You are on page 1of 11

JURNAL

HUBUNGAN ANTARA MOTIF DENGAN BERAT RINGANNYA SANKSI

PIDANA BAGI PELAKU PEMBUNUHAN DALAM KELUARGA

Diajukan oleh :

Arysthanya Arysanto

NPM : 120510852

Program Studi : Ilmu Hukum

Program Kekhususan : Peradilan Pidana

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA

2015
HUBUNGAN ANTARA MOTIF DENGAN BERAT RINGANNYA SANKSI
PIDANA BAGI PELAKU PEMBUNUHAN DALAM KELUARGA
Arysthanya Arysanto
Dr. G. Widiartana, S.H., M.Hum.
Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Email : thanya_bluegirls@yahoo.com

Abstract

Endowed by God Almighty with reason and conscience, thus people have the freedom to decide
their own behavior or actions. Basic freedoms and basic rights that we called as human rights.
Denial of the right is equal with denial of human dignity. Criminal act of murder is one example of
the denial of human rights, especially the murder was committed within the family. In conducting
the criminal act of murder, the offender will be motivated by a motive for murder. Thus, research is
needed on the Relationship between Motive with The Vary of Criminal Penalty in The Family
Homicide. Based on these problems, found the formulation of the problem of the relationship
between the motive with the severity of criminal sanctions for the perpetrators of the family
homicide. The method used to examine the formulation of this problem is the normative legal
research. The type of data that will be used is secondary data as the main data. Secondary data
consists of Primary Law Materials and Secondary Law Materials. Based on data obtained from
this research, it can be concluded that there is a relationship between the motives with the severity
of criminal sanctions. Motive of the homicide is one of the base consideration of the judge to
determine the severity of criminal sanctions for perpetrators .

Keyword: Crime Murder, Actors Crime, Family Homicide, Criminal Sanctions

1. PENDAHULUAN Di sisi lain, di dalam keluarga


Sebagai makhluk Tuhan Yang seringkali terjadi kekerasan, salah satu
Maha Esa, pada manusia melekat secara perwujudan terjadinya kekerasan tersebut
kodrati hak asasi manusia sebagai adalah dengan terjadinya tindak pidana
anugerah Tuhan Yang Maha Esa. pembunuhan. Hal ini diatur di KUHP dan
Pengingkaran terhadap HAM berarti Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004
mengingkari martabat kemanusiaan. Oleh Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam
karena itu, negara, pemerintah, atau Rumah Tangga. Tindak pidana
organisasi apapun mengemban kewajiban pembunuhan dalam keluarga bertentangan
untuk mengakui dan melindungi hak asasi dengan norma-norma hukum positif yang
manusia pada setiap manusia tanpa berlaku di Indonesia. Negara sebagai
kecuali. Di satu sisi, perlindungan pelindung dan pengayom masyarakat
terhadap hak asasi manusia secara umum berperan penting dalam menerapkan
telah dijamin oleh negara dalam berbagai norma-norma hukum positif tersebut di
peraturan perundang-undangan, yaitu dalam masyarakat, khususnya di dalam
UUD 1945, Undang-Undang Nomor 23 keluarga, agar fakta sosial yang ada di
Tahun 2004 Tentang Penghapusan dalam masyarakat tidak bertentangan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, dan dengan peraturan perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang sudah ada. Tujuan dari penelitian ini
tentang Perlindungan Anak jo. Undang- adalah untuk mengetahui hubungan antara
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang motif dengan berat ringannya sanksi
Perubahan Undang-Undang Nomor 23 pidana bagi pelaku pembunuhan dalam
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak keluarga.

2
Hakim dalam memeriksa, Hakim karena jabatannya dapat
mengadili dan memutus suatu perkara, menambah/melengkapi dasar-dasar
pertama kali harus menggunakan hukum hukum itu sepanjang tidak merugikan
tertulis sebagai dasar putusannya, jika pihak- pihak yang berperkara. Hakim
dalam hukum tertulis tidak cukup, tidak menemukan hukum melalui sumber-
tepat dengan permasalahan dalam suatu sumber sebagaimana tersebut diatas, jika
perkara, maka barulah hakim mencari dan tidak ditemukan dalam sumber-sumber
menemukan sendiri hukumnya dari tersebut maka ia harus mencarinya dengan
sumber-sumber hukum yang lain seperti mempergunakan metode interprestasi dan
yurisprudensi, doktrin, traktat, kebiasaan konstruksi. Metode interprestasi adalah
atau hukum tidak tertulis. Pasal 10 ayat penafsiran terhadap teks undang-undang,
(1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 masih tetap berpegang pada bunyi teks
tentang Kekuasaan Kehakiman itu, sedangkan metode kontruksi hakim
menentukan bahwa pengadilan dilarang mempergunakan penalaran logisnya untuk
menolak untuk memeriksa, mengadili, mengembangkan lebih lanjut suatu teks
memutus suatu perkara yang diajukan undang-undang, dimana hakim tidak lagi
dengan dalil hukum tidak ada atau kurang terikat dan berpegang pada teks itu, tetapi
jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dengan syarat hakim tidak mengabaikan
dan mengadilinya. Ketentuan pasal ini hukum sebagai suatu sistem.
memberi makna bahwa hakim sebagai Putusan hakim dapat dikatakan
organ utama pengadilan dan sebagai baik, dan sempurna jika putusan tersebut
pelaksana kekuasaan kehakiman wajib dapat diuji dengan empat kriteria dasar
hukumnya bagi hakim untuk menemukan pertanyaan yang berupa : Benarkah
hukumnya dalam suatu perkara meskipun putusanku ini? Jujurkah aku dalam
ketentuan hukumnya tidak ada atau mengambil keputusan? Adilkah bagi
kurang jelas. pihak-pihak yang bersangkutan?
Hakim dalam mengadili suatu Bermanfaatkah putusanku ini? Prakteknya
perkara yang diajukan kepadanya harus walaupun bertitik tolak dari sikap-sikap
mengetahui dengan jelas tentang fakta dan seorang hakim yang baik, kerangka
peristiwa yang ada dalam perkara landasan berpikir/bertindak dan melalui
tersebut. Majelis Hakim oleh karena itu, empat buah titik pertanyaan tersebut
sebelum menjatuhkan putusannya terlebih diatas maka hakim tenyata seorang
dahulu harus menemukan fakta dan manusia biasa yang tidak luput dari
peristiwa yang terungkap dari terdakwa kelalaian, kekeliruan/kehilafan
dan korban, serta alat-alat bukti yang (rechterlijk dwaling), rasa rutinitas,
diajukan oleh para pihak dalam kekurangan hati-hatian, dan kesalahan.
persidangan. Terhadap hal yang terakhir Praktek peradilan didalamnya, ada saja
ini Majelis Hakim harus aspek-aspek tertentu yang luput dan kerap
mengonstruksikan dan kurang diperhatikan hakim dalam
mengkualifikasikan peristiwa dan fakta membuat putusan. 1
tersebut, sehingga ditemukan Sebelum mencari pengertian dari
peristiwa/fakta yang konkret. Setelah pembunuhan, perlu diketahui bahwa suatu
Majelis Hakim menemukan peristiwa dan perbuatan pidana dapat dikatakan sebagai
fakta secara obyektif, maka Majelis perbuatan pidana apabila mempunyai
Hakim menemukan hukumnya secara unsur atau elemen perbuatan pidana.
tepat dan akurat terhadap peristiwa yang Menurut Prof. Moeljatno, yang
terjadi itu.
Jika dasar-dasar hukum yang
1
dikemukakan oleh pihak-pihak yang Lilik Mulyadi, Bunga Rampai Hukum Pidana :
berperkara kurang lengkap, maka Majelis Perspektif , Teoritis dan Praktik, Alumni,
Bandung, 2008, hlm.189

3
merupakan unsur atau elemen perbuatan sebuah perbuatan kriminal yang
pidana, yaitu : menyebabkan hilangnya nyawa seseorang.
a. Kelakuan dan akibat. Saat ini banyak terjadi peristiwa pembunuhan
b. Keadaan yang menyertai perbuatan. di berbagai daerah. Hal ini selain dipengaruhi
c. Keadaan tambahan yang oleh motif atau latar belakang dari sang
memberatkan pidana. pelaku, juga merupakan gambaran
d. Unsur melawan hukum yang merosotnya moral bangsa ini.
obyektif. Kemerosotan moral, himpitan
e. Unsur melawan hukum yang ekonomi, ketidaksabaran, dan kebencian
subyektif. 2 adalah beberapa faktor yang menyebabkan
Menurut Leden Marpaung, unsur- terjadinya pembunuhan. Begitu mudahnya
unsur dari pembunuhan adalah : para pelaku menghilangkan nyawa orang lain
a. Barangsiapa, ada orang tertentu yang ini patut diteliti penyebabnya. Kerasnya
melakukannya; kehidupan dan rapuhnya pendidikan agama
b. Dengan sengaja, dalam ilmu hukum mungkin juga menjadi faktor begitu
pidana, dikenal tiga jenis bentuk sengaja mudahnya seseorang menghilangkan nyawa
(dolus), yakni : orang lain. Menurut Remedia, beberapa latar
1) Sengaja sebagai maksud; belakang terjadinya pembunuhan yang terjadi
2) Sengaja dengan keinsyafan pasti; di tanah air adalah motif sakit hati dan motif
3) Sengaja dengan keinsyafan harta.
kemungkinan/dolus eventualis;
c. Menghilangkan nyawa orang lain.3 2. METODE
Pelaku tindak pidana (Dader) menurut Jenis penelitian hukum yang
doktrin adalah barang siapa yang dipergunakan adalah jenis penelitian
melaksanakan semua unsur-unsur tindak hukum normatif. Jenis penelitian hukum
pidana sebagai mana unsur-unsur tersebut normatif bertitik fokus pada hukum positif
dirumuskan di dalam undang-undang berupa peraturan perundang-undangan.
menurut KUHP. Seperti yang terdapat dalam Data yang dipergunakan adalah data
Pasal 55 (1) KUHP yang berisi : sekunder sebagai data utama. Data
Dipidana sebagai pelaku Sekunder terdiri atas Bahan Hukum
tindak pidana : Primer dan Bahan Hukum Sekunder :
a. Mereka yang melakukan, yang a. Bahan Hukum Primer
menyuruh melakukan, dan yang 1) Pasal 28A Undang-Undang
turut serta melakukan perbuatan. Dasar 1945 yang berisi tiap
b. Mereka yang dengan memberi orang berhak untuk hidup dan
atau menjanjikan sesuatu dengan mempertahankan kehidupannya
menyalahgunakan kekuasaan dan Pasal 28B ayat (2) Undang-
atau martabat, dengan Undang Dasar 1945 yang berisi
kekerasan, ancaman atau tiap orang berhak atas
penyesatan, atau dengan kelangsungan hidup, tumbuh,
memberi kesempatan, sarana dan berkembang.
atau keterangan, sengaja 2) Pasal 3 huruf a Undang-Undang
menganjurkan orang lain supaya Nomor 23 Tahun 2004 tentang
melakukan perbuatan. Penghapusan Kekerasan Dalam
Latar belakang pembunuhan yang Rumah Tangga yang berisi
sering terjadi di Indonesia ini bervariasi. bahwa penghapusan kekerasan
Pengertian pembunuhan sendiri adalah dalam rumah tangga
dilaksanakan berdasarkan asas
2
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Rineka penghormatan Hak Asasi
Cipta, Jakarta, 2009, hlm.69 Manusia. Selain itu, Pasal 44
3
Ibid, hlm.22

4
ayat (3) Undang-Undang Nomor (3)), dan UU Perlindungan Anak
23 Tahun 2004 tentang (Pasal 3). Prinsip penalaran hukum
Penghapusan Kekerasan Dalam dari sistematisasi secara vertikal
Rumah Tangga yang berisi tersebut adalah subsumsi, sehingga
tentang ancaman pidana untuk tidak perlu asas berlakunya peraturan
kekerasan fisik dalam lingkup perundang-undangan. Dalam
rumah tangga yang sistematisasi bahan hukum primer,
menyebabkan kematian pada secara horizontal terdapat
korbannya. harmonisasi antara Undang-Undang
3) Pasal 3 UU Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2004 (Pasal 3 huruf
yang berisi perlindungan anak a dan Pasal 44 ayat (3)), dengan UU
bertujuan untuk menjamin hak Perlindungan Anak (Pasal 3). Prinsip
anak sesuai harkat dan martabat penalaran hukum dari sistematisasi
kemanusiaan. secara horizontal tersebut adalah non
b. Bahan Hukum Sekunder kontradiksi, sehingga tidak perlu asas
Bahan Hukum Sekunder berlakunya peraturan perundang-
yang akan digunakan dalam undangan.
penelitian ini adalah berupa pendapat 3) Analisis hukum positif, yaitu open
hukum tentang Hubungan Antara system (peraturan perundang-
Motif Dengan Sanksi Pidana Bagi undangan terbuka untuk
Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan dievaluasi/dikaji).
Dalam Keluarga yang diperoleh dari 4) Interpretasi hukum positif, yaitu
fakta hukum, asas hukum, literatur, dengan interpretasi gramatikal
jurnal, hasil penelitian, dokumen (mengartikan term bagian kalimat
berupa putusan hakim, surat kabar, menurut bahasa sehari-hari atau
dan internet. Selain itu, pendapat bahasa hukum) dan interpretasi
hukum juga dapat diperoleh dari sistematis (mendasarkan
narasumber, yaitu hakim yang ada/tidaknya sinkronisasi atau
mengadili kasus tindak pidana harmonisasi). Selain itu juga
pembunuhan dalam keluarga. menggunakan interpretasi teleologis,
Teknik analisis data yang yaitu setiap peraturan mempunyai
digunakan dalam penelitian ini adalah tujuan tertentu.
dengan menganalisis Bahan Hukum 5) Menilai hukum positif, dalam hal ini
Primer yang berupa peraturan perundang- menilai tentang kemanusiaan dan
undangan, yaitu : keadilan.
1) Deskripsi, yaitu Selain itu, juga menganalisis
menguraikan/memaparkan peraturan Bahan Hukum Sekunder dengan
perundang-undangan yang terkait dideskripsikan, dicari persamaan, atau
mengenai isi maupun struktur tentang perbedaan untuk mengkaji peraturan
Hubungan Antara Motif Dengan perundang-undangan mengenai Hubungan
Sanksi Pidana Bagi Pelaku Tindak Antara Motif Dengan Sanksi Pidana Bagi
Pidana Pembunuhan Dalam Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan
Keluarga. Dalam Keluarga.
2) Dalam sistematisasi dari bahan
hukum primer, terdapat sinkronisasi 3. HASIL DAN PEMBAHASAN
secara vertikal antara Undang- Perkara dengan Nomor
Undang Dasar 1945 (Pasal 28A dan 132/Pid.Sus/2015/PN.Slmn. merupakan
Pasal 28B ayat (2)) dengan Undang- salah satu contoh kasus pembunuhan
Undang Nomor 23 Tahun 2004 dalam keluarga yang terjadi pada tahun
(Pasal 3 huruf adan Pasal 44 ayat 2015. Pelaku bernama Arie Soebianto

5
dinyatakan bersalah sesuai dengan yang berguna. Di samping itu, penjatuhan
dakwaan kesatu primair Pasal 340 KUHP, sanksi pidana juga bertujuan preventif,
yaitu dengan sengaja menghilangkan yaitu untuk mencegah dilakukannya
nyawa orang lain dengan merencanakan perbuatan pidana, serta untuk mengayomi
terlebih dahulu. Korban dalam kasus dan melindungi negara dan masyarakat.4
pembunuhan dalam keluarga ini tidak lain Berdasarkan hasil wawancara yang
adalah istri dari pelaku sendiri, Maria dilakukan penulis, maka terlihat adanya
Christina Sriani Pudji Rahayu Trisno. keterkaitan yang erat antara motif dengan
Pelaku diputus pidana penjara oleh berat atau ringannya penjatuhan sanksi
Majelis Hakim selama 20 tahun. pidana dalam kasus pembunuhan
Berdasarkan fakta-fakta keluarga. Khususnya, dalam kasus ini
persidangan, motif pelaku dalam dikategorikan sebagai pembunuhan dalam
melakukan tindak pidana pembunuhan keluarga yang direncanakan. Sesuai
terhadap korban adalah karena motif dengan Pasal 55 ayat (1) huruf a KUHP,
harta. Selain motif harta, motif lain yang pelaku tindak pidana dalam kasus
tidak dapat dipungkiri adalah karena pembunuhan ini telah memenuhi unsur
pelaku mempunyai kekasih gelap di luar sebagai pelaku tindak pidana, yaitu orang
perkawinannya dengan korban dan berniat yang sendiri melakukan perbuatan pidana.
akan menikahi kekasihnya tersebut Keluarga dalam kasus pembunuhan ini
sesudah istrinya meninggal. Motif juga telah memenuhi arti keluarga sesuai
perselingkuhan ini termasuk dalam motif dengan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang
kemerosotan moral yang dapat disebabkan Nomor 10 Tahun 1992 tentang
karena kurangnya penerapan nilai Perkembangan Kependudukan dan
keagamaan dalam hidup pelaku, sehingga Pembangunan Keluarga Sejahtera. Arti
dapat dengan mudah menghilangkan keluarga menurut pasal ini adalah unit
nyawa korban. Selain motif-motif ini, terkecil dalam masyarakat yang terdiri
fakta yang terungkap lainnya adalah dari suami-istri, atau suami-istri dan
tindak pidana ini terbukti secara sah dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu
meyakinkan merupakan tindak pidana dan anaknya.
pembunuhan yang direncanakan telebih Berdasarkan Pasal 28A Undang-
dahulu. Hal ini dapat dibuktikan dari Undang Dasar 1945 dan Pasal 28B ayat
rangkaian kejahatan si pelaku. Motif- (2) Undang-Undang Dasar 1945, serta
motif yang melatarbelakangi pelaku Pasal 3 huruf a Undang-Undang Nomor 3
dalam melakukan pembunuhan inilah Tahun 2004 tentang Penghapusan
yang mendasari hakim dalam Kekerasan Dalam Rumah Tangga, tindak
menjatuhkan sanksi pidana bagi pelaku. pidana pembunuhan dalam keluarga
Pidana penjara selama 20 tahun dalam kasus ini sangatlah bertentangan
merupakan angka maksimal dalam pidana dengan penghormatan atas hak hidup
penjara sementara waktu. Dalam amar seseorang, serta hak atas kelangsungan
putusannya, Bapak Sonny selaku hidupnya. Pembunuhan berencana yang
narasumber menjelaskan bahwa dilakukan terlebih dahulu dengan
penjatuhan sanksi pidana bagi pelaku kekerasan mengindikasikan bahwa secara
tindak pidana pembunuhan bukanlah sengaja pelaku hendak menghilangkan
untuk pembalasan dendam (represif) atas hak hidup dari korbannya. Adanya
perbuatan pidana yang telah dilakukan kekerasan yang juga dilakukan oleh
pelaku. Penjatuhan sanksi pidana bagi pelaku terhadap korbannya juga
pelaku melainkan bertujuan edukatif dan merupakan salah satu tindakan yang tidak
korektif bagi pelaku, agar pelaku
memperbaiki sikap dan perbuatannya
4
sehingga dapat menjadi warga masyarakat Hasil wawancara di Pengadilan Negeri Sleman
pada tanggal 15 Oktober 2015

6
menghormati hak hidup dari korban. dengan salah satu saksi yang tidak dapat
Dilihat dari cara pelaku mengeksekusi berlanjut karena terhalang oleh
korban di tempat kejadian, yaitu dengan perkawinan pelaku dengan korban.
memukuli, membenturkan dahi, serta Dengan meninggalnya korban, maka akan
mencekik leher korban, jelas terbuka peluang antara pelaku dengan
menunjukkan bahwa tindakan pelaku saksi untuk melanjutkan hubungan ke
telah melanggar hak asasi korban. arah yang lebih serius, yaitu perkawinan.
Berdasarkan Pasal 340 KUHP Motif lainnya, yaitu motif harta, juga
yang mengatur tentang pembunuhan tertuang jelas dalam amar putusan hakim.
berencana, kasus pembunuhan dalam Dalam amarnya, hakim menegaskan
keluarga ini jelas telah memenuhi unsur- bahwa berdasarkan fakta di persidangan,
unsur dari pasal tersebut. Hal ini dapat pelaku sedang dalam keadaan kesulitan
dibuktikan dari putusan hakim yang ekonomi. Dengan meninggalnya korban,
menyatakan pelaku bersalah secara sah maka harta yang berupa aset rumah dan
dan meyakinkan melakukan tindak pidana mobil, serta uang asuransi, secara penuh
sesuai dengan dakwaan kesatu primair akan berada dalam kekuasaan pelaku dan
Pasal 340 KUHP. Berikut adalah unsur- dapat digunakan untuk menyelesaikan
unsur dari Pasal 340 KUHP : kesulitan ekonomi pelaku. Dengan
a. Unsur barangsiapa. demikian, keterkaitan antara motif pelaku
b. Unsur dengan sengaja. membunuh korban sangatlah erat dengan
c. Unsur dengan rencana terlebih dahulu. pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
d. Unsur merampas nyawa orang lain. pidana penjara selama 20 tahun kepada
Fakta-fakta yang ada di persidangan pelaku.
menurut hakim sudah menunjukkan Perkara dengan Nomor
bahwa semua unsur-unsur tersebut telah 387/Pid.B/2013/PN.Slmn. merupakan
terpenuhi oleh si pelaku. contoh kedua kasus pembunuhan dalam
Motif sebagai suatu driving force keluarga yang terjadi pada tahun 2013.
yang menggerakkan manusia untuk Pelaku bernama Muksin dinyatakan
bertingkah laku, telah dimiliki oleh pelaku bersalah sesuai dengan dakwaan kesatu
dalam melakukan tindak pidana subsidair Pasal 338 KUHP, yaitu dengan
pembunuhan. Di dalam perbuatannya itu sengaja menghilangkan nyawa orang lain.
pelaku juga telah mempunyai tujuan Korban dalam kasus pembunuhan
tertentu. Motif yang melatarbelakangi keluarga ini adalah bayi perempuan (anak
pelaku dalam melakukan tindak pidana pelaku) dari hubungan di luar nikah antara
pembunuhan terhadap korbannya jelas pelaku dengan kekasihnya. Pelaku diputus
dijadikan salah satu dasar pertimbangan pidana penjara oleh Majelis Hakim
hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana, selama 8 tahun.
yaitu pidana penjara sementara waktu (20 Dalam wawancara dengan Bapak
tahun). Gede, beliau menyatakan bahwa motif
Hal ini dapat dibuktikan dari amar dari pelaku dalam melakukan tindak
putusan hakim yang menegaskan bahwa pidana pembunuhan terhadap anak
motif merupakan salah satu dasar kandungnya sendiri adalah karena rasa
pertimbangan hakim. Seperti yang telah malu dengan keluarga dan masyarakat.
dijelaskan sebelumnya, motif dari pelaku Selain motif tersebut, motif lainnya adalah
adalah motif perselingkuhan (akibat untuk menghilangkan tanggung jawabnya
kemerosotan moral) dan motif harta sebagai seorang yang telah menghamili
(ekonomi). Motif perselingkuhan ini jelas kekasihnya di luar nikah. Sebagai seorang
tertuang dalam amar putusan hakim yang yang masih berstatus mahasiswa (umur 21
menegaskan bahwa telah terbukti fakta tahun), pelaku merasa malu jika diketahui
adanya hubungan khusus antara pelaku oleh keluarga dan temannya sudah

7
mempunyai seorang bayi di luar nikah. dilanggar dan dirampas. Sebaliknya,
Tidak dapat dipungkiri bahwa motif malu sudah sepantasnyalah pelaku
merupakan salah satu motif yang menghormati hak hidup dari bayi tersebut.
melatarbelakangi pelaku dalam Berdasarkan Pasal 3 UU
melakukan tindak pidana pembunuhan. Perlindungan Anak, ditegaskan bahwa
Motif untuk menghilangkan tanggung perlindungan anak bertujuan untuk
jawabnya juga melatarbelakangi tindak menjamin hak anak sesuai harkat dan
pidana yang dilakukan oleh pelaku. martabat kemanusiaan. Tindak pidana
Pelaku yang dapat dikategorikan sebagai pembunuhan yang dilakukan oleh pelaku
“anak muda”, tentu tidak ingin hidupnya terhadap korban yang tergolong anak jelas
merasa dibebani oleh tanggung jawab telah melanggar pasal ini. Hak dari anak
untuk menjadi seorang ayah dan seorang tersebut untuk dilindungi sesuai harkat
suami.5 dan martabat kemanusiaan telah dirampas
Berdasarkan motif dan rangkaian oleh pelaku tanpa belas kasihan.
kejahatan tersebut, hakim menjatuhkan Perampasan hak anak ini menyebabkan si
sanksi pidana penjara bagi pelaku selama anak tidak mempunyai kesempatan untuk
8 tahun. Angka ini dapat dikatakan cukup hidup di dunia dan merasakan untuk
rendah mengingat dalam tuntutannya tumbuh dan berkembang selayaknya
jaksa menuntut 12 tahun pidana penjara. anak-anak lain.
Namun menurut hakim, tindak pidana Berdasarkan Pasal 338 KUHP
pembunuhan ini merupakan tindak pidana yang mengatur tentang pembunuhan,
yang tidak direncanakan terlebih dahulu, kasus pembunuhan dalam keluarga ini
sehingga 8 tahun merupakan pidana yang jelas telah memenuhi unsur-unsur dari
pantas bagi pelaku. Perlu diketahui, dalam pasal tersebut. Hal ini dapat dibuktikan
menjatuhkan putusan hakim harus dari putusan hakim yang menyatakan
mempertimbangkan juga unsur yuridis pelaku bersalah secara sah dan
(kepastian hukum), unsur sosiologis meyakinkan melakukan tindak pidana
(kemanfaatan hukum), dan unsur filosofis sesuai dengan dakwaan kesatu subsidair
(keadilan). Pasal 338 KUHP. Berikut adalah unsur-
Sesuai dengan Pasal 28A dan unsur dari Pasal 338 KUHP :
Pasal 28B ayat (2) Undang-Undang Dasar a. Unsur barangsiapa.
1945, tindak pidana pembunuhan dalam b. Unsur dengan sengaja.
keluarga ini sangatlah bertentangan c. Unsur menghilangkan nyawa orang
dengan penghormatan terhadap hak hidup lain.
seseorang dan hak atas kelangsungan Fakta-fakta yang ada di persidangan
hidupnya. Tindak pidana yang dilakukan menurut hakim sudah menunjukkan
pelaku terhadap korban hingga meregang bahwa semua unsur-unsur tersebut telah
nyawa sangatlah tidak manusiawi. Dilihat terpenuhi oleh si pelaku.
dari segi korban yang masih bayi, Motif sebagai suatu driving force
berumur 1 hari, dan tidak berdosa, yang menggerakkan manusia untuk
pembunuhan yang dilakukan pelaku jelas bertingkah laku, juga telah dimiliki oleh
melanggar hak hidup dari bayi tersebut, pelaku dalam melakukan tindak pidana
terlebih bayi tersebut adalah anak pembunuhan, sama seperti pada pelaku
kandung dari pelaku sendiri. Sebagai kasus pertama. Di dalam perbuatannya itu
seorang manusia, meskipun korban pelaku juga telah mempunyai tujuan
hanyalah seorang bayi berumur 1 hari, tertentu. Motif yang melatarbelakangi
tidak sepantasnyalah hak asasinya pelaku dalam melakukan tindak pidana
pembunuhan terhadap korbannya juga
dijadikan salah satu dasar pertimbangan
5
Hasil wawancara di Pengadilan Negeri Sleman hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana,
pada tanggal 20 Oktober 2015

8
sama seperti pada kasus pertama, yaitu motif untuk menentukan berat ringannya
pidana penjara sementara waktu (8 tahun). sanksi pidana bagi pelaku pembunuhan
Hal ini dapat dibuktikan dari amar dalam keluarga. Motif dari pembunuhan
putusan hakim yang menjelaskan bahwa merupakan salah satu dasar pertimbangan
motif dari pelaku sangatlah berpengaruh hakim untuk menentukan berat ringannya
pada lamanya penjatuhan sanksi pidana. sanksi pidana bagi pelaku. Motif pada
Seperti yang telah dijelaskan kasus pertama, yaitu motif harta dan motif
sebelumnya, motif dari tindak pidana perselingkuhan, mendapatkan sanksi
pembunuhan dalam kasus kedua ini pidana yang lebih berat (20 tahun) jika
adalah karena rasa malu dan untuk dibandingkan dengan kasus kedua. Motif
menghilangkan tanggung jawab pada diri pada kasus kedua, yaitu motif malu dan
pelaku. Namun, tindak pidana motif untuk menghilangkan rasa tanggung
pembunuhan ini tidak dilakukan dengan jawab, mendapatkan sanksi pidana yang
rencana terlebih dahulu oleh pelaku, lebih ringan (8 tahun). Berkaitan dengan
sehingga sanksi pidana yang diberikan motif pembunuhan dari pelaku, terdapat
oleh hakim tidak mencapai angka faktor lain yang menjadi pertimbangan
maksimal (15 tahun). Dengan demikian, hakim untuk menentukan berat ringannya
terdapat keterkaitan yang erat antara motif sanksi pidana bagi pelaku. Faktor tersebut
dari pelaku untuk melakukan tindak adalah apakah pembunuhan tersebut
pidana pembunuhan, dengan sanksi direncanakan atau tidak, serta bagaimana
pidana yang dijatuhkan oleh hakim rangkaian kejahatan tersebut dilakukan
kepada pelaku dalam kasus kedua ini. oleh pelaku.
Berdasarkan Undang-Undang
Dasar 1945, Undang-Undang Nomor 23 5. REFERENSI
Tahun 2004 tentang Penghapusan Abidin Farid Z. dan A. Hamzah, 2006,
Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU Bentuk-bentuk Khusus
Perlindungan Anak, dan KUHP, tidak ada Perwujudan Delik dan Hukum
satu pasal pun yang mengatur tentang Penitensier, Rajawali Pers,
keterkaitan antara motif dengan berat Jakarta.
ringannya pemidanaan. Namun, jika
dilihat pada Pasal 55 ayat (1) huruf b Hadiati Soeroso Moerti, 2012, Kekerasan
Buku Kesatu RUU KUHP 2013, Dalam Rumah Tangga Dalam
pengaturan tentang motif sudah Perspektif Yuridis-
dituangkan dalam pasal tersebut, yaitu Viktimologis, Sinar Grafika,
“Dalam pemidanaan wajib Jakarta.
dipertimbangkan motif dan tujuan
melakukan tindak pidana”. Hal ini Leden Marpaung, 1999, Tindak Pidana
menunjukkan bahwa pengaturan tentang Terhadap Nyawa dan Tubuh,
motif yang berkaitan dengan pemidanaan Sinar Grafika, Jakarta.
sangat diperlukan untuk menjadi dasar
pertimbangan hakim dalam menjatuhkan Lilik Mulyadi, 2008, Bunga Rampai
putusan pidana bagi pelaku pembunuhan Hukum Pidana : Perspektif,
dalam keluarga. Teoritis Dan Praktik. Alumni,
Bandung.
4. KESIMPULAN
Berdasarkan data yang diperoleh Moeljatno, 2009, Asas-asas Hukum
dari penelitian ini, maka dapat Pidana, Rineka Cipta, Jakarta.
disimpulkan bahwa hubungan antara
motif dengan berat ringannya sanksi Moeljatno NY. L., 1982, Kriminologi,
pidana adalah terdapat keterkaitan antara Bina Aksara, Jakarta.

9
Indonesia Tahun 1981 Nomor
Roeslan Saleh, 1981, Perbuatan dan 76. Sekretariat Negara. Jakarta.
Pertanggung Jawaban Pidana,
Aksara Bara, Jakarta. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Republik Indonesia (KUHP)
Santoso Topo dan Eva Achjani Zulfa,
2012, Kriminologi, Rajawali http://www.yuwonoputra.com/2013/07/pe
Pers, Jakarta. ngertian-dan-jenis-motif.html,
diakses pada tanggal 6 Maret
Undang-Undang Dasar Republik 2015, pukul 10.01 WIB
Indonesia Tahun 1945.
http://makalah-hukum-
Undang-Undang Republik Indonesia pidana.blogspot.com/2014/01/
Nomor 35 Tahun 2014 tentang pelaku-tindak-pidana-
Perubahan Atas Undang- dader.html, diakses pada 6
Undang Nomor 23 Tahun 2002 Maret 2015, pukul 10.55 WIB
tentang Perlindungan Anak.
Lembaran Negara Republik https://alamandang.wordpress.com/2013/0
Indonesia Tahun 2014 Nomor 8/01/definisi-rumahtangga-
297. Sekretariat Negara. adalah/, diakses pada 6 Maret
Jakarta. 2015, pukul 11.03 WIB

Undang-Undang Republik Indonesia http://unsilster.com/2012/04/pengertian-


Nomor 23 Tahun 2004 tentang keluarga-dan-fungsi-keluarga/,
Penghapusan Kekerasan diakses pada 6 Maret 2015,
Dalam Rumah Tangga. pukul 11.03 WIB
Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor http://bphn.go.id/data/documents/92uu010
95. Sekretariat Negara. Jakarta. .doc, diakses pada 20 Maret
2015, pukul 11.35 WIB
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 39 Tahun 1999 tentang http://www.bimbingan.org/latar-belakang-
Hak Asasi Manusia. Lembaran pembunuhan.htm, diakses pada
Negara Republik Indonesia 16 September 2015 pukul
Tahun 1999 Nomor 165. 10.58 WIB
Sekretariat Negara. Jakarta.
http://digilib.unila.ac.id/5420/8/BAB%20I
Undang-Undang Republik Indonesia I.pdf, diakses pada 16
Nomor 10 Tahun 1992 tentang September 2015 pukul 11.00
Perkembangan Kependudukan WIB
dan Pembangunan Keluarga
Sejahtera. Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun
1992. Sekretariat Negara.
Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia


Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Hukum Acara Pidana.
Lembaran Negara Republik

10

You might also like