu masa kehamilan, dan setelah
melahirkan gula darah kembali normal.
F. Manifestasi Klinis
Individu yang memiliki DM, manifestasinya lambat dan sering kali tidak
menyadari penyakitnya (LeMone et al., 2012). Menurut Smeltzer (2013),
manifestasi klinis DM secara umum yaitu terjadi poliuria, polidipsi, dan
polifagia. Penderita DM biasanya merasa keletihan dan kelemahan, perubahan
pandangan secara mendadak, sensasi kesemutan atau kebas di tangan maupun
kaki, dan kulit kering. Manifestasi klinis DM juga menunjukkan tanda dan
gejala diabetes ketoasidosis yang berupa nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi dan napas berbau buah. Orang yang terkena DM biasanya sering
mengalami lesi di kulit atau luka yang sembuhnya lama, dan sering mengalami
infeksi yang berulang (ADA, 2018). Diabetes tipe 2 disebabkan oleh
intoleransi glukosa yang progresif dan berlangsung perlahan (bertahun-tahun)
yang mengakibatkan komplikasi jangka panjang seperti penyakit pada mata,
neuropati perifer, maupun penyakit vaskuler perifer (Smeltzer, 2013).
Tabel 1. Manifestasi klinis diabetes melitus berdasarkan dasar patologis
Manifestasi
DM Tipe 1 DM Tipe 2
Klinis Dasar Patofisiologi
Poliuri Air tdk diabsorbsi di tubulus ginjal ++ +
sekunder aktifitas osmotic glukosa;
sehingga kehilangan air, glukosa dan
elektrolit.
Polidipsi Dehidrasi sekunder terhadap poliuri yang ++ +
menyebabkan haus.
Banyak makan sekunder terhadap
Polifagia kerusakan jaringan (katabolisme) ++ +
menyebabkan mudah lapar.
Berat badan Penurunan berat badan sekunder ++ -
menurun terhadap penurunan jumlah air, glikogen,
dan cadangan trigliserida; kehilangan
kronis sekunder terhadap penurunan
massa otot perubahan asam amino pada
bentuk glukosa dan badan keton.
Penglihatan Sekunder terhadap paparan kronis pada + ++
kabur lensa mata dan retina.
Pruritus, Infeksi bakteri dan jamur pada kulit. + ++
infeksi
kulit,
vaginitis
Ketonuria Ketika glukosa tidak dapat digunakan ++ -
sebagai energi pada sel-sel yang
tergantung insulin, asam lemak akan
digunakan sebagai energi, asam lemak
akan dipecah dalam bentuk keton di
dalam darah dan diekskresikan ke ginjal;
pada DM tipe 2, insulin cukup untuk
menekan kelebihan penggunaan asam
lemak tetapi tidak cukup bila
menggunakan glukosa.
Kelemahan, Penurunan volume plasma menyebabkan ++ +
lelah, hipotensi postural; kehilangan potassium
pusing dan metabolisme protein menyebabkan
kelemahan.
Ket : (+) sering nampak, (++) selalu nampak, (-) tidak selalu nampak
G. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis DM didasarkan pada pemeriksaan kadar glukosa dalam darah
secara enzimatik menggunakan plasma darah vena. Ada beberapa cara
pemeriksaan untuk mendiagnosa DM dan masing-masing cara harus dipastikan
kembali dan diulang pada hari berikutnya (LeMone dkk., 2012). Kriteria
diagnostik DM menurut Perhimpunan Endokronologi Indonesi (PERKENI) tahun
2015 adalah :
1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa dengan hasil sama dengan atau lebih dari
126 mg/dl yang dilakukan pada pagi hari sebelum sarapan.Puasa adalah
kondisi dimana tidak ada asupan kalori minimal 8 jam.
2. Pemeriksaan glukosa plasma dengan hasil sama dengan atau lebih dari 200
mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) menggunakan beban
glukosa sebesar 75 gram.
3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu sama dengan atau lebih dari 200 mg/dl
disertai dengan manifestasi klinis diabetes, yaitu adanya poliuria, polidipsia,
polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya.
4. Pemeriksaan HbA1c dengan hasil sama dengan atau lebih dari 6,5%
menggunakan metode terstandarisasi. Jika hasil glukosa plasma puasa antara
100-125 mg/dL dan hasil TTGO gula darah dua jam sebesar <140 mg/dL maka
termasuk dalam kelompok glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Apabila tes
glukosa dilakukan dua jam setelah TTGO dan memiliki hasil antara 140-199
mg/dL dan hasil glukosa plasma puasa <100 mg/dL, maka termasuk kelompok
toleransi glukosa terganggu (TGT) (PERKENI, 2015).
Tabel 2. Kadar Glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan diagnosa DM
(mg/dl)
Bukan Belum DM
DM pasti DM
Kadar Glukosa Plasma vena < 100 100-199 ≥ 200
Darah sewaktu Plasma kapiler < 90 90-199 ≥ 200
Kadar Glukosa Plasma vena < 100 100-125 ≥ 126
Darah puasa Plasma kapiler < 90 90-99 ≥ 100
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan DM secara umum adalah meningkatkan kualitas hidup
penderia DM, yang mempunyai tujuan jangka pendek untuk mengurangi keluhan
DM, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi resiko komplikasi akut.
Sedangkan tujuan jangka panjang penatalaksanaan DM adalah untuk menghambat
progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati sehingga tujuan akhir
dari penatalaksanaan DM adalah turunnya angka morbiditas dan mortalitas DM.
Penatalaksanaan umum yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut
adalah dengan mengendalikan glukosa darah, berat badan, tekanan darah, dan
lipid melalui pengelolaan secara komprehensif (PERKENI, 2015).
Penatalaksanaan pasien DM menurut PERKENI tahun 2015, terdiri dari 4 pilar,
yaitu :
1. Terapi Nutrisi Medis (TNM)
Pengaturan makan pada penderita DM adalah makanan seimbang yang
sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi penderita DM. Bagi penderita DM
perlu penekanan pada pentingnya jadwal makan, jenis dan jumlah kalori terutama
pada penderita yang melakukan terapi insulin. Komposisi makanan yang
dianjurka terdiri dari 45-65% karbohidrat dan 10-20% proterin dari total asupan
energi, serta 20-25% asupan lemak dari kebutuhan kalori.
2. Latihan Jasmani
Berolahraga selain bertujuan menjaga kebugaran dan menjaga beart badan,
dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan peningkatan pengambilan glukosa
oleh otot dan memperbaiki sensitivitas insulin. Berolahraga juga dapat
meningkatkan sirkulasi darah dan tonus otot. Kegiatan olahraga yang disarankan
dilakukan secara teratur sebanyak 3-5 kali perminggu selama 20-45 menit.
Latihan jasmani yang dianjurkan untuk penderita DM sepertijalan cepat, jogging
bersepeda santai, dan berenang. Latihan jasmani disesuaikan dengan umur dan
status kesehatan penderita DM masing-masing individu.
3. Edukasi
Edukasi dilakukan untuk meningkatkan promosi hidup sehat dalam upaya
pencegahan dan pengelolaan DM secara holistik. Pengelolaan diabetes secara
optimal membutuhkan partisipasi pasien dalam upaya penerapan perilaku hidup
sehat. Materi edukasi yang diberikan dapat berisi tentang pengelolaan DM secara
mandiri seperti mengkonsumsi makanan sehat, mengkonsumsi obat diabetes
teratur serta pada waktu yang tertentu, melakukan aktivitas secara teratur,
melakukan kontrol glukosa darah mandiri dan memanfaatkan informasi, serta
melakukan perawatan kaki secara berkala.
4. Intervensi farmakologis
Intervensi farmakologis digunakan jika kadar glukosa optimal belum
tercapai dan diberikan bersama pengaturan pola makan serta latihan jasmani.
Terapi Farmakologis terdiri dari :
a. Obat Antihipoglikemik Oral
Obat antihiperglikemik oral teridiri dari pemacu sekresi insulin (insulin
secretagogue) seperti sulfonilurea dan glinid, peningkat sensitivitas terhadap
insulin seperti metformin dan tiazolidindion (TZD), dan penghambat absorbsi
glukosa disaluran pencernaan,
b. Obat Antihiperglikemik Suntik
Obat antihiperglikemik suntik terdiri dari insulin, agonis GLP-1 serta
kombinasi insulin dan kombinasi GLP-1. Penggunaan obat antihiperglikemik
suntik digunakan dengan pertimbangan yang disesuaikan dengan kondisi
individu penderita DM

I. Komplikasi
Penyakit diabetes melitus akan menimbulkan dampak fisik dan psikologis
bagi orang yang menderitanya. Dampak tersebut adalah (Smeltzer, 2013) :
1. Dampak fisik
Dampak fisik pada DM melitus berhubungan dengan komplikasi DM yang
dikelompokkan menjadi komplikasi akut dan kronik. Komplikasi akut terjadi
akibat intoleransi glukosa dalam jangka waktu pendek, mencakup hiperglikemia,
diabetes ketoasidosis (DKA), dan hyperglikemik hyperosmolar non ketotic
syndrome (HHNS). Komplikasi kronik biasanya terjadi setelah 10-15 tahun
menderita DM. Komplikasinya mencakup penyakit makrovaskuler (pembuluh
darah besar) yang mempengaruhi sirkulasi koroner, pembuluh darah perifer, dan
pembuluh darah otak, selain itu juga terjadi komplikasi penyakit mikrovaskuler
(pembuluh darah kecil) yang mempengaruhi mata (retinopati) dan ginjal
(nefropati) serta penyakit neuropati yang mempengaruhi syaraf sensorik, motorik
dan otonom serta berperan memunculkan berbagai masalah seperti impotensi dan
ulkus kaki.
2. Dampak Psikologis
Dampak psikologis yang diakibatkan oleh DM seperti terjadi terdapat
gangguan emosional seperti adanya penolakan, cemas, stres, depresi, marah.
Penolakan pada kondisi diabetes, biasanya terjadi pada awal didiagnosa DM
(ADA, 2018). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa seseorang dengan DM
memiliki resiko lebih besar untuk depresi daripada seseorang tanpa DM. Kejadian
depresi yang tinggi pada penderita DM dapat menurunkan kualitas hidup pasien
DM penurunan dalam kemampuan untuk melakukan perawatan DM.

Selain itu, sebagian besar komplikasi diabetes terbagi atas dua kategori yaitu
komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskuler (Diabetes Forecast, 2013).
Komplikasi tersebut terjadi akibat lama dan beratnya hiperglikemia:
1. Komplikasi makrovaskular
Komplikasi makrovaskuler disebabkan oleh aterosklerosis. Aterosklerosis
terjadi karena kadar glukosa darah meningkat, metabolit glukosa, dan tingginya
asam lemak di dalam darah yang menyebabkan permeabilitas sel endotel
meningkat dan menyebabkan molekul lemak masuk ke arteri sehingga
menyebabkan kerusakan pada lapisan endotel arteri. Penderita DM dengan
komplikasi makrovaskular dapat berupa penyakit arteri koroner, penyakit
serebrovaskuler, dan penyalit vaskuler perifer (Ernawati, 2013).
a. Penyakit arteri koroner menyebabkan penyakit jantung koroner akibat kontrol
glikemik yang buruk dalam waktu yang lama.
b. Penyakit serebrovaskuler terjadi karena pasien mengalami perubahan
aterosklerotik dan pembuluh darah serebral atau terbentuknya emboli pada
pembuluh darah dan terjepit sehingga menyebabkan serangan iskemik sesaat.
c. Penyakit vaskuler perifer terjadi adanya perubahan aterosklerotik pembuluh
darah besar di tungkai bawah yang menyebabkan berkurangnya denyut nadi
perifer dan merasakan nyeri. Pasien juga dapat mengalami gangren akibat
penyakit oklusif arteri parah pada ekstremitas bawah.
2. Komplikasi mikrovaskular
Tingginya kadar glukosa darah menyebabkan penebalan pada pembuluh
darah kecil yang menyebabkan iskemik atau penurunan oksigen dan zat gizi ke
jaringan. Beberapa komplikasi mikrovaskuler antara lain:
a. Retinopati diabetic
Retinopati diabetik adalah gangguan pada mata akibat hiperglikemia
sehingga terjadi perubahan pembuluh darah kecil retina mata. Retinopati diabetik
yang dialami diabetik dapat menyebabkan kebutaan (Ernawati, 2013). Terdapat
tiga penyakit utama pada mata akibat DM yakni retinopati, glaukoma, dan katarak
(Ndraha, 2014).
b. Nefropati diabetik
Nefropati diabetik merupakan penyakit yang disebabkan oleh kerusakan
pembuluh darah kecil yang menyebabkan ginjal kurang bekerja secara maksimal.
Keadaan tersebut dipengaruhi oleh kerusakan kapiler glumerulus akibat hipertensi
dan glukosa plasma darah yang tinggi (Corwin, 2009). Penderita akan mengalami
penumpukan cairan, kurang tidur, penurunan nafsu makan, saki perut, lemah, dan
sulit berkonsentrasi (ADA, 2018).
c. Neuropati diabetik
Neuropati diabetik merupakan penyakit saraf yang disebabkan oleh DM.
Neuropati diabetik disebabkan oleh kadar glukosa darah yang berlebihan termasuk
hiperglikosilasi protein yang melibatkan fungsi saraf. Saraf tidak bisa
menghantarkan rangsangan impuls saraf, salah kirim atau terlambat kirim
tergantung dari berat dan ringannya kerusakan saraf dan saraf mana yang terkena
sebagai akibat adanya neuropati diabetik (Ndraha, 2014). Gejala umum neuropati
berupa kesemutan, mati rasa, nyeri, namun beberapa orang tidak mengalami nyeri,
kurangnya sensasi ketika mendapatkan luka, dan memicu munculnya infeksi yang
berujung pada amputasi (Diabetes Forecast, 2013).
Pathway Faktor Risiko : Genetik, usia,
obesitas, pola makan, infeksi, stress.

Genetik Infeksi Usia diatas 30 Obesitas/pola makan

Antigen HLA (DR3/DR4) Infeksi virus Toleransi insulin ↑ pemasukan karbohifrat

Gangguan fungsi limfosit Merusak system Insulin tidak adekuat


imun

Rusaknya sel beta

↓ jumlah insulin
Glukosa tidak dapat diantar ke sel

Hiperglikemi

Ketidakstabilan kadar Ginjal tidak mampu Intake glukosa ke sel ↓ Angiopati diabetik Viskositas darah ↑
glukosa darah memfiltrasi glukosa
Ginjal tidak mampu Intake glukosa ke sel ↓ Angiopati diabetik Viskositas darah ↑
memfiltrasi glukosa
Glukosuria Aliran darah
Glukosuria Makro Mikro tidak adekuat
angiopati angiopati
↑ pemecahan
Diuretic osmotik protei dan lemak Iskemik
Terganggunya Pemb. darah jaringan
Polifagi sirkulasi darah
Poliuri dan polidipsi
ke kaki
Retinopati Perfusi
Defisit nutrisi diabetik perifer tidak
Dehidrasi
↓ suplai O2 efektif
dan nutrisi
Hipovolemia Gangguan
penglihatan

Luka sulit sembuh Iskemik


Gangguan
persepsi sensori
Ulkus Polineuropati

Gangren Nyeri kronis

Grade 0-1 Grade 2-5

Kerusakan integritas kulit Kerusakan integritas jaringan


KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
1. Biodata: diabetes mellitus terjadi terutama pada usia lanjut (50-70 tahun),
usia muda dapat terjadi pada semua jenis kelamin tetapi 70% pada pria.
2. Keluhan utama: kencing sedikit, tidak dapat kencing, gelisah, tidak selera
makan (anoreksi),mual, muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, nafas
berbau (ureum), gatal padakulit.
3. Riwayat penyakit sekarang: diare, muntah, perdarahan, luka bakar, rekasi
anafilaksis,renjatan kardiogenik.
4. Riwayat penyakit dahulu: riwayat penyakit gagal ginjal akut, infeksi saluran
kemih, payah jantung, hipertensi, penggunaan obat-obat nefrotoksik, Benign
ProstaticHyperplasia, prostatektomi, penyakit gout.
5. Riwayat penyakit keluarga: adanya penyakit keturunan Diabetes Mellitus
(DM)
6. Tanda-tanda vital: peningkatan suhu tubuh, nadi cepat dan lemah,
hipertensi, nafascepat dan dalam (Kussmaul), dyspnea
7. Body system
a) Pernafasan (B1: Breathing)
Gejala : nafas pendek, dispnoe nokturnal, paroksismal, batuk
dengan/tanpasputum, kental dan banyak
Tanda: takipnoe, dispnoe, peningkatan frekuensi, batuk produktif
dengan/tanpa sputum.
b) Cardiovascular (B2: Bleeding)
Gejala: Riwayat hipertensi lama atau berat. Palpitasi nyeri dada atau
anginadan sesak nafas, gangguan irama jantung, edema.
Tanda: Hipertensi, nadi kuat, oedema jaringan umum, pitting pada
kaki,telapak tangan, disritmia jantung, nadi lemah halus, hipotensi
ortostatik, friction rub perikardial, pucat, kulit coklat
kehijauan,kuning.kecendrungan perdarahan.
c) Persyarafan (B3: Brain)
Kesadaran: Disorioentasi, gelisah, apatis, letargi, somnolent sampai
koma.
d) Perkemihan-Eliminasi Uri (B4: Bladder)
Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine kuning tua dan
pekat, tidak dapat kencing.
Gejala: Peningkatan frekuensi urine
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan)
e) Pencernaan-Eliminasi Alvi (B5: Bowel)
Anoreksia, nausea, vomiting, fektor uremikum, hiccup, gastritis erosiva
dan Diare)
f) Tulang-Otot-Integumen (B6: Bone)
Gejala: Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot, nyeri kaki, (memburuk
saatmalam hari), kulit gatal, ada/berulangnya infeksi.
Tanda: Pruritus, demam (sepsis, dehidrasi), ptekie, area ekimoosis
padakulit, fraktur tulang, defosit fosfat kalsium pada kulit, jaringan
lunak, sendi keterbatasan gerak sendi.
8. Pola aktivitas sehari-hari
a) Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada pasien diabetes mellitus terjadi perubahan persepsi dan tata laksana
hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak diabetes
mellitus sehingga menimbulkan persepsi yang negatif terhadap dirinya
dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur pengobatan dan
perawatan yang lama, oleh karena itu perlu adanya penjelasan yang benar
dan mudah dimengerti pasien.
b) Pola nutrisi dan metabolism
Anoreksi, mual, muntah dan rasa pahit pada rongga mulut, intake minum
yang kurang, dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat mengakibatkan
terjadinya gangguan nutrisi dan metabolism yang dapat mempengaruhi
status kesehatan klien.
Gejala: peningkatan berat badan cepat (oedema) penurunan berat badan
(malnutrisi) anoreksia, nyeri ulu hati, mual muntah, bau mulut (amonia)
Penggunaan diuretic
Tanda: Gangguan status mental, ketidakmampuan berkonsentrasi,
kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, kejang, rambut
tipis, kuku rapuh.
c) Pola Eliminasi
Eliminasi uri: Kencing sedikit (kurang dari 400 cc/hari), warna urine
kuning tua dan pekat, tidak dapat kencing.
Gejala: Peningkatan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut)
abdomen kembung, diare atau konstipasi.
Tanda: Perubahan warna urine, (pekat, merah, coklat, berawan)
Eliminasi alvi: Diare
d) Pola tidur dan Istirahat: Gelisah, cemas, gangguan tidur
e) Pola Aktivitas dan latihan: Klien mudah mengalami kelelahan dan lemas
menyebabkan klien tidak mampu melaksanakan aktivitas sehari-hari
secara maksimal.
Gejala: kelelahan ektremitas, kelemahan, malaise
Tanda: Kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak
f) Pola hubungan dan peran
Gejala: kesulitan menentukan kondisi (tidak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran
g) Pola sensori dan kognitif
Klien dengan diabetes mellitus cenderung mengalami neuropati/mati rasa
pada luka sehingga tidak peka terhadap adanya trauma. Klien mampu
melihat dan mendengar dengan baik/tidak, klien mengalami
disorientasi/tidak.
h) Pola persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Lamanya perawatan,
banyaknya biaya perawatan dan pengobatan menyebabkan pasien
mengalami kecemasan dan gangguan peran pada keluarga (self esteem).
i) Pola seksual dan reproduksi
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ reproduksi
sehingga menyebabkan gangguan potensi seksual, gangguan kualitas
maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi serta
orgasme.
Gejala: Penurunan libido, amenorea, infertilitas.
j) Pola mekanisme/penanggulangan stress dan koping
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, faktor
stress, perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, karena
ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis yang negatif berupa
marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain-lain, dapat menyebabkan
klien tidak mampu menggunakan mekanisme koping yang
konstruktif/adaptif.
Gejala: faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, tak ada
kekuatan
Tanda: menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan
kepribadian
k) Pola tata nilai dan kepercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
diabetes mellitus dapat menghambat klien dalam melaksanakan ibadah
maupun mempengaruhi pola ibadah klien.

B. Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakstabilan kadar glukosa darah (D.0027) berhubungan dengan
hiperglikemi atau hipoglikemi
2) Perfusi perifer tidak efektif (D.0009) berhubungan dengan hiperglikemia
3) Hipovolemia (D.0003)berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
4) Deficit nutrisi (D.0019) berhubungan dengan peningkatan kebutuhan
metabolisme
5) Nyeri kronis (D.0078) berhubungan dengan gangguan fungsi metabolic
6) Kerusakan integritas kulit/jaringan (D.0129) berhubungan dengan neuropati
perifer
C. Intervensi Keperawatan
NO Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)
(SDKI)
1. Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Manajemen Hiperglikemia
glukosa darah (D.0027) ..x24 jam masalah keperawatan ketidakstabilan Observasi
berhubungan dengan kadar gula klien dapat stabil dengan, 1. Identifikasi kemungkinan penyebab
hiperglikemi atau hiperglikem
hipoglikemi Kriteria Hasil 2. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
Kestabilan Kadar Glukosa Darah (L.03022) 3. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
hal. 43 4. Monitor intake dan outpun cairan
1. Kadar glukosa dalam darah cukup membaik ke 5. Monitor keton urine, kadar analisa gas darah,
skala 4 elektrolit, tekanan darah ortostatik dan
2. Kadar glukosa dalam urin cukup membaik ke frekuensi nadi
skala 4 Nursing Treatment
6. Berikan asupan cairan oral
7. Konsultasi dengan medis jika tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada atau memburuk
Edukasi
8. Anjuran menghindari olahraga jika kadar
glukosa >250 mg/dL
9. Anjurkan monitor kadar glukosa secara
mandiri
10. Anjurkan kepatuhan terhadap diet dan olahraga
11. Ajarkan pengelolaan diabetes (obat oral,
penggantian karbohidrat)
Kolaborasi
12. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
13. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
14. Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu
2. Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Perawatan Sirkulasi
(D.0009) berhubungan ..x24 jam, perfusi perifer dapat efektif dengan, Observasi
dengan hiperglikemia 1. Periksa dan monitor sirkulasi perifer
Kriteria Hasil 2. Monitor panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
Perfusi Perifer (L.02011) hal. 84 pada ekstermitas
1. Edema perifer menurun ke skala 5 3. Identifikasi faktor risiko gangguan perifer
2. Pengisian kapiler membaik ke skala 5
4. Monitor TTV
Nursing Treatment
5. Lakukan pencegahan infeksi seperti cuci
tangan sebelum melakukan tindakan
keperawatan pada klien
Edukasi
6. Anjurkan pasien meminum obat sesuai dengan
anjuran dokter
Kolaborasi
7. Berikan transfusi darah untuk mengatasi
perfusi perifer tidak efektif
3. Deficit nutrisi (D.0019) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Manajemen Nutrisi
berhubungan dengan ..x24 jam, nutrisi adekuat dengan, Observasi
peningkatan kebutuhan 1. Identifikasi status nutrisi, kebutuhan kalori dan
metabolism Kriteria Hasil jenis nutrient, intoleransi makanan
Status Nutrisi (L.03030) hal. 121 2. Monitor asupan makanan, BB
1. Berat badan cukup membaik ke skala 4 Nursing Treatment
2. IMT cukup membaik ke skala 4 3. Berikan makanan tinggi serat, kalori, protein
3. Membrane mukosa membaik ke skala 5 Edukasi
4. Ajarkan diet yang diprogramkan
4. Nyeri kronis (D.0078) Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Manajemen Nyeri
berhubungan dengan ..x24 jam, nyeri dapat dkontrol dengan, Observasi
gangguan fungsi metabolic 1. Identifikasi respon nyeri non verbal
Kriteria Hasil : 2. Identifikasi faktor yang memperberat nyeri dan
Tingkat Nyeri (L.08066) hal. 145 memperingan nyeri
1. Keluhan nyeri yang dirasakan menurun ke Nursing Treatment
skala 4 3. Berikan teknik non farmakologis (terapi music,
2. Tanda nyeri non verbal meringis menurun ke hipnosis)
skala 4 4. Fasilitasi istirahat dan tidur
3. Tanda nyeri non verbal sikap protektif pada Edukasi
area taruma menurun (skala 4) 5. Jelaskan strategi meredakan nyeri
6. Ajarkan teknik non-farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
7. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
5. Kerusakan integritas Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama Perawatan Luka
kulit/jaringan (D.0129) ..x24 jam masalah keperawatan gangguan Observasi
berhubungan dengan gangguan integritas jaringan cukup teratasi 1. Monitor karakteristik luka (mis. Drainase,
neuropati perifer dengan, warna, ukuran, bau)
Nursing Treatment
Kriteria Hasil : 2. Bersihkan dengan cairan NaCl
Integritas Kulit dan Jaringan (L.14125) hal. 3. Bersihkan jaringan nekrotik
33 4. Pertahankan tenik steril saat pembersihan luka
1. Penyembuhan luka cukup meningkat ke skala Edukasi
4 5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Nyeri ekstremitas cukup menurun ke skala 4 6. Anjurkan makan dengan tinggi kalori dan
3. Nekrosis cukup menurun ke skala 4 protein
Kolaborasi
7. Kolaborasi prosedur debridement
8. Kolaborasi pemberian antibiotic, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Ernawati et al. 2013. Comparing the Quality of Life and Emotional Intelligence
among Patients with Psychosomatic Disease (Type 2 Diabetes) and Healty
Individuals. NeuroQuantology. 15(3)
Kuntoadi, G. B. 2015. Buku Ajar Anatomi Fisiologi. Jakarta: Panca Terra
Firma. LeMone, Priscilla., K.M. Burke., & G. Bauldoff. 2012. Buku Ajar
Keperawatan
Medikal Bedah Vol. 2. Jakarta : EGC
Misnadiarly. 2014. Diabetes Mellitus : Gangren, Ulcerm Infeksi, Mengenal
Gejala, Menanggulangi dan Mencegah Komplikasi. Jakarta : Pustaka
Populer Obor
Perhimpunan Endokrinologi Indonesia (PERKENI). 2015. Pengelolaan dan
Pencegahan DM Tipe 2 di Indonesia. [serial online].
https://id.scribd.com/doc/310474800/Perkeni-Diabetes-Mellitus. [diakses
pada 11 April 2021] .
Sayed, S. A., dan Mukherjee, S. 2020. Physiology Pancreas. StatPearls Publishing
LLC
Smeltzer, Susan C. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.
Jakarta : EGC
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi III. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional
Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
II. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia
Yuan, Q., A. Pan., Y. Fu., dan Y. Dai. 2021. Anatomy and physiology of the
pancreas. Integrative Pancreatic Intervention Therapy. 3-31

You might also like