You are on page 1of 3

Peluang dan Tantangan Kosmetik Ramah Lingkungan

Alifian Aiman, Dewi Sartika Hasibuan, Ersa Velia Ramadhani, Fiqi Ardiansyah Siregar, Lutfiah
Irwani Saragih, Mhd. Sudepman Rohim Tarigan, Yusra Yani Harahap
Mahasiswa Program Studi Akuntansi Syari’ah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas
Islam Negeri Sumatera Utara

1. LATAR BELAKANG
Di Indonesia, dalam hal pemilihan produk kecantikan adalah sesuatu yang mudah
namun ada beberapa hal yang menyebabkan pemilihan menjadi susah. Karena, jika salah dalam
memilih produk kecantikan, maka dapat berakibat yang cukup fatal bagi kesehatan dan
keindahan kulit konsumen itu sendiri. Apalagi salah satu masalah lingkungan yang utama saat
ini adalah pencemaran laut dan sungai. Sehingga terlihat bahwa ancaman perubahan iklim,
pemanasan global, dan isu lingkungan, akhirnya konsep Going Green mendapatkan
momentumnya. Kepedulian konsumen terhadap lingkungan semakin meningkat seiring
berjalannya waktu. Pola pembelian kosmetik mereka pun berubah. Banyak perusahaan yang
merasa enggan menerapkan green marketing dalam memasarkan produknya dikarenakan
produk yang ramah lingkungan pada umumnya akan dijual dengan harga yang cukup tinggi.
Sedangkan mayoritas konsumen tidak ingin membayar lebih untuk hal tersebut sehingga dapat
menyebabkan ketidakseimbangan antara pengeluaran dan pemasukan perusahaan. Disamping
itu, riset yang dilakukan untuk menemukan teknologi produk baru yang ramah terhadap
lingkungan membutuhkan biaya investasi yang cukup besar pula menyebabkan beberapa
perusahaan enggan untuk melakukannya. Salah satu tantangan yang terjadi di dalam
memasarkan green marketing adalah masyarakat yang sebenarnya tidak terlalu paham
mengenai apa yang sedang terjadi di lingkungan sekitarnya terutama mengenai permasalahan
green marketing. Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan agar sukses
dalam persaingan bisnis adalah berusaha mencapai tujuan perusahaan dengan menciptakan
dan mempertahankan pelanggan. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu model
pemasaran yang tepat, dimana pemasaran merupakan salah satu titik permulaan dari proses
pertumbuhan suatu perusahaan. Mempertahankan pelanggan berarti perusahaan harus mampu
memuaskan apa yang dibutuhkan dan diinginkan pelanggannya melebihi apa yang diberikan
pesaing, sedangkan menciptakan pelanggan berarti perusahaan harus dapat menangkap setiap
peluang yang ada melalui strategi pemasarannya untuk mendapatkan pelanggan.
Perkembangan dan pertumbuhan kosmetik global dapat kita analisis lewat platform
digital. Yang mana juga berperan besar dalam menyampaikan arus informasi sekecil apapun
sampai ke berbagai pelosok wilayah dari berbagai Negara. Sebagai contoh kami akan membahas
perkembangan kosmetik di negara - negara asia bagian timur, Seperti dinegara korea, china dan
jepang. siapa sih yang tidak tahu akan brand - brand kosmetik asal negara - negara tersebut.
Apalagi sekarang kosmetik asal korea selatan sedang naik daun di kalangan wanita di berbagai
dunia. Karena korea selatan, china dan jepang terkenal akan standar kecantikannya, sehingga
kosmetik sangat diminati dan bahkan menjadi kebutuhan primer disana. Oleh sebab itu,
kosmetik sangat berkembang pesat di negara negara tersebut. Dari yang awal mulanya memiliki
standar kecantikan dengan riasan kulit muka bercahaya tanpa pori - pori, bedak muka putih
digunakan untuk membuat kulit menjadi berwarna putih pucat, perona pipi, memiliki bentuk
alis melengkung, serta bibir pink yang sehat. Sampai wanita kemudian mulai menyukai
penggunaan make up praktis yang cepat tapi nyaman. Sehingga muncul lah kosmetik dan variasi
produk perawatan kulit di pasaran. Bedak dan lipstik wajah mulai dijual dalam ragam warna
yang lebih luas selain warna putih dan merah tradisional. Kemudian mengalami perkembangan
dengan diproduksinya foundation, eyeliner, mascara, eyeshadow, serta pomade/minyak rambut
bagi pria. Selain terkenal akan khasiat produk yang diakui oleh para penggunanya, kosmetik -
kosmetik tersebut juga mempertimbangkan tentang lingkungan sekitar. Sehingga banyak brand
kosmetik yang menciptakan dan membuat produk kosmetik ramah lingkungan
( green cosmetic ).
Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-besaran pada
abad ke-20, sehingga saat ini kosmetik menjadi salah satu bagian dunia usaha. Di Indonesia,
produk kosmetik yang diklain tertua adalah Viva, yang diproduksi semenjak 1962. Selanjutnya
diantaranya diikuti dengan kehadiran produk dan merek kosmetik lain seperti Fanbo (1968),
Marcks (1971), Sariayu (1977), Purbasari (1993), Wardah (1985). Pada masa kini, konsumen
sudah mulai terbuka pada konsep sustainable beauty dimana konsep ini berfokus pada produksi
kosmetik yang aman bagi lingkungan dan konsumennya. Aman bagi lingkungan berarti tidak
hanya mengambil bahan dasar dari alam dengan begitu saja, tetapi juga turut melestarikannya.
Hal ini juga berarti menerapkan proses produksi yang tidak mencemari lingkungan dan
keanekaragaman hayati. Selain itu, produksi kosmetik menerapkan cruelty-free yang berarti
tidak membahayakan hewan. Contohnya produk parfum yang menggunakan bahan baku yang
diambil dari kebun budidaya tanaman milik perusahaan sehingga keanekaragaman hayati akan
terjaga dan tetap berkelanjutan dan juga tidak menyakiti hewan dalam prosesnya. Kemasan
yang digunakan juga bukan kemasan yang sekali pakai melainkan dapat diisi ulang. Kini banyak
perusahaan mulai menerapkan refill dan reuse pada produknya yang bertujuan untuk
mengurangi sampah dari kemasan produk kecantikan. Selain itu banyak perusahaan
menggunakan kemasan yang ramah lingkungan, seperti menggunakan plastik dan kaca yang
didaur ulang serta menggunakan bambu. Cara memilih produk skincare yang ramah lingkungan,
yaitu dengan membaca label yang ada di kemasan produk tersebut. Produk skincare yang
memiliki bendera merah, memiliki kandungan zat beracun dan karsinogenik, seperti paraben,
yang bisa membahayakan kulit dan memicu kanker kulit. Produk eco friendly biasanya tidak
memiliki kandungan plastik atau polyethylene microbeads. Kandungan ini sering terdapat pada
produk eksfoliator, namun tidak bisa larut dalam air, sehingga bisa menyebabkan sungai
dan laut tersumbat.
Di Indonesia, dalam hal pemilihan produk kecantikan adalah sesuatu yang mudah
namun ada beberapa hal yang menyebabkan pemilihan menjadi susah. Hal tersebut
dikarenakan para konsumen dihadapkan pada banyak nya pilihan yang dapat menyebabkan
kebingungan dalam memilih produk manakah yang ramah terhadap lingkungan dengan
memiliki kualitas yang baik serta aman untuk digunakan. Jika salah dalam memilih produk
kecantikan, maka dapat berakibat yang cukup fatal bagi kesehatan dan keindahan kulit
konsumen itu sendiri. Banyak perusahaan yang merasa enggan menerapkan green marketing
dalam memasarkan produknya dikarenakan produk yang ramah lingkungan pada umumnya
akan dijual dengan harga yang cukup tinggi. Sedangkan mayoritas konsumen tidak ingin
membayar lebih untuk hal tersebut sehingga dapat menyebabkan ketidakseimbangan antara
pengeluaran dan pemasukan perusahaan. Disamping itu, riset yang dilakukan untuk
menemukan teknologi produk baru yang ramah terhadap lingkungan membutuhkan biaya
investasi yang cukup besar pula menyebabkan beberapa perusahaan enggan untuk
melakukannya. Salah satu tantangan yang terjadi di dalam memasarkan green marketing adalah
masyarakat yang sebenarnya tidak terlalu paham mengenai apa yang sedang terjadi di
lingkungan sekitarnya terutama mengenai permasalahan green marketing. Salah satu syarat
yang harus dipenuhi oleh suatu perusahaan agar sukses dalam persaingan bisnis adalah
berusaha mencapai tujuan perusahaan dengan menciptakan dan mempertahankan pelanggan.
Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan suatu model pemasaran yang tepat, dimana
pemasaran merupakan salah satu titik permulaan dari proses pertumbuhan suatu perusahaan.
Mempertahankan pelanggan berarti perusahaan harus mampu memuaskan apa yang
dibutuhkan dan diinginkan pelanggannya melebihi apa yang diberikan pesaing, sedangkan
menciptakan pelanggan berarti perusahaan harus dapat menangkap setiap peluang yang ada
melalui strategi pemasarannya untuk mendapatkan pelanggan.
Kesadaran konsumen seiring berjalannya waktu semakin meningkat dalam
menggunakan produk dengan terlalu banyak bahan kimia memberikan kerugian yang besar
untuk diri sendiri maupun masyarakat pada umumnya, dengan itu konsumen memilih produk
yang ramah lingkungan meskipun mengeluarkan budget yang lebih tinggi. Menurut Sumarni
(2005) setiap keputusan pembelian mempunyai struktur sebanyak tujuh komponen.
Komponen-komponen tersebut diantaranya, keputusan tentang jenis produk, keputusan
tentang bentuk produk, keputusan tentang merek, keputusan tentang penjualan, keputusan
tentang jumlah produk, keputusan tentang waktu pembelian, dan keputusan tentang cara
pembayaran. Kotler (2000), menyatakan bahwa konsumen tidak membuat keputusan dalam
sesuatu yang hampa, akan tetapi mereka dipengaruhi oleh beberapa faktor penting yaitu faktor
kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologis. Selain beberapa point diatas, kesadaran individu dan
kualitas produk baik dari isi maupun packaging yang bagus juga menjadi faktor yang dapat
menarik niat konsumen untuk membeli. Oleh karena itu industri kecantikan memperhatikan
bahan dari kemasan yang digunakan dan pengolahan limbahnya. Beberapa penelitian lain yang
membahas tentang kosmetik ramah lingkungan yaitu, (Camilla Custoias Vila Franca dan Helene
Mariko Ueno, 2020) Identifikasi keterbatasan dan perspektif terhadap kosmetik ramah
lingkungan dapat dianggap sebagai langkah pertama untuk mengatasi kesulitan-kesulitan
peraturan pemerintah dibeberapa negara, mendorong penyebaran produk-produk ini dan
memaksimalkan potensinya dalam mengurangi risiko terhadap kesehatan manusia dan
lingkungan yang ditimbulkan oleh kosmetik, dengan mengikuti prinsip-prinsip Kimia Ramah
Lingkungan. Produk sustainable beauty adalah produk yang secara kemasan dianggap ramah
terhadap lingkungan (dapat didaur ulang) serta tidak mengandung bahan kimia sintetik yang
dapat membahayakan lingkungan (Anastasya Carolitta Lukman, 2022). Niat konsumen
biasanya timbul dari rasa peduli terhadap lingkungan. Konsumen yang memiliki keasadaran
linggi terhadap isu lingkungan akan memiliki sikap positif terhadap produk ramah lingkungan
(Raissa Aura Fakhrunissa,Lusianus Kusdibyo, Rafiati Kania,2020).

You might also like