You are on page 1of 31

LAPORAN PENDAHULUAN

NSTEMI (NON-ST ELEVATION MYOCARDIAL)

A. Anatomi Jantung
Jantung terdiri dari 4 ruang, yaitu 2 ruang serambi atau bagian yang berdinding
tipis (atrium), dan 2 bilik atau bagian yang berdinding tebal ( ventrikel ).

a. Atrium
Atrium merupakan bagian dari ruang atas jantung, yang berfungsi
sebagai penampungan darah yang selanjutnya akan mengalir menuju
ventrikel. Atrium berkontraksi untuk membantu pengisian ventrikel.
1) Atrium kanan
Dinding atrium kanan memiliki struktur yang tipis, dan memiliki
tekanan yang rendah. Sebelum memasuki atrium kanan, darah melewati
dua vena yang bermuara ke atrium kanan yaitu vena kava superior
(membawa darah dari bagian tubuh atas dan ekstremitas atas) serta vena
kava inferior (membawa darah dari ekstremitas bawah dan organ
abdomen). Setelah melalui atrium kanan kemudian melewati katup
trikuspid darah menuju ventrikel kanan pada saat fase relaksasi otot jantung
(diastole)
2) Atrium kiri
Dinding atrium kiri sedikit lebih tebal dibanding atrium kanan. Darah
yang telah teroksigenisasi memasuki atrium kiri. Selanjutnya darah akan
memasuki ventrikel kiri melewati katup mitral pada saat vase relaksasi otot
jantung ( diastole). Fungsi dari atrium kiri adalah sebagai ruang penerima
darah yang telah teroksigenisasi dari paru-paru.
b. Ventrikel
Fungsi ventrikel secara umum adalah memompakan darah ke sistem
sirkulasi sistemik dan sirkulasi pulmonal. Ventrikel kiri mempunyai
ketebalan tiga kali dari yang sebelah kanan, sesuai dengan kerja jantung
yang lebih berat.
1) Ventrikel kanan
Tebal dinding luarnya 4-5 mm dengan bertekanan rendah. Fungsi dari
ventrikel kanan adalah memompa darah menuju paru-paru. Darah mengalir
menuju arteri pulmonal melewati katup pulmonal, pada saat fase kontraksi/
sistolik.
2) Ventrikel kiri
Ventrikel kiri memiliki otot yang besar. Tekanan pada ventrikel kiri
sangat tinggi, darah yang masuk berasal dari atrium kiri melalui katub
mitral dan keluar dari ventrikel melalui katub aorta. Fungsi dari ventrikel
kiri adalah mengalirkan darah menuju seluruh bagian tubuh yang
selanjutnya kembali ke atrium kanan.

Katub Jantung
Katub jantung yang berjumlah 4 buah berfungsi mengalirkan darah
dan mencegah aliran balik darah. Katup ini membuka dan menutup secara
pasif yang merupakan respon dari perubahan tekanan dan perubahan isi dari
ruang- ruang jantung. Secara umum katub jantung dibagi menjadi 2 jenis
katub yaitu katub atrioventrikular dan katub semilunar.
a. Katub Atrioventrikular
Katub ini membagi jantung menjadi 2 bagian yaitu atrium dan
ventrikel. Katub atrioventrikular ini menghubungkan aliran darah dari
atrium ke ventrikel. Terdiri dari katub tricuspid dan katup mitral.
1) Katup tricuspid
Tricuspid memisahkan atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup
Trikuspid memiliki 3 daun katup (anterior, septal, posterior). Daun
katub ini disokong oleh 2 muskulus papilaris yang dihubungkan oleh
korda tendinae. Fungsi tricuspid adalah membantu darah mengalir dari
atrium kanan ke ventrikel kanan selama diastole (daun katup
membuka). Saat systole daun katup menutup sehingga tidak terjadi
aliran balik.
2) Katup Mitral/ Bicuspid
Katup mitral memisahkan atrium kiri dengan ventrikel kiri. Terdiri
dari 2 daun katup/ bikuspidalis (anterior dan posterior). Fungsi katup
mitral adalah membantu darah mengalir dari atrium kiri ke ventrikel
kiri saat diastole (daun katup membuka). Saat systole daun katup
menutup sehingga tidak terjadi aliran balik.
b. Katub Semilunar
Katub semilunar memisahkan ventrikel dari pembuluh darah besar.
Dua katup semilunar ini memilki 3 daun katub yang mengalirkan darah
dari ventrikel ke pulmonary arteri dan aorta. Fungsi katub adalah
membiarkan darah mengalir dari ventrikel ke pembuluh darah besar
selama diastole (daun katup terbuka).
1) Katub pulmonal
Katub pulmonal memisahkan ventrikel kanan dan arteri pulmonal,
terdiri dari tiga daun katup (anterior kanan, anterior kiri, dan
posterior). Fungsi dari katup pulmonal adalah membiarkan darah
mengalir dari ventrikel kanan ke arteri pulmonal selama sistole (daun
katub membuka).
2) Katub aorta
Katup aorta memisahkan ventrikel kiri dan aorta. Terdiri dari 3 daun
katup (Coroner kiri,coroner kanan,dan non coronary). Fungsi katub ini
adalah membiarkan darah mengalir dari ventrikel kiri ke aorta selama
sistole (daun katub membuka).

B. Definisi
Secara klinis infark akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) sangat mirip
dengan angina tidak stabil. Yang membedakan adalah adanya enzym petanda
jantung yang positif. Angina pektoris tidak stabil / Ustable Angina Pektoris
(UAP) dan infark miokard akut tanpa elevasi ST (NSTEMI) diketahui
merupakan suatu kesinambungan dengan kemiripan patofisiologi dan gejala
klinis sehingga pada prinsipnya penatalaksanaan keduanya tidak berbeda.
Diagnosis NSTEMI ditegakkan jika pasien dengan manifestasi klinis UAP
menunjukkan bukti adanya nekrosis miokard berupa peningkatan biomarker
jantung.
NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang terjadi
dengan mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner kecil atau oklusi parsial
arteri koroner utama yang sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal ini
menyebabkan kerusakan ketebalan parsial otot jantung. Jumlah NSTEMI
sekitar 30% dari semua serangan jantung. Pada APTS dan NSTEMI pembuluh
darah terlibat tidak mengalami oklusi total/ oklusi tidak total (patency),
sehingga dibutuhkan stabilisasi plak untuk mencegah progresi, trombosis dan
vasokonstriksi. Penentuan troponin I/T ciri paling sensitif dan spesifik untuk
nekrosis miosit dan penentuan patogenesis dan alur pengobatannya. Sedang
kebutuhan miokard tetap dipengaruhi obat-obat yang bekerja terhadap kerja
jantung, beban akhir, status inotropik, beban awal untuk mengurangi konsumsi
O2 miokard. APTS dan NSTEMI merupakan SKA yang ditandai oleh
ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan oksigen miokard (Smeltzer, 2010).

C. Etiologi
NSTEMI (Non-ST Elevation Myocardial) didapatkan kerusakan pada plak
lebih berat dan menimbulkan oklusi yang lebih persisten dan berlangsung sampai
lebih dari 1 jam. Pada kurang lebih ¼ pasien NSTEMI, terjadi oklusi trombus
yang berlangsung lebih dari 1 jam, trombolisis terjadi spontan, resolusi
vasokonstriksi dan koleteral memegang peranan penting dalam mencegah
terjadinya STEMI, sedangkan pada STEMI (ST Elevation Myocardial Infarction)
didapatkan kerusakan plak terjadi pada daerah yang lebih besar dan menyebabkan
terbentuknya trombus yang fixed dan persisten yang menyebabkan perfusi
miokard terhenti secara tiba-tiba yang berlangsung lebih dari 1 (satu) jam dan
menyebabkan nekrosis miokard transmural (Ainiyah, 2016).
Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI), dan ST-Elevation
Myocardial Infarction (STEMI). Lebih dari 90% SKA diakibatkan oleh rupturnya
plak aterosklerosis, sehingga terjadi agregasi trombosit dan pembentukan trombus
coroner (Gayatri, Firmansyah, S, & Rudiktyo, 2016).

NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan peningkatan


kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh obstruksi koroner. NSTEMI
terjadi karena thrombosis akut atau proses vasokonstriksi koroner, sehingga
terjadi iskemia miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard
dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada subendokardium. Keadaan ini
tidak dapat menyebabkan elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan
penanda nekrosis.

Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard yang dihasilkan


dari penyempitan arteri koroner disebabkan oleh thrombus nonocclusive yang
telah dikembangkan pada plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal
dari arteri koroner mungkin juga bertanggung jawab.

Non ST Elevation Myocardial Infarction (NSTEMI) dapat disebabkan oleh


adanya aterioklerosis, spasme arteri koroner, anemia berat, artritis, dan aorta
Insufisiensi. Faktor resiko pada SKA (Muttaqin, 2009) dibagi menjadi :
1. Faktor resiko yang tidak dapat dirubah:
a. Usia
Angka morbiditas dan mortalitas penyakit SKA meningkat seiring
pertambahan usia. Sekitar 55% korban serangan jantung berusia 65 tahun
atau lebih dan yang meninggal empat dari lima orang berusia di atas 65
tahun. Mayoritas berada dalam resiko pada masa kini merupakan refleksi
dari pemeliharaan kesehatan yang buruk di masa lalu.
b. Jenis kelamin
Pria memiliki resiko yang lebih untuk terserang SKA, sedangkan pada
wanita resiko lebih besar setelah masa menopause. Peningkatan pada
wanita setelah menopause terjadi akibat penurunan kadar estrogen dan
peningkatan lipid dalam darah.
c. Riwayat keluarga
Tingkat faktor genetika dan lingkungan membantu terbentuknya
atherosklerosis belum diketahui secara pasti. Tendensi atherosklerosis pada
orang tua atau anak dibawah usia 50 tahun ada hubungan terjadinya sama
dengan anggota keluarga lain.
d. Suku bangsa
Orang Amerika kulit hitam memiliki resiko lebih tinggi dibandinkan
dengan kulit putih, hal ini dikaitkan dengan penemuan bahwa 33% orang
Amerika kulit hitam menderita hipertensi dibandingkan dengan kulit putih.
2. Faktor resiko yang dapat dirubah:
a. Merokok
Perokok memiliki resiko 2 sampai 3 kali untuk meninggal karena SKA
daripada yang bukan perokok. Resiko juga bergantung dari berapa banyak
rokok per hari, lebih banyak rokok lebih tinggi pula resikonya. Hal ini
dikaitkan dengan pengaruh nikotin dan kandungan tinggi dari monoksida
karbon yang terkandung dalam rokok. Nikotin meningkatkan beban kerja
miokardium dan dampak peningkatan kebutuhan oksigen. Karbon
monoksida menganggu pengangkutan oksigen karena hemoglobin mudah
berikatan dengan karbon monoksida daripada oksigen.
b. Hiperlipidemia
Kadar kolesterol dan trigliserida dalam darah terlibat dalam transportasi,
digesti, dan absorbs lemak. Seseorang yang memiliki kadar kolesterol
melebihi 300 ml/dl memiliki resiko 4 kali lipat untuk terkena SKA
dibandingkan yang memiliki kadar 200 mg/dl. Diet yang mengandung
lemak jenuh merupakan faktor utama yang menimbulkan hiperlipidemia.
c. Diabetes mellitus
Aterosklerosis diketahui berisiko 2 sampai 3 kali lipat pada diabetes tanpa
memandang kadar lipid dalam darah. Predisposisi degenerasi vaskuler
terjadi pada diabetes dan metabolisme lipid yang tidak normal memegang
peranan dalam pertumbuhan atheroma.
d. Hipertensi
Peningkatan resisten vaskuler perifer meningkatkan afterload dan
kebutuhan ventrikel, hal ini mengakibatkan kebutuhan oksigen untuk
miokard untuk menghadapi suplai yang berkurang.
e. Obesitas
Berat badan yang berlebihan berhubungan dengan beban kerja yang
meningkat dan juga kebutuhan oksigen untuk jantung. Obesitas
berhubungan dengan peningkatan intake kalori dan kadar low density
lipoprotein.
f. Inaktifitas fisik
Kegiatan gerak dapat memperbaiki efisiensi jantung dengan cara
menurunkan kadar kecepatan jantung dan tekanan darah. Dampak terhadap
fisiologis dari kegiatan mampu menurunkan kadar kepekatan rendah dari
lipid protein, menurunkan kadar glukosa darah, dan memperbaiki cardiac
output.
g. Stres psikologis berlebihan
Stres merangsang sistem kardiovaskuler melepaskan katekolamin yang
meningkatkan kecepatan jantung dan menimbulkan vasokontriksi.
3. Faktor penyebab
a) Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada
b) Obstruksi dinamik (spasme coroner atau vasokontriksi)
c) Obstruksi mekanik yang progresif
d) Inflamasi dan atau inflamasi
e) Faktor atau keadaan pencetus

D. Manifestasi Klinis
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rahmat (2013), terdapat perbedaan
secara bermakna antara kadar glukosa darah sewaktu yang diperiksa saat masuk
rumah sakit. Di mana lebih tinggi pada penderita STEMI dibandingkan dengan
Non - ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI) (205,8±112,3 vs 145±98,3;
p=0,003). Ditinjau dari patofisiologi STEMI dan NSTEMI, terdapat perbedaan
sumbatan. Di mana pada STEMI terjadi sumbatan total di arteri koroner
sedangkan pada NSTEMI hanya terjadi sumbatan sebagian. Selain sumbatan total
terdapat pula perbedaan di mana kadar Matrix Metalloproteinase-9 (MMP-9) dan
inflamasi yang terjadi pada STEMI lebih tinggi dibandingkan dengan NSTEMI
(Priscillah, 2017).
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti rasa terbakar,
ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa diperas, dipelintir, tertekan yang
berlangsung ≥ 20 menit, tidak berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang
menyertai : berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat nitrat.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal jantung akut.
d. Bisa atipik:
1) Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
2) Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau atau gagal jantung
bisa tanpa disertai nyeri dada.
E. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien NSTEMI, adalah:
1. Disfungsi ventrikuler
Setelah NSTEMI, ventrikel kiri akan mengalami perubahan serial
dalambentuk, ukuran, dan ketebalan pada segmen yang mengalami infark dan
non infark. Proses inidisebut remodeling ventikuler dan umumnya
mendahului berkembangnya gagal jantung secara klinis dalam hitungan bulan
atau tahun pasca infark.
2. Gangguan hemodinamik
Gagal pemompaan (puump failure ) merupakan penyebab utama
kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia
mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas,
baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering
dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop.
Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.
3. Infark miokardium (IM)
Infark miokardium (IM) adalah kematian sel-sel miokardium yang
terjadi akibat kekurangan oksigen yang berkepanjanga. Hal ini adalah respon
letal terakhir terhadap iskemia miokardium yang tidak teratasi. Sel-sel
miokardium mulai mati setelah sekitar 20 menit mengalami kekurangan
oksigen. Setelah periode ini, kemampuan sel untuk menghasilkan ATP
secara aerobs lenyap dan sel tidak memenuhi kebutuhan energinya.
4. Aritmia : Karena insidens PJK dan hipertensi tinggi, aritmia lebih sering
didapat dan dapat berpengaruh terhadap hemodinamik. Bila curah jantung
dan tekanan darah turun banyak, berpengaruh terhadap aliran darah ke
otak, dapat juga menyebabkan angina, gagal jantung.
5. Gagal Jantung : Gagal jantung terjadi sewaktu jantung tidak mampu
memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan oksigen dan
nutrien tubuh. Gagal jantung disebabkan disfungsi diastolik atau sistolik.
Gagal jantung diastolik dapat terjadi dengan atau tanpa gagal jantung
sistolik. Gagal jantung dapat terjadi akibat hipertensi yang lama (kronis).
Disfungsi sistolik sebagai penyebab gagal jantung akibat cedera pada
ventrikel, biasanya berasal dari infark miokard.
F. Pencegahan
a. Perubahan life style (termasuk berhenti merokok dan lain-lain), penurunan
BB, penyesuaian diet, olahraga teratur dan lain-lain.
b. Mengobati faktor predisposisi dan faktor pencetus : stress, emosi, hipertensi,
penyakit DM, hiperlipidemia, obesitas, anemia.
c. Menghindari bekerja pada keadaan dingin atau stres lain yang diketahui
mencetuskan serangan angina klasik pada seseorang.
d. Memberikan penjelasan perlunya melatih aktivitas sehari-hari sehingga
untuk meningkatkan kemampuan jantung agar dapat mengurangi serangan
jantung.

G. Pemeriksaan Penunjang
Adapun pemeriksaan penunjang NSTEMI, yaitu:
1. Biomarker Jantung:
Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai peranan yang
sangat penting pada diagnostik, stratifikasi dan pengobatan penderita
Sindroma Koroner Akut (SKA).Troponin T mempunyai sensitifitas 97% dan
spesitifitas 99% dalam mendeteksi kerusakan sel miokard bahkan yang
minimal sekalipun (mikro infark). Sedangkan troponin I memiliki nilai normal
0,1. Perbedaan troponin T dengan troponin I:
a) Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000 dalton, suatu komponen
inhibitorik yang berfungsi mengikat aktin.
b) Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000 dalton yang berfungsi
mengikat tropomiosin.

2. EKG (T Inverted dan ST Depresi)


Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran T Inverted dan ST
depresi yang menunjukkan adanya iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi
iskemia, gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan biasanya
bersifat sementara (saat pasien simptomatik). Bila pada kasus ini tidak
didapatkan kerusakan miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB
(creatine kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal,
diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun, jika inversi gelombang T
menetap, biasanya didapatkan kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya
menjadi NSTEMI. Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh
thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami reperfusi spontan),
atau oklusi yang dapat dikompensasi oleh sirkulasi kolateral yang baik.
NSTEMI ditetapkan apabila nyeri dada disertai gambar Elektrokardiografi
(EKG) depresi ST dan T inversi yang disertai laboratorium positif
(Halimuddin, 2016).
3. Echo Cardiografi pada Pasien Non-ST Elevasi Miokardial Infark
a) Area Gangguan
b) Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari ventrikel ke aorta.
Freksi pada prinsipnya adalah presentase dari selisih volume akhir diastolik
dengan volume akhir sistolik dibagi dengan volume akhir diastolik. Nilai
normal > 50%. Dan apabila < dari 50% fraksi ejeksi tidak normal.

4. Angiografi koroner (Coronari angiografi)


Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri koroner. Apabila pasien
mengalami derajat stenosis 50% padapasien dapat diberikan obat-obatan. Dan
apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60% maka pada pasien harus di
intervensi dengan pemasangan stent.
H. Penatalaksanaan
Tatalaksana awal pasien dugaan SKA (dilakukan dalam waktu 10 menit):
a. Memeriksa tanda-tanda vital

b. Mendapatkan akses intra vena

c. Merekam dan menganalisis EKG

d. Melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik

e. Mengambil sediaan untuk pemeriksaan enzim jantung, elektrolit serta

pemeriksaan koagulasi.

f. Mengambil foto rongten thorax (<30 menit).

EKG harus dilakukan segera dan dilakukan rekaman EKG berkala untuk

mendapatkan ada tidaknya elevasi segmen ST. Troponin T/I diukur saat

masuk, jika normal diulang 6-12 jam kemudian. Enzim CK dan CKMB

diperiksa pada pasien dengan onset < 6 jam dan pada pasien pasca infark <

2minggu dengan iskemik berulang untuk mendeteksi reinfark atau infark

periprosedural.

Pasien perlu perawatan di rumah sakit,sebaiknya di unit intensif koroner,


pasien perlu diistirahatkan (bed rest), diberi penenang dan oksigen. Pemberian
morfin atau petidin perlu pada pasien yang masih merasakan sakit dada walaupun
sudah mendapat nitrogliserin.
 Terapi Medika Mentosa
1) Obat anti-iskemia
a) Nitrat : dapat menyebabkan vasodilatasi pembuluh vena dan arteriol
perifer, dengan efek mengurangi preload dan afterload sehingga dapat
mengurangi wall stress dan kebutuhan oksigen (Oxygen demand).
Nitrat juga menambah oksigen suplay dengan vasodilatsai pembuluh
koroner dan memperbaiki aliran darah kolateral. Dalam keadaan akut
nitrogliserin atau isosorbid dinitrat diberikan secara sublingual atau
infus intravena. Dosis pemberian intravena : 1-4 mg/jam. Bila keluhan
sudah terkendali maka dapat diganti dengan per oral.
Preparat :
Nitrogliserin : Nitromock 2,5 - 5 mg tablet sublingual
Nitrodisc 5- 10 mg tempelkan di kulit
Nitroderm 5-10 mg tempelkan di kulit
Isosorbid dinitrat : Isobit 5-10 mg tablet sublingual
Isodil 5-10 mg tablet sublingual
Cedocard 5-10 mg tablet sublingual
b) β-blocker : dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium melalui
efek penurunan denyut jantung dan daya kontraksi miokardium.
Berbagai macam beta-blocker seperti propanolol, metoprolol, dan
atenolol. Kontra indikasi pemberian penyekat beta antra lain dengan
asma bronkial, bradiaritmia.
c) Antagonis kalsium : dapat menyebabkan vasodilatasi koroner dan
menurunkan tekanan darah. Ada 2 golongan besar pada antagonis
kalsium :
- golongan dihidropiridin : efeknya sebagai vasodilatasi lebih kuat
dan penghambatan nodus sinus maupun nodus AV lebih sedikit dan
efek inotropik negatif juga kecil (Contoh: nifedipin)
- golongan nondihidropiridin : golongan ini dapat memperbaiki
survival dan mengurangi infark pada pasien dengan sindrom
koroner akut dan fraksi ejeksi normal. Denyut jantung yang
berkurang, pengurangan afterload memberikan keutungan pada
golongan nondihidropiridin pada sindrom koroner akut dengan faal
jantung normal (Contoh : verapamil dan diltiazem).
2) Obat anti-agregasi trombosit
Obat antiplatelet merupakan salah satu dasar dalam pengobatan
angina tidak stabil maupun infark tanpa elevasi ST segmen. Tiga gologan
obat anti platelet yang terbukti bermanfaat seperti aspirin, tienopiridin dan
inhibitor GP Iib/IIIa.
a) Aspirin : banyak studi telah membuktikan bahwa aspirin dapat
mengurangi kematian jantung dan mengurangi infark fatal maupun non
fatal dari 51% sampai 72% pada pasien dengan angina tidak stabil.
Oleh karena itu aspirin dianjurkan untuk diberikan seumur hidup
dengan dosis awal 160mg/ hari dan dosis selanjutnya 80 sampai 325
mg/hari.
b) Tiklopidin : obat ini merupakan suatu derivat tienopiridin yang
merupakan obat kedua dalam pengobatan angina tidak stabil bila
pasien tidak tahan aspirin. Dalam pemberian tiklopidin harus
diperhatikan efek samping granulositopenia.
c) Klopidogrel : obat ini juga merupakan derivat tienopiridin yang dapat
menghambat agregasi platelet. Efek samping lebih kecil dari tiklopidin
. Klopidogrel terbukti juga dapat mengurangi strok, infark dan
kematian kardiovaskular. Dosis klopidogrel dimulai 300 mg/hari dan
selanjutnya75 mg/hari.
d) Inhibitor glikoprotein IIb/IIIa
Ikatan fibrinogen dengan reseptor GP IIb/IIIa pada platelet ialah ikatan
terakhir pada proses agregasi platelet. Karena inhibitor GP IIb/IIIa
menduduki reseptor tadi maka ikatan platelet dengan fibrinogen dapat
dihalangi dan agregasi platelet tidak terjadi. Pada saat ini ada 3 macam
obat golongan ini yang telah disetujui :
- absiksimab suatu antibodi mooklonal
- eptifibatid suatu siklik heptapeptid
- tirofiban suatu nonpeptid mimetik
Obat-obat ini telah dipakai untuk pengobatan angina tak stabil
maupun untuk obata tambahan dalam tindakan PCI terutama pada
kasus-kasus angina tak stabil.

3) Obat anti-trombin
a) Unfractionated Heparin
Heparin ialah suatu glikosaminoglikan yang terdiri dari pelbagi rantai
polisakarida yang berbeda panjangnya dengan aktivitas antikoagulan
yang berbeda-beda. Antitrombin III, bila terikat dengan heparin akan
bekerja menghambat trombin dan dan faktor Xa. Heparin juga
mengikat protein plasma, sel darah, sel endotel yang mempengaruhi
bioavaibilitas. Pada penggunaan obat ini juga diperlukan pemeriksaan
trombosit untuk mendeteksi adanya kemungkinan heparin induced
thrombocytopenia (HIT).
b) Low Molecular Weight Heparin (LMWH)
LMWH dibuat dengan melakukan depolimerisasi rantai plisakarida
heparin. Dibandingkan dengan unfractionated heparin, LMWH
mempuyai ikatan terhadap protein plasma kurang, bioavaibilitas lebih
besar. LMWH yang ada di Indonesia ialah dalteparin, nadroparin,
enoksaparin dan fondaparinux. Keuntungan pemberian LMWH karena
cara pemberian mudah yaitu dapat disuntikkan secara subkutan dan
tidak membutuhkan pemeriksaan laboratorium.
c) Direct Thrombin Inhibitors
Direct Thrombin Inhibitors secara teoritis mempunyai kelebihan
karena bekerja langsung mencegah pembentukan bekuan darah, tanpa
dihambat oleh plasma protein maupun platelet factor 4. Hirudin dapat
menurunkan angka kematian dan infark miokard, tetapi komplikasi
perdarahan bertambah. Bivalirudin telah disetujui untuk menggantikan
heparin pada pasien angina tak stabil yang menjalani PCI. Hirudin
maupun bivalirudin dapat menggantikan heparin bila ada efek samping
trombositopenia akibat heparin (HIT).
Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner
Tindakan revaskularisasi perlu dipertimbangkan pada pasien
dengan iskemi berat dan refakter dengan terapi medikamentosa. Pada
pasien dengan penyempitan di left main atau penyempitan pada 3
pembuluh darah, bila disertai faal ventrikel kiri yang kurang tindakan
operasi bypass (CABG) mengurangi masuknya kembali ke rumah sakit.
Pada pasien dengan faal jantung yang masih baik dengan penyempitan
pada satu pembuluh darah atau dua pembuluh darah atau bila ada
kontraindikasi tindakan pembedahan PCI merupakan pilihan utama.
Teknik-teknik invasif misalnya percutaneous transluminal
coronary angioplasty (PTCA) dan bedah pintas arteri koroner dapat
menurunkan serangan angina klasik. Dengan PTCA,lesi aterosklerotik
didilatasi oleh sebuah kateter yang dimasukkan melalui kulit ke dalam
arteri femoralis atau brakialis dan di dorong ke jantung. Setelah berada di
pembuluh yag sakit, balon yang ada di kateter digembungkan. Hal ini
akan memecahkan plak dan meregangkan arteri. Dengan bedah pintas,
potongan arteri koroner yang sakit diikat, dan diambil arteri atau vena
dari tempat lain untuk dihubungkan ke bagian yang tidak sakit. Aliran
darah dipulihkan melalui pembuluh baru ini. Pembuluh yang paling
sering ditransplantasikan adalah vena safena atau arteri mamaria interna.
Pemasangan selang artificial atau stent ke dalam arteri agar tatap terbuka
kadang-kadang dilakukan dengan keberhasilan yang bervariasi. Bedah
pintas koroner menghilangkan nyeri angina tetapi tampaknya tidak
mempengaruhi mortalitas jangka-panjang.
 Terapi Non Medika Mentosa
1) Istirahat memungkinkan jantung memompa lebih sedikit darah
(penurunan volume sekuncup) dengan kecepatan yang lambat (penurunan
kecepatan denyut jantung). Hal ini menurukan kerja jantung sehingga
kebutuhan oksigen juga berkurang. Posisi duduk adalah postur yang
dianjurkan sewaktu beristirahat. Sebaliknya berbaring, meningkatkan
aliran balik darah ke jantung sehingga terjadi peningkatan volume
diastolik akhir, volume sekuncup dan curah jantung.
2) Terapi oksigen untuk mengurangi kebutuhan oksigen jantung.
BAB II

KONSEP KEPERAWATAN

A. Pengkajian Keperawatan
Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien IMA biasanya baik
atau compos mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang
melibatkan perusi sistem saraf pusat.
2. B1 (Breathing)
Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh
sesak napas seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak
napas terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan
akhir diastolic ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal
ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel
kiri pada saat melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada infark
miokardium yang kronis dapat timbul pada saat istirahat
3. B2 (Blood)
1) Inspeks : adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri
biasanya di daerah substernal atau nyeri atas pericardium. Penyebaran
nyeri dapat meluas di dada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan
menggerakkan bahu dan tangan.
2) Palpasi : denyut nadi perifer melemah. Thrill pada IMA tanpa
komplikasi biasanya tidak ditemukan.
3) Auskultasi : tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan
volume sekuncup yang disebabkan IMA. Bunyi jantung tambahan akibat
kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada IMA tanpa komplikasi.
4) Perkusi: batas jantung tidak mengalami pergeseran
4. B3 (Brain)
Kesadaran umum klien biasanya CM. Pengkajian objektif klien, yaitu
wajah meringis, menangis, merintis, merenggang, dan menggeliat yang
merupakan respons dari adanya nyeri dada akibat infark pada miokardium.
Tanda klinis lain yang ditemukan adalah takikardia, dispnea pada saat istirahat
maupun saat beraktivitas.
5. B4 (Bladder)
Pengukuran volume output urine dengan intake cairan klien. Oleh
karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria pada klien dengan IMA
karena merupakan tanda awal syok kardiogenik.
6. B5 (Bowel)
Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen
ditemukan nyeri tekan pada keempat kuadran, penurunan peristaltic usus yang
merupakan tanda utama IMA.
7. B6 (Bone)
Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa
kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal
olahraga teratur. perubahan postur tubuh.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokontriksi, iskemia miokard, hipertrofi ventricular
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum,
ketidakseimbangan antara suplai dengan kebutuhan oksigen
4. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan nyeri
5. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis
6.
C. Rencana/Intervensi Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Penurunan curah NOC: NIC:
jantung berhubungan Keefektifan pompa Perawatan Jantung: Akut
dengan peningkatan Jantung  Evaluasi nyeri dada
afterload, Status sirkulasi (intensitas, lokasi, radiasi,
vasokontriksi, iskemia Setelah dilakukan tindakan durasi, factor pemicu dan
miokard, hipertrofi keperawatan selama ... x 24 yang mengurangi)
ventricular jam diharapkan curah  Instruksikan pasien akan
pentingnya melaporkan
jantung klien kembali
Domain 4: segera jika merasakan
Aktivitas/Istirahat normal, dengan kriteria ketidaknyamanan di
Kelas 4: Respons hasil: bagian dada
kardiovaskular/ Tanda Tanda vital dalam  Monitor EKG
Pulmonal rentang normal (tekanan sebagaimana mestinya,
darah: 120/80 mmHg, nadi: apakah terdapat
60-80 x/menit, pernafasan: perubahan segmen ST
 Monitor irama jantung
16-20x/menit)
dan kecepatan denyut
jantung
 Auskultasi suara jantung
 Pertahankan lingkungan
yang kondusif untuk
istirahat
 Hindari memicu situasi
emosional
Nyeri akut NOC: NIC:
berhubungan dengan - Control nyeri dan tingkat  Kaji nyeri secara
agen injuri biologis nyeri komprehensif termasuk
Setelah dilakukan tinfakan lokasi, karakteristik,
Domain 12 keperawatan selama …. durasi, frekuensi, kualitas,
Kenyamanan Pasien tidak mengalami dan faktor presipitasi.
Kelas 1 : Kenyamanan nyeri, dengan kriteria hasil:  reaksi non verbal dari
fisik  Mampu mengontrol nyeri ketidaknyamanan
(tahu penyebab nyeri,  Gunakan teknik
mampu menggunakan komunikasi terapeutik
tehnik nonfarmakologi untuk mengetahui
untuk mengurangi nyeri, pengalaman nyeri pasien
mencari bantuan)  Evaluasi pengalaman
 Melaporkan bahwa nyeri nyeri masa lalu
berkurang dengan  Evaluasi bersama pasien
menggunakan manajemen dan tim kesehatan lain
nyeri tentang ketidakefektifan
 Mampu mengenali nyeri control nyeri masa
(skala, intensitas, frekuensi lampau.
dan tanda nyeri)  Kontrol lingkungan yang
 Menyatakan rasa nyaman dapat mempengaruhi
setelah nyeri berkurang nyeri seperti suhu
 Tanda vital dalam rentang ruangan, pencahayaan,
normal dan kebisingan.
 Tidak mengalami  Kurangi faktor presipitasi
gangguan tidur nyeri.
 Kaji tipe dan sumber
nyeri
 Ajarkan teknik
penanganan nyeri
farmakologi dan
nonfarmakologi
 Tingkatkan istirahat
 Kolaborasi pemberian
analgetik untuk
mengurangi nyeri

Intoleransi aktivitas NOC: NIC:


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Manajemen energi
kelemahan umum, keperawatan ...x24 jam,  Kaji status fisiologis
pasien mampu bertoleransi pasien yang
ketidakseimbangan
terhadap aktivitas dengan menyebabkan kelelahan
antara suplai dengan sesuai dengan konteks
kriteria hasil :
kebutuhan oksigen Kelelahan : efek yang usia dan perkembangan.
Domain 4 : aktivitas/ mengganggu  Pilih intervensi untuk
istirahat  Tidak terjadi mengurangi kelelahan
Kelas 2: Aktivitas fisik penurunan energi. baik secara farmakologi
 Tidak ada gangguan maupun non
dengan aktivitas farmakologi dengan
sehari – hari. tepat.
 Tidak terdapat  Tentukan jenis dan
perubahan nutrisi. banyaknya aktivitas
 Tidak ada malaise. yang dibutuhkan untuk
Daya tahan menjaga ketahanan.
 Monitor intake dan
 Dapat melakukan
output nutrisi untuk
aktivitas rutin.
mengetahui sumber
 Pemulihan energi
energi yang adekuat.
saat istirahat tidak
 Monitor sistem
terganggu.
kardiorespirasi pasien
 Konsentrasi dan selama kegiatan
daya tahan otot (misalnya takikardia,
tidak terganggu. disritmia, dyspnea,
diaphoresis, dll).
 Montor lokasi dan
sumber
ketidaknyamanan/nyeri
yang dialami pasien
selama aktivitas.
 Buat batasan untuk
aktivitas yang hiperaktif
pasien saat menggangu
yang lain atau dirinya
sendiri.
 Ajarkan pasien
mengenai pengelolaan
kegiatan dan teknik
manajemen waktu
untuk mencegah
kelelahan.
 Bantu pasien
memproritaskan
kegiatan untuk
mengakomodasi energi
yang diperlukan.
 Bantu pasien unttuk
menetapkan tujuan
aktivitas yang akan
dicapai secara realistis.
 Lakukan ROM
aktif/pasif untuk
menghilangkan
ketegangan otot.
 Berikan kegiatan
pengalihan yang
menenangkan untuk
meningkatkan relaksasi.

Ketidakefektifan pola NOC: NIC:


napas berhubungan  Status pernapasan: Manajemen jalan napas
dengan nyeri ventilasi  Buka jalan napas,
 Status pernapasan: gunakan teknik chin lift
kepatenan jalan nafas atau jaw thrust bila
 Status vital sign perlu
Setelah dilakukan tindakan  Posisikan pasien untuk
keperawatan selama…. memaksimalkan
Pasien akan menunjukkan ventilasi
keefektifan pola napas  Identifikasi pasien
dengan perlunya pemasangan
Kriteria hasil: alat jalan nafas buatan
 Mendemonstrasikan  Pasang mayo bila perlu
batuk efektif dan suara  Lakukan fisioterapi
napas yang bersif, tidak dada jika perlu
ada sianosis, dan dypsneu  Keluarkan secret dengan
(mampu mengeluarkan batuk atau suction
sputum, mampu pernapas  Auskultasi suara napas,
dengan mudah, tidak ada catat adanya suara
pursed lips) tambahan
 Menunjukkan jalan napas  Lakukan suction pada
yang paten (pasien tidak mayo
merasa tercekik, irama  Berikan bronkodilator
napas, frekuensi bila perlu
pernapasan dalam  Berikan pelembab udara
rentang normal, tidak ada kassa basah NaCl
suara nafas abnormal) lembab
 Tanda-tanda vital dalam  Atur intake untuk cairan
rentang normal mengoptimalkan
keseimbangan
 Monitor respirasi dan
status O2
Terapi oksigen
 Bersihkan mulut, hidung
dan secret
 Pertahankan jalan napas
yang paten
 Atur peralatan
oksigenasi
 Monitor aliran oksigen
 Pertahankan posisi
pasien
 Observasi adanya tanda-
tanda hipoventilasi
 Monitor adanya
kecemasan pasien
terhadap oksigen
Monitor vital sign
 Monitor TD, nadi, suhu,
dan RR
 Catat adanya fluktuasi
tekanan darah
 Monitor VS saat pasien
berbaring, duduk, atau
berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitot TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernapasan abnormal
 Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis perifer
 Monitor adanya cushing
triad
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital sign
Nyeri akut NOC: NOC:
berhubungan dengan  Tingkat nyeri Management nyeri
agen cedera biologis  Kontrol nyeri  Lakukan pengkajian
 Tingkat kenyamanan nyeri secara
Setelah dilakukan tindakan komprehensif termasuk
keperawatan selama….nyeri lokasi, karakteristik,
pasien teratasi dengan durasi, frekuensi,
Kriteria Hasil kualitas dan faktor
 Mampu mengontrol nyeri presipitas
(tahu penyebab nyeri,  Observasi reaksi
mampu menggunakan nonverbal dari
tehnik nonfarmakologi ketidaknyamanan
untuk mengurangi nyeri,  Gunakan teknik
mencari bantuan) komunikasi teraupetik
 Melaporkan bahwa nyeri untuk mengetahui
berkurang dengan pengalaman nyeri
menggunakan pasien
managemen nyeri  Kaji kultur yang
 Mampu mengenali nyeri mempengaruhi respon
(skala, intensitas, nyeri
frekuensi dan tanda  Evaluasi pengalaman
nyeri) nyeri masa lampau
 Menyatakan rasa nyaman  Evaluasi bersama pasien
setelah nyeri berkurang dan tim kesehatan lain
tentang ketidakefektifan
kontrol nyeri masa
lampau
 Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan
 Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan dan
kebisingan
 Kurangi faktor prepitasi
nyeri
 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
 Tingkatkan istirahat
Pemberian analgesic
 Tentukan lokasi,
karakteristik, kualitas,
dan derajat nyeri
sebelum pemberian
 Cek instruksi dokter
tentang jenis obat dan
dosis serta frekuensi
 Cek riwayat alergi
 Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
Satu
 Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan nyerinya
Kelebihan volume NOC Fluid management
cairan berhubungan Electrolit and acid base  Timbang
dengan gangguan balance popok/pembalut jika
mekanisme regulasi Fluid balance diperlukan
 Pertahankan catatan
Hydration intake dan output yang
akurat
Kriteria Hasil :  Pasang urin kateter jika
 Terbebas dari edema, diperlukan
efusi, anaskara  Monitor hasil Hb yang
 Bunyi nafas bersih, sesuai dengan retensi
tidak ada cairan (BUN, Hmt,
dvspneu/ortopneu osmolalitas urin)
 Terbebas dari  Monitor status
distensi vena hemodinamik termasuk
jugularis, reflek CVP,MAP, PAP dan
hepatojugular (+) PCWP
 Memelihara tekanan Monitor vital sign
vena sentral, tekanan
 Montor indikasi
kapiler paru, output
retensi / kelebihan
jantung dan vital sign
cairan (cracles, CVP,
dalam batas normal
edema, distensi vena
 Terbebas dan leher, asites)
kelelahan,  Kaji lokasi dan luas
kecemasan atau edema
kebingungan  Monitor masukan
 Menjelaskan makanan / cairan dan
indikator kelebihan hitung intake kalori
cairan  Monitor status nutrisi
 Kolaborasi pemberian
diuretik sesuai interuksi
 Batasi masukan cairan
pada keadaan
hiponatrermi dilusi
dengan serum Na < 130
mEq/l
 Kolaborasi dokter jika
tanda cairan berlebih
muncul memburuk
Fluid Monitoring
 Tentukan riwayat
jumlah dan tipe intake
cairan dan eliminasi
 Tentukan kemungkinan
faktor resiko dan
ketidakseimbangan
cairan (Hipertermia,
terapi diuretik, kelainan
renal, gagal jantung,
diaporesis, disfungsi
hati, dll)
 Monitor berat badan,
BP, HR, dan RR
 Monitor serum dan
elektrolit urine
 Monitor serum dan
osmilalitas urine
 Monitor tekanan darah
orthostatik dan
perubahan irama
jantung
 Monitor parameter
hemodinamik infasif
 Catat secara akurat
intake dan output
 Monitor adanya distensi
leher, rinchi, eodem
perifer dan penambahan
BB
 Monitor tanda dan
gejala dari odema
BAB III
WEB OF CAUTION (WOC)
DAFTAR PUSTAKA

Ainiyah, N. (2016). Peran Perawat Dalam Identifikasi Dini Dan. Jurnal Ilmiah Kesehatan, 8(2),
184–192.

Bulechek, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M. (2013). Nursing
Interventions Classification (6 ed.). (I. Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Penerj.)
Philadephia: Elsevier.

Gayatri, N. I., Firmansyah, S., S, S. H., & Rudiktyo, E. (2016). Prediktor mortalitas dalam rumah
sakit pasien infark miokard ST elevasi ( STEMI ) akut di RSUD dr . Dradjat Prawiranegara
Serang, Indonesia. Cdk, 43(3), 171–174.

Halimuddin. (2016). TEKANAN DARAH DENGAN KEJADIAN INFARK PASIEN Blood


Pressure and Infarction in Acute Coronary Syndrome patients. Idea Nursing, VII(3), 30–36.

Heather, H. T. (2015). Nursing Diagnoses definitions and classification 2015-2017 (10 ed.). (B.
A. Keliat, H. D. Windarwati, A. Pawirowiyono, & A. Subu, Penerj.) Jakarta: EGC.

Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing outcomes
Classification (NOC) (5 ed.). (I. Nurjannah, & R. D. Tumanggor, Penerj.) Philadelphia:
Elsevier.

Priscillah, W. (2017). Perbedaan Kadar Glukosa Darah Sewaktu Pada Penderita ST Elevasi
Miokard Infark (STEMI) dan Non ST Elevasi Miokard Infark (NSTEMI) di RSUD Dr.
Moewardi. Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sherwood, L. (2011). Fisiologi Manusia dari sel ke sistem Edisi 6. Jakarta: EGC.

Smeltzer, Suzanne C & Brenda G. Beare. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed. 8.
Vol.

You might also like