You are on page 1of 20

4

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Bab ini menyajikan teori-teori yang mendukung permasalahan dalam


penelitian ini yang dikutip dari hasil penelitian terdahulu dan pendapat para ahli serta
dari referensi-referensi yang ada.

2.1 Asbuton Butir

Asbuton butir merupakan asbuton hasil pemprosesan secara mekanis dengan


ukuran butir, kadar air, kadar bitumen dan penetrasi sesuai dengan ketentuan
(Anonim, 2008 : 3). Anonim (2006 : 37) menyebutkan saat ini ada beberapa tipe
asbuton butir yang dapat digunakan sebagai bahan tambah ke dalam campuran
beraspal seperti tipe 5/20, 15/20 dan tipe 20/25. Selanjutnya (Anonim, 2006 : 37),
mensyaratkan beberapa ketentuan aspal alam butir yang dikutip dari Spesifikasi
Aspal Alam Butir, disajikan pada Tabel 2.1 berikut:

Tabel 2.1 Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Alam Butir


Metode Tipe
No. Sifat-sifat Asbuton Butir
Pengujian 5/20
1. Kadar aspal; (%) SNI 03-3640-1994 18-22
2. Ukuran Butir Maksimum; (mm) SNI 03-1968-1990 1.18
3. Kadar air; (%) SNI 03-2490-1991 Mak 2
4. Penetrasi (25°C; 5 detik; 0,1 mm) SNI 03-2456-1991 ≤10
Sumber: Anonim (2006)
Keterangan:
1. Asbuton butir Tipe 5/20 : Penetrasi 5 (0.1mm), kadar bitumen 20% dan kadar mineral 80%

Hermadi (n.d : 2) menyebutkan hasil pencampuran antara aspal pen 60/70


dengan bitumen asbuton butir hasil ekstraksi diketahui bahwa sifat aspal menjadi
lebih keras antara lain nilai penetrasi turun 8, 12, dan 18 point masing-masing untuk
penambahan bitumen yang setara dengan penambahan 4%, 7%, dan 10% asbuton
5

butir dalam campuran, sedangkan untuk nilai titik lembek meningkat 3C o, 5Co dan
7Co. Selanjutnya Hermadi (n.d : 7) melaporkan hasil penelitian akibat penambahan
4%, 7%, dan 10% asbuton butir Tipe 20/25 terhadap karakteristik campuran
beraspal panas bergradasi rapat sebagaimana disajikan pada Tabel 2.2 berikut:

Tabel 2.2 Karakteristik Campuran pada Variasi Kadar Asbuton Butir

Hasil Pengujian Campuran


No Karakteristik Sat
0% 4% 7% 10%
Asbuton Asbuton Asbuton Asbuton
Kadar Aspal
1. 6.2 6.6 7.0 7.2 %
Optimum (KAO)
Rongga dlm
2. 17.6 18.2 19.3 20 %
Agregat (VMA)
Rongga Terisi
3. 71 73 73 74 %
Aspal (VFA)
4. VIM Marshall 5.1 5 5.2 5.3 %

5. VIM PRD 4 3.8 3.8 3.9 %

6. Stabilitas 1090 1190 1310 1350 Kg

7. Flow Plastis 2.8 3.4 3.2 3.5 mm


Marshall Kg/
8. 380 355 440 385
Quotient mm
9. Stabilitas Sisa 79.1 85.1 77.1 77.3 kg
gr/
10. Kepadatan 2.305 2.295 2.275 2.265
cm
Sumber: Hermadi (n.d)

Kurniadji dan Nono (n.d : 4) menyatakan asbuton mempunyai kelebihan


dalam hal jumlah cadangan yang melimpah namun kelemahannya adalah tidak
homogen dan rendahnya kadar bitumen. Upaya untuk penyeragaman kadar bitumen
asbuton yang akan digunakan dalam campuran beraspal, dilakukan fabrikasi dan
klasifikasi dari jenis-jenis asbuton yang dihasilkan seperti untuk asbuton butir,
asbuton semi ekstraksi (retona) atau asbuton murni. Selanjutnya Kurniadji dan Nono
6

(n.d : 8) melaporkan hasil pengujian karakteristik untuk berbagai jenis asbuton butir
sebagaimana disajikan pada Tabel 2.3 berikut:

Tabel 2.3 Hasil Pengujian Berbagai Jenis Asbuton Butir


Asb. Tipe Asb. Tipe Asb. Tipe
No. Karakteristik
20/25 15/20 5/20
1. Kadar aspal dalam asbuton; (%) 26.32 23.16 18.58
2. Kadar mineral; (%) 73.68 76.84 81.48
Pen. Bitumen (25°C; 5 detik; 0,1 mm) 16 12 6
4. Titik lembek Bitumen;°C 86 86,5 90
5. Daktilitas Bitumen (25°C; 5 cm/detik) 8.5 9 -
Titik nyala; °C

6. - Asli 168 205 -


- Bitumen 198 328

Berat Jenis
- Asli 1.78 1.88 1.99
7.
- Bitumen 1.054 1.04 1.06
2.28 2.37 2.63
- Mineral
Gradasi Ekstraksi (% lolos)
100 100 100
- No. 8
99.63 99.14 99.63
- No. 16 87.34 96.85 96.77
8. - No. 30 54.84 90.78 87.7

- No. 50 36.58 69.28 67.62


50.40 51.14
- No. 100
- No. 200
Sumber: Kurniadji dan Nono (n.d)

Proses pencampuran asbuton butir kedalam campuran sama dengan proses


pencampuran beraspal panas lainnya dimana tahapan-tahapannya menurut Suaryana
(n.d : 5), dapat dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut:
1. Agregat yang telah disiapkan sebagai bahan campuran ditimbang dan
dipanaskan sampai mencapai suhu pencampuran dan diaduk 5-10 detik.
7

2. Aspal keras penetrasi 60/70 yang telah disiapkan ditimbang dan dipanaskan
kemudian dimasukkan ke dalam agregat panas dan diaduk 5-10 detik.
3. Asbuton butir ditimbang dan dimasukkan ke dalam campuran dan diaduk
bersama agregat dan aspal ± 40 detik.
4. Kemudian campuran di masukkan ke dalam mold cetakan benda uji.
Suhu pencampuran dan pemadatan benda uji mengikuti suhu untuk aspal
keras penetrasi 60/70 yaitu 155 ± 1°C untuk pencampuran dan 140 ± 1°C untuk suhu
pemadatan (Sukirman, 2003 : 135).

2.2 Campuran Aspal porus

Campuran aspal porus merupakan campuran beraspal panas antara agregat


bergradasi terbuka dengan aspal modifikasi dangan perbandingan tertentu (Affan,
2006 : 1). Selanjutnya Diana (1995 ; 1) menyebutkan aspal porus merupakan
campuran beraspal panas bergradasi terbuka dengan persentase agregat kasar yang
besar, persentase agregat halus yang kecil, sehingga menyediakan rongga udara yang
besar. Jenis konstruksi ini direncanakan khusus supaya sesudah penghamparan dan
pemadatan di lapangan campuran masih mempunyai rongga udara berkisar 15 - 25%,
sehingga jenis konstruksi ini memiliki sifat permeabilitas yang baik.
Campuran aspal porus dihampar dan dipadatkan pada permukaan perkerasan
kedap air. Air yang jatuh pada permukaan aspal porus meresap bebas ke permukaan
lapisan di bawahnya, selanjutnya mengalir ke samping. Campuran aspal porus
menggunakan gradasi yang didominasi oleh agregat kasar paling sedikit 85%
terhadap berat total campuran, untuk dapat menghasilkan struktur yang lebih terbuka
sehingga dapat dialiri air (permeable). Umumnya nilai stabilitas campuran aspal
porus lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai stabilitas campuran beton aspal.
Perkerasan aspal porus dapat meningkatkan kontak antara ban luar lalu lintas
dengan permukaan jalan dalam berbagai kondisi cuaca. Selain itu perkerasan aspal
porus dapat mengurangi percikan air oleh ban luar lalu lintas, kesilauan akibat sinar
lampu lalu lintas pada malam hari, serta mereduksi kebisingan.
8

Spesifikasi Aspal Porus yang dikutip dari Autralian Asphalt pavement


Association (1997 : 3) disajikan pada tabel 2.4 berikut:

Tabel 2.4 Spesifikasi Aspal Porus


No. Kriteria Perencanaan Nilai
1. Uji cantabro (%), tak terkondisi Maks 20
2. Uji Asphalt flow down (%) Maks 0.3
3. Stabilitas Marshall (kg) Min 500
4. Kelelehan Plastis (mm) 2–6
5. Kadar Rongga Udara (%) 10 – 25
6. Kekakuan Marshall (kg/mm) Maks 400
Sumber: Australian Asphalt Pavement Association (1997)

2.3 Material Aspal Porus

Material campuran aspal porus sama dengan campuran beraspal panas


lainnya. Agregat dan aspal merupakan bahan dasar dari campuran tersebut. Kualitas
campuran beraspal sebagaimana juga jenis campuran beraspal porus sangat
ditentukan oleh mutu dari kedua bahan tersebut.

2.3.1 Aspal

Menurut Sukirman (2003 : 26-27) aspal adalah material yang pada temperatur
ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Banyaknya aspal
dalam campuran perkerasan berkisar antara 4-10% berdasarkan berat campuran atau
10-15% berdasarkan volume. Unsur utama aspal adalah bitumen yang terjadi secara
alami atau diperoleh dari hasil penyulingan minyak bumi.
Meskipun kandungan aspal pada lapisan permukaan sangat kecil
dibandingkan jumlah agregatnya, namun baik kualitas maupun kuantitas aspal sangat
berpengaruh pada perilaku lapis permukaan (Wignall, 2003 : 169).
Menurut Sukirman (1999 : 66) menyatakan bahwa aspal yang digunakan
dalam konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:
9

1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan
antara aspal itu sendiri;
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir-butir dan pori-pori yang ada dari
agregat itu sendiri.
Oleh karena itu aspal harus mempunyai durabilitas yang bagus, yang tahan
terhadap perubahan cuaca, mempunyai sifat kohesi (dengan aspal itu sendiri) dan
adhesi (dengan agregat) yang baik agar membetuk perkerasan yang kokoh serta
mempunyai elastisitas yang baik untuk menahan beban yang ditimbulkan oleh arus
lalu lintas yang melaluinya (Sukirman, 1999 : 67).
Aspal berdasarkan jenisnya dapat dibedakan atas: aspal emulsi, aspal cair,
dan aspal semen, (Sukirman, 1999 : 62-63). Aspal semen (aspal keras) banyak tipe,
ditentukan berdasarkan nilai penetrasinya seperti: aspal penetrasi 40-50, aspal
penetrasi 60-70, aspal penetrasi 85-100, aspal penetrasi 120-150 dan aspal penetrasi
200-300 (Sukirman, 1999 : 63). Aspal penetrasi 45-50 adalah aspal yang paling keras
dan aspal penetrasi 200-300 adalah aspal yang terlunak. Persyaratan aspal penetrasi
60-70 yang digunakan untuk campuran aspal disajikan pada Tabel 2.5 berikut:

Tabel 2.5 Persyaratan Sifat-sifat Fisis Aspal Penetrasi 60/70


No. Sifat-sifat Fisis Aspal Syarat
1. Berat jenis (25°C) ≥ 1,0
2. Penetrasi (25°C; 5 detik; 0,1 mm; 100 gr) 60-79
3. Daktilitas (25°C; 5 cm/detik) ≥100
4. Titik lembek; °C 46°C-54°C
5. Kelarutan dalam Trichlor Ethylen; % berat Min. 99
6. Penurunan berat (dengan TFOT); % berat Maks. 0,8
7. Penetrasi setelah penurunan berat; % asli Min. 54
8. Daktilitas setelah penurunan berat; % asli Min. 50

Sumber: (AASHTO,1990)
2.3.2 Aspal modifikasi

Selain aspal minyak dan aspal alam saat ini dikenal pula jenis aspal
modifikasi, aspal ini dibuat dengan menambahkan bahan tambah ke dalam aspal
keras yang bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat teknis aspal sehingga
10

menghasilkan aspal baru yang disebut aspal modifikasi. Aspal modifikasi adalah
aspal yang dibuat dengan mencampur aspal keras dengan suatu bahan tambah,
penambahan ini dimaksudkan untuk memperbaiki sifat-sifat fisis aspal antara lain
penetrasi, kekentalan (viskositas) dan titik lembek (Anonim, 2004 : 13).
Bukhari dkk (2007 : 59) menyebutkan pencampuran bahan tambah ke dalam
aspal keras ini dapat menghasilkan aspal yang mempunyai nilai viskositas tinggi.
Saat ini dikenal beberapa jenis aspal hasil modifikasi seperti: rubberized asphalt,
TAFPACK-super (TPS), high bounding asphalt-50 (HBA-50).
Selanjutnya Wignall (2003 : 174) menyebutkan beberapa bahan lain yang
juga dapat digunakan sebagai bahan tambah untuk aspal modifikasi diantaranya
seperti Epoxy resin, Ethylene Vinly Acetate, Strirenic block polymer. Saat ini dikenal
pula aspal modifikasi jenis Retona (refenery buton aspal) yang merupakan hasil
pencampuran aspal keras penetrasi 60/70 atau 80/100 dengan bitumen hasil semi
ekstrasi dari asbuton.

2.3.3 Agregat

Sukirman (1999 : 41) mengutip dari American Society of Testing Material


(ASTM), mendefinisikan batuan sebagai suatu bahan yang terdiri atas mineral padat,
berupa massa berukuran besar maupun berupa fragmen-fragmen. Agregat merupakan
komponen utama dari lapisan perkerasan yaitu mengandung 90-95% agregat
berdasarkan persentase berat atau 75-85% agregat berdasarkan persentase volume.
Agregat mempunyai fungsi penting dalam mempengaruhi perilaku perkerasan
jalan. Mutu dan sifat agregat merupakan salah satu faktor penentu kemampuan
perkerasan jalan dalam memikul beban lalu lintas. Agregat yang berasal dari satu
sumber pun dapat beragam kualitasnya, sehingga perlu diperiksa kualitasnya
(Wignall, 2003 : 169)
Sifat fisis yang paling penting dari agregat sebagai material jalan antara lain:
berat jenis, penyerapan, kekerasan, keausan, pelapukan, bentuk butir, kelekatan
terhadap aspal, kepipihan dan kelonjongan. Beberapa persyaratan agregat untuk
lapisan permukaan jalan disajikan pada Tabel 2.6 berikut:
11

Tabel 2.6 Persyaratan Sifat-sifat Fisis Agregat untuk Lapisan Permukaan


No. Sifat-sifat Fisis Agregat Syarat
1. Berat jenis (25°C) Min. 2,5
2. Penyerapan Maks. 3%
3. Kekerasan (Impact) Maks. 25%
4. Keausan (Abrasion) Maks. 30%
5. Pelapukan Maks. 12%
6. Kelekatan terhadap aspal Min. 95%
7. Kepipihan dan kelonjongan Maks. 25%
Sumber: Anonim (2004)

2.4 Gradasi agregat

Bukhari dkk (2007 : 18) menyebutkan gradasi adalah distribusi partikel-


partikel berdasarkan ukuran agregat yang saling mengisi sehingga terjadinya suatu
ikatan yang saling mengunci (interlocking). Sukirman (1999 : 45) gradasi agregat
mempengaruhi besarnya rongga antar butir, kadar aspal dan akan menentukan
stabilitas serta kemudahan dalam proses pelaksanaan.
Selanjutnya Sukirman (2003 : 4) agregat kasar adalah butiran yang tertahan
di atas saringan No.8 (2,38 mm) dan agregat halus adalah butiran yang lolos saringan
No.8 (2,38 mm) dan tertahan saringan No.200 (0,074 mm).
Secara umum gradasi agregat dibedakan atas: gradasi seragam, gradasi rapat
dan gradasi buruk (Sukirman, 1999 : 45-46). Gradasi seragam (uniform graded)
adalah gradasi agregat dengan ukuran hampir sama atau mengandung agregat halus
yang sedikit jumlahnya sehingga tidak mengisi rongga antar agregat. Agregat dengan
gradasi seragam akan menghasilkan lapisan perkerasan yang bersifat permeabilitas
tinggi dan stabilitas kurang. Gradasi seragam disebut juga gradasi terbuka. Gradasi
rapat/gradasi menerus (dense graded) disebut juga gradasi baik (well graded), adalah
berimbangnya agregat kasar dan agregat halus sehingga akan menghasilkan lapisan
perkerasan dengan stabilitas tinggi, kedap air dan awet. Gradasi buruk (poorly
graded) adalah campuran agregat dimana fraksi halusnya cenderung lebih banyak
12

sehingga menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas rendah, kedap air dan
kurang awet.
Diana (1995 : 3) mengutip dari Manual Japan Road Association
menyebutkan aspal porus sering juga disebut campuran aspal bergradasi terbuka
(open graded asphalt). Tipikal nilai tengah gradasi agregat aspal porus untuk
diameter maksimum 10 mm, 14 mm dan 20 mm sebagaimana yang dikutip dari
Australian Asphalt pavement (1997 : 18) disajikan pada Tabel 2.7 berikut:

Tabel 2.7 Tipikal Nilai Tengah Gradasi Agregat Aspal Porus Lolos Saringan

Diameter Diameter Agregat Maksimum


Saringan
Toleransi
(mm) 10 mm 14 mm 20 mm
26.50 - - 100 -
19.0 - 100 95 +6
13.2 100 95 55 +6
9.5 90 50 30 +6
6.7 40 27 20 +6
4.75 30 11 10 +5
2.36 12 9 8 +5
1.18 8 8 6 +5
0.6 6 6.5 4 +5
0.3 5 5.5 3 +3
0.15 4 4.5 3 +3
0.075 3.5 3.5 2 +1
Kadar aspal 5.5-6.5 5.0-6.0 4.5-5.5 -

Sumber: Australian Asphalt Pavement Association (1997)

2.5 Karakteristik Campuran Aspal Porus

Sebagai lapisan permukaan jalan raya, campuran beraspal diisyaratkan


mampu melayani beban lalu lintas dan pengaruh cuaca sampai usia pelayanan.
Menurut Sukirman (1999 : 178), karakteristik campuran yang harus dimiliki oleh
13

campuran beraspal panas adalah: stabilitas, durabilitas, fleksibelitas, tahanan geser


(skid resistance), kedap air (impermeability), kemudahan pekerjaan (workability) dan
ketahanan kelelahan (fatique resistance).
Selanjutnya Affan (2006 : 10) mengutip dari Diana menyebutkan
karakteristik yang diisyaratkan untuk campuran aspal porus adalah: kepadatan
(density), stabilitas dan flow, rongga di dalam campuran (voids in mixture), marshall
quotient (MQ), permeabilitas dan keawetan (durability).

2.5.1 Kepadatan (Density)

Density merupakan perbandingan antara berat kering benda uji dengan berat
air pada volume yang sama. Bukhari dkk (2007 : 66) menyebutkan density dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan:
g=c/f………………………………………………………………………(2.1)
Dimana:
g = density (kg/cm3);
c = berat kering (gr);
f = (d – e) ………………………………………………….………………2.2)
d = berat dalam kering keadaan jenuh permukaan (gr);
e = berat dalam air (gr).
Anonim (n.d : 13) menyebutkan penentuan kepadatan benda uji
menggunakan prinsip Hukum Archimedes yaitu berdasarkan berat air yang
dipindahkan oleh benda uji hanya cocok untuk benda uji yang padat dengan
permukaan yang mulus/halus, tetapi untuk aspal porus yang mempunyai kadar
rongga cukup besar (15% - 28%) hasilnya kurang akurat karena adanya udara yang
terperangkap di dalam aspal porus. Untuk itu sebelum benda uji ditimbang dalam air
terlebih dahulu diselimuti dengan parafin atau lilin supaya permukaannya halus.
Adapun prosedur perhitungan adalah sebagai berikut :
 Benda uji yang dingin ditimbang di udara diperoleh (W1);
 Celupkan benda uji ke dalam lilin cair kemudian diangkat dan setelah dingin
ditimbang beratnya(W2);
14

 Benda uji ditimbang dalam air (W3);


 Hitung berat lilin yang menempel pada benda uji (W4)= (W2-W1);
 Hitung volume lilin(V1)= W4/(Bj.lilin =0.9);
 Hitung volume benda uji dengan lilin (V2)= W2-W3;
 Hitung volume benda uji sebenarnya (V3)= V2-V1;
 Hitung kepadatan benda uji = W/V3 (gram/cm3).

2.5.2 Stabilitas

Stabilitas adalah kemampuan suatu campuran aspal untuk menerima beban


sampai terjadi kelelahan plastis yang dinyatakan dalam kilogram atau pon (Sukirman,
1999 : 178). Nilai stabilitas dipengaruhi oleh bentuk butir, tipe gradasi agregat dan
kadar aspal serta jumlah pemadatan. Selanjutnya Bukhari dkk (2007 : 65)
menyebutkan stabilitas dapat dihitung dengan persamaan:
S = p×q×r.........................................................................................(2.3)
Dimana:
S = stabilitas (kg);
p = kalibrasi alat Marshall;
q = pembacaan dial stabilitas;
r = koreksi benda uji.
Australian Asphalt Pavement Association (1997 : 3) mensyaratkan campuran
aspal porus memiliki stabilitas minimum 500 kg.

2.5.3 Kelelahan plastis (flow)

Sukirman (1999 : 189) menyebutkan kelelahan plastis adalah keadaan


perubahan bentuk suatu campuran yang terjadi akibat suatu beban sampai batas
runtuh yang dinyatakan dalam mm atau 0,01”. Australian Asphalt Pavement
15

Assocition (1997 : 3) mensyaratkan campuran aspal porus memiliki flow sebesar 2 - 6


mm.

2.5.4 Rongga dalam campuran (voids in mix)

Voids in mix (VIM) atau rongga dalam campuran adalah bagian ruang kosong
dari seluruh campuran yang merupakan perbandingan volume ruang udara dengan
volume sampel yang dipadatkan dan dinyatakan dalam persen. Volume pori di dalam
campuran aspal porus, selain untuk kelenturan (flexibility) juga difungsikan sebagai
media perembesan air agar permukaan jalan raya tidak tergenang. Bukhari dkk (2007
: 66) menyebutkan besarnya nilai rongga dalam campuran padat dihitung dengan
persamaan:
n =100 – 100 (g/h).......................................................................................(2.4)
Dimana:
n = persen rongga (%);
g = berat volume atau density (gr/cm3);
h = berat jenis teoritis;
100
h=
% Agregat % Aspal % asbuton
+ +
Bj Agregat Bj Aspal Bj asbuton ...................................................(2.5)
Besarnya kadar rongga udara di dalam campuran aspal porus berkisar 15–
25% (Diana, 1995 : 1). Australian Asphalt Pavement Association (1997 : 24)
mensyaratkan VIM berkisar 20 – 25%.

2.5.5 Kadar Rongga

Anonim (n.d.) menyebutkan rongga di dalam campuran aspal porus ada tiga
macam yaitu : rongga efektif (menerus), rongga semi efektif dan rongga non efektif
(gambar 2.1). Rongga menerus adalah propertis yang sangat penting yang berfungsi
16

menyerap dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan Selanjutnya
Anonim (n.d) menyebutkan penelitian menunjukkan besarnya rongga menerus
berkisar 80%-90% dari rongga total di dalam campuran aspal porus.
Perhitungan prosentase rongga udara dalam campuran aspal porus dapat
diketahui dari persamaan berikut.

[( ) ]
W
V
Ru= 1 − . . x.100 %
BJ .teori.maksimum
….............................................(2.6)
Dimana,
Ru = rongga udara total (%)
W = berat benda uji (gram)
V = volume benda uji (cm3)

Rongga udara menerus di dalam campuran dapat diketahui dari persamaan


berikut :

Dimana,
Rm= [( ) ]
(
Wa−W
ρa
v
+. v). .x .100 %
………………………………………..(2.7)

Rm = rongga udara menerus (%)


Wa = berat benda uji dalam air (gram)
V = Volume benda uji (gram)
ρa = berat jenis air (1 gram/cm3)
Jenis-jenis rongga disajikan pada Gambar 2.1 berikut:
17

Gambar 2.1 Jenis-jenis rongga pada campuran aspal porus


Sumber : Colwill (1997)

2.5.6 Marshall quotient

Sukirman (1999 : 189), menyebutkan pemeriksaan Marshall dimaksudkan


untuk menentukan ketahanan (stabilitas) terhadap kelelahan plastis (flow). Bukhari
(2007:67) menyebutkan besarnya nilai Marshall quotient dapat diperoleh dengan
persamaan:
MQ = S/flow…………………………………………………………(2.8)
Dimana:
MQ = nilai Marshall quotient (kg/mm);
S = nilai stabilitas Marshall (kg);
flow = pembacaan dial flow (mm).
Australian Asphalt Pavement Association (1997 : 3) mensyaratkan campuran
aspal porus memiliki Marshall quotient mak. 400 kg/mm.

2.5.7 Permeabilitas

Permeabilitas merupakan kemampuan suatu media untuk meresapakan suatu


cairan secara bebas. Permeabilitas campuran aspal porus merupakan kemampuan
18

campuran untuk meloloskan air yang ada pada permukaan ke bawah. Nilai
permeabilitas aspal porus dipengaruhi oleh kadar rongga di dalam campuran.
Diana (1995 : 5) mengutip dari International perspective menyebutkan
koefisien permeabilitas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
K = 2.3 [d/t] log [(5 + d)/d]…………………………………………..(2.7)
Dimana:
K = koefisien permeabilitas (cm/det);
d = tebal benda uji (cm);
t = waktu pengaliran air (detik).
`Selanjutnya Diana (1995 : 1) mengutip dari Fakuda road Construction
bahwa nilai permeabilitas ini berkisar 0.0575 cm/detik – 0.2493 cm/detik terjadi pada
rongga sekitar 15 - 25%.
Menurut Diana (1995 : 4) langkah-langkah pengujiannya adalah seperti
berikut:
1. Benda uji campuran aspal porus yang telah dipadatkan didiamkan selama ± 24
jam. Bagian bawah dan dinding benda uji dioles tipis lilin panas (cair) atau
bahan lain yang mampu menahan rembesan air dan benda uji direndam sampai
jenuh
2. Benda uji dimasukkan ke dalam cetakan benda uji, lalu di atasnya
disambungkan dengan sebuah cetakan kosong. Disekitar sambungan kedua
cetakan diolesi vaselin, agar air tidak merembes keluar;
3. Kedua cetakan diletakkan pada sebuah penyangga separti pada gambar 2.1;
4. Dari atas cetakan kosong dituangkan air sampai setinggi 5 cm;
5. Olesan lilin penutup alas bawah cetakan berisi benda uji terbuka dan dicatat
lamanya waktu pelolosan/peresapan air.

Peralatan pengujian permeabilitas disajikan pada Gambar 2.2 berikut:


Mold Kosong
19

Air 5 cm

Mold benda Uji


Benda uji
Penyangga

Gambar 2.2 Peralatan Pengujian Permeabilitas


Sumber: Diana, 1995

2.6 Kadar Aspal Optimum

Kadar aspal optimum adalah kadar aspal yang bisa menghasilkan sifat
campuran terbaik. Besarnya nilai kadar aspal optimum diperoleh dari hasil evaluasi
parameter Marshall terhadap nilai karakteristik campuran seperti stabilitas, rongga
udara dalam campuran (VIM), rongga butir agregat (VMA) dan Marshall Quotient
(MQ). Pemakaian kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan perkerasan jalan
mudah runtuh, sedangkan apabila kadar aspal terlalu banyak akan mengakibatkan
aspal meleleh keluar (bleeding).
Pengertian optimum disini identik dengan kompromi, dimana tidak mungkin
menentukan satu kadar aspal yang memberikan hasil terbaik untuk masing-masing
persyaratan. Sebagai contoh, bila diinginkan flexibilitas tinggi, maka kadar aspal
tingi yang terbaik. Bila diinginkan kekakuan (stiffness) tinggi, maka kadar aspal
rendah yang terbaik. Kadar aspal yang dikompromikan diambil dari masing-masing
koridor nilai yang memenuhi tiap persyaratan (Bukhari dkk, 2007 : 63).

2.7 Penentuan Kadar Aspal Optimum (KAO) Campuran Aspal Porus

Penentuan KAO campuran apal porus dalam penelitian ini mengguanakan


metode Australia. Australian Asphalt Pavement Association (1997 : 7) menyebutkan
20

penentuan KAO dengan metode ini hanya mensyaratkan tiga parameter yaitu VIM,
cantabro loss (ketahanan terhadap pelepasan butir) dan asphalt flow down (aliran
aspal ke bawah). Perencanaan kadar aspal dapat dilakukan dengan menyesuaikan
kadar aspal berdasarkan persyaratan cantabro loss dan asphalt flow down.
Meningkatkan kadar aspal dapat menurunkan cantabro loss tetapi meningkatkan
asphalt flow down dan menurunkan VIM. Ketiga persyaratan tersebut harus
terpenuhi dengan menyesuaikan kadar aspal rencana. Nilai spesifikasi penentuan
KAO metode Australia disajikan pada Tabel 2.8 berikut:

Tabel 2.8 Spesifikasi Penentuan KAO metode Austarlian


No Spesifikasi Syarat
1 Cantabro loss (%) < 20
2 Asphalt flow down (AFD) (%) < 0.3
3 Kadar Rongga dalam Campuran (VIM) (%) 20-25
Sumber: Australian Asphalt Pavement Association (1997)

2.7.1 Cantabro loss (CL)

Australian Asphalt Pavement Association menyebutkan pengujian ini


dimaksudkan untuk melihat ketahanan campuran terhadap pelepasan butir, dimana
benda uji hasil pemadatan dengan alat Marshall yang telah berumur tujuh hari
dimasukkan ke dalam alat pengujian abrasi “Los Angeles” dan diputar sebanyak 300
putaran tanpa menggunakan bola baja. Ketahanan benda uji campuran aspal porus
terhadap pelepasan butir dapat di hitung dengan persamaan:
CL= [(p1-p2)/p1 ] × 100%…………………………………….………..(2.8)
Dimana:
CL = Abrasion loss (%);
p1 = berat awal benda uji (gr);
p2 = berat akhir benda uji (gr).
Australian Asphalt Pavement Association (1997 : 24), mensyaratkan campuran aspal
porus memiliki nilai abrasion loss < 20%.
21

2.7.2 Asphalt flow down (AFD)

Australian Asphalt Pavement Association menyebutkan pengujan Asphalt


flow down ini dimaksudkan untuk mengetahui kadar aspal maksimum yang dapat
tercampur homogen dengan agregat tanpa terjadinya pemisahan aspal. Hal ini
penting dilakukan agar selama pengangkutan dari AMP (Asphalt Mixing Plant) ke
lokasi penghamparan tidak terjadi pemisahan aspal.
Prosedur pengujian aspal flow down yang dikutip dari Australian Asphalt
Pavement Association (1997 : 31) adalah sebagai berikut:
1. Cetakan berupa nampan dengan ukuran permukaan 20 × 40 cm dilapisi dengan
kertas alumunium foil, berat cetakan tersebut ditimbang dan dicatat (m1);
2. Selanjutnya dibuat campuran beraspal seberat ± 1200 gr dan setelah tercampur
merata dituangkan di atas cetakan yang telah dilapisi sebelumnya,
permukaannya diratakan dan dicatat beratnya (m2);
3. Cetakan yang telah berisi campuran aspal tersebut dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu ± 160 °C selama + 60 menit.
4. Prosedur diulangi sesuai kebutuhan;
5. Cetakan dikeluarkan dari dalam oven dan campuran beraspal tersebut dituangkan
secara cepat, kemudian berat cetakan berikut campuran beraspal yang melekat
pada aluminium foil ditmbang dan dicatat (m3).
Besarnya asphalt flow down dapat dihitung dengan persamaan:
AFD = (m3-m1/m2-m1) × 100%…………………………….…………...(2.9)
Dimana:
AFD = Asphalt flow down (%);
m1 = berat cetakan berupa nampan (gr);
m2 = berat cetakan beserta campuran beraspal (gr);
m3 = berat cetakan beserta campuran beraspal yang melekat
pada aluminium foil (gr).
Australian Asphalt Pavement Association (1997 : 31), mensyaratkan campuran aspal
porus memiliki nilai AFD < 0,3%.
22

2.8 Penyerapan Agregat Terhadap Aspal

Sukirman (2003 : 90-91) menyebutkan penyerapan agregat terhadap aspal


adalah banyaknya aspal yang terserap (terabsorbsi) ke dalam pori butir-butir agregat.
Besarnya penyerapan ini dapat dihitung dengan persamaan :
Pab = 100 (Gse-Gsb/Gsb.Gse) x Ga ......................................... (2.10)
Dimana:
Pab = Kadar aspal yang terabsorbsi (%);
Gsb = berat jenis bulk dari agregat;
Gse = berat jenis efektif agregat;
Ga = berat jenis aspal.

2.9 Kadar Aspal Efektif

Sukirman (2003 : 91-92) menyebutkan kadar aspal efektif merupakan banyak


aspal yang berfungsi menyelimuti permukaan setiap butir agregat yaitu jumlah aspal
yang dimasukkan ke dalam campuran beton aspal dikurangi bagian yang terabsorbsi
ke dalam pori setiap butir agregat. Besarnya kadar aspal efektif ini dapat dihitung
dengan persamaan:
Pae = Pa- (Pab/100) Ps…………….. ......................................... (2.11)
Dimana:
Pae = Kadar aspal efektif (%);
Pa = Kadar aspal terhadap berat campuran (%);
Ps = Kadar agregat terhadap berat campuran (%);
Pab = Kadar aspal yang terabsorbsi (%).

2.10 Tebal Selimut atau Film Aspal

Semakin tinggi kadar aspal efektif semakin tebal selimut atau film aspal pada
masing-masing butir agregat. Tebal selimut atau film aspal ini sangat ditentukan oleh
23

luas permukaan seluruh butir-butir agregat pembentuk beton aspal (Sukirman, 2003 :
92).
Luas total permukaan agregat campuran ditentukan oleh gradasi dari agregat
campuran. Faktor luas permukaan (FLP) merupakan luas permukaan agragat sesuai
ukuran untuk setiap 1 kg agregat. Sukirman (2003 : 94) menyebutkan tebal selimut
aspal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
P ae 1
Tebal selimut aspal = .
G a LP. Ps
. 1000 µm………………………..(2.12)

Dimana:
Pae = Kadar aspal efektif (%);
Ga = Berat jenis aspal;
Ps = Kadar agregat terhadap berat campuran (%);
LP = Luas permukaan total dari agregat campuran.

You might also like