You are on page 1of 9

METODE DAN PENDEKATAN BARAT DALAM STUDI AL-QUR’AN

Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kajian Barat atas Al-Qur’an

Dosen Pengampu: Dr. Mohammad Nuryansah M.Hum.

Disusun Oleh:

M. Abdul Ghoni (53020190004)

Widia Malihatul Ma’wa (53020190006)

Shifa Sa’diyah (53020190009)

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas yang telah diberikan
dengan tepat waktu.
Shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada junjungan kita Nabi Besar Muhammad
SAW yang telah membawa kita dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Dr. Mohammad Nuryansah M.Hum. selaku
Dosen Mata Kuliah Kajian Barat atas Al-Qur’an yang telah memberikan bimbingan kepada
kami, sehingga kami sedikit tahu tentang hal-hal yang terkait dengan Metode dan Pendekatan
Barat dalam Studi Al-Qur’an.
Tugas ini kami buat untuk memberikan penjelasan tentang Metode dan Pendekatan Barat
dalam Studi Al-Qur’an.
Semoga makalah yang kami buat ini dapat menambah wawasan untuk kita semua.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun sangat kami harapkan agar penyusunan makalah ini menjadi
lebih baik.

Saatiga, 1 Oktober 2022

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Al-Qur’an sebagai kitab suci agama islam yang merupakan sumber keilmuan akan
terus dijadikan pedoman. Pengaruh Al-Qur’an sangat besar terhadap masyarakat dan
begitu penting perannya dalam sejarah peradaban manusia selain Al-Qur’an. Dari zaman
ke zaman kitab suci ini telah menjadi sumber inspirasi para penunutut ilmu, pemburu
hikmah dan pencari hidayah. Para pujangga syair bertekuk lutut di hadapannya, para
ulama tak habis membahasnya. Dialah satu-satunya kitab kitab suci yang yang
menyatakan dirinya bersih dari keraguan (la rayba fihi), dijamin kesuluruhan isinya (wa
inna lahu lahafizun), dan tiada mungkin dibuat tandingannya (laa ya’tuna bimislihi).1

Sikap kritis pada setiap karya para orientalis, berkaitan dengan kajian Islam pada
umumnya dan Al-Qur’an khususnya, jelas sangat diperlukan dalam dunia akademis.
Dengan kata lain, kritik yang sebaiknya diarahkan pada mereka bukan berdasarkan
agama mereka bukan Islam, tetapi atas dasar semangat untuk mencari kebenaran ilmiah. 2

Berdasarkan penjelasan diatas penulis mengangkat tema metode dan pendekatan barat
atas al-qur’an, yang tertuju kepada bagaimana pemikiran-pemikiran orientalis terhadap
al-qur’an dari segi metodologi atau metode dan pendekatannya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Metode Barat Dalam Studi Al-Qur’an?
2. Bagaimana Pendekatan Barat Dalam Studi Al-Qur’an?

C. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan Bagaimana Metode Barat Dalam Studi Al-Qur’an.
2. Menjelaskan Bagaimana Pendekatan Barat Dalam Studi Al-Qur’an.

BAB II

1
Syamsuddin Arif. Orientalis dan Diabolisme Pemikiran. (Jakarta: Gema Insani Press, 2008). h. 2
2
Sahiron Syamsuddin, dkk. Hermeneutika al-Qur’an Mazhab Yogya, (Yogyakarta: Islamika, 2003), h. 79.
PEMBAHASAN
A. Metode Barat

Ada beberapa karakteristik metodologi yang digunakan para orientalis dalam


mengkaji Al-Qur`an, di antaranya adalah:3

1. Metode Critical of Historis

Para Orientalis modern menggunakan metode kritis-historis ketika mengkaji


al-Qur’an. Metode tersebut sebenarnya berasal dari studi kritis kepada Bibel. Metode
kritis-historis tersebut karena Bibel memiliki persoalan yang sangat mendasar seperti
persoalan teks, banyaknya naskah asal, versi teks yang berbeda-beda, redaksi teks,
gaya bahasa (genre) teks dan bentuk awal teks (kondisi oral sebelum Bibel disalin).
Persoalan-persoalan tersebut melahirkan kajian Bibel yang kritis-historis.

Akhirnya, lahirlah kajian-kajian kritis Bibel yang mendetil seperti kajian


mengenai studi filologi “philological study”, kritik sastra “literary criticism”, kritik
bentuk “form criticism”, kritik redaksi “redaction-criticism”, dan kritik teks “textual
criticism”. Para Orientalis menggunakan berbagai jenis kritik tersebut ke dalam studi
al-Qur’an. Kajian filologis “philological study” misalnya, dianggap sangat penting
untuk menentukan makna yang diinginkan pengarang. Kajian filologis bukan hanya
mencakup kosa kata, morfologi, tata bahasa, namun ia juga mencakup studi bentuk-
bentuk, signifikansi, makna bahasa dan sastra.4

Metode kritis-historis menggunakan beberapa jenis kritik tersebut. Para


Orientalis mengklaim metode kritis-historis lebih baik dibanding dengan dogma yang
diyakini oleh kaum Muslimin. Orientalis yang termasuk paling awal mengaplikasikan
metode kritis-historis ke dalam studi al-Qur’an adalah Theodor Noldeke. Kemudian
metode tersebut juga masih terus digunakan oleh para orientalis yang lainnya.

Asumsi dasar dari metode-kritis historis ini adalah teks al-Qur’an,


sebagaimana teks-teks “kitab suci” lainnya telah mengalami perubahan-perubahan.
Selain tidak memiliki autografi dari naskah asli, wajah teks asli juga telah dirusak

3
Abdul Karim, “Pemikiran Orientalis…, h. 311-316
4
Edgar Krentz, The Historical-Critical Method, (Philadelphia: Fortress Press, 1975), h. 49
(berubah), sekalipun alasan perubahan itu demi kebaikan. Manuskrip-manuskrip awal
al-Qur’an, misalnya, tidak memiliki titik dan baris, serta ditulis dengan khat Kufi
yang sangat berbeda dengan tulisan yang saat ini digunakan. Jadi, teks yang diterima
(textus receptus) saat ini, bukan fax dari al-Qur’an yang pertama kali. Namun, ia
adalah teks yang merupakan hasil dari berbagai proses perubahan ketika
periwayatannya berlangsung dari generasi ke generasi di dalam komunitas
masyarakat.5

2. Literary Criticism/Textual Criticism

Para Orientalis juga menggunakan kritik sastra “literary criticism” untuk


mengakaji al-Qur’an. Kritik sastra, yang terkadang disebut sebagai studi sumber
(source criticism) berasal dari metodologi Bibel. Dalam kajian kritis terhadap sejarah
Bibel, kritik sastra/sumber telah muncul pada abad 17 dan 18 ketika para sarjana
Bibel menemukan berbagai kontradiksi, pengulangan perubahan di dalam gaya
bahasa, dan kosa kata Bibel. Mereka menyimpulkan kandungan Bibel akan lebih
mudah dipahami jika sumber-sumber yang melatarbelakangi teks Bibel diteliti. 6

Salah satu jenis kritik yang dilakukan Orientalis modern ke dalam al-Qur’an
adalah kritik teks (textual criticism), yang akan mengkaji segala aspek mengenai teks.
Tujuannya adalah menetapkan akurasi sebuah teks. Menganalisa teks melibatkan dua
proses, yaitu edit (recension) dan amandemen (emendation).

B. Pendekatan Barat
1. Kajian Akademis terhadap Al-Qur’an di Barat
Pada awal abad ke-19 kajian Al-Qur’an di Barat mulai mengalami perubahan
yaitu dari kajian yang murni bersifat apologetik dan polemik menjadi kajian yang
mulai menapaki sifat akademisnya. Kajian akademis pertama tentang al-Qur’an pada
abad ke-19 ini menurut mayoritas sarjana Barat ditandai degan karya Abraham
5
Arthur Jeffery, The Qur’an as Scripture, (New York: Russell F. Moore Companya, 1952), h. 89-90.
6
Richard N. Soulen and R. Kendal Soulen, Handbook of Biblical Criticism, (London: Westminster John
Knox Press, 2001), h. 178-79. Lihat aplikasi kritik sastra terhadap Bibel dalam C.Houtman, “ The Pentateuch,”
dalam The World of the Old Testament: Bible Handbook, ed. A. S. Vand Der Woulde (Michigan: William B.
Eerdmans Publishing Company, 1989), h. 170-171
Geiger yang berjudul Wat hat Mohammad aus dem Judenthume Aufgenommen? yang
terbit pada tahun 1833.
Dalam karya ini, penulis meninggalkan pendekatan yang bersifat apologetik
dan menuju model pendekatan baru yang lebih bersifat deskriptif yaitu pendekatan
historical-criticism (Kritik Historis).7

2. Pendekatan Historis Kritis dalam Studi Al-Qur’an di Barat


Kemudian, pada pertengahan abad ke-19, sejarah agama-agama menjadi
disiplin yang diakui di beberapa universitas. Salah satu figur ternama yang bekerja di
bidang Islamic Studies dalam sejarah agama-agama adalah Ignaz Goldziher. Ia
merupakan orang yang menerapkan pendekatan historis dan kritik historis pada tradisi
agama Islam. Kemudian E.A. Westermack ia dapat menempatkan Islam Maroko
dalam konteks cara dan perilaku keagamaan yang lebih luas di berbagai tempat selain
Maroko. Louis Massignon memperhatikan Kristen dan Agama-agama India dalam
studinya tentang mistik Islam. Tor Andre memperhatikan konteks Syiria dan
Manicheanisme pada awal Islam, sedangkan Henry Corbin memperhatikan latar
belakang Zoroaster bagi Islam Persia.
Dengan melihat contoh tokoh-tokoh di atas, para sejarawan Muslim dapat
mengikuti metode dan prosedur penelitian yang sama sebagaimana diterapkan dalam
studi tentang agama-agama selain Islam sehingga di kalangan sejarawan agama-
agama tidak hanya terdapat pendekatan historis yang sama, tetapi juga kesatuan
substansial dalam metode. Mazhab historisme berusaha mengasumsikan bahwa Al-
Qur’an mempunyai asal-usul dari kitab suci dan tradisi Yahudi dan Kristen dan
wahyu yang diterima Muhammad juga merupakan periswa natural, bukan peristiwa
supernatural. Sebab menurut mereka, pengetahuan yang diperoleh Muhammad yang
dianggapnya wahyu adalah pengetahuan yang dihasilkan melalui trace-medium
(keadaan tak sadar diri) dalam suasana mistik seperti kehidupan para dukun. Hanya
saja, apa yang dikemukakan oleh madzhab ini terbantahkan dengan historis bahwa
Bibel perjanjian Lama baru diterjemahkan ke dalam bahasa Arab tahun 900 M dan

7
Evy Yanti, Perkembangan Studi Al-Qur’an di Barat, 2021.
perjanjian baru diterjemahkan tahun 1171 M dan tidak ada bukti sejarah bahwa
Muhammad sebagai seorang yang pandai bahasa Ibrani.

3. Pendekatan Fenomenologi dalam Studi Al-Qur’an di Barat


Pada abad ke-20 para sarjana menggunakan pendekatan fenomenologi.
Pendekatan ini mempunyai pandangan untuk mencari esensi suatu fenomena dengan
prasangka. Dalam pendekatan ini, sesuatu tidak dilacak asal-ususlnya, sebagaimana
dalam pendekatan historisme, tetapi dilakukan identifikasi struktur internalnya. Maka,
kelompok ini ingin memperlihatkan suatu pemahaman dan keyakinan terhadap kitab
suci, yaitu Al-Qur’an. Adapun tokoh-tokoh yang menggunakan pendekatan ini, antara
lain Charles J. Adams, William Graham, Maurice Bucaille, Marcel A. Boisand,
William C. Smith, Roes Crellius.

4. Pendekatan Historisme-Fenomenologis
Kemudian pendekatan selanjutnya adalah historisme-fenomenologis.
Pendekatan ini merupakan pendekatan yang menggabungkan dua pendekatan
sebelumnya. Di mana, pandangannya adalah melacak asal-usul pandangan ajaran
keagamaan dengan melibatkan pemahaman dan keyakinan dari penganutnya terhadap
ajaran tersebut.
Hal ini dilakukan oleh W. Montgomery Watt, di mana ia melihat adanya
sesuatu yang nonhistoris (Al-Qur’an) dan yang historis (Muhammad). Yang pertama
bersumber dari Tuhan dan yang lainnya adalah prosuk dari lingkungan. Kemudian
para sarjana Barat selain meneliti tentang teks Al-Qur’an, mereka melakukan
pengkajian pula terhadap penafsiran Muslim terhadap teks Al-Qur’an. Oleh karena itu
karya Ignaz Goldziher yang berjudul Die Richtungen der Islamischen Koraanslegung
(1920), telah berupaya mengungkapkan beberapa mazhab penafsiran yang ada
semenjak munculnya tafsir sampai periode Muhammad Abduh.

BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan

Ada beberapa karakteristik metodologi yang digunakan para orientalis dalam


mengkaji Al-Qur`an, di antaranya adalah Metode Critical of Historis dan Literary
Criticism/Textual Criticism. Untuk pendekatannya pun ada berbagai macam, diantaranya
yaitu, Pendekatan Historis Kritis dalam Studi Al-Qur’an di Barat, Pendekatan
Fenomenologi dalam Studi Al-Qur’an di Barat, dan Pendekatan Historisme-
Fenomenologis

B. Saran

Walapun keotentikan atau keaslian Al-Qur’an telah dijamin Allah SWT dalam
firmannya di surah al-Hijr ayat 9, namun tidak berarti kaum muslimin boleh berpangku
tangan leaps begitu saja, tanpa menaruh kepedulian sedikitpun terhadap pemeliharaan Al-
Qur’an. Sebaliknya, kaum muslimin harus bersikap pro aktif dalam memelihara keaslian
Al-Qur’an sebagai kitab suci umat Islam.

DAFTAR PUSTAKA
Arif, Syamsuddin. 2008. Orientalis dan Diabolisme Pemikiran. Jakarta: Gema Insani Press.

Jeffery, Arthur. 1952. The Qur’an as Scripture. New York: Russell F. Moore Companya.

Karim, Abdul. “Pemikiran Orientalis..,”

Krentz, Edgar. 1975. The Historical-Critical Method. Philadelphia: Fortress Press.

Richard N. Soulen and R. Kendal Soulen. 2001. Handbook of Biblical Criticism. London:

Westminster John Knox Press. Lihat aplikasi kritik sastra terhadap Bibel dalam

C.Houtman, “The Pentateuch,” dalam The World of the Old Testament: Bible Handbook,

ed. A. S. Vand Der Woulde (Michigan: William B. Eerdmans Publishing Company,

1989).

Sahiron Syamsuddin, dkk. 2003. Hermeneutika al-Qur’an Mazhab Yogya. Yogyakarta: Islamika.

Yanti, Evy. Perkembangan Studi Al-Qur’an di Barat. 2021.

You might also like