Professional Documents
Culture Documents
ASFIKSIA NEONATORUM
Oleh :
Tri Windarti
NIM. PB. 1905059
A. Definisi
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera
atau beberapa saat setelah lahir. Secara klinik ditandai dengan sianosis, bradikardi,
hipotonia, dan tidak ada respon terhadap rangsangan, yang secara objektif dapat dinilai
dengan skor APGAR. Keadaan ini disertai hipoksia, hiperkapnia, dan berakhir dengan
asidosis. Konsekuensi fisiologis yang terutama terjadi pada bayi dengan asfiksia adalah
depresi susunan saraf pusat dengan kriteria menurut WHO tahun 2008 didapatkan
adanya gangguan neurologis berupa Hypoxic Ischaemic Enchepalopaty (HIE), akan
tetapi kelainan ini tidak dapat diketahui dengan segera.
Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan. Asfiksia dalam kehamilan
dapat disebabkan oleh penyakit infeksi akut atau kronis, keracunan obat bius, uremia,
toksemia gravidarum, anemia berat, cacat bawaan, atau trauma. Sementara itu, asfiksia
dalam persalinan disebabkan oleh partus yang lama, ruptura uteri, tekanan terlalu kuat
kepala anak pada plasenta, prolapsus, pemberian obat bius yang terlalu banyak dan pada
saat yang tidak tepat, plasenta previa, solusia plasenta, serta plasenta tua (serotinus)
(Nurarif, 2013).
B. Prevalensi
Angka kematian bayi merupakan salah satu indikator dalam menentukan derajat
kesehatan anak. Setiap tahun kematian bayi baru lahir atau neonatal mencapai 37% dari
semua kematian pada anak balita. Setiap hari 8.000 bayi baru lahir di dunia meninggal
dari penyebab yang tidak dapat dicegah. Mayoritas dari semua kematian bayi, sekitar
75% terjadi pada minggu pertama kehidupan dan antara 25% sampai 45% kematian
tersebut terjadi dalam 24 jam pertama kehidupan seorang bayi. Penyebab utama
kematian bayi baru lahir atau neonatal di dunia antara lain bayi lahir prematur 29%,
sepsis dan pneumonia 25% dan 23% merupakan bayi lahir dengan Asfiksia dan trauma.
Asfiksia lahir menempati penyebab kematian bayi ke 3 di dunia dalam periode awal
kehidupan (WHO, 2012).
Asfiksia Neonatorum merupakan kondisi atau keadaan dimana bayi tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Keadaan tersebut akan disertai
dengan keadaan hipoksia, hiperkapnea, dan berakhir dengan asidosis. Asfiksia
merupakan masalah yang terjadi pada bayi baru lahir, suatu kelahiran erat kaitannya
dengan proses persalinan, dalam persalinan terdapat 4 tahapan yaitu kala I (pembukaan
0 sampai lengkap), kala II (persalinan janin), kala III (persalinan plasenta), kala IV (2
jam setelah plasenta lahir).
C. Etiologi
Asfiksia dapat terjadi karena beberapa faktor (Nurarif, 2013).
1. Faktor Ibu
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu melalui plasenta
berkurang. Akibatnya, aliran oksigen ke janin juga berkurang dan dapat
menyebabkan gawat janin dan akhirnya terjadilah asfiksia. Berikut merupakan
keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia pada bayi baru lahir:
a. Preeklamsia dan eklamsia
b. Demam selama persalinan
c. Kehamilan postmatur
d. Hipoksia ibu
e. Gangguan aliran darah fetus, meliputi :
1) Gangguan kontraksi uterus pada hipertoni, hipotoni, tetani uteri
2) Hipotensi mendadak pada ibu karena perdarahan
3) Hipertensi pada penyakit toksemia
f. Primi tua, DM, anemia, riwayat lahir mati, dan ketuban pecah dini
2. Faktor Plasenta
Keadaan berikut ini berakibat pada penurunan aliran darah dan oksigen melalui
tali pusat ke bayi, sehingga bayi mungkin mengalami asfiksia:
a. Abruptio plasenta
b. Solutio plasenta
c. Plasenta previa
3. Faktor Fetus
Pada keadaan berikut bayi mungkin mengalami asfiksia walaupun tanpa didahului
tanda gawat janin:
a. Air ketuban bercampur dengan mekonium
b. Lilitan tali pusat
c. Tali pusat pendek atau layu
d. Prolapsus tali pusat
4. Faktor Persalinan
Keadaan yang dapat menyebabkan asfiksia yaitu :
a. Persalinan kala II lama
b. Pemberian analgetik dan anastesi pada operasi caesar yang berlebihan sehingga
menyebabkan depresi pernapasan pada bayi
5. Faktor Neonatus
Berikut merupakan kondisi bayi yang mungkin mengalami asfiksia:
a. Bayi preterm (belum genap 37 minggu kehamilan) dan bayi posterm
b. Persalinan sulit (letak sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vakum,
forsep)
c. Kelainan konginetal seperti hernia diafragmatika, atresia/stenosis saluran
pernapasan, hipoplasi paru, dll.
d. Trauma lahir sehingga mengakibatkan perdarahan intracranial
D. Klasifikasi dan Manifestasi Klinis
Asfiksia dapat dibedakan menjadi dua, yaitu asfiksia pallida dan asfiksia livida
dengan masing-masing manifestasi klinis sebagai berikut (Nurarif, 2013):
Tabel 1. Karakteristik Asfiksia Pallida dan Asfiksia Livida
Perbedaan Asfiksia Pallida Asfiksia Livida
Warna Kulit Pucat Kebiru-biruan
Tonus Otot Sudah kurang Masih baik
Reaksi Rangsangan Negatif Positif
Bunyi Jantung Tidak teratur Masih teratur
Prognosis Jelek Lebih baik
Paru-paru berada pada rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot
dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru
terbagi atas dua bagian yaitu paru-paru kanan yang terdiri atas 3 lobus yaitu lobus atas,
tengah dan bawah. Paru-paru kiri yang terdiri atas 2 lobus yaitu lobus atas dan lobus
bawah yang dibatasi oleh fisura obliq. Bagian atas atau puncak paru disebut apeks yang
menjorok ke atas arah leher dan pada bagian bawah disebut basal. Paru-paru dibungkus
oleh dua selaput yang tipis, yang disebut pleura.
F. Faktor Risiko
Faktor risiko yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal yaitu faktor maternal,
plasenta-tali pusat, dan fetus atau neonatus:
1. Kelainan maternal, dapat meliputi hipertensi, peyakit vaskular, diabetes, drug abuse,
penyakit jantung, paru, gangguan susunan saraf pusat, hipotensi, ruptura uteri, tetani
uteri, panggul sempit.
2. Kelainan plasenta dan tali pusat, meliputi infark dan fibrosis plasenta, prolaps atau
kompresi tali pusat, kelainan pembuluh darah umbilikus.
3. Kelainan fetus atau neonatus meliputi anemia, hidrops, infeksi, pertumbuhan janin
terhambat, serotinus.
Selain itu, kurangnya kesadaran calon ibu untuk melakukan ANC, status nutrisi yang
rendah, perdarahan saat melahirkan, dan infeksi saat kehamilan juga merupakan faktor
resiko terjadinya asfiksia. Ditambah lagi dengan letak bayi sungsang dan kelahiran
dengan berat bayi kurang dari 2500 gram, maka akan memperburuk keadaan dan
meningkatkan resiko asfiksia (Pitsawong, 2011). Namun sayangnya, berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Ogunlesi dkk (2013) dinyatakan bahwa dari 354 orang
responden yang diteliti, hampir seluruhnya tidak mengetahui faktor resiko terjadinya
asfiksia (Ongunlesi, 2013).
G. Patofisiologi
Pembuluh darah arteriol yang ada di paru-paru bayi masih dalam keadaan kontriksi
dan hampir seluruh darah dari jantung kanan tidak dapat melalui paru-paru sehingga
darah dialirkan melalui duktus arteriosus kemudian masuk ke aorta namun suplai
oksigen melalui plasenta ini terputus ketika bayi memasuki kehidupan ekstrauteri
(Masruroh, 2016). Hilangnya suplai oksigen melalui plasenta pada masa ekstrauteri
menyebabkan fungsi paru neonatus diaktifkan dan terjadi perubahan pada alveolus yang
awalnya berisi cairan kemudian digantikan oleh oksigen. Proses penggantian cairan
tersebut terjadi akibat adanya kompresi dada (toraks) bayi pada saat persalinan kala II
dimana saat pengeluaran kepala, menyebabkan badan khususnya dada (thoraks) berada
dijalan lahir sehingga terjadi kompresi dan cairan yang terdapat dalam paru dikeluarkan.
Setelah thoraks lahir terjadi mekanisme balik yang menyebabkan terjadinya inspirasi
pasif paru karena bebasnya toraks dari jalan lahir, sehingga menimbulkan perluasan
permukaan paru yang cukup untuk membuka alveoli. Besarnya tekanan cairan pada
dinding alveoli membuat pernapasan yang terjadi segera setelah alveoli terbuka relatif
lemah, namun karena inspirasi pertama neonatus normal sangat kuat sehingga mampu
menimbulkan tekanan yang lebih besar ke dalam intrapleura sehingga semua cairan
alveoli dapat dikeluarkan (Hall & Guyton, 2014). Selain itu, pernapasan pertama bayi
timbul karena ada rangsangan-rangsangan seperti penurunan PO2 dan pH, serta
peningkatan PCO2 akibat adanya gangguan pada sirkulasi plasenta, redistribusi curah
jantung sesudah tali pusat diklem, penurunan suhu tubuh dan berbagai rangsangan
taktil. Namun apabila terjadi gangguan pada proses transisi ini, dimana bayi tidak
berhasil melakukan pernapasan pertamanya maka arteriol akan tetap dalam
vasokontriksi dan alveoli akan tetap terisi cairan. Keadaan dimana bayi baru lahir
mengalami kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah dilahirkan
disebut dengan asfiksia neonatorum (Fida & Maya, 2012). Gagal napas terjadi apabila
paru tidak dapat memenuhi fungsi primernya dalam pertukaran gas, yaitu oksigenasi
darah arteri dan pembuangan karbon dioksida. Proses pertukaran gas terganggu apabila
terjadi masalah pada difusi gas pada alveoli. Difusi gas merupakan pertukaran antara
oksigen dengan kapiler paru dan CO2 kapiler dengan alveoli. Proses difusi gas pada
alveoli dipengaruhi oleh luas permukaan paru, tebal membran respirasi/permeabelitas
membran, perbedaan tekanan dan konsentrasi oksigen dan afinitas gas (Hidayat, 2010).
H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan diantaranya yaitu :
1. Analisa Gas Darah (AGD) : pH kurang dari 7,20
2. Penialaian APGAR score, meliputi warna kulit, frekuensi jantung, usaha napas, tonus
otot, dan reflek
3. Pemeriksaan EEG dan CT-Scan jika sudah timbul komplikasi
4. Pengkajian spesifik.
Menurut Nurarif & Kusuma (2015) pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada
pasien asfiksia berupa pemeriksaan:
1. Laboratorium AGD : mengkaji tingkat dimana paru-paru mampu memberikan O2
yang adekuat.
2. Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik
3. Babygram (photo rongten dada)
4. Elektrolit darah
5. Gula darah
6. Pulse oximetry : metode pemantauan non invasive secara kontinyu terhadap saturasi
O2 Hb, pemantauan SPO2
I. Komplikasi
Komplikasi dapat mengenai beberapa organ pada bayi, diantaranya adalah sebagai
berikut :
1. Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
2. Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persiste pada neonatus, perdarahan paru,
edema paru
3. Gastrointestinal : enterokolitis nekotikos
4. Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH, anuria atau oliguria (< 1 ml/kg/jam) untuk 24
jam atau lebih dan kreatinin serum > 100 mmol/L
5. Hematologi : DIC
6. Hepar : aspartate amino transferase > 100 U/L, atau alanine amino transferase >
100 U/L sejak minggu pertama kelahiran
Komplikasi yang khas pada asfiksia neonatorum yaitu Enselopati Neonatal atau
Hipoksik Iskemik Enselopati yang merupakan sindroma klinis berupa gangguan fungsi
neurologis pada hari-hari awal kehidupan bayi aterm. Penelitian yang dilakukan oleh
oleh Wintermark dkk (2011) menyatakan bahwa meskipun induksi hipotermia sedang
selama 72 jam pada bayi dengan asfiksia neonatorum tidak secara signifikan
mengurangi tingkat kematian maupun cacat berat, tetapi menghasilkan pengaruh baik
terhadap sistem saraf pada bayi yang selamat.
J. Pathway
Bayi lahir
Kelainan
maternal
Suplai O2 ke plasenta
Kelainan terputus
plasenta dan
tali pusat
Kompresi terganggu
Kelainan fetus
Gagal Napas
Gregorio HO, Rojas DM, Villanueva D, Jaime HB, Bonilla XS, Gonzales
LT, et al. 2011. Caffeine Therapy for Apnoea of Prematurity :
Pharmacological Treatment. African Jornal of Pharmacy and
Pharmacology : 5(4); 564-71.
T. Heather Herdman, PHD, FNI dan Shigemi Kamitsuru PHD, FNI. 2018.
Nursing Diagnosis: Definition and Classification 2018-2020.
Jakarta :Penerbit Buku Kedokteran EGC.