You are on page 1of 21

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Persalinan

a. Definisi

Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin

dan plasenta) yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar

kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lain, dengan

bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses ini dimulai

dengan adanya kontraksi persalinan sejati, yang ditandai dengan

perubahan serviks secara progesif dan diakhiri dengan kelahiran

plasenta (Sulistyawati,2010).

b. Tanda dan Gejala Persalinan

Tanda-tanda persalinan dimulai dari adanya his kemudian

munculnya bloody show atau lendir disertai darah dari jalan lahir

dan keluarnya cairan banyak dari jalan lahir, hal ini disebabkan

karena ketuban pecah atau robek (Yanti,2010).

c. Faktor yang Mempengaruhi Persalinan

Lancar atau tidaknya proses persalinan sangat dipengaruhi

oleh lima faktor (5P) yang harus diperhatikan :

12
13

1) Power (tenaga atau kekuatan)

Faktor power meliputi kekuatan HIS atau kontraksi

uterus dan otot-otot abdomen serta tenaga mengejan ibu.

2) Passage (jalan lahir)

Faktor jalan lahir meliputi jalan lahir keras (rangka

panggul dan ukuran-ukurannya) serta jalan lahir lunak (otot-

otot dasar panggul).

3) Passanger (janin)

Faktor janin meliputi sikap janin dalam rahim, letak,

posisi, presentasi (bagian terbawah) serta besar kecilnya janin.

4) Psikis Ibu

Faktor psikis ibu tidak kalah pentingnya untuk

kelancaran sebuah proses persalinan. Ibu yang dalam kondisi

stress, otot-otot tubuhnya termasuk otot rahim mengalami

spasme yang dapat meningkatkan rasa nyeri persalinan

sehingga menghambat proses persalinan (menjadi lama atau

macet).

5) Penolong

Faktor penolong persalinan memegang peranan yang

sangat penting, oleh karena keberhasilan yang menghasilkan

ibu dan bayi sehat dan selamat ditentukan oleh penolong yang

terampil dan kompeten (Yeyeh Ai,2009).


14

d. Tahapan Persalinan

Tahapan persalinan dibagi menjadi 4 tahap, yakni sebagai berikut :

1) Kala I (Pembukaan)

Dimulai dengan terjadinya pembukaan serviks dan

kontraksi yang terjadi teratur minimal 2 kali dalam 10 menit

selama 40 detik. Kala I adalah kala pembukaan yang

berlangsung antara pembukaan 0-10 cm (pembukaan lengkap).

Proses ini terbagi menjadi dua fase, yaitu fase laten (8 jam)

dimana serviks membuka sampai 3 cm dan fase aktif (7 jam)

dimana serviks membuka dari 3-10 cm. Lama kala I untuk

primigravida berlangsung 2 jam dengan pembukaan 1 cm per

jam dan pada multigravida 8 jam dengan pembukaan 2 cm per

jam.

Komplikasi yang dapat terjadi pada persalinan kala I

yaitu ketuban pecah dini, tali pusat menumbung, gawat janin,

persalinan lama dan inersia uteri. Kontraksi lebih kuat dan

sering selama fase aktif.

2) Kala II (Pengeluaran Bayi)

Kala II adalah kala pengeluaran bayi, dimulai dari

pembukaan lengkap sampai bayi lahir. Proses ini biasanya

berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada

multigravida. Komplikasi yang dapat terjadi pada kala II


15

persalinan adalah eklamsia, kegawatdaruratan janin, tali pusat

menumbung, rupture uteri dan persalinan macet.

3) Kala III (Pelepasan Plasenta)

Kala III adalah waktu untuk pelepasan dan pengeluaran

plasenta. Setelah kala II yang berlangsung tidak lebih dari 30

menit, kontraksi uterus berhenti sekitar 5-10 menit. Pada kala

III dapat terjadi komplikasi seperti perdarahan akibat atonia

uteri, retensio plasenta maupun perlukaan jalan lahir.

4) Kala IV (Observasi)

Kala IV mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam.

Pada kala IV dilakukan observasi terhadap perdarahan pasca

persalinan, paling sering terjadi pada 2 jam pertama.

Komplikasi yang dapat timbul pada kala IV yaitu sub involusi

dikarenakan atonia uteri, laserasi jalan lahir maupun sisa

plasenta (Yeyeh Ai,2009).

2. Teori Nyeri Persalinan

a. Nyeri Persalinan

Rasa nyeri pada persalinan kala I disebabkan oleh munculnya

kontraksi otot-otot uterus, hipoksia dari otot-otot yang mengalami

kontraksi, peregangan serviks pada waktu membuka, iskemia korpus

uteri, dan peregangan segmen bawah rahim. Serat saraf aferen viseral

yang membawa impuls sensorik dari rahim memasuki medula spinalis


16

pada segmen torakal kesepuluh, kesebelas dan keduabelas serta

segmen lumbal yang pertama (T10 sampai L1).

Nyeri dari perineum menjalar melewati saraf aferen somatik,

terutama pada saraf pudendus dan mencapai medula spinalis melalui

segmen sakral kedua, ketiga dan keempat (S2 sampai S4). Serabut

saraf sensorik yang dari rahim dan perineum inin membuat hubungan

sinapsis pada kornu medula spinalis dengan sel yang memberi akson

yang merupakan saluran spinotalamik. Selama bagian akhir dari kala I

dan di sepanjang kala II, impuls nyeri bukan saja muncul dari rahim

tetapi juga perineum saat bagian janun melewati pelvis. Biasanya

wanita merasakan nyeri pada saat kontraksi saja dan bebas dari nyeri

selama relaksasi (Yeyeh Ai, 2009).

Pusat nyeri pada saat persalinan yaitu seperti gambar berikut:

Gambar 2.1 Pusat nyeri persalinan


17

Gambar 2.2 Pusat nyeri persalinan kala 1 awal

Gambar 2.3 Pusat nyeri persalinan kala 1 lanjut

Adapun penelitian dari Anisyah D. (2013) dengan judul

“Analisa Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri Persalinan Pada

Ibu Bersalin Kala 1 Fase Aktif” didapatkan hasil yang signifikan

terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri persalinan yaitu

paritas-kecemasan, umur-persepsi, paritas-persepsi dan paritas-nyeri

persalinan.

b. Tahapan Nyeri Persalinan

Menurut Aprilia (2011), nyeri persalinan terbagi atas 4 tahap, yaitu:

1) Tahap I (Pembukaan) nyeri diakibatkan oleh kontraksi rahim dan

peregangan mulut rahim.


18

2) Tahap II (Pengeluaran Bayi) nyeri diakibatkan peregangan dasar

panggul dan tidak jarang sebagai akibat pengguntingan

(episiotomy) jika diperlukan.

3) Tahap III (Pelepasan Plasenta) memberikan sensasi nyeri yang

sangat minimal.

4) Tahap IV nyeri timbul lebih merupakan akibat penjahitan luka

perineum akibat robekan dengan atau tanpa episiotomi.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi nyeri persalinan

Menurut Yeyeh Ai (2009), faktor yang mempengaruhi nyeri

persalinan adalah:

1) Budaya

Persepsi dan ekspresi terhadap nyeri persalinan dipengaruhi

oleh budaya individu. Penting bagi tenaga kesehatan untuk

mengetahui bagaimana kepercayaan, nilai, praktik budaya

mempengaruhi seorang ibu dalam mempresepsikan dan

mengekspresikan nyeri persalinan.

2) Emosi (cemas dan takut)

Stres atau rasa takut ternyata secara fisiologis dapat

menyebabkan kontraksi uterus menjadi terasa semakin nyeri dan

sakit dirasakan. Karena saat wanita dalam kondisi inpartu tersebut

mengalami stress maka secara otomatis tubuh akan melakukan

reaksi defensif sehingga secara otomatis dari stress tersebut

merangsang tubuh mengeluarkan hormon stressor yaitu hormon


19

Katekolamin dan hormon Adrenalin, Katekolamin ini akan

dilepaskan dalam konsentrasi tinggi saat persalinan jika calon ibu

tidak bisa menghilangkan rasa takutnya sebelum melahirkan,

berbagai respon tubuh yang muncul antara lain dengan “bertempur

14 atau lari’ (“fight or flight”). Akibat respon tubuh tersebut maka

uterus menjadi semakin tegang sehingga aliran darah dan oksigen

ke dalam otot otot uterus berkurang karena arteri mengecil dan

menyempit akibatnya adalah rasa nyeri yang tak tertahankan.

3) Pengalaman Persalinan

Pengalaman melahirkan sebelumnya juga dapat

mempengaruhi respon ibu terhadap nyeri. Bagi ibu yang

mempunyai pengalaman yang menyakitkan dan sulit pada

persalinan sebelumnya, perasaan cemas dan takut pada pengalaman

lalu akan mempengaruhi sensitifitasnya rasa nyeri.

4) Support System (dukungan keluarga)

Dukungan dari pasangan, keluarga maupun pendamping

persalinan dapat membantu memenuhi kebutuhan ibu bersalin, juga

membantu mengatasi rasa nyeri.

5) Persiapan Persalinan

Persiapan persalinan tidak menjamin persalinan akan

berlangsung tanpa nyeri. Namun, persiapan persalinan diperlukan

untuk mengurangi perasaan cemas dan takut akan nyeri persalinan


20

sehingga ibu dapat memilih berbagai metode atau metode latihan

agar ibu dapat mengatasi ketakutannya.

d. Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu :

1) Nyeri akut

Nyeri akut merupakan nyeri yang timbul secara mendadak

dan cepat menghilang. Tidak melebihi enam bulan, serta ditandai

dengan adanya peningkatan tegangan otot.

2) Nyeri kronis

Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara berlahan-

lahan, biasanya berlangsung dalam waktu yang cukup lama, yaitu

lebih dari enam bulan. Yang termasuk dalam kategori nyeri kronis

adalah nyeri terminal, sindrom nyeri kronis, dan nyeri

psikosomatis (Musrifatul., Hidayat. 2008).

e. Mekanisme Nyeri

Mekanisme nyeri merupakan suatu fenomena yang penuh

rahasia. Menurut Judha (2012), ada beberapa teori yang menjelaskan

mekanisme transmisi nyeri, yaitu sebagai berikut:

1) Nyeri berdasarkan tingkat kedalaman dan letaknya

a) Nyeri Viseral

Nyeri viseral yaitu rasa nyeri yang dialami ibu karena

perubahan serviks dan iskemia uterus pada persalinan kala I.

Pada kala I fase laten lebih banyak penipisan di serviks


21

sedangkan pembukaan serviks dan penurunan daerah terendah

janin terjadi pada fase aktif dan transisi. Ibu merasakan nyeri

yang berasal dari bagian bawah abdomen dan menyebar ke

daerah lumbal punggung dan menurun ke paha. Ibu biasanya

mengalami nyeri hanya selama kontraksi dan bebas rasa nyeri

pada interval antar kontraksi.

b) Nyeri Somatik

Nyeri somatik yaitu nyeri yang dialami ibu pada akhir

kala I dan kala II persalinan. Nyeri disebabkan oleh

peregangan perineum dan vulva, tekanan servikal saat

kontraksi, penekanan bagian terendah janin secara progesif

pada fleksus lumboskral, kandung kemih, usus dan struktur

sensitif panggul yang lain.

2) Teori Kontrol Gerbang ( Gate Control Theory)

Teori kontrol gerbang menyatakan bahwa selama proses

persalinan implus nyeri berjalan dari uterus sepanjang serat-serat

syaraf besar kearah uterus ke subtansia gelatinosa di dalam spina

kolumna, sel-sel transmisi memproyeksikan pesan nyeri ke otak,

adanya stimulasi (seperti vibrasi atau massage) mengakibatkan

pesan yang berlawanan yang lebih kuat, cepat dan berjalan

sepanjang serat syaraf kecil. Pesan yang berlawanan ini menutup

gate di substansi gelatinosa lalu memblokir pesan nyeri sehingga

otak tidak mencatat pesan nyeri tersebut.


22

3. Pengukuran Intensitas Nyeri

a. Numerical Rating Scale (NRS)

Skala ini sudah biasa dipergunakan dan telah divalidasi.

Berat ringannya rasa sakit atau nyeri dibuat menjadi terukur dengan

mengobyektifkan pendapat subyektif nyeri. Skala numerik dari 0

hingga 10, di bawah ini, nol (0) merupakan keadaan tanpa atau bebas

nyeri, sedangkan sepuluh (10), suatu nyeri yang sangat hebat.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 2.4 Skala NRS

b. Visual Analog Scale (VAS)

Terdapat skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa

angka. Bisa bebas mengekspresikan nyeri, arah kiri menuju tidak

sakit, arah kanan sakit tak tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri

yang sedang. Pasien diminta menunjukkan posisi nyeri pada garis

antara kedua nilai ekstrem. Bila anda menunjuk tengah garis,

menunjukkan nyeri yang moderate/sedang.

Tidak Nyeri Sangat Nyeri

Gambar 2.5 Skala VAS

c. Skala Nyeri Menurut Bourbanis

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Gambar 2.6 Skala Bourbanis


23

Keterangan:

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi

dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,

menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat

mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan

baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat

mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,

dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat

mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih

posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi

berkomunikasi, memukul (Tamsuri,2007).

4. Manajemen Nyeri

Menurut Marmi (2011), Manajemen nyeri dibagi menjadi 2 yaitu :

a. Manajemen Farmakologi

Manajemen farmakologi merupakan suatu pendekatan yang

digunakan untuk menghilangkan nyeri dengan menggunakan obat-

obatan. Terdapat tiga kelompok obat nyeri yaitu:


24

1) Analgetik non opioid – Obat Anti Inflamasi Non Steroid

(OAISN)

Efektif untuk penatalaksanaan nyeri ringan sampai sedang

terutama asetomenofn (Tylenol) dan OAISN dengan anti peritik,

analgetik dan anti iflamasi, Asam asetilsalisilat (aspirin) dan

Ibuprofin (Morfin, Advil) merupakan OAINS yang sering

digunakan untuk mengatasi nyeri akut derajat ringan.

2) Analgesia opioid

Merupakan analgetik yang kuat yang bersedia dan

digunakan dalam penatalaksanaan nyeri dengan skala sedang

sampai dengan berat. Obat-obat ini merupakan patokan dalam

pengobatan nyeri pasca operasi dan nyeri terkait kanker.

3) Adjuvan / Koanalgetik

Merupakan obat yang memiliki efek analgetik atau efek

komplementer dalam penatalaksanaan nyeri yang semula

dikembangkan untuk kepentingan lain. Contoh obat ini adalah

Karbamazopin (Tegretol) atau Fenitoin (Dilantin).

b. Manajemen Non Farmakologi

Terapi nonfarmakologis yaitu terapi yang digunakan yakni

dengan tanpa menggunakan obat-obatan, tetapi dengan

memberikan berbagai metode yang setidaknya dapat sedikit

mengurangi rasa nyeri saat persalinan tiba. Beberapa hal yang

dapat dilakukan ialah:


25

1) Distraksi

Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada

sesuatu selain nyeri. Ada empat tipe distraksi, yaitu distraksi

visual, misalnya membaca atau menonton televisi, Distraksi

auditory, misalnya mendengarkan musik, Distraksi taktil,

misalnya menarik nafas dan massase, Distraksi kognitif,

misalnya bermain puzzle.

2) Hypnosis-diri

Hypnosis-diri dengan membantu merubah persepsi

nyeri melalui pengaruh sugesti positif. Hypnosis-diri

menggunakan sugesti dari dan kesan tentang perasaan yang

rileks dan damai.

Adapun jurnal penelitian dari Kelly M, Philippa M,

Allan M.Cyna, Mandy Matthewson & Leanne Jones (2016)

dengan judul “Hypnosis For Pain Management During

Labour And Childbirth” menunjukan hasil bahwa hipnosis

dapat mengurangi keseluruhan penggunaan analgesia selama

persalinan, tetapi tidak menggunakan epidural. Namun, dari

penelitian ini disebutkan pemberian hipnosis dalam proses

persalinan tidak terlalu berpengaruh dalam penurunan nyeri.


26

3) Massase

Masasse adalah sebuah sentuhan secara lembut dan

membantu ibu merasa segar, rileks dan nyaman selama

persalinan (Marmi,2011).

Berdasarkan jurnal dari Caroline A Smith, Kate M,

Carmel T and Leanne J (2012) yang berjudul “Massase,

Reflexologi and Other Manual Methods For a Pain

Management In Labour” menyebutkan bahwa pemberian

metode massase pada nyeri persalinan sangat bermanfaat dan

terdapat perubahan pada intensitas nyerinya.

4) Aromatherapi

Aromatherapi menggunakan ekstrak wewangian

tertentu untuk menebar aroma dalam ruang bersalin. Efeknya

dapat menenangkan, hilangnya rasa cemas dan memberikan

relaksasi pada ibu (Marmi,2011).

5) Relaksasi pernafasan dalam

Relaksasi pernafasan dalam dilakukan dengan cara

menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat

menurunkan intensitas nyeri, metode relaksasi pernafasan juga

dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan

oksigenasi darah. Metode relaksasi ini bertujuan untuk

merespon kontraksi dan mendapatkan kenyamanan saat

persalinan (Marmi,2011).
27

6) Kompres Hangat

Penggunaan panas dapat meningkatkan aliran darah

yang dapat mempercepat penyembuhan dan penurunan nyeri.

Dalam persalinan pemberian kompres hangat dapat

mengendalikan nyeri dan memberikan rasa nyaman pada

pasien (Marmi,2011).

5. Metode Relaksasi Nafas Dalam

a. Pengertian

Relaksasi pernafasan dalam dilakukan dengan cara

menghembuskan nafas secara perlahan. Selain dapat menurunkan

intensitas nyeri, metode relaksasi pernafasan juga dapat meningkatkan

ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah. Metode relaksasi

ini bertujuan untuk merespon kontraksi dan mendapatkan kenyamanan

saat persalinan (Marmi,2011).

Setelah dilakukan metode relaksasi nafas dalam terdapat

hormon yang dihasilkan yaitu hormon adrenalin dan hormon kortison.

Kadar PaCo2 akan meningkat dan menurunkan PH sehingga akan

meningkatkan oksigen dalam darah (Judha, 2012).

Penelitian yang dilakukan oleh Fitriani (2013) yang berjudul

“Pengaruh Metode Relaksasi Relaksasi Nafas Dalam Terhadap

Respon Adaptasi Nyeri Pada Pasien Inpartu Kala 1 Fase Aktif Di

RSKDIA Siti Fatimah Makassar Tahun 2013” menunjukkan hasil


28

bahwa adanya pengaruh pemberian metode nafas dalam terhadap

penurunan nyeri kala 1 persalinan.

b. Patofisiologi Metode Relaksasi Nafas Dalam terhadap Penurunan

Nyeri.

Dibawah ini adalah patofisiologi metode relaksasi nafas dalam

terhadap penurunan nyeri menurut (Prasetyo, 2010) :

Metode Hormon adrenalin


Nyeri
Relaksasi
Nafas
Dalam
Rasa tenang

konsentrasi Oksigen dalam


darah Detak jantung

Mempermudah
Nyeri menurun Tekanan darah
pernafasan

Skema 2.1
Patofisiologi metode relaksasi nafas dalam
(Prasetyo,2010)

c. Prosedur Metode Relaksasi Nafas Dalam

Menurut Priharjo (2007) menyatakan bahwa adapun langkah-

langkah metode relaksasi nafas dalam adalah sebagai berikut :

1) Usahakan rileks dan tenang.

2) Menarik nafas yang dalam melalui hidung dengan hitungan

1,2,3, kemudian tahan sekitar 5-10 detik.

3) Hembuskan nafas melalui mulut secara perlahan-lahan.


29

4) Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskannya lagi

melalui mulut secara perlahan-lahan.

5) Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa

berkurang.

6) Ulangi sampai 15 kali, dengan selingi istirahat singkat setiap 5

kali.

6. Metode Kompres Hangat

a. Pengertian

Kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada daerah

tertentu dengan menggunakan kantung berisi air hangat yang

menimbulkan rasa hangat pada bagian tubuh yang memerlukan.

Kompres hangat dengan suhu 40-46 ˚C dapat dilakukan

dengan menempelkan kantung karet yang diisi air hangat ke daerah

tubuh yang nyeri.

Tujuan dari kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa,

membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan rasa nyeri, dan

mempelancar pasokan aliran darah dan memberikan ketenangan pada

klien (Azril Kimin, 2009).

Adapun penelitian tentang manajemen nyeri persalinan

dilakukan oleh Zhilla Ganji dkk (2013) dengan judul “The Effect of

Local Heat on Labor Pain and Child Birth Outcome” mempunyai


30

hasil yang signifikan setelah pemberian kompres hangat terhadap

penurunan nyeri kala 1 persalinan.

b. Terapi Kompres Hangat

Merupakan tindakan dengan memberikan kompres hangat

untuk memenuhi kebutuhan rasa nyaman, mengurangi atau

membebaskan nyeri, mengurangi atau mencegah terjadinya spasme

otot, dan memberikan rasa hangat.

1) Persiapan Alat dan Bahan :

a) Baskom berisi air hangat dengan suhu 40-46 ˚C

b) Buli-buli hangat

c) Kain pembungkus

d) Termometer air

2) Cara Kerja :

a) Cuci tangan.

b) Jelaskan pada pasien mengenai prosedur yang akan dilakukan.

c) Isi kantung karet dengan air hangat dengan suhu 40-46 ˚C.

d) Tutup kantung karet yang telah diisi air hangat kemudian

dikeringkan.

e) Masukkan kantung karet kedalam kain.

f) Tempatkan kantung karet pada daerah pinggang dengan posisi

ibu miring kanan atau miring kiri selama 20 menit.


31

g) Angkat kantung karet tersebut setelah 20 menit, kemudian isi

lagi kantung karet dengan air hangat lakukan kompres ulang

jika ibu menginginkan.

h) Catat perubahan yang terjadi setelah kompres dilakukan pada

menit ke 20.

i) Cuci tangan.

(Hidayat, Musrifatul, 2008).

Bagian tubuh yang sering mengalami keluhan nyeri saat

bersalin adalah perut, pinggang Selain obat dan terapi, untuk

pertolongan pertama bisa dilakukan kompres hangat. Kompres

hangat dapat dilakukan dengan menempelkan kantung karet yang

diisi air hangat atau handuk yang telah direndam di dalam air

hangat, ke bagian tubuh yang nyeri. Dampak fisiologis dari

kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa, membuat otot

tubuh lebih rileks, menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri,

dan memperlancar pasokan aliran darah (Aisyah, 2006).


32

B. Kerangka Teori

Persalinan Manajemen nyeri :


Kala 1 Fase Aktif Farmakologi :
 Analgetik non opioid
Analgetik opioid
 Adjuvan /
Kontraksi otot rahim, Koanalgetik
dilatasi serviks Non farmakologi:
 Distraksi
 Hypnosis-diri
Nyeri Persalinan  Massase
 Aromatheraphy
 Metode pernafasan
dalam
 Kompres hangat
Faktor-faktor yang
mempengaruhi nyeri
persalinan:
 Budaya Penurunan intensitas nyeri
 Emosi persalinan kala 1 fase aktif
 Pengalaman
persalinan
 Support System
 Persiapan
Persalinan

Skema 2.2 Kerangka Teori


Sumber: Marmi (2011)

You might also like