Professional Documents
Culture Documents
KELOMPOK 1
A. Dewi Andriani (230014301009)
Lisa Amalia (230014301013)
Andi Yulianti (230014301013)
Abdullah H (230014301027)
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan serta bimbingannya selama ini sehingga penyusunan makalah
Demokrasi Pancasila ini dapat dibuat dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari
masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini sehingga kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi penyempurnaan
makalah ini.
Kami mohon maaf jika di dalam makalah Psikologi Pendidikan ini terdapat
banyak kesalahan dan kekurangan, karena kesempurnaan hanya milik Yang Maha
Kuasa yaitu Allah SWT, dan kekurangan pasti milik kita sebagai manusia. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semuanya.
Tim Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………… ...i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………....... ii
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………... 1
A. Latar Belakang……………………………………………………………... ... 1
B. Rumusan Masalah ………….………………………………………………….2
C. Tujuan Penulisan ……….…………………………………………………….2
BAB II PEMBAHASAN ……………….…………………………………….3
A. Selayang Pandang Psikologi Pendidikan ………….………………………….3
B. Cara Mengajar yang Efektif…….. ………………………………………….….4
C. Riset dalam Psikologi Pendidikan …………………………………………....10
BAB III PENUTUP …………………………………………………………....13
A. Kesimpulan …………………………………………………………....13
B. Saran …………………………………………………………………....13
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………....14
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Psikologi kerap kali dimaknai sebagi ilmu tentang jiwa. Hal ini didasari
pada makna harfiah dari kata psikologi itu sendiri. Istilah psikologi berasal dari
bahasa Yunani Kuno yang terdiri dua suku kata, yaitu psyche yang berarti jiwa, dan
logos yang berarti ilmu. Maka secara harfiah, psikologi dapat dimaknai sebagai
ilmu tentang jiwa. Jadi, Psikologi Pendidikan adalah ilmu yang mempelajari
tentang perilaku manusia di dalam dunia pendidikan yang meliputi studi sistematis
tentang proses-proses dan faktor-faktor yangberhubungan dengan pendidikan
manusia yang tujuannya untuk mengembangkan dan meningkatkan efisiensi
di dalam pendidikan. Psikologi pendidikan merupakan salah satu cabang psikologi
yang membahas persoalan psikologi yang bertalian dengan pendidikan.
Termasuk tinjauan psikologis mengenai manusia dalam situasi pendidikan
(sifat-sifat umum aktivitas manusia), tinjauan psikologis mengenai manusia
dalam proses pendidikan (masalah belajar).
Tidak dapat dipungkiri bahwa, sejak anak manusia lahir kedunia telah
dilakukan usaha-usaha pendidikan, para orang tua telah berusaha mendidik anak-
anaknya mulai dari cara-carayang sederhana. Sebagai contohnya sejak kecil kita
telah diajarkan mengenai cara berinteraksi yang baik dan benar demi menjaga nilai-
nilai norma yang ada. Dari uraian tersebut sangatlahjelas, bahwa masalah
pendidikan adalah masalahnya setiap orang dari dulu hingga sekarang.
1
Oleh karena itu pengetahuan psikologis mengenai anak didik dalam
proses pendidikan adalah hal yang perlu dan penting bagi setiap pendidik. Proses
tersebut terjadi dalam situasi yang menyangkut banyak hal, seperti pergaulan
antara anak didik dan pendidik, tujuan yang akan dicapai, materi yang diberikan
dalam proses pembelajaran, lingkungan yang menjadi ajang proses, dan
sebagainya.
B. Rumusan Masalah
a) Bagaimana Selayang Pandang Psikologi Pendidikan ?
b) Bagaimana Cara Mengajar yang Efektif ?
c) Apa Saja Riset dalam Psikologi Pendidikan?
C. Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui bagaimana Selayang Pandang Psikologi Pendidikan
2) Untuk mengetahui cara mengajar yang efektif
3) Untuk mengetahui apa saja riser dalam Psikologi Pendidikan
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2. Mengajar: Antara Seni dan Ilmu Pengetahuan
Bidang psikologi pendidikan banyak mengambil sumber dari teori dan riset
psikologi yang lebih luas. Misalnya, teori Jean Peaget dan Lev Vygotsky tidak
diciptakan dalam rangka memberi informasi bagi guru tentang cara mendidik anak.
Psikologi pendidikan juga banyak memanfaatkan teori dan riset yang disusun dan
dilakukan langsung oleh para ahli psikologi pendidikan, dan dari pengalaman
praktis para guru. Ahli psikologi pendidikan juga mengakui bahwa mengajar
terkadang harus mengabaikan saran-saran ilmiah, tetapi menggunakan improvisasi
dan spontanitas (Gage,1978).
4
1. Pengetahuan dan Keahlian Profesional
Guru yang efektif menguasai materi pelajaran dan keahlian atau keterampilan
mengajar yang baik. Guru yang efektif memiliki strategi pengajaran yang baik dan
didukung oleh metode penetapan tujuan, rancangan pengajaran, dan manajemen
kelas, serta tahu cara bagaimana memotivasi, berkomunikasi, dan berhubungan
secara efektif murid-murid dari beragam latar belakang kultural. Serta juga
memahami cara menggunakan teknologi yang tepat guna di dalam kelas.
5
c) Penetapan Tujuan dan Keahlian Perencanaan Intruksional. Guru yang
efektif tidak hanya sekedar mengajar di kelas, entah itu dia menggunakan perpektif
tradisional atau kontruktivis. Mereka menentukan tujuan pembelajaran dan
Menyusun rencana untuk mencapai tujuan itu (Pintrich & Schunk, 2022). Selain itu
juga harus Menyusun kriteria tertentu agar sukses.
d) Keahlian Manajemen Kelas. Aspek penting lain untuk menjadi guru yang
efektif adalah mampu menjaga kelas tetap aktif Bersama dan mengorientasikan
kelas ke tugas-tugas. Guru yang efektif membangun dan mempertahankan
lingkungan belajar yang kondusif. Agar lingkungan ini optimal, guru perlu
senantiasa meninjau ulang strategi penataan dan prosedur pengajaran,
pengorganisasian kelompok, monitoring, dan mengaktifkan kelas, serta menangani
Tindakan murid yang mengganggu kelas (Algozzine & Kay, 2022; Emmer &
Stough, 2001; Lindberg & Swick, 2022; Martella Nelson & Marchand-Martella,
2003).
e) Keahlian Motivasional. Guru yang efektif punya strategi yang baik untuk
memotivasi murid agar mau belajar (Boekaerts, Pintrich & Zeidner, 2000; Stipek,
2002). Para ahli psikologi pendidikan semakin percaya bahwa motivasi ini paling
baik didorong dengan memberi kesempatan murid untuk belajar di dunia nyata,
agar setiap murid berkesempatan menemui sesuatu yang baru dan sulit (Brophy,
1998). Guru yang efektif tahu bahwa murid akan termotivasi saat mereka bisa
memilih sesuatu yang sesuai dengan minatnya. Guru yang baik akan memberi
kesempatan murid untuk berpikir kreatif dan mendalam untuk proyek mereka
sendiri (Runco, 1999).
6
g) Keahlian Teknologi. Dibutuhkan syarat atau kondisi lain untuk
menciptakan lingkungan belajar yang mendukung proses belajar murid (Earlr,
2002;Sharp, 2002). Kondisi-kondisi itu anata lain (Internasional Society for
Tecnology in Education, 2001): visi dan dukungan dari tokoh pendidikan; guru
yang menguasai teknologi untuk pengajaran; standar dan isi kurikulum; penilaian
efektivitas teknologi untuk pembelajaran; dan memandang anak sebagai pembelajar
aktif dan konstruktif. Guru yang efektif mengembangkan keahlian teknologi dan
mengintegrasikan computer ke dalam proses belajar di kelas (Male, 2003). Integrasi
ini harus disesuaikan dengan kebutuhan belajar murid, termasuk kebutuhan
mempersiapkan murid untuk mencari pekerjaan di masa depan, yang akab sangat
membutuhkan keahlian teknologi dan keahlian berbasis computer (Maney, 1999).
National Education Technology Standars (NETS) didirikan oleh Internasional
Society for Technology ini Education (ISTE) (2000, 2001). NETS sedang
mengembangkan:
1) Standar landasan teknologi untuk murid, yang mendekskripsikan apa yang harus
diketahui oleh murid tentang teknologi.
Bekerja Secara Efektif dengan Murid dari Latar Belakang Kultural yang
Berlainan. Dewasa ini, satu dari lima anak di AS berasal dari keluarga imigran dan
diperkirakan pada 2040 satu dari tiga anak AS berasal dari keluarga imigran
7
(Suarez-Orozco, 2022). Di dunia yang saling berhubungan dengan kultural ini, guru
yang efektif harus mengetahui dan memahami anak dengan latar belakang kultural
yang berbeda-beda, dan sensitive terhadap kebutuhan mereka (Cushner, 2003;
Johnson, 2022; Johnson & Johnson, 2022; Spring, 2022). Guru yang efektif juga
harus menjadi perantara anatara kultur sekolah dengan kultur dari murid tertentu,
terutama mereka yang kurang sukses secara akademik (Diaz, 1997). Persoalan
kultural yang harus dipahami dengan baik oleh guru yang kompeten antara lain:
2) Apakah penilaian saya tentang murid memang ada dasarnya secara kultural atau
hanya prasangka?
8
2. Komitmen dan Motivasi
9
C. Riset dalam Psikologi Pendidikan
1. Mengapa Riset Itu Penting?
Kadang-kadang dikatakan bahwa pengalaman adalah guru yang penting.
Pengalaman anda dan pengalaman orang lain, pengalaman administrator, dan para
periset bisa membuat anda menjadi guru yang efektif.
Kita mendapat informasi bukan hanya dari pengalaman pribadi, tetapi juga dari
pakar atau otoritas ahli. Dalam karier mengajar anda, anda akan banyak mendengar
para pakar mengemukakan “cara terbaik” untuk mendidik murid. Akan tetapi para
pakar itu tak selalu seia sekata, bukan? Seorang guru yang bepengalaman mungkin
memberi tahu anda untuk melakukan sesuatu, sedangkan guru lainnnya
menyarankan anda melakukan hal sebaliknya. Kalau begitu, siapa yang bisa
dipercaya? Salah satu cara untuk memahami hal ini adalah dengan menengok para
riset yang telah dilakukan pada topik tersebut. Sehingga riset membantu para
pendidik memahami bagaimana siswa belajar, berperilaku, dan berkembang,
sehingga dapat meningkatkan pengalaman pendidikan.
10
3. Metode Riset
a) Riset Deskriptif, riset ini bertujuan mengamati dan mencatan perilaku. Riset ini
bisa dilakukan dengan cara melakukan observasi, wawancara dan kuisioner, tes
standar, studi kasus, serta studi etnografik.
c) Riset Eksperimental, dengan riset ini ahli psikologi bisa menentukan sebab-
sebab perilaku.ahli psikologi Pendidikan mencari sebab-sebab tersebut dengan
melakukan eksperimen. Eksperimen menggunakan paling tidak satu variable
independent (bebas) dan satu variable dependen (tergantung).
11
5. Tantangan Riset
b) Gender. Biasanya sains dikatakan sebagai ilmu yang netral dsn bebas nilai.
Namun banyak pakar gender percaya bahwa banyak Pendidikan dan riset
mengandung bias gender (worell, 2001.
c) Etnis dan kultur. Secara historis, anak etnis minoritas diabadikan dalam riset
atau sekadar dianggap sebagai variasi dari norma atau kelaziman.
e) Ingat bahwa kesimpulan sebab akibat tak bisa diambil dari studi korelasional
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14