You are on page 1of 6

Apa itu vitrektomi?

Oleh: dr. Hj. Masniah, Sp. M, M. Kes

Vitrektomi adalah prosedur pembedahan ,ata yang dilakukan untuk mengevakuasi cairan
vitreus dalam bola mata. Cairan vitreus adalah cairan yang mengisi rongga mata posterior,
dengan kandungan utama berupa kolagen tipe II, asam hialuronat, dan asam askorbat. Cairan
viterus ini terletak diantara lensa dan retina mata, yang berkontribusi pada bentuk bola mata dan
menjadi pendukung bantalan untuk bagian-bagian mata.

Prosedur pengangkatan cairan vitreus memiliki beberapa tujuan, antara lain:

 Mengevakuasi darah atau zat lainnya yang mengganggu proses transmisi Cahaya ke
retina
 Mengevakuasi benda asing yang masuk ke dalam mata, seperti pada kondisi trauma atau
komplikasi dari operasi segmen anterior bola mata
 Membuka akses untuk perbaikan jaringan retina yang mengalami kerusakan seperti pada
ablation retina
Vitrektomi dapat dilakukan dengan pembiusan local ataupun general. Untuk prosedur
yang lebih rumit dan memerlukan waktu operasi yang lama, pembiusan secara general (umum)
lebih disukai. Namun, pada masa sekarang lebih sering dilakukan anestesi local saja (anestesi
retrobulbar, anestesi subtenon). Pada operasi vitrektomi ini, biasanya akan dilakukan pembuatan
tiga saluran pada badan siliari pars plana, agar beberapa alat instrument mata dapat dimasukkan,
seperti lampu fiberoptik, alat laser, cutter vitreus. Cairan vitreus yang sudah dievakuasi akan
digantikan bahan lain yang mirip dengan cairan tubuh, udara, gas sf6/c3f8, atau silicon oil.
Vitrektomi ini sebagai salah satu layanan unggulan di RSUD Brigjend H. Hasan Basry
Kandangan.
Prosedur vitrektomi dapat memiliki tujuan diagnostic ataupun terapeutik. Indikasi
diagnostic vitrektomi adalah untuk membantu penegakkan diagnosis infeksi mata berat
(endofthalmitis) atau keganasan pada mata lainnya. Indikasi terapeutik prosedur vitrektomi
adalah sebagai tata laksana pada kelainan mata do retina atau vitreus (ablation retina, iofb,
perdarahan vitreus).
Secara garis besar, prosedur itrektomi diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Vitrektomi anterior, yaitu evakuasi vitreus dari ssegmen anterior mata
2. Vitrektomi posterior atau pars plana vitrektomi, yaitu evakuasi vitreus dari segmen
posterior mata melalui saluran yang dibuat pada badan siliaris pars plana

Indikasi vitrektomi

1. Indikasi diagnostic
Prosedur vitrektomi dapat digunakan untuk diagnostic berupa pengambila sampel
vitreus untuk penegakkan diagnose, seperti pada: Endofthalmitis dan keganasan pada
mata (melanoma, limfoma).
2. Indikasi Terapeutik
Sebagai penatalaksanaan kelainan mata posterior pada bagian retina dan cairan
vitreus, antara lain:
 Kekeruhan vitreus berupa perdarahan vitreus, atau proliferative diabetic
retinopathy disertai perdarahan
 IOFB (Intra Okular Foreign Body)
 IOL Drop, Nukleus Drop
 Ablatio retina (lepasnya Sebagian atau seluruhnya dari lapisan retina, bisa
disebabkan karena trauma, diabetes mellitus, myopia tinggi) dan indikasi
terapeutik juga pada Endofthalmitis.

Kontraindikasi Vitrektomi

Kontraindikasi utama vitrektomi adalah pasien dengan visus yang tidak ada
persepsi Cahaya (buta total), karena prosedur ini sama sekali tidak memiliki manfaat
pada kondisi tersebut. Kontraindikasi lainnya adalah pasien yang diperkirakan memiliki
prognosis kebutaan sangat tinggi atau pasien yang diduga memiliki kondisi keganasan
yang aktif.
Mengenal Lebih Dekat Retinopati Diabetika
Penulis: dr. Hj. Masniah, Sp.M., M.Kes

Diabetes Mellitus (DM) merupakan masalah besar di seluruh dunia dan


merupakan masalah Kesehatan yang perlu diwaspadai di Indonesia. Dalam Diabetes
Atlas (2015), International Diabetes Federation (IDF) menyebutkan diabetes mellitus
sebagai “Global Emergency”. Menurut IDF, penyandang diabetes di seluruh dunia pada
tahun 2015 adalah 1:11 atau setara dengan 415 juta penduduk yang memiliki diabetes. Di
Kawasan Pasifik Barat yang mencakup Tiongkok sampai Australia, termasuk Indonesia,
pada saat ini terdapat sekitar 153 juta penduduk dengan DM. Dengan melihat
kecenderungan yang terus meningkat, diperkirakan pada tahun 2040 jumlah orang
dengan DM akan mencapai 214,8 juta di Pasifik Barat dan sekitar 642 juta di seluruh
dunia. Gambar memperlihatkan proyeksi epidemi diabetes sedunia 2025.
Dalam pembahasan mengenai retinopati diabetiaka (RD), topik diabetes mellitus
(DM) merupakan topik yang wajib untuk dibahas. Seperti kita ketahui bersama, pasien
dengan diabetes mellitus adalah individu yang memiliki kadar gula darah tinggi. Hal ini
dapat disebabkan karena individu tersebut tidak dapat memproduksi cukup insulin atau
memiliki respon insulin yang kurang baik di dalam tubuhnya, sehingga kadar gula darah
tetap tinggi.
Pada saat ini, DM diklasifikasikan dalam empat kelompok. Pertama, tipe 1
(T1DM), adalah jenis diabetes yang terjadi karena kerusakan sel beta pancreas sebagai
penghasil insulin dan rentan terhadap terjadinya ketoasidosis, dapat berkaitan dengan
proses autoimmune atau etiologi kerusakan sel beta yang belum diketahui. Tipe kedua,
tipe 2 (T2DM), adalah jenis diabetes yang paling banyak ditemukan, termasuk di
Indonesia. Tipe ini terjadi karena hilangnya kemampuan sekresi insulin secara progresif,
yang didasari oleh kondisi resistensi insulin, tipe ketiga adalah DM gestasional, yang
merupakan intoleransi glukosa yang terdeteksi selama kehamilan. Tipe keempat adalah
merupakan peningkatan gula darah yang terjadi karena kondisi-kondisi tertentu, antara
lain kelianan genetika, penyakit pada pancreas lainnya, ganggutan hormonal tertentu,
atau penggunaan obat-obatan tertentu.
PREVALENSI

Retino diabetic (RD) adalah salah satu komplikasi diabetes mellitus (DM) dan
merupakan penyakit retina yang menyebabkan gangguan kebutaan global yang penting.
Retinopati diabetek merupakan penyebab 1 persen kebutaan secara global. Indonesia
sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak keempat sedunia, merupakan salah
satu penyumbang dari prevalensi RD secara global sebesar 34,6 persen dari populasi
penyandang diabetes. Retinopati diabetic di Indonesia merupakan komplikasi no,or dua
terbanyak setelah neuropathy berdasarkan studi yang dilakukan oleh Perkeni tahun
2011. Terdapat 8,8 juta penyandang diabetes di Indonesia yang diproyeksikan akan
meningkat menjadi 21,3 juta di tahun 2030, sehingga diperkirakan jumlah pasien RD
juga akan meningkat.

Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolic yang kompleks akibat resistensi


insulin maupun kurangnya produksi insulin. Diabetes mellitus merupakan tantangan
Kesehatan yang serius. Pada saat ini terdapat 237 juta orang di seluruh dunia yang
mengalami diabetes. Diabetes menjadi penyebab utama kebutaan pada usia 20 -65
tahun, dengan prevalensi kebutaan akibat RD di negara-negara Barat berkisar antara 1,6
-1,9 per 100 ribu populasi. Penyandang DM Tipe 1 atau insulin dependent beresiko 70
persen untuk terjadinya RD. sementara pada DM Tipe 2 atau non insulin independent
beresiko terjadinya RD adalah 39 persen. Untuk pencegahan kebutaan, penanganan
terhadap RD harus segera dilakukan. Walaupun penderita RD tidak selalu langsung
menjadi buta, akan tetapi penglihatannya memburuk secara signifikan.

PATOGENESIS

Diabetes Mellitus ditandai dengan adanya hiperglikemik kronik yang


berhubungan dengan gangguan metabolism karbohidrat, lemak, dan protein yang terjadi karena
kekurangan insulin. Hiperglikemik ini akan menciptakan keadaan metabolic sorbitol
intracellular, retinal free radical, dan juga glycated end product dari metabolism, hingga
akhirnya menyebabkan gangguan mikroangiopati ini akan menyebabkan komplikasi lebih lanjut
seperti perdarahan intraretinal, edema, aksudat. Pada akhirnya DM akan mengarah kepada
terjadinya oklusi mikrovaskuler, iskemia, intra retinal mikrovaskuler abnormalities,
neovaskularisasi, dan perdarahan vitreus akibatnya pecahnya neovaskuler, yang pada akhirnya
dapat menyebabkan terjadinya fibrosis dan traksi pada retina.

KLASIFIKASI

Klasifikasi retinopati diabetic adalah non-proliferative diabetic retinopathy (NPDR) dan


proliferative diabetic retinopathy (PDR). Apabila tidak mendapatkan penatalaksanaan yang tepat,
NPDR akan cepat berkembang menjadi PDR. Baik pada NPDR dan PDR dapat terjadi Diabetik
Makular Edema (DME), sebagai penyebab utama penurunan visus atau penglihatan. Adapun
factor resiko terjadinya RD, consistent risk factor (lamanya DM, hiperglikemia HbA1C,
hipertensi, hyperlipidemia, kehamilan, nephropathy), less consistent factor (obesitas, merokok,
alcohol, dan inaktivitas fisik).

GEJALA

Pada awalnya retinopati diabetic (RD) tidak menunjukkan gejala yang berarti. Tapi
seiring waktu cepat atau lambat pasti akan menimbulkan gejala dana umumnya terjadi pada
kedua mata, gejala retinopati diabetic, antara lain: penglihatan menurun secara bertahap, tampak
bercak hitam pada penglihatan, tampak ada seperti benda terbang (floaters), penglihatan
berbayang, nyeri pada mata atau mata merah.

DIAGNOSA

Untuk dapat menentukan RD, dokter mata akan melihat bagian dalam bola mata (retina)
pasien dengan alat khusus, yaitu oftalmoskop (funduskopi) atau Lens 78D dan 90D, Foto Fundus
(untuk mendokumentasikan hasil RD), B Scan Ultrasonography, dan Optical Coberence
Tomography (OCT) adalah pemeriksaan yang akan memberikan gambaran ketebalan retina.
Melalui OCT akan dapat diketahui juga neovaskularisasi, mikroaneurisma, dan melalui OCT ini
akan dapat diketahui keberhasilan pengobatan.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pada RD tergantung pada tingkat keparahannya, pada dasarnya ada 2,
terapi sistemik: mengontrol gula darah, pengendalian tekanan darah, mengatur lipid darah. Terapi
okuler: lase fotokoagulasi, farmakologis, vitrektomi.

KOMPLIKASI

Apabila tidak segera diobati, pembuluh darah yang tumbuh secara tidak normal di retina
dapat menyebabkan gangguan penglihatan yang serius, bahkan kebutaan. Beberapa komplikasi
RD yang sering terjadi adalah Perdarahan Vitreus, Ablatio Retina, Glaukoma, dan Kebutaan.

KESIMPULAN

Pada prinsipnya, tatalksana diabetes mellitus (DM) yang utama adalah mencapai kendali
gula darah yang baik sehingga kejadian komplikasi dapat dicegah. Kunci untuk menangani
diabetes beserta komplikasinya, antara lain retinopati diabetic (RD) adalah dengan melakukan
deteksi sedini mungkin. Apabila seseorang terlanjur memiliki diabetes, sebaiknya terdiagnosa
sejak awal sebelum komplikasi terjadi. Namun demikian, apabila sudah terjadi kompliasi, harus
segera ditangani atau dikelola agar tidak sampai menurunkan kualitas hidup. Pihak-pihak terkait,
baik dokter, ataupun perawat, perlu mengedukasi Masyarakat untuk menjalani pemeriksaan
diabetes, khususnya bagi mereka yang memiliki factor resiko. Untuk mengatasi masalah
retinopati diabetic secara efektif diperlukan program dengan pendekatan holistic yang berfokus
pada edukasi pasien, Upaya pengembangan sistem layanan Kesehatan mata yang baik,
perubahan perilaku (pola hidup sehat), dan penatalaksanaan yang efektif mencakup pemeriksaan
mata tahunan, dan layanan berkualitas baik yang terjangkau. Hal ini akan dapat tercapai dengan
cara meningkatkan Kerjasama antara layanan diabetes dan layanan Kesehatan mata.

You might also like