You are on page 1of 43

ANALISIS TINGKAT KESULITAN SISWA KELAS V SEKOLAH DASAR

DALAM MENULIS CERITA PENDEK PADA MATA PELAJARAN

BAHASA INDONESIA

1. Latar Belakang

Sistem pembelajaran adalah kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-

unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang berinteraksi

untuk mencapai suatu tujuan. Unsur manusiawi dalam sistem pembelajaran adalah

siswa, guru/pengajar, pustakawan, laboran, tenaga administrasi serta orang-orang

yang mendukung terhadap keberhasilan poeses pembelajaran. Sistem

pembelajaran adalah suatu kompenen yang satu sama lain saling berkaitan dan

berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang telah di tentukan (Sanjaya, 2016, p.

134). Sistem pembelajaran terdiri atas sekumpulan komponen yang saling

berhubungan yang bekerja bersama-sama secara efektif dan realibel (dapat

dipercaya) dalam sebuah aktivitas belajar dalam mencapai tujuan (Hamzah B. U.,

2013, p. 322). Menurut (Wina , 2013, p. 101) sistem pembelajaran dapat diartikan

sebagai suatub komponen yang saling berhubungan satu sama lain.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, sistem pembelajaran adalah

kombinasi terorganisasi yang meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas,

perlengkapan, dan prosedur yang berinteraksi untuk mencapai suatu tujuan dan

saling berhubungan satu sama lain.

Pembelajaran merupakan suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur

manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling

mempengaruhi mencapai tujuan pembelajaran. Manusia terlibat dalam system

1
pengajaran terdiri dari siswa, guru dan tenaga lainnya, misalnya tenaga

laboratorium. Material, meliputi buku-buku, papan tulis, dan kapur, fotografi,

slide dan film, audio dan video tape. Fasilitas dan perelngkapan, terdiri dari

ruangan kelas, perlengkapan audio visual, juga computer. Prosedur, meliputi

jadwal dan metode penyampaian informasi, praktik, belajar, ujian dan sebagainya

(Hamalik Oemar, 2010:55).

Bahasa merupakan suatu system lambang berupa bunyi, besifat arbitrer,

digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan

mengidentifikasi diri. Sebagai sebuah siste, maka Bahasa terbentuk oleh suatu

aturan, kaidah, atau pola-pola tertentu, baik dalam bidang tata bunyi, tata bentuk

kata, maupun kalimat. Bila aturan, kaidah, atau pola ini dilanggar, maka

komunikasi dapat terganggu. Lambang yang digunaka dalam system Bahasa

adalah berupa bunyi, yaitu bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Karena

lambing yang digunakan berupa bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia

yang disebut Bahasa lisan, selain itu ada yang disebut Bahasa tulis diantaranya

yaitu rekaman visual, dalam bentuk huruf-huruf dan tanda baca dari Bahasa lisan.

Setiap Bahasa sebenarnya mempunyai ketetapan atau kesamaan dalam hal tata

bunyi, tata bentuk, tata kata, tata kalimat, tata makna. Keragaman Bahasa terjadi

juga dalam bahasa Indonesia (Chaer Abdul, 2011:1,3)

Pembelajaran bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah membelajarkan

peserta didik tentang keterampilan berbahasa indonesia yang baik dan benar sesuai

tujuan dan fungsinya (Atmazaki, 2013, p. 45). Pembelajaran bahasa Indonesia

merupakan bidang yang mencakup keterampilan berbahasa diantaranya

2
menyimak, membaca, menulis, dan berbicara (Ahmad S. , Pengertian

Pembelajaran Bahasa Indonesia di SD, 2014, p. 77). pembelajaran bahasa

Indonesia juga memiliki peranan yang sangat penting di dalam proses dan

kreativitas setiap individu (Khaer, 2018, p. 97).

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

bahasa Indonesia merupakan pembelajaran yang mempunyai keterampilan

berbahasa diantaranya menyimak, membaca, menulis, dan berbicara dan memiliki

peranan penting dalam proses dan kreativitas individu.

Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun

2003 dalam pasal 33 disebutkan bahwa bahasa Indonesia sebagai bahasa negara

menjadi bahasa pengantar dalam pendidikan nasional. Bahasa Indonesia memiliki

peran penting bagi bangsa Indonesia. Bahasa Inodonesia dijadikan sebagai alat

komunikasi, pemersatu dan lambang kebanggaan bagi bangsa Indonesia. Bahasa

Indonesia memiliki peranan di berbagai bidang.

Bahasa Indonesia merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari

semua mata pelajaran. Pembelajaran bahasa diharapkan membantu siswa

mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain. Siswa diharapkan mampu

menggunakan bahasa Indonesia yang baik untuk mengemukakan gagasan atau

perasaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Pembelajaran bahasa Indonesia

diarahkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk berkomunikasi dalam

bahasa Indonesia dengan baik dan benar, secara lisan maupun tulisan serta

menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia Indonesia

(Anisatun, 2018, p. 121).

3
Menulis ialah hasil dari sebuah pikiran yang mengandung makna untuk

mengungkapkan pikiran, ide, perasaan, emosi dari penulis. Memalui menulis,

siswa dapat menyampaikan pesan atau mengungkapkan suatu hal memalui tulisan.

Menulis merupakan kegiatan menuangkan pikiran, gagasan, dan perasaan

seseorang yang diungkapkan dalam bahasa tulis (Simarmata, 2019,p.2). Menulis

juga adalah sebuah proses penuangan gagasan atau ide ke dalam bahasa tulis yang

dalam praktik proses menulis diwujudkan dalam beberapa tahapan yang

merupakan satu sistem yang lebih utuh (Nafiah, 2017, p. 90). Menulis dalam artian

lain adalah proses penyampaian pikiran, angan-angan, perasaan dalam bentuk

lambang/tanda/tulisan yang bermakna (Mudzanatun, Kiswoyo, & Tantikasari,

2017, p. 15). Menulis adalah hasil dari sebuah pikiran yang mengandung makna

untuk mengungkapkan pikiran, ide, perasaan, emosi dari penulis, menulis juga

merupakan proses penuangan gagasan atau ide dan perasaan dalam bentuk

lambang/tulisam yang bermakna, contohnya menulis cerita pendek.

Cerita pendek ialah cerita yang di dalamnya lebih padat dan langsung pada

intinya, tidak seperti karya-karya fiksi yang lain seperti novel (Puspitasari, 2016,

p. 3). Cerita pendek adalah rangkaian peristiwa yang terjalin menjadi satu yang di

dalamnya terjadi konflik antar tokoh atau dalam diri tokoh itu sendiri dalam latar

dan alur. Peristiwa dalam cerita terwujud hubungan antar tokoh, tempat dan waktu

yang membentuk satu kesatuan sam hakikatnya dengan kehidupan nyata, sebuah

peristiwa terjadi karena kesatuan manusia, tempat dan waktu. Dari kesatuan itulah

peristiwa terbentuk. Cerita pendek atau cerpen selalu menampilkan diri yang

demikian. Bedanya, peristiwa dalam kenyataan bersifat persepsional-komunal,

4
sedangkan peristiwa dalam cerita bersifat imajinasi individual. Dalam cerpen,

persitiwa dideksripsikan dengan kata-kata sebagai perasaan imajinasi pengarang

terhadap suatu peristiwa yang dibayangkan (Mahendra, 2017, p. 73). Cerita

pendek sendiri memiliki ciri-ciri seperti habis dibaca dengan sekali duduk, singkat,

padat dan jelas, memiliki 500-10.000 kata, terdiri dari satu tema (Nurgiyantoro B.

, 2015, p. 48).

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa cerita pendek merupakan

salah satu karya tulis yang bentuknya pendek dan menggambarkan sebuah

pengalaman, memiliki jalan cerita yang lebih padat dibandingkan dengan cerita-

cerita lainnya, memiliki ketertarikan pada satu kesatuan jiwa dan bisa dibaca

sampai selesai hanya dengan waktu yang tidak lama.

Menulis cerita pendek adalah salah satu kegiatan yang penting bagi siswa di

sekolah dasar karena dapat dijadikan sebagai sarana untuk melatih keterampilan

berbahasa siswa dalam menulis, menuangkan ide yang didapat dari hasil

berimajinasi atau hasil pemikiran siswa serta untuk menggali dan

mengembangkan kemampuan berpikir kreatif siswa dalam menuli cerpen

(Nurhidayati, Rahmawati, Pitriani, & Irwan, 2019, p. 224). Pada kegiatan menulis

cerpen terdapat banyak siswa menganggap bahwa menulis cerpen merupakan

kegiatan yang menuntut perhatian lebih (Anannthia, Muliasari, Harun, & Silawati,

2017, p. 394). Menulis cerpen juga menguras waktu dan pikiran, membosankan

dan menyulitkan karena harus dilakukan dengan sungguh-sungguh sehingga dapat

dikatakan bahwa minat siswa pada menulis cerpen sangatlah kurang, siswa

kesulitan menulis memilih dan menentukan hingga mengembangkan tema serta

5
ide cerita yang akan ditulisnya, sehingga ketika menuangkan ide dalam tulisan,

banyak siswa yang terhenti pada kalimat paragraf pertama (Puspitasari, 2017, p.

249). Hal ini disebabkan karena siswa kurang bahkan tidak memiliki kemampuan

berpikir kreatif pada indikator kelancaran (fluency). Ketika menuliskan cerpen pun

siswa tidak memiliki kosa-kata yang menarik dan kurang memiliki penguasaan

diksi serta takut membuat kesalahan dalam mengeja. Permasalahan yang dialami

siswa ini akan berpengaruh pada cerpen yang ditulis siswa.

Berdasarkan kesimpulan di atas, menulis cerpen adalah kegiatan menulis

yang penting bagi siswa di sekolah dasar karena dapat dijadikan sebagai sarana

untuk melatih keterampilan berbahasa siswa dalam menulis namun menulis cerpen

juga merupakan kegiatan yang menuntut perhatian lebih.

Dalam pembelajaran Bahasa Indonesia, contohnya menulis adalah salah satu

kesulitan yang dihadapi siswa terutama menulis cerita pendek. Sebelum itu Peneliti

terdahulu yang dilakukan oleh (Mukhtar, 2022, p. 83) dengan judul “Analisis

Tingkat Kesulitan Siswa Dalam Menulis Cerita Pada Mata Pelajaran Bahasa

Indonesia Kelas IV di SDN Mannukruki” hasil penelitian ini menunjukan bahwa

kesulitan siswa dalam menulis cerita pada mata pelajaran bahasa Indonesia adalah

sulitnya menentukan judul dari karangan yang akan dibuat.

Penelitian terdahulu yang dilakukan oleh (Alfiyah, 2020, p. 82) dengan judul

“Problematika Menulis Cerita Pendek Siswa Kelas V Sekolah Dasar” hasil

penelitian ini menunjukkan kurangnya kemampuan membaca peserta didik yang

rendah sehingga berimbas pada kemampuan menulis cerita pendek.

6
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Rahmawati, 2022, p. 75) dengan

judul “Analisis kesulitan Menulis Karangan Pada Peserta didik Kelas V A SD

Negeri 1 Kalampangan” hasil penelitian menunjukkan bahwa kesulitan peserta

didik disebabkan karena kurang lancarnya mereka dalam mengeluarkan ide-ide

menggunakan bahasa Indonesia dan kurang terbiasanya mereka dalam

berkomunikasi menggunakan bahasa Indonesia ke dalam kehidupan sehari-hari.

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah kesulitan yang

dialami peserta didik dalam menulis cerita pendek adalah sulitnya menentukan

judul karangan yang akan dibuat, kurang lancarnya kemampuan membaca juga

peserta didik kurang lancar dalam mengeluarkan ide-ide menggunakan bahasa

indonesia.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru kelas V di SD Negeri 06 Sungai

Pinang, tentang tingkat kesulitan siswa dalam menulis cerita pendek. Dari hasil

wawancara bahwa ditemukan ada beberapa siswa yang masih kurang dalam

menentukan tema yang akan dibuat dan sulitnya menulis dengan merangkai

kalimat berbahasa Indonesia.

Oleh karena itu dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui permasalahan di

SD Negeri 06 Sungai Pinang dengan judul “Analisis Tingkat Kesulitan Siswa

Kelas V Sekolah Dasar dalam Menulis Cerita Pendek Pada Mata Pelajaran

Bahasa Indonesia”.

2. Fokus dan Subfokus Penelitian

Fokus penelitian adalah bagaimana kesulitan siswa dalam menulis cerita

pendek pada mata pelajaran bahasa indonesia kelas V SD 06 Sungai Pinang.

7
Sedangkan sub fokus penelitian ini adalah menganalisis faktor penyebab kesulitan

siswa dalam menulis cerita pendek pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

3. Rumusan Masalah

Berdasarkan permasalahan diatas, maka yang menjadi rumusan penelitian

adalah sebagai berikut :

1) Apa faktor-faktor penyebab terjadinya kesulitan menulis cerita pendek pada

mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SD Negeri 06 Sungai Pinang ?

2) Bagaimana upaya dalam mengatasi kesulitan menulis cerita pendek pada

mata pelajaran Bahasa Indonesia kelas V di SD 06 Sungai Pinang?

4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1) Untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya tingkat kesulitan

menulis cerita pendek pada mata pelajaran bahasa indonesia kelas V di SD

Negeri 06 Sungai Pinang.

2) Untuk mengetahui upaya dalam mengatasi tingkat kesulitan menulis cerita

pendek pada mata pelajaran bahasa indonesia kelas V di SD Negeri 06

sungai Pinang.

5. Manfaat Penelitian

a. Manfaaat Teoritis

Adapun manfaat teoritis dilaksanakannya penelitian ini adalah, sebagai

berikut :

1. Penelitian yang dilakukan diharapkan dapat menambah pemahaman

dan bahan kajian khususnya di bidang pendidikan.

8
2. Penelitian yang dilakukan diharapkan sebagai refrensi bagi bidang

pendidikan mengenai kesulitan menulis cerita pendek pada mata

pelajaran Bahasa Indonesia.

b. Secara Praktis

Adapun manfaat praktis dilaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut

1. Bagi Siswa

Sebagai masukkan untuk mengetahui tingkat kesulitan dalam menulis

cerita pendek pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

2. Bagi Guru

Diharapkan dapat memberikan acuan dan bantuan kepada siswa yang

mengalami kesulitan menulis cerita pendek.

3. Bagi Sekolah

Sebagai bahan masukan dalam menentukan kebijakan yang akan

diambil dalam kesulitan menulis.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai acuan bagi peneliti lain untuk meneliti hal yang sama dan lebih

dikembangkan ilmu pengetahuan.

6. TINJAUAN PUSTAKA

a) Kajian Teori

1. Kesulitan Belajar

Kesulitan belajar adalah suatu kondisi siswa dimana dalam proses

belajar yang ditandai hambatan-hambatan dalam mencapai hasil belajar,

9
jadi kondisi siswa dapat belajar sebagaimana mestinya (Uatami, 2020, p.

96) . Kesulitan belajar sering diidentikan deengan ketidakmampuan belajar,

prestasi rendah, tidak dapat mengikuti pembelajaran yang berdampak pada

ketinggalan dalam pembelajaran di sekolah (Koswara, 2013, p. 7).

Kesulitan-kesulitan yang sering dihadapi peserta didik sekolah dasar dalam

menghadapi pembelajaran Bahasa Indonesia, kesulitan dalam memahami

teks dan juga kesulitan dalam memahami keterampilan berbahasa pada

materi Bahasa Indonesia tersebut. Hal ini juga disebabkan oleh beberapa

faktor, baik faktor internal maupun eksternal dari peserta didik

(Habiburrahman, 2016, p. 32).

Dari definisi kesulitan belajar di atas, dapat disimpulkan bahwa

kesulitan belajar yang dialami berwujud sebagai suatu kekurangan di bidang

akademik dalam mata pelajaran yang spesifik yaitu kesulitan dalam

menulis.

2. Faktor-faktor penyebab kesulitan belajar

Kesulitan belajar yang terjadi pada siswa yang pada umumnya

disebabkan oleh fakotr-faktor tertentu. Menurut (Utami, 2020, p. 94),

terdapat faktor-faktor yang menyebabkan kesulitan dalam belajar siswa

adalah faktor internal dan faktor eksternal. Dalam faktor internal siswa

terdapat faktor fisiologis dan faktor psikologis.pada faktor psikologis

diamankan kondisi fisik pada umumnya sangat berpengaruh terhadap

belajar siswa, dalam keadaan jasmani dan kondisi tubuh yang sehat juga

baik dalam mengikuti pembelajaran tidak mudah mengalami kelelahan

10
berbeda dengan siswa yang kondisi tubuhnya sedang tidak baik maka akan

mengalami kelelahan. Sedangkan menurut Faktor-faktor penyebab

kesulitan siswa dalam menguasai bahasa indonesia yang telah dikemukakan

oleh (Slameto, 2015, p. 98)

1) Faktor Internal

Faktor internal adalah faktor yang bersumber dari dalam diri

individu itu sendiri dalam mencapai tujuan belajar. Faktor internal ini sangat

besar pengaruhnya tetapi tidak disadari karena dianggap suatu hal yang

biasa, sebenarnya faktor ini dibagi menjadi dua bagian yaitu faktor fisiologis

dan faktor psikologis.

2) Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis adalah faktor yang bersumber dari dalam individu

yang erat hubungannya dengan masalah kejasmanian terutama tentang

fungsi alat-alat panca indera, karena panca indera ini merupakan pintu

masuk perangsang dari luar ke dalam individu yang diolah oleh untuk

diterima atau tidak pengaruh tersebut.

3) Faktor psikologis

Faktor psikologis yng mempengaruhi proses belajar siswa antara

lain kecerdasan (intelegensi), bakat, minat, motivasi, cara belajar.

4) Faktor Eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang

dapat mempengaruhi peserta didik. Faktor eksternal yang dapat

11
mempengaruhi prestasi seseorang ada tiga faktor yaitu faktor keluarga,

faktor sekolah dan faktor masyarakat.

3. Macam-Macam Kesulitan Belajar

Kesulitan yang dihadapi siswa bermacam-macam, menurut (S.B.,

2016, p. 108) dikelompokkan menjadi 4 macam yaitu, 1) dilihat dari segi

kesulitan belajar, 2) dilihat dari mata pelajaran yang dipelajari, 3) dilihat

dari segi kesulitannya, 4) dilihat dari segi faktor penyebabnya. Setiap

peserta didik mempunyai kadar kesulitan tertentu, hal ini merupakan tugas

guru sebagai pendidik dan pengajar untuk mencari solusi agar kesulitan

siswa dalam belajar dapat diatasi. Kesulitan belajar siswa dapat dilihat dari

mata pelajaran yang dipelajarinya, maka dalam mata pelajaran bahasa

indonesia merupakan pelajaran yang dirasa sulit bagi peserta didik.

Kesulitan belajar dilihat dari sifat kesulitan antara peserta didik yang satu

dengan yang lainnya (Simanjuntak, 2014, p. 53).

4. Pengertian Cerita Pendek

Cerita pendek ialah cerita yang di dalamnya lebih padat dan

langsung pada intinya, tidak seperti karya-karya fiksi yang lain seperti novel

(Puspitasari C. T., 2016, p. 29). Cerita pendek merupakan jenis karya sastra

yang dikisahkan dalam bentuk tulisan yang berwujud cerita secara pendek,

jelas, dan ringkas (Yadi, 2017, p. 65). Cerita pendek memaparkan kisah

ataupun cerita tentang manusia serta seluk-beluknya lewat tulisan pendek

(Siti, 2019, p. 98)

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa cerita

12
pendek merupakan jenis karya sastra yang dikisahkan dalam bentuk tulisan

jelas dan singkat yang memaparkan kisah ataupun cerita tentang manusia

serta seluk beluknya lewat tulisan pendek.

a. Unsur-Unsur Cerita Pendek

Menurut (Ernawati, 2019, p. 65) Unsur interinsik adalah unsur

pembangunan yang berasal dari dalam karya sastra. Unsur interinsik

pembangunan karya sastra terdiri dari :

1) Tema : Merupakan gagasan utama yang mendasari suatu cerita atau

pokok masalah yang menjadi jiwa dari karya sastra tersebut. Tema karya

satra misalnya, remaja, romance, perjuangan, pahlawan, kemerdekaan,

kritik sosial, budaya dan lainnya.

2) Alur/Plot : Merupakan rangkaian kejadian yang membentuk suatu

cerita. Suatu karya sastra tentu terdiri atas rangkaian-rangkaian

peristiwa. Alur/plot ini umumnya terdiri atas, pengenalan, pemaparan,

konflik, pengawatan atau perumitan, klimaks, dan penyelesaian. Jenis-

jenis alur ada beberapa macam yakni sebagai berikut :

 Alur maju adalah alur yang menceritakan peristiwa secara berurutan

berdasarkan waktunya.

 Alur mundur (flashback) adalah dalam cerita tersebut terdapat

penyelaan urutan secara kronologis dengan peristiwa yang telah

terjadi sebelumnya.

 Latar/Setting : merupakan waktu dan tempat terjadinya suatu


peristiwa yang ada di dalam cerita. Latar atau setting dapat
berupa waktu dan tempat. Contoh latar waktu : sebulan yang

13
lalu, setahun yang akan datang, zaman purba, saat ini, dan
sebagainya. Contoh latar tempat misalnya : di toko, di bandung,
di kolam renang, di teras rumah, dan sebagainya.
 Gaya Bahasa : merupakan pemakaian bahasa yang khas dari

seorang pengarang. Karena khas, maka gaya antara satu

pengarang dengan yang lainnya akan berbeda atau tidak ada

yang sama. Ada pengarang yang menggunakan bahasa gaul,

gaya bahasa dengan selingan humor, gaya bahasa yang serius,

gaya bahasa yang formal, gaya bahasa filsuf, dan lainnya.

 Tokoh atau Penokohan : Tokoh merupakan pelaku dalam cerita

di dalam sebuah cerita terdapat tokoh utama dan ada pula tokoh

tambahan atau sampingan. Sementara penokohan disebut juga

sebagai perwatakan. Artinya bagaimana penyajian watak tokoh

dalam cerita tersebut. Misalnya wataknya jujur, dermawan,

judes, pelit dan lainnya. Tokoh dan penokohan dapat dibagi

menjadi tiga kelompok sebagai berikut :

a. Tokoh protagonis : tokoh protagonis merupakan tokoh

utama atau tokoh sentral dalam cerita. Biasanya tokoh ini

menggambarkan perilaku yang positif.

b. Tokoh antagonis : tokoh antagonis adalah tokoh yang selalu

menentang atau berlawanan dengan tokoh pratagonis.

Umumnya tokoh antagonis digambarkan dengan watak

yang buruk, meski tidak selalu antagonis memiliki watak

negatif.

14
c. Tokoh tritagonis : tokoh tritagonis adalah tokoh penengah

atau pelengkap yang sering muncul untuk menengahi

konflik antara pratagonis dan antagonis.

 Sudut Pandang Pengarang : menunjukkan posisi pengarang

terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam cerita. Beberapa

macam sudut pandang pengarang yaitu sebagai berikut :

a. Sudut pandang pengarang orang pertama, pada sudut

pandang ini cirinya pengarang menggunakan orang pertama

sebagai tokoh utamanya yang ditandai dengan penggunaan

kata Aku, Saya, atau Kami.

b. Sudut pandang pengarang orang ketiga, pengarang

menggunakan orang ketiga sebagai tokoh utamanya yang

ditandai dengan penggunaan kata Dia atau Mereka.

c. Sudut pandang pengarang serba tahu, pengarang menuturkan

segala peristiwa yang telah, sedang dan akan dialami oleh

tokoh dalam cerita tersebut.

Selanjutnya (Siti, 2019, p. 55) Unsur Eksterinsik adalah unsur yang

berada di luar karya sastra yang dapat dijadikan pembentuk sebuah karya

sastra. Merupakan unsur yang berada di luar cerpen diantaranya sebagai

berikut :

a. Latar belakang masyarakat : merupakan unsur yang mempengaruhi

cerpen berupa faktor-faktor di dalam lingkungan masyarakat dimana

penulis berada sehingga berpengaruh terhadap penulis itu sendiri.

15
b. Biografi pengarang atau latar belakang penulis : merupakan faktor-

faktor yang terdapat dari dalam diri pengarang itu sendiri yang

memotivasi atau memengaruhi penulis dalam menulis sebuah cerpen.

c. Nilai-nilai yang terkandung dalam cerpen : merupakan unsur eksterinsik

ketiga yang terdapat di dalam sebuah cerpen adalah nilai-nilai yang

terkandung di dalam cerpen itu sendiri.

Selanjutnya (Riswandi B. , 2021) Unsur Interinsik adalah unsur yang

yang hadir di dalam teks dan secara langsung membangun teks itu.

Unsur interinsik tersebut adalah sebagai berikut :

a. Tema

Tema adalah gagasan utama atau ide pokok mengenai suatu hal yang

salah satunya terdapat dalam bentuk karya sastra. Tema dapat

digolongkan menjadi tiga sudut pandang yaitu :

1. Tema Tradisional dan Nontradisional

Tema tradisional merupakan tema yang lebih disukai oleh khalayak

umum, karena banyak orang menggemari bahwa kebenaran selalu

berhasil mengalahakan keburukan. Menurut (Nurgiyantoro, 2017, p.

175), “Tema tradisional dimaksudkan sebagai tema yang menunjuk

pada tema “itu-itu” saja, dalam arti tema itu telah lama dipergunakan

dan dapat ditemukan dalam berbagai cerita, termasuk cerita lama”.

Ahli lain (Alfin J. , 2014, p. 161) mengemukakan, “Tema jenis ini

sangat berkaitan dengan kejahatan dan kebenaran. Pada umumnya

disukai semua kalangan karena kebanyakan manusia memang

16
menyukai kebenaran dan membenci kejahatan”. Berdasarkan

pendapat para ahli maka dapat penulis simpulkan bahwa tema

tradisional adalah tema yang mengangkat tentang kebenaran yang

dapat mengalahkan kejahatan. Tema ini banyak disukai oleh

khalayak umum, karena manusia lebih menyukai kebenaran dan

membenci kejahatan.

Tema nontradisional merupakan tema yang mengangkat tema-tema

yang tidak biasa atau tidak lazim. Tema nontradisional biasanya

tidak disukai oleh pembaca, karena tidak sesuai dengan harapan

yang diinginkan oleh pembaca. Tokoh protagonis yang selalu

diharapkan pembaca dapat menjadi pemenang pada konflik yang

terjadi, tidak berlaku pada tema nontradisional. Pada tema jenis ini

tokoh antagonis atau tokoh jahat dapat saja mengalahkan tokoh

protagonis atau tokoh yang baik. Sehingga, tema nontradisional

dapat menimbulkan emosi mengecewakan, mengesalkan atau

berbagai reaksi afektif yang lainnya. (Alfin J. , 2014; Nurgiyantoro,

2017).

2. Tingkat tema menurut Shipley

Tingkatan tema selanjutnya ialah menurut Shipley. Shipley

(Nurgiyantoro, 2017, p. 130) mengemukakan, “Tema sebagai subjek

wacana, topik umum atau masalah utama yang dituangkan ke dalam

cerita”.

3. Tingkat utama dan tema tambahan

17
Tema memiliki makna yang menjadi tujuan bagi penulis dan

menjadi makna yang harus dipecahkan oleh pembaca setelah

menafsirkan sebuah karya sastra. makna dalam sebuah karya sastra

mungkin saja mengandung makna lebih dari satu. Tema mayor

merupakan makna pokok cerita yang menjadi dasar atau gagasan

dasar umum suatu karya.

b. Tokoh

Tokoh merupakan pelaku yang menjalankan isi cerita, sehingga

membuat isi cerita menjadi lebih menarik dan hidup. Istilah tokoh

menunjuk kepada pelaku cerita. Menurut (Alfin J. , 2014, p. 136),

“Tokoh adalah individu ciptaan atau rekaan pengarang yang mengalami

peristiwa-peristiwa atau lakuan dalam berbagai peristiwa cerita”.

(Aminuddin, 2015, p. 79) mengemukakan, “Tokoh adalah pelaku yang

mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu

menjalin suatu cerita”. (Riswandi B. , 2021) mengemukakan tokoh

adalah perilaku cerita. Tokoh ini tidak selalu berwujud manusia,

tergantung pada siapa yang diceritakannya itu di dalam cerita.

Berdasarkan pendapat para ahli, maka dapat simpulkan, tokoh

adalah pelaku yang menjalankan isi cerita, sehingga menjadi lebih

hidup. Tokoh menjadi wadah yang ditafsirkan memiliki nilai dan

kecenderungan tertentu yang dituangkan melalui ucapan, atau ekspresi

tokoh. Selain itu, tokoh tidak selalu berwujud manusia namun dapat pula

yang lainnya, tergantung pada pengarang siapa yang ingin diceritakan

18
dalam cerita.

c. Penokohan

Penokohan mengacu kepada citra dan sikap yang ditunjukan oleh

pelaku cerita. Menurut (Aminuddin, 2015, p. 79), “Penokohan adalah

cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku”. Ahli lain (Riswandi

B. , 2021, p. 72) mengemukakan, “Penokohan adalah cara pengarang

menampilkan tokoh-tokoh dan watak-wataknya itu di dalam cerita”.

Berdasarkan pendapat di atas, Maka dapat simpulkan penokohan

merupakan sifat dan sikap para tokoh yan pengarang tampilkan dalam

isi cerita.

d. Latar

Latar adalah penempatan mengenai waktu dan tempat termasuk

lingkungannya. Yang dimaksud lingkungan meliputi antara lain

kebiasaan, adat istiadat, latar alam atau keadaan sekitar (Al Ma'ruf, Ali,

& Farida , 2017, p. 92). menurut (Aminuddin, 2015, p. 67)

mengemukakan, “Setting adalah latar peristiwa dalam karya fiksi, baik

berupa tempat, waktu maupun peristiwa, serta memiliki fungsi fisikal

dan fungsi psikologis”. Senada dengan hal tersebut, ahli lain (Riswandi

B. , 2021, p. 75) mengemukakan, “Latar adalah tempat, hubungan waktu

dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa-peristiwa yang

diceritakan”. Latar berfungsi menjadi wadah bagi ekspresi dari

tokohnya, selain itu, melalui latar, cerita dapat ditinjau seberapa detail

seorang penulis dalam mendeskripsikan setiap bagian cerita yang

19
membuahkan pemahaman kepada pembaca. Berdasarkan pendapat para

ahli, maka dapat simpulkan bahwa latar adalah tempat, waktu dan

suasana terjadinya sebuah cerita dan dapat tempat menjadi wadah bagi

tokoh dalam mengekspresikan karakternya, selain itu latar memiliki

fungsi fisikal dan fungsi psikologis.

e. Alur/plot

Alur merupakan rangkaian peristiwa atau kejadian yang terdapat dalam

sebuah karya sastra. Melalui alur yang saling berkesinambungan

membuat adanya hubungan kausalitas (sebab-akibat) agar membangun

cerita yang terpadu dan utuh. Menurut (Al Ma'ruf, Ali, & Farida , 2017,

p. 86), “Alur adalah rangkaian peristiwa yang terpilih yang menggiring

pembaca untuk melihat peristiwa yang terjadi berikutnya”. Sejalan

dengan hal tersebut (Riswandi B. , 2021, p. 75) mengemukakan, “Alur

adalah peristiwa demi peristiwa yang terjadi secara susul menyusul”.

Maka dengan jalan cerita ini pembaca dapat mengetahui bagaimana

pengarang menyajikan cerita tersebut, apakah dengan teknik linier

(peristiwa-peristiwa yang berjalan saat itu), teknik ingatan (flashback)

atau bayangan (menceritakan kejadian yang belum terjadi).

f. Sudut pandang

Sudut pandang atau point of the view menjadi hal yang tidak kalah

penting dalam penyajian sebuah cerita, reaksi afektif pembaca pun akan

dipengaruhi oleh pemerian sudut pandang yang digunakan. Keberadaan

sudut pandang dapat membantu pembaca dalam memahami konflik dan

20
kejadian-kejadian yang tertuang dalam cerita.

g. Gaya bahasa (style)

Karya sastra merupakan dunia imajinatif yang merupakan rekaan


pengarang setelah melakukan refleksi terhadap lingkungan sosial
kehidupannya. Dunia rekaan pengarang tersebut dijabarkan melalui
tulisan oleh pengarang dengan menggunakan gaya bahasa yang
beragam. Gaya bahasa dalam karya sastra merupakan sarana yang turut
memberikan kontribusi sangat berarti dalam memperoleh efek estetik
dan penciptaan makna.

b. Struktur Teks Cerpen

(Kosasih, 2016, p. 110) Cerita pendek memiliki struktur teks yang terdiri

dalam enam bagian yaitu sebagai berikut :

1) Abstrak : menjelaskan bagian cerita yang menggambarkan keseluruhan isi

cerita (sinopsis). Keberadaan abstrak pada cerita pendek bersifat opsional

(pilihan)

2) Orientasi : suatu pengenalan cerita baik berkenaan dengan penokohan

ataupun bibit-bibit yang dialaminya.

3) Komplikasi : bagian cerita pendek yang menceritakan puncak masalah yang


dialami tokoh utama, serta memberi rasa penasaran pembaca tentang cara
tokoh dalam cerita menyelesaikan masalahnya.
4) Evaluasi : alur konflik yang mulai mengendur

5) Resolusi : tahap penyelesaian akhir dari seluruh rangkaian cerita.

6) Koda : komentar akhir pengarang terhadap keseluruhan isi cerita.

Meskipun cerita yang terkandung dalam cerpen tergolong singkat,

cerpen juga memiliki fungsi sama halnya dengan karya sastra yang lain. Fungsi

21
cerpen tergolong lima jenis, yaitu :

1. Fungsi rekteatif : sebagai penghibur bagi para pembaca

2. Fungsi estetis : memiliki nilai estetika atau keindahan sehingga memberi

rasa puas dalam hal estetis bagi para pembaca.

3. Fungsi didaktif : memberi pembelajaran atau pendidikan bagi para

pembaca.

4. Fungsi moralitas : memiliki nilai moral sehingga pembaca mengetahui mana

yang baik dan buruk berdasarkan cerita yang terkandung.

5. Fungsi relegiusitas : memberi pembelajaran religius sehingga dapat

dijadikan sebagai contoh bagi para pembaca.

5. Bahasa Indonesia

a. Kedudukan Bahasa Indonesia

Pada hakikatnya suatu bahasa kalau tidak dikaitkan dengan status dan

nilai-nilai sosial oleh pemakainya, bahasa tersebut hanya mempunyai satu

fungsi yang paling dasar yaitu fungsi sebagai alat komunikasi lisan maupun

komunikasi tertulis. Dalam kenyataannya, bahasa tidak dapat dilepaskan

dari kegiatan hidup masyarakat, yang di dalamnya sebenarnya tidak terlepas

darri masalah status dan nilai-nilai sosial. Bahasa selalu mengikuti dan

mewarnai kehidupan manusia sehari-hari, baik manusia sebagai anggota

suku maupun sebagai anggota suatu negara (Karyanti , 2015, p. 215). Dalam

kedudukan sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia dipakai dalam segala

upacara, peristiwa dan kegiatan kenegaraan, baik secara lisan maupun

tulisan, dokumen, undang-undang, peraturan dan korespondesi yang

22
dikeluarkan oleh pemerintah dan instansi kenegaraan lainnya ditulis dalam

bahasa Indonesia (Ahmad, 2016, p. 45). Kedudukan bahasa Indonesia

sebagai bahasa negara ditetapkan pada 18 agustus 1945, pada saat undang-

undang dasar 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara republik

Indonesia. Dalam undang-undang dasar 1945, disebutkan bahwa bahasa

negara ialah bahasa indonesia (Bab XV, pasal 36).

Dari uraian di atas dapat disimpulkan kedudukan bahasa Indonesia

tidak lepas dari kegiatan hdup masyarakat, bahasa Indonesia dipakai dalam

segala upacara, peristiwa dan kegiatan kenegaraan baik lisan maupun

tulisan.

b. Pembelajaran Bahasa Indonesia Sekolah Dasar

Pembelajaran bahasa Indonesia merupakan bidang yang mencakup

keterampilan berbahasa diantaranya menyimak, membaca, menulis, dan

berbicara (Ahmad S. , 2014, p. 40). Bahasa merupakan alat komunikasi

sosial yang berupa sistem simbol bunyi yang dihasilkan dari ucapan

manusia. Manusia sebagai mahluk sosial membutuhkan sarana untuk

berinteraksi dengan manusia lainnya di masyrakat. Untuk kepentingan

interaksi sosial itu, maka dibutuhkan suatu wahana komunikasi yang disebut

bahasa. Bahasa erat hubungannya dengan budaya mengingat bahasa erat

kaitannya dengan pola berpikir suatu masyarakat yang artinya bahasa

memegang peranan yang sangat penting di dalam proses berpikir dan

kreativitas setiap individu (Khaer, 2018, p. 65).

Pembelajaran Bahasa Indonesia pada hakikatnya adalah membelajarkan

23
peserta didik tentang keterampilan berbahasa Indonesia yang baik dan

benar. Menurut (Atmazaki, 2019) mata pelajaran Bahasa Indonesia

bertujuan agar :

1. Peserta didik memiliki kemampuan berkomunikasi secara efektif dan

efisien sesuai denga etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis.

2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa

persatuan dan bahasa negara.

3. Memahami bahasa indonesia dan memahami dengan tepat dan kreatif

untuk berbagai tujuan.

4. Menggunakan bahasa indonesia untuk meningkatkan kemampuan

intelektual, serta kematangan emosional dan sosial.

5. Menikmati dan memanfaatkan kara sastra untuk memperluas wawasan,

budi pekerti serta meningkatkan pengetahuan dan kemampuan

berbahasa.

6. Menghargai dan membanggakan sastra Indonesia Khazanah budaya

intelektual manusia Indonesia.

Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk mengingatkan kemampuan

siswa. Bahasa Indonesia merupakan penunjang keberhasilan dalam

mempelajari semua mata pelajaran. Pembelajaran diharapkan membantu

siswa mengenal dirinya, budayanya dan budaya orang lain. Siswa

diharapkan mampu menggunakan bahasa indonesia yang baik untuk

mengemukakan gagasan atau perasaan dan berpartisipasi dalam

masyarakat.

24
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan

kemampuan siswa untuk berkomunikasi dengan benar, baik secara lisan

amupun tulis, serta menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan

manusia Indonesia. Standar kompetensi mata pelajaran bahasa Indonesia

merupakan kualifikasi kemampuan minimal peserta didik yang

menggambarkan penguasaan pengetahuan, keterampilan berbahasa, dan

sikap positif terhadap bahasa dan sastra Indonesia (Anisatun, 2018).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran

bahasa Indonesia di sekolah dasar membantu siswa mengenal dirinya,

budayanya dan budaya orang lain juga dapat meningkatkan kemampuan

siswa untuk berkomunikasi dengan benar baik secara lisan maupun tulisan

serta menumbuhkan rasa apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia

Indonesia.

c. Tujuan Bahasa Indonesia Sekolah Dasar

Adapun tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD menurut

(Asih, 2016) sebagai berikut:

1. Siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia sebagai bahasa

persatuan (nasional) dan bahasa negara.

2. Siswa memahami bahasa Indonesia dari segi bentuk, makna dan fungsi,

serta menggunakannya dengan tepat dan kreatif untuk bermacam-

macam tujuan, keperluan dan keadaan.

3. Siswa memiliki kemampuan menggunakan bahasa Indonesia untuk


meningkatkan kemampuan intelektual, kematangan emosional dan
kematangan sosial.

25
4. Siswa memiliki disiplin dalam berpikir dan berbahasa (berbicara dan

menulis).

5. Siswa mampu menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk

mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan, serta

meningkatkan pengetahuan dan kemampuan berbahasa.

6. Siswa menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia sebagai

khazanah budaya intelektual manusia Indonesia.

Adapun tujuan mata pelajaran Bahasa Indonesia di SD berdasarkan

KTSP Depdiknas 2006, hlm. 22 adalah

1. Berkomunikasi secara efektif dan efiesien sesuai dengan etika yang

berlaku secara tulisan maupun lisan.

2. Menghargai dan bangga menggunakan bahasa Indonesia sebagai

persatuan bahasa negara.

3. Memahami bahasa indonesia untuk meningkatkan kemampuan

intelektual serta kematangan emosional dan sosial.

Menurut (Ahmad S. , 2013, p. 245) Tujuan pembelajaran bahasa

Indonesia SD antara lain agar siswa mampu menikmati dan memanfaatkan

karya sastra untuk mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan

kehidupan serta meningkatkan pengetahuan kemampuan berbahasa.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan bahasa indonesia

adalah agar siswa menghargai dan membanggakan bahasa Indonesia

sebagai bahasa persatuan (nasional) dan bahasa negara, Memahami bahasa

indonesia untuk meningkatkan kemampuan intelektual serta kematangan

26
emosional dan sosial dan memanfaatkan karya sastra untuk

mengembangkan kepribadian, memperluas wawasan kehidupan serta

meningkatkan pengetahuan kemampuan berbahasa.

b) Kajian Terdahulu yang Relavan

Penelitian ini membahas tentang analisis tingkat kesulitan siswa

dalam menulis cerita pendek untuk siswa, peneliti mengkaji pada

beberapa penelitian yang relevan yaitu :

1. Peneliti terdahulu yang relavan dengan penelitian ini diantaranya,

yang pertama yaitu penelitian yang dilakukan (Mukhtar, 2022, p. 78)

dengan judul “Analisis Tingkat Kesulitan Siswa Dalam Menulis

Cerita Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia Kelas IV di SDN

Manukruki” hasil penelitian ini menunjukan bahwa data yang

diperoleh dalam penelitian ini adalah data tentang kesulitan dan

faktor yang dialami siswa dalam menulis cerita. Faktor yang

menjadi kesulitan siswa dalam menulis cerita pada mata pelajaran

bahasa Indonesia adalah menentukan judul dari karangan yang akan

dibuat, ketidakmampuan peserta didik dalam menyusun kata

menjadi satu cerita yang saling berkaitan satu sama lain. Adapun

faktor faktornya yaitu faktor eksternal dan faktor internal yang

berasal dari dalam diri siswa dalam setiap indikatornya termasuk

dalam kualifikasi mempengarui, sehingga dapat dikatakan bahwa

internal sangat mempengaruhi kesulitan siswa dalam mempelajari

materi bahasa Indonesia. Persamaan pada penelitian ini adalah

27
sama-sama berjudl Analisis tingkat kesulitan siswa dalam menulis

cerita pendek, peserta didik kesulitan menentukan judul yang akan

dibuat. Perbedaannya adalah penelitian tersebut mengambil kelas IV

sedangkan penelitian yang akan diteliti ini mengambil kelas V.

2. Penelitian yang dilakukan (Rahmawati, 2022, p. 85) dengan judul

“Analisis Kesulitan Menulis Karangan Pada Peserta Didik Kelas V

A SD Negeri 1 Kalampangan” penelitian ini menunjukkan bahwa

kesulitan peserta didik pada pembelajaran Bahasa Indonesia

disebabkan oleh kurang lancarnya mereka dalam megeluarkan ide-

ide menggunakan bahasa Indonesia, kurang terbiasanya

menggunakan bahasa Indonesia dalam berkomunikasi sehari-hari

kurangnya para peserta didik SD berlatih mengeluarkan ide- ide

dalam bentuk tulisan dan kurangnya pemahaman peserta didik

tentang tema cerita. Adapun persamaan dan perbedaan dari

penelitian tersebut adalah peneliti sama-sama membahas tentang

kesulitan menulis di kelas V persamaan lainnya adalah peserta didik

sama-sama sulit untuk mengeluarkan ide-ide menggunakan bahasa

Indonesia. Perbedaannya peneliti tersebut meneliti tentang kesulitan

menulis karangan sedangkan penelitian yang akan diteliti tentang

kesulitan menulis cerita pendek.

3. Penenelitian selanjutnya dilakukan oleh (Alfiyah, 2020, p. 82)

dengan judul “Problematika Menulis Cerita Pendek Siswa Kelas V

Sekolah Dasar”. Hasil penelitian ini menunjukkan ditemukannya

28
beberapa permasalahan yakni kurangnya motivasi peserta didik

dalam menulis cerita pendek, kemampuan membaca peserta didik

yang rendah sehingga berimbas pada kemampuan menulis cerita

pendek. Pada penelitian di atas ada persamaan yaitu sama-sama

membahas tentang menulis cerita pendek, kurangnya motivasi

peserta didik dalam menulis cerita pendek. Perbedaannya adalah

penelitian tersebut membahas dengan judul problematika menulis

cerita pendek siswa kelas V sekolah dasar sedangkan penelitian yang

akan ditelini ini berjudul analisis tingkat kesulitan menulis siswa

dalam menulis cerita pendek untuk siswa pada mata pelajaran

bahasa Indonesia kelas V.

4. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh (Pajwatin, 2023, p. 57) yang

berjudul “Analisis Faktor Penyebab Kesulitan Menulis Karangan

Pada Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas III SDN Bebie”

penelitian ini menunjukkan bahwa faktor kesulitan yang terdapat

pada penelitian ini adalah kesulitan siswa dalam menentukan tema,

siswa masih kesulitan menempatkan huruf kapital dan juga siswa

perlu memperhatikan tanda baca. Dalam penelitian ini ada

persamaan dan perbedaannya, yaitu sama-sama menganalisis

kesulitan menulis, persamaan berikutnya adalah siswa masih

kesulitan menentukan tema yang akan dibuat. Perbedaannya adalah

penelitian tersebut menggunakan kelas III sebagai tempat penelitian

sedangkan penelitian ini menggunakan kelas V.

29
5. Penelitian berikutnya dilakukan oleh (Husnul & Kartika, 2016, p.

76) dengan judul “Analisis Kesulitan Menulis Karangan Pada Siswa

Kelas IV SDN 2 Panjer” dari penelitian tersebut menunjukkan

siswaa di SDN 2 Panjer masih kesulitan dalam menulis atau

menentukan judul, menidentifikasi ide pokok cerita, membuat

paragraf dan menggunakan ejaan atau tanda baca. Dari penelitian

tersebut mempunyai persamaan dan perbedaan. Persamaannya yaitu

siswa kesulitan menentukan tema yang akan ditulis. Perbedaannya

yaitu penelitian menganalisis kesulitan menulis karangan sedangkan

peneliti menganalisis tingkat kesulitan menulis cerita pendek.

c) Kerangka Berpikir / Konseptual

Masalah :

1) Faktor penyebab terjadinya kesulitan menulis cerita


pendek
2) Upaya dalam mengatasi kesulitan menulis cerita
pendek

Faktor Faktor
Internal Eksternal

30
Analisis kesulitan
Dalam menulis
Cerita pendek

Deksripsi hasil

Gambar 1. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir dalam penelitian ini adalah awal kegiatan proses belajar

yang dilakukan oleh siswa dalam pembelajaran bahasa Indonesia dalam mengetahui

faktor penyebab terjadinya kesulitan menulis cerita pendek dalam mata pelajaran

bahasa Indonesia ada 2 faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Setelah

mengetahui faktor penyebab kesulitan menulis cerita pendek, selanjutnya cara

mengatasi kesulitan menulis cerita pendek pada mata pelajaran bahasa Indonesia

kelas V diharapkan pembelajaran dapat berjalan secara optimal.

31
7. METODOLOGI PENELITIAN

a) Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di SD Negeri 06 Sungai Pinang yang

beralamat di Jln. Jembatan Lama Penyandingan, Desa Penyandingan, Kec.

Sungai Pinang, Kab. Ogan Ilir, Sumatera Selatan. SD Negeri 06 Sungai

Pinang ini tidak sulit dijangkau karena tidak jauh dari jalan raya. Waktu

penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah semester genap

2022/2023.

b) Objek dan Informan Peneliti

Objek penelitian ini adalah ruang lingkup kecil yang menjadi fokus

penelitian. Nantinya dari objek ini peneliti akan memahami berbagai kajian

pustaka, teori, dan analisis objek penelitian untuk mendapat hasil yang

sesuai dengan target luaran penelitian (Pakpahan , Prasetio, & Negara, 2021,

p. 46).

Objek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD Negeri 06

Sungai Pinang. Informan dalam penelitian ini adalah Wali kelas kelas V.

Siswa kelas V SD Negeri 06 Sungai Pinang berjumlah 24 siswa, seorang

guru kelas dan kepala sekolah di SD Negeri 06 Sungai Pinang yang

memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian.

c) Metode Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian

deskriptif kualitatif. Penelitiam deksriptif adalah penelitian yang berupaya

memberikan gambaran menggunakan kata-kata dan angka atau profil

32
persoalan atau garis besar tahapan-tahapan guna menjawab pertanyaan

siapa, kapan, di mana, dan bagaimana untuk tujuan dan kegunaan tertentu

(Hamzah, 2019, p. 1) alasan saya menggunakan metode ini karena dengan

menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam penelitian ini, sifatnya

lebih elaborasi atau menjabarkan tulisan ilmiah sehingga memperoleh

sebuah kesimpulan dan juga sesuai dengan masalah yang saya angkat

menjadi judul. Penelitian ini ditunjukkan untuk mengetahui bagaimana

kesulitan siswa pada pelajaran Bahasa Indonesia di SDN 06 Sungai Pinang.

d) Jenis Data dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah data kualitatif, pengumpulan

informasi atau data yang dikumpulkan tidak berwujud angka tetapi analisis

dalam bentuk teori, sumber informasi yang diperoleh dari guru dan siswa.

Pada penelitian ini, data kualitatif diperoleh dari guru dan siswa dikelas V

SD Negeri 06 Sungai Pinang.

2. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data dapat

diperoleh. Sumber data diperoleh oleh peneliti dari sumber-sumber

informan yang mengetahui masalah yang sedang diteliti, diamati dan dicatat

secara langsung seperti wawancara, observasi dan dokumen. Data ini

diperoleh dari sumber-sumber tertulis yang ada di SD Negeri 06, yang

kemudian dikumpulkan oleh peneliti dari sumber-sumber yang berkaitan

dengan penelitian.

33
e) Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting,

berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari setting-nya, data dapat

dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting), pada laboratorium

dengan metode eksperimen, di tempat pembelanjaan, di rumah dengan

berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, di jalan dan lain-lain. Bila

dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan

sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data

yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, dan sumber

sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada

pengumpul data, misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen.

Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka

teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan),

interview (wawancara), dokumentasi dan gabungan (Sugiyono, 2019, p.

409).

1. Observasi (Pengamatan)

Dalam menggunakan metode observasi cara yang paling efektif

adalah melengkapinya dengan format atau blangko pengamatan sebagai

instrument. Format yang disusun berisi item-item tentang kejadian atau

tingkah laku yang digambarkan akan terjadi (Arikonto, 2010:272).

34
2. Wawancara

Wawancara yang dilakukan harus dilaksanakan dengan efektif,

artinya dalam kurun waktu yang sesingkat-singkatnya dapat diperoleh dari

sebanyak-banyaknya. Bahasa harus jelas, tearah. Suasana harus tetap rileks

agar data yang diperoleh data yang objektif dan dapat dipercaya (Arikunto,

2010:271). Dalam hal ini wawancara dilkukan pada guru dan siswa kelas V

SD Negeri 06 Sungai Pinang.

3. Dokumentasi

Dalam menggunakan metode dokumentasi ini peneliti memegang

chek-list untuk mencari variable yang sudah ditentutakan. Apabila terdapat/

muncul variable yang dicari, maka peneliti tinggal membubuhkan tanda

check atau tally di tempat yang sesuai. Untuk mecatat hal-hal yang bersifat

bebas atau belum ditentukan dalam daftar variable peneliti dapat

menggunakan kalimat bebas (Arikunto, 2010:274).

f) Teknik Keabsahan Data

Menurut (Sugiyono, 2019, p. 363) uji keabsahan data menjadi

bagian penting dalam sebuah penelitian. Adapun bentuk-bentuk uji

keabsahan data yaitu uji kredibilitas data (validitas internal), uji

transferability (validitas eksternal), uji dependability (reabilitas), uji

confirmability (objektivitas). Dalam penelitian kualitatif, kriteria utama

terhadap data hasil penelitian adalah kredibilitas.

1. Uji Kredibilitas Data (Validitas Internal)

Validitas menunjukkan tingkatan ketepatan atau dapat diterapkan

35
hasil penelitian ke populasi dimana sampel tersebut di ambil. Hal ini

bertujuan agar orang dapat memahami hasil penelitian tersebut oleh karena

itu penelitian ini dapat memberikan laporan, memberikan uraian yang rinci,

jelas, dan sistematis (Sugiyono, 2019, p. 363).

2. Uji Transferability (Validitas Eksternal)

Seperti yang dikemukakan bahwa, transferability ini merupakan

validitas eksternal dalam penelitian kualitatif. Validitas eksternal

menunjukkan derajat ketepatan atau dapat diterapkannya hasil penelitian ke

populasi di mana sampel tersebut di ambil (Sugiyono, 2019, p. 498).

3. Uji Dependedapility (Reabilitas)

Dalam penelitian kualitatif, uji dependability dilakukan dengan

melakukan audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi

peneliti tidak melakukan proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa

memberikan data. Penelitian seperti ini perlu diuji depenabilitynya. Kalau

proses penelitian tidak dilakukan tetapi datanya ada, maka penelitian

tersebut tidak reliabel atau dependable. Untuk itu pengujian dependability

dilakukan dengan cara melakukan audit terhadap keseluruhan proses

penelitian. Caranya dilakukan oleh auditor yang independen, atau

pembimbing untuk mengaudit keseluruhan aktivitas peneliti dalam

melakukan penelitian (Sugiyono, 2019, p. 499).

4. Uji Conrirmability (Objektivitas)

Uji confirmability mirip dengan uji dependability, sehingga

pengujiannya dapat dilakukan secara bersamaan. Menguji confirmability

36
berarti menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan.

Bila hasil penelitian merupakan fungsi dari proses penelitian yang

dilakukan, maka penelitian tersebut telah memenuhi standar confirmability.

Dalam penelitian jangan sampai tidak ada, tetapi hasilnya ada (Sugiyono,

2019, p. 500).

g) Teknik Analisis Data

Menurut (Sugiyono, 2019, p. 246) analisis data kualitatif adalah

adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh

dari wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain, sehingga dapat

mudah dipahami, dan temuannya dapat diinformasikan kepada orang lain.

Analisis data kualitatif dilakukan dengan mengorganisasikan data,

memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mencari dan

menemukan pola, menemukan apa yang penting dan yang dipelajari, dan

memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Untuk

menganalisis data mengenai kesulitan siswa dalam memahami bacaan di

kelas V SD Negeri 06 Sungai Pinang, peneliti menggunakan beberapa

langkah yaitu sebagai berikut :

1. Analisis Sebelum di Lapangan

Peneliti kualitatif telah melakukan analisis data sebelum peneliti

memasuki lapangan. Analisis dilakukan terhadap data hasil sekunder yang

akan di gunakan untuk menentukan fokus penelitian. Fokus pada penelitian

ini yaitu menganalisis kesulitan siswa dalam memahami bacaan di kelas V

SD Negeri 06 Sungai Pinang.

37
2. Analisis Data di Lapangan

Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat

pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data

dalam periode tertentu (Sugiyono, 2019, p. 440).

a. Pengumpulan Data (Data Collection)

Kegiatan utama pada setiap penelitian adalah mengumpulkan data.


Dalam penelitian kualitatif pengumpulan data dengan observasi,
wawancara mendalam dan dokumentasi atau gabungan ketiganya.
b. Reduksi Data (Data Reduction)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk itu

maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Seperti telah dikemukakan,

semakin lama peneliti ke lapangan, maka jumlah data akan semakin

banyak, kompleks dan rumit. Untuk itu perlu segerah dilakukan analisis

data melalui reduksi data. Merduksi data berarti merangkum, memilih

dan memilih hal-hal yang pokok, menfokuskan pada hal-hal yang

penting, dicari tema dan polanya.

c. Penyajian Data (Data Display)

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk

uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan

sejenisnya. Dengan mendisplaykan data, maka akan memudahkan untuk

memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya

berdasarkan apa yang telah dipahami tersebut.

d. Conclusion Drawing/Verification

Langkah keempat dalam analisis data kualitatif adalah penarikan

38
kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih

bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti

yang kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya.

Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali

ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang

mengemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.

h. Jadwal Kerja

Adapun rencana jadwal kerja disajikan dalam bentuk table sebagai berikut:

kegiatan Januari Februari Maret April Mei

2023 2023 2023 2023 2023

ACC Judul

Bimbingan

proposal

Bab I

Bab II

Bab III

Seminar

proposal

Perbaikan

Penelitian

Bab IV

39
Bab V

Ujian

skripsi

40
DAFTAR PUSTAKA (Reference)

Ahmad. (2016). Bahasa Indonesia Untuk Perguruan Tinggi. Jakarta: PT Gelora


Aksara Pratama.
Al Ma'ruf, Ali, I., & Farida , N. (2017). Pengkajian Sastra Teori dan Aplikasi.
Surakarta : Djiwa Amarta Press.
Alfin, J. (2014). Apresiasi Sastra Indonesia . Surabaya : UIN Sunan Ampel Press.
Alfiyah. (2020). Problematika Menulis Cerita Pendek Siswa Kelas V Sekolah
Dasar. 82.
Aminuddin. (2015). Pengantar Apresiasi Sastra . Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Anisatun. (2018). Model-Model Pembelajaran Bahasa Indonesia Di SD/MI.
Yogyakarta: Ar-ruzz Media.
Anzar, & Mardhatilla. (2017). Analisis Kesulitan Belajar Siswa Pada
Pembelajaran Bahsa Indonesia Di SD Kelas V SD Negeri 20 Meulaboh
Kabupaten Aceh Barat Tahun Ajaran 2015/2016. Bina Gogik, 53-54.
Arikonto. (2010) Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Yogyakarta: PT Rineka
Cipta,
Asih. (2016). Starategi Pembelajaran Bahasa Indonesia . Bandung: CV Pustaka
Setia .
Atmazaki. (2013). Mengungkapkan Masa Depan: Inovasi Pembelajaran Bahasa
Indonesia Dalam Konteks Pengembangan Karakter Cerdas. padang: UNP.
Habiburrahman. (2016). Diagnosis Kesulitan Belajar dan Pengajaran Remidi
Dalam Pendidikan IPA. Jakarta: Depdikbud.
Hamalik (2010). Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung: Bumi Aksara
Hamzah , B. U. (2013). Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: PT. Bumi AAksara.
Hamzah, A. (2019). Metode Penelitian Kualitatif. Malang: Liberasi Nusantara.
Husnul, K., & Kartika, C. S. (2016). Analisis Kesulitan Menulis Karangan Pada
Siswa Kelas IV SDN 2 Panjer. Prosiding Seminar Nasional Inovasi
Pendidikan Univ. Sebelas Maret, Surakarta.
Indriani, M. (2019). Meningkatkan Kemampuan Menulis Cerita Fantasi dengan
Penggunaan Video Cerita. prasi : Jurnal Bahasa, Seni, dan
Pengajarannya, 56-64.
J, N. (2017). Metodologi Penelitian. Jakarta : Kencana.
Jamaris, M. (2014). Kesulitan Belajar Perspektif, Asesmen, dan
Penanggulangannya. Bogor: Ghalia Indonesia.
K. T. (2015). Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia Dalam Kehidupan
Berbangsa dan Bernegara. Culture, 102-103.
Khotimah, H., & Suryandari, K. C. (2015). Analisis Kesulitan Menulis Karangan
Pada Siswa Kelas IV SDN 2 Panjer.
Kosasih. (2016). Jenis-Jenis Teks. Bandung: Yrama Widya.
Koswara, D. (2013). Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Berkesulitan Belajar
Spesifik. Bandung: Luxima Metro Media.
M, M. (2013). Meningkatkan Keterampilan Menulis Cerita Pendek Berbantu
Media Audio Visual Trailer Film Asing. Jurnal Bahasa, Sastra dan
Pembelajaran Universitas Negeri Padang, 1.

41
Mahendra, R. (2017). Kemampuan Menulis Cerita Pendek Pada Siswa. 7.
Mukhtar, W. (2022). Analisis Tingkat Kesulitan Siswa Dalam Menulis Cerita
Pada Mata Pelajaran Bahasa Indonesia di Kelas IV SDN Mannuruki.
Nafiah, S. A. (2017). Model-Model Pembelajaran Bahasa Indonesia SD/MI. Ar
Ruzz Media.
Nurgiyantoro. (2017). Teori Pengkajian Fiksi . Yogyakarta : Gajah Mada
University Press.
Nurgiyantoro, B. (2015). Penilaian Pembelajaran Bahasa & Sastra Indonesia.
Yogyakarta: Yogyakarta : BPFE.
Nurhidayati, Rahmawati, Pitriani, & Irwan. (2019).
Pajwatin, W. (2023). Analisis Faktor Penyebab Kesulitan Menulis Karangan Pada
Pembelajaran Bahasa Indonesia Siswa Kelas III SDN Bebie.
Pakpahan , A. F., Prasetio, A., & Negara, E. S. (2021). Metedologi Penelitian
Ilmiah. Jakarta: Yayasan Kita Menulis.
Puspitasari, C. T. (2016). Penerapan Media Film Animasi Untuk Meningkatkan
Keterampilan Menulis Cerita Pendek. 3.
Rahmadi. (2011). Pengatar Metodologi Penelitian . Banjarmasing: Antasari Press.
Rahmadi. (2011). Pengatar Metodologi Penelitian . Banjarmasing: Antasari Press.
Rahmawati, A. (2022). Analisis Kesulitan Menulis Karangan Pada Peserta Didik
Kelas V A SD Negeri 1 Kalampangan. Anterior Jurnal, 86-91.
Riswandi. (2021).
Riswandi, B. (2021). Benang Merah Prosa. Tasikmalaya: Langganan Pustaka.
S.B., D. (2016). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara.
Sanjaya. (2016).
Sholicahah. (2018). Teori-teori pendidikan dalam Al-Quran. Jurnal Pendidikan
Islam, 23-46.
Simanjuntak. (2014). Metedologi Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Simarmata. (2019). Semua Bisa Menulis Buku. Medan: Yayasan kita menulis.
Siti, N. (2019). Super Pola Belajar Siswa Mandiri Bahasa Indonesia. Bandung:
Yrama Widya.
Siti, N. (2019). Super Pola Belajar Siswa Mandiri Bahasa Indonesia. Bandung :
Yrama Widya.
Slameto. (2015). Belajar dan Faktor-faktor Yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT.
Rineka Cipta.
Soedjono. (2013). Kesulitan Belajar dan Pengajaran Bahasa Indonesia. Jakarta :
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Dirjen Dikti, PPLPTJ.
Suastika, N. (2019). Pengertian kesulitan menulis.
Sugihartono. (2017). Model Pembelajaran Inovatif serta Penerapannya Pada
SD/SMP CI-BI. Semarang: Rajawali.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D . Bandung:
Alfabeta.
Sugiyono. (2019). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.
Sujana. (2019). Fungsi Dan Tujuan Pendidikan Indonesia. Jurnal Pendidikan
Dasar, 29.
Uatami, F. N. (2020). Peranan Guru Dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa

42
SD. Jurnal Ilmu Pendidikan, 93-101.
Utami, F. (2020). Peran Guru dalam Mengatasi Kesulitan Belajar Siswa Sekolah
Dasar. Edukatif: Jurnal Ilmu Pendidikan, 93-100.
Wina , S. (2013).
Yadi, M. (2017). Buku Teks Pendamping Bahasa Indonesia . Bandung: Yrama
Widya.
Zubaidah, E. (2015). Peningkatan Kemampuan Mahasiswa Menulis Cerita Anak
Melalui Strategi Menulis Terbimbing. LITERA, 14.

43

You might also like