You are on page 1of 4

Nama : Kiki Azizah

NIM :031289705
Tugas 2
Teori Perundang -Undangan

1.Judicial review merupakan hal yang sangat penting untuk menjamin konsistensi politik
hukum nasional sebagai aliran dari konstitusi. Jika suatu peraturan perundang-
undangan dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi maka cara
memastikan keabsahannya biasanya dilakukan melalui uki materi oleh lembaga
yudikatif atau yudisial. Di indonesia terdapat dua lembaga sebagai pelaksana uji materi
peraturan perundang-undangan, yaitu Mahkamah Konsitusi dan Mahkamah
Agung. Berikan analisis Anda bahwa judicial review bekerja atas dasar peraturan
perundang-undangan yang tersusun hierarkis.

Jawab

Tentang judicial review di dalam politik hukum tak dapat dilepaskan dari pembicaraan
tentang hukum perundang-undangan atau peraturan perundang-undangan. Sebab,
judicial review itu bekerja atas dasar peraturan perundang-undangan yang tersusun
hierarkis. Pengujian oleh lembaga yudisial dalam judicial review adalah untuk menilai
sesuai atau tidaknya satu peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi secara
hierarkis. Judicial review tak bisa dioperasionalkan tanpa ada peraturan perundang-
undangan yang tersusun secara hierarkis.

Di dalam tata hukum, terutama yang berorientasi pada sistem Eropa Kontinental
terdapat peraturan perundang-undangan, yakni berbagai jenis peraturan tertulis yang
dibentuk oleh berbagai lembaga tertentu yang tersusun secara hierarkis

Semua peraturan yang mengikat itu disusun secara hierarkis untuk menentukan
derajatnya masing-masing, dengan konsekuensi bahwa jika ada dua peraturan yang
bertentangan, maka yang dinyatakan berlaku adalah yang derajatnya lebih tinggi.

Jika suatu peraturan dianggap bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, maka
cara memastikan keabsahannya biasanya dilakukan melalui uji materi oleh lembaga
yudikatif atau yudisial. Dalam hal uji materi Undang- Undang (UU) terhadap Undang-
Undang Dasar (UUD) atau Konstitusi, di Jepang dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi,
sedangkan di Amerika Serikat dilakukan oleh Mahkamah Agung. Di Indonesia, uji
materi UU terhadap UUD dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi, sedangkan uji materi
peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi dilakukan oleh Mahkamah Agung. Uji materi inilah yang biasa disebut
sebagai judicial review.

Judicial review yang dapat juga disebut sebagai constitutional review yang memberikan
wewenang kepada Supreme Court atau Mahkamah Agung untuk membatalkan sebuah
UU (karena isinya berlawanan dengan konstitusi). Judicial review pertama kali terjadi di
Amerika Serikat, yakni yang dilakukan oleh Chief Justice John Marshall pada tahun
1803. Sebelum itu, memang ada kebiasaan tradisional yang memungkinkan hakim

menyimpang atau tidak memberlakukan isi suatu UU yang dianggap bertentangan


dengan konstitusi.

Kebiasaan ini bukan dalam konteks membatalkan suatu UU melainkan sekadar


menyimpang dan tidak menerapkan isinya dalam memutuskan kasus konkret. Chief
Justice John Marshall adalah orang pertama dalam sepanjang sejarah konstitusi dan
ketatanegaraan yang melakukan pengujian dan pembatalan suatu UU dalam bentuk
judicial review atau constitutional review

2. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasca amandemen, diadakan pembedaan yang


tegas antara undang-undang dengan peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang. Dalam pasal 24c ayat (1), “Mahkamah Konsitusi berwenang mengadili
pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-
undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945,....”. sedangankan dalam Pasal 24A ayat
(1), “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan
perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang,...”.
berdasarkan ketentuan tersebut jelas dibedakan antara konsep pengujian undang-
undang terhadap UUD dengan konsep pengujian peraturan perundang-undangan di
bawah undang-undang. Berikan analisis mengapa Perppu tidak merupakan objek
pengujian oleh Mahkamah Agung.

Jawab :

Negara Indonesia sendiri menganut teori pembagian kekuasaan oleh Montesquieu,


ketika pemerintahan Indonesia dibagi menjadi lembaga legislatif, eksekutif, dan
yudikatif.

Dalam Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-


Undangan, diatur bahwa peraturan perundang-undangan Indonesia memiliki hierarki
sebagai berikut:

a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;


b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;
c. Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
d. Peraturan Pemerintah;
e. Peraturan Presiden;
f. Peraturan Daerah Provinsi; dan
g. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Dari hierarki tersebut, dapat dilihat bahwa UUD 1945 berada di paling atas sebagai
konstitusi negara Indonesia.
Hal ini berarti semua peraturan dan regulasi yang berlaku di Indonesia tidak boleh
bertentangan dengan UUD 1945.
Semua peraturan perundang-undangan yang ada di bawah juga tidak boleh
bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya.
Contohnya Peraturan Pemerintah tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang.
Namun, seandainya terjadi sebuah penyelewengan terhadap hierarki ini, maka dapat
dilakukan judicial review.
Judicial review adalah pengujian materi suatu peraturan perundang-undangan yang, di
Indonesia, dilakukan oleh dua lembaga yudikatif, yaitu Mahkamah Agung (MA) dan
Mahkamah Konstitusi (MK).
Kedua lembaga sama-sama menguji isi dari sebuah peraturan perundang-undangan,
namun hal yang membedakan adalah acuan MA dan MK dalam menguji peraturan
tersebut. Bagi MA, wewenang ini dicantumkan dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945
yang berbunyi: “Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang,
dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang.”
Judicial review yang dilakukan oleh MA juga lebih dikenal dengan sebutan “uji materiil.”
Kemudian, bagi MK, wewenang ini diatur dalam Pasal 24C ayat (1) UUD 1945 yang
berbunyi:
“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang
putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap Undang-Undang
Dasar, memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya
diberikan oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan
memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.”
Dari kedua ayat tersebut, dapat disimpulkan bahwa MA berwenang untuk
melakukan judicial review semua peraturan perundang-undangan yang berada di
bawah UU dalam hierarki yang tercantum dalam Pasal 7 UU Pembuatan
Peraturan Perundang-Undangan terhadap UU.
Di sisi lain, MK berwenang untuk melakukan judicial review UU terhadap konstitusi
negara Indonesia, yaitu UUD 1945.
Perbedaan selanjutnya berkaitan dengan siapa yang dapat menyampaikan
permohonan judicial review kepada MA dan MK. Bagi MA, hal ini diatur dalam Pasal 1
angka (11) UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.
Dalam pasal ini, disebutkan bahwa yang dapat memohon uji materiil kepada MA
adalah: perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
NKRI, dan badan hukum publik ataupun privat.
Sedangkan bagi MK, diatur dalam Pasal 51 UU No. 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi (UU MK) bahwa yang dapat memohon judicial review kepada
MK adalah: perorangan warga negara Indonesia, kesatuan masyarakat hukum adat
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
NKRI, badan hukum publik ataupun privat, dan lembaga negara.
Dengan kata lain, pemohon MA dan MK sama, hanya saja ketika memohon judicial
review kepada MK, lembaga negara juga dapat menjadi pemohon.
Perbedaan lainnya berkaitan dengan proses persidangan judicial review itu sendiri.
Permohonan judicial review kepada MA dapat disampaikan oleh pemohon secara
langsung maupun melalui Pengadilan Negeri domisilinya (Pasal 2 ayat (1) Perma Hak
Uji Materiil).
Di sisi lain, permohonan kepada MK disampaikan secara langsung kepada MK, baik
oleh sang pemohon maupun diwakili oleh kuasa hukumnya (Pasal 29 ayat (1) UU MK).
Dikutip dari situs resmi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, persidangan judicial
review yang dilakukan MK bersifat terbuka, sedangkan persidangan MA bersifat
tertutup.
Bagi MK, hal ini diatur dalam Pasal 40 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2003 tentang
Mahkamah Konstitusi yang berbunyi: “Sidang Mahkamah Konstitusi terbuka untuk
umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim.”
Keterbukaan ini memberikan kesempatan bagi pemohon judicial review untuk secara
langsung didengar dan memberikan bukti-bukti yang mendukung validitas
permohonannya.
Sedangkan dalam uji materiil MA, pemohon tidak dapat secara aktif berpartisipasi
dalam proses persidangan. Pemohon hanya akan diberikan salinan putusan MA
secara tertulis, baik secara langsung maupun melalui Pengadilan Negeri di mana
pemohon mengajukan permohonan uji materiil tersebut (Pasal 7 Perma No. 1 Tahun
2011 tentang Hak Uji Materiil).

Sumber :

http://repository.ut.ac.id/4116/2/HKUM4404

https://nasional.okezone.com/read/2022/11/29/337/2717227/kenali-perbedaan-judicial-review-ma-
dan-mk-dalam-hukum

You might also like