You are on page 1of 22

MODUL 2 PENDIDIKAN ANTI KORUPSI DAN

ETIK UMB 2021

Program TatapMuk
Fakultas Kode MK DisusunOleh
Studi a

FIKOM Program 2 U002100010


Desain
Komunika Drs. Budiantoro, MA
si Visual

Setiap manusia pasti memiliki tujuan hidup. Tujuan tersebut

menjadi salah satu patokan untuk pengambilan keputusan-keputusan

serta tindakan-tindakan dalam hidupnya. Akan tetapi, perlu diingat

bahwa untuk mencapai tujuan hidup itu, manusia tidak bisa hanya

mengandalkan dirinya sendiri karena setiap manusia memiliki


keterbatasan. Untuk mencapai tujuan hidup itu, setiap orang perlu kerja

sama dan saling mendukung satu dengan yang lain. 1 Oleh karena itu,

manusia mempunyai kecenderungan untuk membangun hidup bersama

dalam suatu kelompok masyarakat, misalnya dalam suatu negara.

Dalam kehidupan bersama tersebut, manusia dapat melangsungkan

hidup, dan saling membantu demi mencapai kebutuhan dan tujuan

hidup mereka. Hidup bersama membawa banyak manfaat dan

membuat manusia menyadari diri dan merasa berarti bagi manusia

lain.2

Plato (427-347 SM), seorang filsuf Yunani Kuno berpendapat

bahwa setiap manusia memiliki dorongan untuk membentuk hidup

bersama. Hidup bersama ini penting karena setiap manusia berusaha

untuk mencapai tujuan, yaitu eudaimonia (kebahagiaan), namun ia

mempunyai banyak keinginan dan kebutuhan konkret dalam upaya

mewujudkan kebahagiaan itu. Plato berpendapat bahwa eudaimonia

tidak akan tercapai kalau manusia hidup sendiri-sendiri. Manusia pada

hakikatnya adalah makhluk yang bisa menyempurnakan dirinya kalau

1 Bdk. EMANUEL PRASETYONO, Dunia Manusia Manusia Mendunia, Zifatama


Publishing, Sidoarjo, 2013,120-121.
2 Bdk. ADELBERT SNEIJDERS, Antropologi Filsafat Manusia: Paradoks dan Seruan,
Kanisius, Yogyakarta, 2004, 36-37.
ia hidup bersama di dalam sebuah polis (negara kota). Di dalam polis

itulah semua manusia dapat hidup saling membantu untuk memenuhi

kebutuhan dan dengan demikian dapat mewujudkan kebahagiaan.3

Aristoteles (384-322 SM), murid dari Plato, juga memiliki

pendapat berkaitan dengan hidup manusia. Dalam filsafat politiknya,

Aristoteles menjelaskan konsep dasar manusia. 4 Ia sangat menekankan

bahwa manusia adalah zoon politikon (makhluk politik atau makhluk

sosial). Sebagai makhluk sosial, ia mempunyai tujuan dan kebutuhan

dalam hidup yang tidak mungkin dicapai jika hanya mengandalkan diri

sendiri. Ia hanya mampu mencapainya dalam kebersamaan dengan

manusia lain. Hal seperti inilah yang menjadi faktor pendorong bagi

manusia untuk membangun hidup bersama seperti dalam polis (negara

kota). Dalam negara kota atau polis tersebut, Aristoteles berpendapat

bahwa keluarga adalah bentuk persekutuan hidup yang pertama yang

dibentuk oleh manusia.5 Keluarga merupakan asosiasi yang ada secara

alamiah untuk memenuhi kebutuhan dan menjaga pertumbuhan

3 Bdk. HENRY J. SCHMANDT, Filsafat Politik Kajian History dari Zaman Yunani
Kuno sampai Zaman Modern, Pustaka Pelajar, Yogyakarta 2009, 61.
4 Bdk. K. BERTENS, Sejarah Filsafat Yunani, Kanisius, Yogyakarta, 1999, 154.
5 Bdk. J. H. RAPAR, Filsafat Politik Aristoteles, Raja Grafindo Persada, Jakarta,
1993, 37.
manusia. Dari keluarga tersebut, akhirnya terbentuklah komunitas

hidup yang lebih besar, yaitu komunitas desa untuk saling membantu

dan saling melindungi. Desa yang terbentuk akan terus tumbuh dan

berkembang hingga akhirnya membentuk polis (negara kota).6 Dengan

demikian, bagi Aristoteles, hidup bersama itu terbentuk karena kodrat

manusia sebagai makhluk sosial atau makhluk politik (zoon politikon).7

Pendapat Aristoteles tersebut didukung oleh Thomas Aquinas

(1225-1274). Thomas Aquinas adalah salah satu filsuf dan teolog pada

zaman skolastik. Dalam filsafat politiknya, ia menegaskan bahwa suatu

negara terbentuk karena kodrat alamiah manusia, yakni bahwa manusia

adalah makhluk sosial dan makhluk politik.89 Menurut Thomas,

sebagai makhluk sosial, antar sesama manusia samasama saling

membutuhkan, saling menolong, bekerja sama sehingga dapat

mencapai tujuan hidup, yaitu kebahagiaan. Kebahagiaan terakhir dari

manusia adalah bersatu dengan Allah yang akan diperoleh setelah

6 Ibid., 37-38.
7 Ibid., 39.
8 Bdk. AGUS DEDI, “Analisis Pemikiran Filsafat Politik Thomas Aquinas”, dalam
Cakrawala, Vol.
9 , No. 4,
Maret
2014. 9
Ibidem.
manusia mengalami kematian. Dalam pandangan Thomas Aquinas,

negara memiliki peran penting dalam mensejahterakan kehidupan

masyarakat. Dalam negara, manusia dapat mengembangkan akal budi

dan pikirannya. Negara dengan demikian merupakan kebutuhan

kodrati manusia. Negara memiliki tatanan hirarki. Para pemimpin

dalam negara bertugas mengatur dan mengarahkan kehidupan

masyarakat agar bisa mencapai tujuan hidupnya.9

Dari uraian pemikiran Plato, Aristoteles, dan Thomas Aquinas

tersebut, dapat dilihat bahwa hidup bersama itu terbentuk karena

dorongan alamiah manusia, yakni manusia sebagai makhluk sosial.

Sebagai makhluk sosial, pada diri manusia, ada keinginan untuk

berelasi dengan sesamanya. Lewat relasi dengan sesama, manusia

dapat mencapai tujuan hidupnya. Dalam interaksi dan hidup bersama

tersebut, manusia melibatkan dirinya dalam urusan masyarakat. Sebab

sebagai manusia, ia memiliki tanggung jawab terhadap sesamanya

dalam kehidupan bersama dalam masyarakat.10

10 Bdk. FRANS MAGNIS SUSENO, Menjadi Manusia Belajar dari Aristoteles,


Kanisius, Yogyakarta,2009, 30-31. 11 Bdk. EMANUEL PRASETYONO, Dunia Manusia,
123.
Konsep tentang manusia sebagai makhluk sosial sebagaimana yang

diungkapkan oleh Plato, Aristoteles dan Thomas Aquinas di atas

mendapat tantangan dari para filsuf modern, seperti Thomas Hobbes

(1588-1679) dan Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Hobbes dan

Rousseau berpendapat bahwa kehidupan bersama bukanlah sesuatu

yang terjadi secara alamiah.11 Bagi Hobbes dan Rousseau, kehidupan

sosial terjadi karena adanya kesepakatan bersama, yaitu kontrak sosial.

Sebelum ada kontrak sosial, manusia hidup dalam situasi alamiah

(state of nature). Menurut Hobbes, dalam state of nature atau keadaan

alamiah, manusia memiliki sikap yang sangat egois, mengutamakan

kepentingan diri sendiri, suka bertengkar, atau juga berperang untuk

saling menaklukkan. Manusia dalam pandangan hobbes diibaratkan

seperti serigala bagi sesamanya (homo homini lupus). Apapun akan

dilakukan, untuk mendapatkan apa yang diinginkan. 11 Hobbes juga

berpendapat bahwa perang atau saling menerkam dengan sesamanya,

merupakan suatu cara yaang ditempuh untuk menyelamatkan diri

masing-masing dari ancaman musuh. Dalam keadaan apapun, manusia

tidak merasa aman. Perasaan takut terus menyelimuti manusia karena


11 Bdk. K. J. VEEGER, Realitas Sosial:Refleksi Filsafat Sosial atas Hubungan
Individu-Masyarakat dalam Cakrawala Sejarah Sosiologi, Gramedia, Jakarta, 1985,
68
banyak ancaman yang datang.12 Dari kondisi seperti ini, pada akhirnya,

manusia merasa terdorong untuk mencari kehidupan yang lebih baik

yang bisa melepaskan mereka dari situasi yang saling menerkam

tersebut melalui kontrak sosial. Sementara itu, Jean Jacques Rousseau

seorang filsuf Perancis menegaskan bahwa manusia tidak memiliki

kodrat sosial yang bisa menyatukan manusia yang satu dengan yang

lainnya. Masyarakat hanya tercipta lewat perjanjian antarindividu

belaka.13

Dari pandangan Hobbes dan Rousseau dapat dikatakan bahwa

kehidupan manusia dalam suatu masyarakat terbentuk karena adanya

kesepakatan bersama atau kontrak sosial. Dengan demikian, kodrat

sosial itu tidak ada dalam diri manusia.Keduanya meletakkan kontrak

sosial itu dalam lembaga negara, sehingga dapat mengendalikan segala

macam nafsu-nafsu manusia dalam hidup bersama.

Dari uraian di atas, dapat dilihat bahwa persoalan mengenai

dimensi sosial manusia memang bukanlah sesuatu yang mudah

12 Bdk. BRYAN MAGEE, Kisah tentang Filsafat.Terj. Marcus Widodo, dkk.,


Kanisius, Yogyakarta 2008, 80.
13 Bdk. A. SUDIARJA, dkk (eds)., Karya Lengkap Driyarkara: Essay-essay Filsafat
Pemikir yang Terlibat Penuh dalam Perjuangan Bangsanya, Gramedia Pustaka
Utama, Kompas, dan Jesuit Provinsi Indonesia, Jakarta 2006, 167.
dimengerti, apalagi pada masa ini, manusia hidup di era globalisasi

yang ditopang oleh sistem pasar bebas. Kita dapat merasakan bahwa

terjadi persaingan yang ketat dalam masyarakat. Ciri sosialitas manusia

perlahan-lahan hilang dan digantikan oleh sikap individualistis yang

merajalela. Tidak jarang, orang cenderung untuk mengotak-kotakkan

struktur kehidupan dalam masyarakat.14 Perbedaan suku, agama, ras

dan budaya tidak lagi dipandang sebagai suatu kekayaan untuk dijaga

dan diwariskan, tetapi kadang hal tersebut menjadi alat untuk

menciptakan permusuhan dan kekerasan dalam masyarakat. Kita bisa

menyaksikan dalam hidup sehari-hari, begitu banyak pemberitaan

mengenai perkelahian, pembunuhan, pemerkosaan, serta aksi teror

bom, perdagangan manusia dan juga perbudakan, serta masih banyak

peristiwa kemanusiaan lainnya, yang menunjukan betapa rendahnya

manusia memperlakukan sesamanya. Tidak jarang pula orang

membangun relasi dengan sesamanya hanya untuk dijadikan sebagai

objek yang dapat diperalat. Hal demikian dapat kita jumpai dalam

berbagai bidang kehidupan di masyarakat, seperti bidang ekonomi dan

politik.

14 Ibid., 13
Dalam bidang ekonomi, sering terjadi bahwa orang membangun

relasi dengan sesamanya hanya karena kepentingan bisnis. Ini artinya

bahwa relasi yang terjadi bukan karena didorong oleh kehendak

manusia sebagai makhluk sosial, tetapi karena nilai keuntungan yang

akan diperoleh dalam dunia bisnisnya. Konsekuensinya, apabila sudah

tidak membawa keuntungan, relasi tersebut dapat ditinggalkan. Dalam

hal ini, dapat dilihat bahwa kesadaran manusia akan kodratnya sebagai

makhluk sosial sudah mulai memudar. Orang-orang condong kepada

semangat individualis.

Melihat hal ini, muncul suatu keprihatinan dalam diri penulis. Jika

konflik dan sikap individualistik manusia terus merasuki jiwa manusia,

kehidupan manusia akan hancur. Setiap manusia pasti akan lebih

mementingkan kepentingan diri sendiri dan mengejar kepuasan

pribadi. Manusia akan memandang sesama sebagai musuh yang dapat

mengancam hidupnya. Hal ini pasti akan menimbulkan konflik.

Persaingan-persaingan yang tidak sehat pun pasti akan terjadi demi

mencapai keinginannya. Hal-hal seperti ini dapat memberikan efek

negatif yang luar biasa dalam hidup manusia di dunia, karena manusia

akan berpikir bahwa orang lain adalah ancaman baginya.


Pengertian, konsep dan definisi potensi diri

Danis berpotensi sebagai Pengusaha. Dina berpotensi sebagai

negarawan, Iwan berpotensi sebagai Ekonom.

Apakah arti potensi dalam kalimat tersebut? Setujukah anda bahwa

potensi dalam pengertian tersebut adalah kekuatan atau daya yang

dimiliki oleh seseorang, baik yang belum teraktualisasi maupun

sudah teraktualisasi , namun belum optimal. Potensi berasal dari

bahasa Inggris “to potent” yang berarti kekuatan (powerful), daya,

kekuatan, kemampuan. Setiap individu pada

hakekatnya memiliki suatu potensi yang dapat dikembangkan, baik


secara individu maupun kelompok melalui latihan- latihan.

Sedangkan menurut Prof DR.Buchori Zainun, MPA yang disebut

potensi adalah Daya atau kekuatan baik yang sudah teraktualisasi

tetapi belum optimal maupun belum teraktualiasasi. Daya tersebut

dapat bersifat positif yang berupa kekuatan (power), yang bersifat

negatif berupa kelemahan (weakness). Dalam pengembangan

potensi diri yang dikembangkan adalah yang positif, sedangkan

yang negatif justru harus dicegah dan dihambat agar tidak

berkembang. Potensi-potensi tersebut merupakan salah satu

pembeda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Lalu

bagaimanakah dengan orang yang potensial? Potensial (potential)

dicirikan dengan adanya potensi, memiliki kemampuan laten untuk

melakukan sesuatu atau untuk bertingkah laku dengan cara

tertentu, khususnya dengan cara yang mencakup laten atau bakat

pembawaan atau intelligensi (JP Chaplin : Kamus Lengkap

Psiklogi :2004). Istilah lain potensi adalah kemampuan, kekuatan,

kesanggupan atau daya baik sudah terwujud atau belum terwujud.

Menurut kamus umum Bahasa Indonesia potensi berarti

kemampuan yang mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan.


Berdasarkan pengertian di atas potensi merupakan daya yang

dimiliki oleh setiap manusia. namun belum terwujud atau belum

dimanfaatkan secara maksimal. Menurut Slamet Wiyono (2006:38)

potensi diri manusia secara utuh adalah keseluruhan badan atau

tubuh manusia sebagai suatu sistem yang sempurna dan paling

sempurna bila dibandingkan dengan sistem makhluk ciptaan Alloh

lainya, seperti binatang, malaikat, jin, iblis dan setan. Apabila


diidentifikasi, potensi-potensi yang telah ada pada diri manusia

adalah akal pikiran, hati dan indera. Sedangkan menurut Hery

Wibowo (2007: 1) minimal ada empat kategori potensi yang

terdapat dalam diri manusia sejak lahir yaitu, potensi otak, emosi,

fisik dan spiritual dan semua potensi ini dapat dikembangkan pada

tingkat yang tidak terbatas. Ahli lain berpendapat bahwa manusia

itu diciptakan dengan potensi diri terbaik dibandingkan dengan

makhluk Tuhan yang lain, ada empat macam potensi yang dimiliki

oleh manusia yaitu, potensi intelektual, emosional, spiritual dan fisik

(Udo Yamin Efendi Majdi, 2007).

Lalu siapakah pemimpin itu? Pemimpin menurut Henry Pratt

Faiechild dalam Kartini Kartono (1994:33) adalah ialah seorang

yang dengan jalan memprakarsai tingkah laku sosial dengan

mengatur, mengarahkan, mengorganisir atau mengontrol

usaha/upaya orang lain atau melalui prestise, kekuasaan dan

posisi. Dalam pengertian yang terbatas, pemimpin ialah seorang

yang membimbing, memimpin dengan bantuan kualitas-kualitas

persuasifnya dan akseptansi/ penerimaan secara sukarela oleh

para pengikutnya. Miftha Thoha dalam bukunya Prilaku Organisasi

(1983:255) pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan


memimpin, artinya memiliki kemampuan untuk mempengaruhi

orang lain atau kelompok tanpa mengindahkan bentuk alasannya.

Prof. Maccoby Pemimpin pertama-tama harus seorang yang

mampu menumbuhkan dan mengembangkan segala yang terbaik

dalam diri para bawahannya.


Berdasarkan pengertian potensi diri dan pemimpin di atas,

maka yang dimaksud dengan potensi diri pemimpin adalah

kekuatan atau daya yang dimiliki oleh pemimpin dalam

menggerakan sumberdaya manusia dan sumberdaya lain yang ada

dalam organisasi baik yang belum teraktualisasi maupun yang

sudah teraktualisasi namun belum optimal. Potensi tersebut

meliputi potensi fisik, potensi sosio emosional, potensi kecerdasan

inteligence, potensi kecerdasan spiritual maupun potensi ketahan

malangan. Sedangkan Howard gardner menyebutkan dengan multi

intelligence (kecerdasan majemuk).


Seseorang yang mampu memberdayakan sumberdaya manusai

dan sumberdaya lain dalam organisasi untuk mencapai tujuan

yang telah ditentukan. Potensi diri seperti apakah yang perlu

dikenal dan dikembangkan agar mampu menjadi pemimpin

perubahan?

Perubahan yang seperti apakah yang diharapkan mampu

memimpin organisasi menuju organisasi kelas dunia yang mampu

menghadapi tantangan-tantangan yang ada? Setujukah anda

dengan konsep pemimpin yang adaptif? Siapakah pemimpin adaptif

itu? Pengertian pemimpin telah di bahas dalam uraian di atas,

yang intinya adalah seseorang yang mampu memberdayakan

sumberdaya manusia dan sumberdaya lain untuk mencapai tujuan

organisasi. Sedangkan Adaptif berarti cerdas menyesuaikan diri

dengan perubahan. Jadi pemimpin adaptif adalah pemimpin yang

mampu menggunakan kepemimpinan yang mudah menyesuaikan


dirinya dengan perubahan dan keadaan baru. Seorang pemimpin

yang adaptif dapat menyesuaikan diri dan perusahaan dengan

keadaan yang dinamis, menyesuaikan nilai mereka dengan

perubahan yang terjadi, dan membantu bawahan mereka untuk

dapat ikut menyesuaikan diri dan mengenali perubahan yang terjadi

tanpa mengurangi kepercayaan bawahan tersebut kepada mereka.

Contoh pemimpin adaptif yang dapat Anda lihat adalah Sam

Palmisano dari IBM, dan Ford‘s Alan Mulally. Guna mewujutkan

kepemimpinan yang adaptif perlu menggunakan seluruh potensi

yang dimiliki oleh pemimpin. Baik potensi kecerdasan emosi,

potensi kecerdasan intelligence, potensi kecerdasan spiritual dan

potensi ketahanan malangan. Potensi Kecerdasan intelektual

sangat diperlukan dalam menggali permasalahan-permasalahan

yang ada, menggali data, menganalisa masalah serta membuat

sintesa. Sedangkan potensi kecerdasan emosi diperlukan dalam

menggerakan sumberdaya manusia untuk melaksanakan aktivitas

yang sudah ditentukan dengan empati, motivasi dan mampu

bekerjasama bekerja sama secara efektif. Potensi kecerdasan

emosi sangat diperlukan dalam memberdayakan sumberdaya

manusai dalam rangka mewujudkan kepemimpinannya. Memimpin


dengan empati, menggunakan hati nurani akan mampu

menggerakan sumberdaya manusia dalam mencapai tujuan

organisasi. Untuk itu maka diperlukan pengembangan diri secara

terus menerus dan berkesinambungan.

Dalam menjalankan kepemimpinan adaptif akan dijumpai

tantangan dan hambatan, untuk itu potensi ketahan malangan


sangat diharapkan. Dengan menggunakan kecerdasan ketahan

malangan pemimpin adapif mampu mendengarkan, menggali peran

anda dan menganalisas fakta-fakta yang dan menentukan dan

melakukan tindakan nyata untuk melakukan perubahan yang kreatif

dan inovatif. Ide-ide kreatif tidak akan mendapat dukungan yang

efektif dari stake holder apabila tidak dikomunikasikan kepada para

pihak yang berkepentingan. Untuk mengemukakan ide-ide kreatif

tersebut diperlukan potensi percaya diri. Tanpa rasa percaya diri

yang optimal pemimpin tidak mampu mengungkapkan ide-ide

kreatif secara gamblang untuk memperoleh dukungan dalam

pelaksanaannya. Potensi berfikir kreatif akan tumbuh subur

apabila didukung oleh faktor personal dan situasional. Faktor

personal diantaranya adalah kemampuan kognitif dan potensi

kecerdasan emosi. Faktor lain adalah adanya sikap terbuka , sifat

bebas dan percaya diri. Hal ini merupakan potensi kecerdasan

emosi. Dengan sikap terbuka akan dapat menerima stimuli internal

dan eksternal yang akan menumbuhkan sikap kreatif.

Mengacu pada uraian di atas, maka pengenalan potensi diri

sangat diperlukan bagi pemimpin perubahan, agar mampu

mengembangkan potensi dirinya secara optimal. Di samping itu


juga mampu memberdayakan Sumber daya Manusia dalam

mendukung visi dan misi organisasi.


C. Latihan

Setelah Anda membaca konsep dasar potensi diri pemimpin

seperti diuraikan di atas, maka jawablah laihan berikut :

1) Mengapa pemimpin perlu mengembangkan potensi diri?

2) Apakah potensi itu?

3) Apakah manfaat mengembangkan potensi diri?

You might also like