Professional Documents
Culture Documents
Bab Ii
Bab Ii
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
butir dalam campuran, sedangkan untuk nilai titik lembek meningkat 3C o, 5Co dan
7Co. Selanjutnya Hermadi (n.d : 7) melaporkan hasil penelitian akibat penambahan
4%, 7%, dan 10% asbuton butir Tipe 20/25 terhadap karakteristik campuran
beraspal panas bergradasi rapat sebagaimana disajikan pada Tabel 2.2 berikut:
(n.d : 8) melaporkan hasil pengujian karakteristik untuk berbagai jenis asbuton butir
sebagaimana disajikan pada Tabel 2.3 berikut:
Berat Jenis
- Asli 1.78 1.88 1.99
7.
- Bitumen 1.054 1.04 1.06
2.28 2.37 2.63
- Mineral
Gradasi Ekstraksi (% lolos)
100 100 100
- No. 8
99.63 99.14 99.63
- No. 16 87.34 96.85 96.77
8. - No. 30 54.84 90.78 87.7
2. Aspal keras penetrasi 60/70 yang telah disiapkan ditimbang dan dipanaskan
kemudian dimasukkan ke dalam agregat panas dan diaduk 5-10 detik.
3. Asbuton butir ditimbang dan dimasukkan ke dalam campuran dan diaduk
bersama agregat dan aspal ± 40 detik.
4. Kemudian campuran di masukkan ke dalam mold cetakan benda uji.
Suhu pencampuran dan pemadatan benda uji mengikuti suhu untuk aspal
keras penetrasi 60/70 yaitu 155 ± 1°C untuk pencampuran dan 140 ± 1°C untuk suhu
pemadatan (Sukirman, 2003 : 135).
2.3.1 Aspal
Menurut Sukirman (2003 : 26-27) aspal adalah material yang pada temperatur
ruang berbentuk padat sampai agak padat, dan bersifat termoplastis. Banyaknya aspal
dalam campuran perkerasan berkisar antara 4-10% berdasarkan berat campuran atau
10-15% berdasarkan volume. Unsur utama aspal adalah bitumen yang terjadi secara
alami atau diperoleh dari hasil penyulingan minyak bumi.
Meskipun kandungan aspal pada lapisan permukaan sangat kecil
dibandingkan jumlah agregatnya, namun baik kualitas maupun kuantitas aspal sangat
berpengaruh pada perilaku lapis permukaan (Wignall, 2003 : 169).
Menurut Sukirman (1999 : 66) menyatakan bahwa aspal yang digunakan
dalam konstruksi perkerasan jalan berfungsi sebagai:
9
1. Bahan pengikat, memberikan ikatan yang kuat antara aspal dan agregat dan
antara aspal itu sendiri;
2. Bahan pengisi, mengisi rongga antar butir-butir dan pori-pori yang ada dari
agregat itu sendiri.
Oleh karena itu aspal harus mempunyai durabilitas yang bagus, yang tahan
terhadap perubahan cuaca, mempunyai sifat kohesi (dengan aspal itu sendiri) dan
adhesi (dengan agregat) yang baik agar membetuk perkerasan yang kokoh serta
mempunyai elastisitas yang baik untuk menahan beban yang ditimbulkan oleh arus
lalu lintas yang melaluinya (Sukirman, 1999 : 67).
Aspal berdasarkan jenisnya dapat dibedakan atas: aspal emulsi, aspal cair,
dan aspal semen, (Sukirman, 1999 : 62-63). Aspal semen (aspal keras) banyak tipe,
ditentukan berdasarkan nilai penetrasinya seperti: aspal penetrasi 40-50, aspal
penetrasi 60-70, aspal penetrasi 85-100, aspal penetrasi 120-150 dan aspal penetrasi
200-300 (Sukirman, 1999 : 63). Aspal penetrasi 45-50 adalah aspal yang paling keras
dan aspal penetrasi 200-300 adalah aspal yang terlunak. Persyaratan aspal penetrasi
60-70 yang digunakan untuk campuran aspal disajikan pada Tabel 2.5 berikut:
Sumber: (AASHTO,1990)
2.3.2 Aspal modifikasi
Selain aspal minyak dan aspal alam saat ini dikenal pula jenis aspal
modifikasi, aspal ini dibuat dengan menambahkan bahan tambah ke dalam aspal
keras yang bertujuan untuk memperbaiki sifat-sifat teknis aspal sehingga
10
menghasilkan aspal baru yang disebut aspal modifikasi. Aspal modifikasi adalah
aspal yang dibuat dengan mencampur aspal keras dengan suatu bahan tambah,
penambahan ini dimaksudkan untuk memperbaiki sifat-sifat fisis aspal antara lain
penetrasi, kekentalan (viskositas) dan titik lembek (Anonim, 2004 : 13).
Bukhari dkk (2007 : 59) menyebutkan pencampuran bahan tambah ke dalam
aspal keras ini dapat menghasilkan aspal yang mempunyai nilai viskositas tinggi.
Saat ini dikenal beberapa jenis aspal hasil modifikasi seperti: rubberized asphalt,
TAFPACK-super (TPS), high bounding asphalt-50 (HBA-50).
Selanjutnya Wignall (2003 : 174) menyebutkan beberapa bahan lain yang
juga dapat digunakan sebagai bahan tambah untuk aspal modifikasi diantaranya
seperti Epoxy resin, Ethylene Vinly Acetate, Strirenic block polymer. Saat ini dikenal
pula aspal modifikasi jenis Retona (refenery buton aspal) yang merupakan hasil
pencampuran aspal keras penetrasi 60/70 atau 80/100 dengan bitumen hasil semi
ekstrasi dari asbuton.
2.3.3 Agregat
sehingga menghasilkan lapisan perkerasan dengan stabilitas rendah, kedap air dan
kurang awet.
Diana (1995 : 3) mengutip dari Manual Japan Road Association
menyebutkan aspal porus sering juga disebut campuran aspal bergradasi terbuka
(open graded asphalt). Tipikal nilai tengah gradasi agregat aspal porus untuk
diameter maksimum 10 mm, 14 mm dan 20 mm sebagaimana yang dikutip dari
Australian Asphalt pavement (1997 : 18) disajikan pada Tabel 2.7 berikut:
Tabel 2.7 Tipikal Nilai Tengah Gradasi Agregat Aspal Porus Lolos Saringan
Density merupakan perbandingan antara berat kering benda uji dengan berat
air pada volume yang sama. Bukhari dkk (2007 : 66) menyebutkan density dapat
dihitung dengan menggunakan persamaan:
g=c/f………………………………………………………………………(2.1)
Dimana:
g = density (kg/cm3);
c = berat kering (gr);
f = (d – e) ………………………………………………….………………2.2)
d = berat dalam kering keadaan jenuh permukaan (gr);
e = berat dalam air (gr).
Anonim (n.d : 13) menyebutkan penentuan kepadatan benda uji
menggunakan prinsip Hukum Archimedes yaitu berdasarkan berat air yang
dipindahkan oleh benda uji hanya cocok untuk benda uji yang padat dengan
permukaan yang mulus/halus, tetapi untuk aspal porus yang mempunyai kadar
rongga cukup besar (15% - 28%) hasilnya kurang akurat karena adanya udara yang
terperangkap di dalam aspal porus. Untuk itu sebelum benda uji ditimbang dalam air
terlebih dahulu diselimuti dengan parafin atau lilin supaya permukaannya halus.
Adapun prosedur perhitungan adalah sebagai berikut :
Benda uji yang dingin ditimbang di udara diperoleh (W1);
Celupkan benda uji ke dalam lilin cair kemudian diangkat dan setelah dingin
ditimbang beratnya(W2);
14
2.5.2 Stabilitas
Voids in mix (VIM) atau rongga dalam campuran adalah bagian ruang kosong
dari seluruh campuran yang merupakan perbandingan volume ruang udara dengan
volume sampel yang dipadatkan dan dinyatakan dalam persen. Volume pori di dalam
campuran aspal porus, selain untuk kelenturan (flexibility) juga difungsikan sebagai
media perembesan air agar permukaan jalan raya tidak tergenang. Bukhari dkk (2007
: 66) menyebutkan besarnya nilai rongga dalam campuran padat dihitung dengan
persamaan:
n =100 – 100 (g/h).......................................................................................(2.4)
Dimana:
n = persen rongga (%);
g = berat volume atau density (gr/cm3);
h = berat jenis teoritis;
100
h=
% Agregat % Aspal % asbuton
+ +
Bj Agregat Bj Aspal Bj asbuton ...................................................(2.5)
Besarnya kadar rongga udara di dalam campuran aspal porus berkisar 15–
25% (Diana, 1995 : 1). Australian Asphalt Pavement Association (1997 : 24)
mensyaratkan VIM berkisar 20 – 25%.
Anonim (n.d.) menyebutkan rongga di dalam campuran aspal porus ada tiga
macam yaitu : rongga efektif (menerus), rongga semi efektif dan rongga non efektif
(gambar 2.1). Rongga menerus adalah propertis yang sangat penting yang berfungsi
16
menyerap dan mengalirkan air hujan yang jatuh di atas permukaan jalan Selanjutnya
Anonim (n.d) menyebutkan penelitian menunjukkan besarnya rongga menerus
berkisar 80%-90% dari rongga total di dalam campuran aspal porus.
Perhitungan prosentase rongga udara dalam campuran aspal porus dapat
diketahui dari persamaan berikut.
[( ) ]
W
V
Ru= 1 − . . x.100 %
BJ .teori.maksimum
….............................................(2.6)
Dimana,
Ru = rongga udara total (%)
W = berat benda uji (gram)
V = volume benda uji (cm3)
Dimana,
Rm= [( ) ]
(
Wa−W
ρa
v
+. v). .x .100 %
………………………………………..(2.7)
2.5.7 Permeabilitas
campuran untuk meloloskan air yang ada pada permukaan ke bawah. Nilai
permeabilitas aspal porus dipengaruhi oleh kadar rongga di dalam campuran.
Diana (1995 : 5) mengutip dari International perspective menyebutkan
koefisien permeabilitas dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
K = 2.3 [d/t] log [(5 + d)/d]…………………………………………..(2.7)
Dimana:
K = koefisien permeabilitas (cm/det);
d = tebal benda uji (cm);
t = waktu pengaliran air (detik).
`Selanjutnya Diana (1995 : 1) mengutip dari Fakuda road Construction
bahwa nilai permeabilitas ini berkisar 0.0575 cm/detik – 0.2493 cm/detik terjadi pada
rongga sekitar 15 - 25%.
Menurut Diana (1995 : 4) langkah-langkah pengujiannya adalah seperti
berikut:
1. Benda uji campuran aspal porus yang telah dipadatkan didiamkan selama ± 24
jam. Bagian bawah dan dinding benda uji dioles tipis lilin panas (cair) atau
bahan lain yang mampu menahan rembesan air dan benda uji direndam sampai
jenuh
2. Benda uji dimasukkan ke dalam cetakan benda uji, lalu di atasnya
disambungkan dengan sebuah cetakan kosong. Disekitar sambungan kedua
cetakan diolesi vaselin, agar air tidak merembes keluar;
3. Kedua cetakan diletakkan pada sebuah penyangga separti pada gambar 2.1;
4. Dari atas cetakan kosong dituangkan air sampai setinggi 5 cm;
5. Olesan lilin penutup alas bawah cetakan berisi benda uji terbuka dan dicatat
lamanya waktu pelolosan/peresapan air.
∆
Mold Kosong
19
Air 5 cm
Kadar aspal optimum adalah kadar aspal yang bisa menghasilkan sifat
campuran terbaik. Besarnya nilai kadar aspal optimum diperoleh dari hasil evaluasi
parameter Marshall terhadap nilai karakteristik campuran seperti stabilitas, rongga
udara dalam campuran (VIM), rongga butir agregat (VMA) dan Marshall Quotient
(MQ). Pemakaian kadar aspal yang rendah akan mengakibatkan perkerasan jalan
mudah runtuh, sedangkan apabila kadar aspal terlalu banyak akan mengakibatkan
aspal meleleh keluar (bleeding).
Pengertian optimum disini identik dengan kompromi, dimana tidak mungkin
menentukan satu kadar aspal yang memberikan hasil terbaik untuk masing-masing
persyaratan. Sebagai contoh, bila diinginkan flexibilitas tinggi, maka kadar aspal
tingi yang terbaik. Bila diinginkan kekakuan (stiffness) tinggi, maka kadar aspal
rendah yang terbaik. Kadar aspal yang dikompromikan diambil dari masing-masing
koridor nilai yang memenuhi tiap persyaratan (Bukhari dkk, 2007 : 63).
penentuan KAO dengan metode ini hanya mensyaratkan tiga parameter yaitu VIM,
cantabro loss (ketahanan terhadap pelepasan butir) dan asphalt flow down (aliran
aspal ke bawah). Perencanaan kadar aspal dapat dilakukan dengan menyesuaikan
kadar aspal berdasarkan persyaratan cantabro loss dan asphalt flow down.
Meningkatkan kadar aspal dapat menurunkan cantabro loss tetapi meningkatkan
asphalt flow down dan menurunkan VIM. Ketiga persyaratan tersebut harus
terpenuhi dengan menyesuaikan kadar aspal rencana. Nilai spesifikasi penentuan
KAO metode Australia disajikan pada Tabel 2.8 berikut:
Semakin tinggi kadar aspal efektif semakin tebal selimut atau film aspal pada
masing-masing butir agregat. Tebal selimut atau film aspal ini sangat ditentukan oleh
23
luas permukaan seluruh butir-butir agregat pembentuk beton aspal (Sukirman, 2003 :
92).
Luas total permukaan agregat campuran ditentukan oleh gradasi dari agregat
campuran. Faktor luas permukaan (FLP) merupakan luas permukaan agragat sesuai
ukuran untuk setiap 1 kg agregat. Sukirman (2003 : 94) menyebutkan tebal selimut
aspal dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
P ae 1
Tebal selimut aspal = .
G a LP. Ps
. 1000 µm………………………..(2.12)
Dimana:
Pae = Kadar aspal efektif (%);
Ga = Berat jenis aspal;
Ps = Kadar agregat terhadap berat campuran (%);
LP = Luas permukaan total dari agregat campuran.