You are on page 1of 27

MAKALAH

THAHAROH (BERSUCI)

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

PAI

Dosen Pengampu :

H. Isnen Munawar, MAg

Disusun oleh kelompok Al-Kahfi :

Ela Monika 224507006

Lina Sulaeman 224507009

Risma Ramadhani 224507023

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MA’SOEM BANDUNG
1445/2023
KATA PENGANTAR

Syukur Allhamdulilah atas segala limpahan karunia Allah SWT. Atas izin-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tidak lupa pula kami kirimkan
shalawat serta salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Beserta keluarganya,
para sahabatnya, dan seluruh umatnya yang senantiasa istiqomah hingga akhir zaman.

Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah PAI
dimana didalamnya membahas tentang Pengertian Thaharah dan ketentuannya, Macam-
macam najis dan tata cara berwudhu serta mandi dan tayamum dengan benar.

Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak, bagi kami
khusunya dan bagi teman-teman mahasiswa pada umumnya. Kami sadar bahwa makalah ini
belum sempurna dan masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, kami
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak yang membaca.

Jatinangor, September 2023

Penyusun,

1
DAFTAR ISI

Table of Contents
KATA PENGANTAR..............................................................................................................1
DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................3
1.1. Latar Belakang................................................................................................................3
1.2. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
1.3. Tujuan Penulisan.............................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................5
2.1. Pengertian Thaharah dan Ketentuan Thaharah................................................................5
2.2. Pengertian Najis dan Macam-macam Najis....................................................................7
2.3. Pengertian Istinja dan Adab dalam Syariat islam..........................................................10
2.4. Pengertian Wudhu dan Keutamaannya........................................................................12
2.5. Tata Cara Mandi dengan Baik dan Benar......................................................................18
2.6. Pengertian dan Tata Cara Tayamum............................................................................18
BAB III PENUTUP................................................................................................................24
3.1. Kesimpulan................................................................................................................24
3.2 Saran..........................................................................................................................25

2
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Islam menganjurkan untuk selalu menjaga kebersihan badani selain rohani.


Kebersihan badai tercermin dengan bagaimana umat muslim selalu bersuci sebelum
mereka melakukan ibadah terhadap Allah SWT. Pada hakikatnya tujuan bersuci
adalah agar umat muslim terhindari dari kotoran atau debu yang menepel di badan
sehingga secara sadar atau tidak sengaja membatalkan rangkaian ibadah kita kepada
Allah SWT.
Namun, yang terjadi sekarang adalah, banyak umat muslim hanya tahu saja
bahwa bersuci itu sebatas membasuh badan dengan air tanpa mengamalkan rukun-
rukun bersuci lainnya sesuai syariat islam. Bersuci atau istilah dalam istilah islam
yaitu “Thaharah” mempunyai makna yang luas tidak hanya berwudhu saja.
Pengertian thaharah adalah mensucikan diri, pakaian, dan tempat sholat dari
hadas dan najis menurut syariat islam. Bersuci dari hadast dan najis adalah syarat
syahnya seorang muslim dalam mengerjakan ibadah tertentu. Berdasarkan pengertian
tersebut sebenarnya banyak sekali manfaat yang bisa kita ambil dari fungsi thaharah.
Thaharah sebagai bukti bahwa islam amat mementingkan kebersihan dan kesucian.

1.2. Rumusan Masalah


Dari latar belakang masalah tersebut, penyusun merumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Jelaskan pengertian dari thaharah?
2. Jelaskan ketentuan-ketentuan Thaharah?
3. Apa itu najis, dan macam-macam najis?
4. Bagaimana cara menghilangkan najis dan apa saja najis yang di maafkan (Ma’fu)?
5. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Istinja?
6. Bagaimana adab buang air?
7. Apa dan jelaskan arti wudhu dan Fardhu wudhu?
8. Apa saja syarat-syarat berwudhu dan apa saja sunah-sunah berwudhu?
9. Apa yang membatalkan wudhu?
10. Bagaimana tata cara berwudhu?
11. Apa do’a sesudah berwudhu?

3
12. Bagaimana tata cara mandi dan tayamum yang benar?

1.3. Tujuan Penulisan

Tujuan dari penulisan makalah ini agar pemateri dan pembaca dapat memahami
Pengertian Thaharah dan ketentuannya, Macam-macam najis dan tata cara berwudhu serta
mandi dan tayamum dengan benar.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Thaharah dan Ketentuan Thaharah

Thaharah berarti bersih (nadlafah), suci (nazahah), terbebas (khulus), dari kotoran
(danas). Seperti tersebut dalam surat Al-baqarah ayat 222 : sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri”.

Menurut syara’ thaharah itu adalah menggangkat (menghilangkan) penghalang yang


timbul dari hadast dan najis. Dengan demikian thaharah syara’ terbagi menjadi dua yaitu
thaharah dari hadast dan thaharah dari najis.

Thaharah tak sekedar bersih-bersih badan. Tak setiap yang bersih pun pasti sudah
suci. Lebih dari itu, suci dari hadast adalah melakukannya dengan berwudhu, mandi, ataupun
tayamum. Sementara suci dari najis yaitu menghilangkan kotoran yang ada di badan, pakaian,
dan tempat. Agar ibadah dapat diterima oleh Allah SWT sekaligus terhindar dari berbagai
penyakit.
Hukum Thaharah itu sendiri wajib dan telah disampaikan oleh Allah melalui
firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kalian hendak melaksanakan shalat,
maka basuhlah muka dan tangan kalian sampai siku,dan sapulah kepala kalian, kemudian
basuh kaki sampai kedua mata kaki.” (Al-Maidah:6). “Dan, pakaianmu bersihkanlah.(Al-
Muddatstsir:4).
Thaharah pun terbagi menjadi dua bagian, sebagai berikut :
a. Thaharah Ma’nawiyah
Thaharah ma’nawiyah merupakan bersuci rohani misalnya membersihkan segala
penyaki hati yaitu iri, dengki, riya dan lainnya. Pasalnya thaharah ma’nawiyah ini
penting dilakukan sebelum melakukan thaharah hissiyah, karena ketika bersuci harus
dalam keadaan bersih dari sifat-sifat tersebut.
b. Thaharah Hissiyah
Thaharah hissiyah adalah bersuci jasmani, atau membersihkan bagian tubuh dari
sesuatu yang terkena najis (segala jenis kotoran) maupun hadast (kecil dan besar).
Untuk membersihkan dari najis dan hadast ini, dilakukan dengan menggunakan air
seperti berwudhu, mandi wajib, serta tayamum (bila dalam kondisi tidak ada air).

5
Akan tetapi, air yang boleh dipakai untuk bersuci juga bukan sembarang air. Berikut
Penjelasan mengenai jenis dan pembagian air untuk thaharah :
1. Jenis Air untuk Thaharah
Air yang dapat digunakan untuk bersuci adalah air bersih (suci dan
mensucikan) yang turun dari langit atau keluar dari bumi dan belum pernah
dipakai bersuci, di antaranya :
 Air hujan
 Air sumur
 Air laut
 Air sungai
 Air salju
 Air telaga
 Air embun

2. Pembagian Air untuk Thaharah


Pengertian thaharah dan pembagiannya juga ditinjau dari segi hukum
islam dengan menggelompokan jenis air yang diperbolehkan maupun tidak
dalam bersuci.
Air tersebut dibagi menjadi empat yaitu :
a. Air suci dan menyucikan, yaitu air mutlak atau masih murni dapat
digunakan untuk bersuci dengan tidak makruh (digunakan sewajarnya
tidak berlebihan).
b. Air suci dan dapat menyucikan, yaitu air musyammas (air yang
dipanaskan degan matahari) di tempat logam yang bukan emas.
c. Air suci tapi tidak menyucikan, yaitu air musta’mal (telah digunakan
untuk bersuci) menghilangkan hadast atau najis walau tidak berubah
rupa, rasa dan baunya.
d. Air mutanajis, yaitu air yang kena najis (kemasukan najis), sedangkan
jumlahnya kurang, maka tidak dapat menyucikan.
e. Air haram, yaitu air yang diperoleh dengan cara mencuri (ghashab),
atau mengambil tanpa izin, sehingga air itu tidak dapat menyucikan.

6
2.2. Pengertian Najis dan Macam-macam Najis

Dalam agama islam, sesuatu yang dianggap kotoran dan harus dihindari untuk terkena
pada pakaian atau tubuh karena dapat membatalkan ibadah disebut dengan najis.
Sederhananya, najis adalah kotoran yang menempel pada tubuh, tempat, maupun pakaian
kita dan menyebabkan batalnya ibadah yang kita lakukan (salah satu cotohnya adalah
shalat).
Sesuatu yang terkena najis harus segera disucikan. Cara menyucikan diri disebut
dengan thaharah. Thaharah memiliki kedudukan yang utama dalam ibadah. Karena
keabsahan sebuah ibadah yang dilakukan oleh umat muslim juga bergantung dari
thaharah. Apabila seseorang menunaikan shalat saat masih ada setetes najis yang ada di
tubuhnya, maka ibadahnya dianggap tidak sah dan batal.
Menurut fiqih, najis dalam islam dikelompokkan menjadi 3 (tiga) macam berdasarkan
tingkatannya, Berikut adalah macam-macam najis :
1. Najis Mukhaffafah
Najis mukhaffafah adalah najis ringan. Salah satu contoh dari najis
mukhaffafah adalah air kencing bayi berjenis kelamin laki-laki dengan usia
kurang dari 2 tahun. Dan bayi tersebut hanya meminum air susu ibu, belum
mengonsumsi makanan jenis lainnya.
Selain itu, contoh selanjutnya dari najis ringan adalah madzi (air yang keluar
dari lubang kemaluan akibat rangsangan) yang keluar tanpa memuncrat.
Cara membersihkan najis ini tergolong cukup mudah. Karena termasuk ke
dalam najis ringan, maka hanya perlu dibersihkan dengan cara yang singkat.
a. Menggunakan Percikan Air
Cara membersihkan najis ringan yang pertama yaitu dengan percikan air
ke area tubuh, pakaian, atau tempat yang terkena najis mukhaffafah. Lalu
diikuti dengan mengambil wudhu. Maksud dari percikan air yang
disebutkan sebelumya yaitu air mengalir yang membasahi seluruh tempat
yang terkena najis. Dan air tersebut harus lebih banyak dibandingkan
najisnya (misal air kencing bayinya).
b. Mandi dan Berwudhu
Apabila yang terkena najis mukhaffafah adalah anggota tubuh, maka jika
yang terkena sedikit bisa disucikan dengan berwudhu. Namun, jika yang

7
terkena najis adalah banyak, maka islam menganjurkan untuk mandi agar
najis tersebut benar-benar hilang.
c. Mencuci dengan Sabun
Cara terakhir untuk bersuci dari najis mukhaffafah adalah mencuci yang
terkena najis (misalnya anggota tubuh) dengan sabun hingga tidak berbau
lalu dilanjutkan dengan berwudhu.

2. Najis Mutawassithah
Najis mutawassithah termasuk ke dalam najis sedang. Contoh dari najis
sedang ini adalah segala sesuatu yang keluar dari qubul dan dubur manusia atau
binatang (terkecuali air mani). Selain itu, contoh lainnya adalah khamr atau
minuman keras dan susu hewan dari binatang yang tidak halal untuk dikonsumsi.
Bangkai makhluk hidup (kecuali bangkai manusia, ikan, dan belalang) juga
digolongkan sebagai najis mutawassithah. Najis mutawassithah dibedakan
kembali menjadi dua jenis, yaitu Najis ‘Ainiyah dan Najis Hukmiyah.

Berikut adalah penjelasan mengenai najis ‘Ainiyah dan najis Hukmiyah :


a. Najis ‘Ainiya
Secara sederhana, najis ‘ainiyah adalah najis yang masih ada wujudnya.
Najis ini dapat terlihat rupanya, dapat tercium baunya, serta dapat
dirasakan rasanya. Contoh dari najis ‘ainiyah adalah air kencing yang
masih terlihat dengan jelas wujud dan baunya.
Cara untuk membersihkan najis ‘ainiyah adalah dengan tiga kali mencuci
menggunakan air lalu ditutup dengan menyiram lebih banyak pada bagian
yang terkena najis.
b. Najis Hukmiyah
Sedangkan jenis najis sedang lainya yaitu najis hukmiyah. Najis hukmiyah
adalah najis yang tidak bisa dilihat rupanya, tidak berbau, dan tidak ada
rasa. Contoh najis hukmiyah adalah air kencing bayi yang telah mengering
sehingga tidak meninggalkan bekas apapun (baik dari segi rupa yang tidak
terlihat oleh mata dan tidak berbau).
Contoh lain dari najis ini adalah air khamr yang telah mengering. Cara
membersihkan najis hukmiyah yaitu cukup dengan menggunakan air
mengalir dengan volume yang lebih besar daripada najis tersebut.

8
3. Najis Mughalladah
Najis mughalladah merupakan najis berat. Jenis najis ini adalah yang paling
berat dan membutuhkan penanganan khusus untuk menyucikannya. Yang
termasuk ke dalam najis mughalladah adalah anjing, babi dan darah. Apabila
bagan tubuh atau pakaian tersentuh oleh babi, terkena air liur anjing, atau terkena
darah baik secara sengaja atau pun tidak disengaja, maka termasuk dari najis
berat.
Cara untuk membersihkan najis ini cukup rumit. Cara yang dapat dilakukan
untuk bersuci yaitu dengan membasuh bagian yang terkena najis sebanyak tujuh
kali (salah satu dari ketuuh basuhan tersebut dengan menggunakan air yang
tercampur dengan debu atau tanah), lalu disusul dengan membasuhnya dengan
air.
Namun, sebelum dibersihkan menggunakna air, najis mughalladah yang
mengenai tubuh atau pakaian harus benar-benar hilang wujudnya terlebih dahulu.

Itu merupakan 3 najis yang dikelompokkan berdasarkan tingkatanya. Namun adapula


najis yang dimaafkan, yaitu :

1. Najis Ma’fu
Najis ini adalah najis yang dimaafkan. Najis ma’fu dapat di tolerir sehingga
yang terkena najis jenis ini dapat mengabaikan untuk membasuh atau mencuci.
Contoh dari najis ma’fu adalah najis kecil yang tidak kasat mata seperti ketika kita
buang air kecil tanpa melepas seluruh pakaian yang menempel di badan, secara
tidak sengaja mungkin ada sedikit sekali percikan air kencing tersebut yang
mengenai pakaian. Maka hal tersebut ditolerir sehingga tidak perlu bersuci.
Karena sesungguhnya agama islam adalah agama yang tidak memberatkan
umatnya. Oleh karena itu, terdapat jenis najis yang dapat ditolerir. Ibadahnya
(shalat dan membaca Al-Qur’an) umat musim yang secara tidak sengaja terkena
najis ma’fu tetap dianggap sah dan tidah batal.

2.3. Pengertian Istinja dan Adab dalam Syariat islam

Kata istinja berasal dari bahasa Arab yang berarti menghilangkan kotoran. Secara
istilah, istinja adalah membersihkan najis berupa kotoran yang menempel pada tempat

9
keluarnya kotoran tersebut (qubul dan dubur). Segala sesuatu yang keluar dari qubul
dan dubur dianggap najis dan wajib dibersihkan dengan menggunakan air atau yang
lainnya.
Hukum istinja sendiri tidak wajib, tetapi menjadi wajib apabila hendak
melaksanakan shalat. Seperti yang diketahui, salah satu syarat sah shalat ialah sucinya
badan dari najis. Selama di badan ada najis, maka shalatnya menjadi tidak sah.
Imam Syamsudin al-Ramli (w 1004 H) Mengatakan : “Istinja tidak wajib seketika
(setelah buang jahat), tetapi menjadi wajib ketika hendak mendirikan shalat.”Dalam
beristinja, media utama yang dapat digunakan adalah air. Namun, jika tidak ada air
dapat menggunakan batu dan benda seperti tisu atau kain.
Jika ingin beristinja dengan batu, ada sejumlah syarat yang perlu diperhatikan, yaitu:
 Menggunakan tiga batu
 Batunya bisa membersihkan tempat keluarya najis
 Najis belum kering
 Najis belum pindah dari tempat keluarnya
 Najis tidak terkena benda najis yang lain
 Najis tidak melewati shafhah dan hasyafahnya (bagian sisi tempat keluarnya
najis)
 Najis tidak terkena air
 Semua batunya suci

Ilustrasi Istinja dengan batu. Foto : Unsplash

Menurut buku FIQH IBADAH Kajia Komprehensif Tata Cara Ritual Dalam Islam
Oleh Ainul Yaqin, M.A. (2016: 18), ada beberapa adab yang harus diperhatikan seorang
muslim saat hendak beristinja, antara lain :

10
1. Dahulukan kaki kiri ketika masuk dan kaki kanan ketika keluar kamar mandi.
2. Berdoa ketika akan masuk dan keluar kamar mandi, dengan bacaan sebagai berikut.
 Doa masuk kamar mandi :
Bismillahi Allahumma inni a`udzu bika minal khubutsi wal khabaitsi
Artinya : “Ya Allah, aku berlindung pada-mu dari godaan iblis jantan dan betina.”
 Doa keluar kamar mandi :
Guhfroonaka alhamdulillahi alladzi adzhaba `anni al-adza wa`aafaani. Allahumma
ij`alni minat tawwaabiina waj`alni minal mutathohhiriin. Allahumma thohhir qolbi
minan nifaaqi wa hashshin farji minal fawaahisyi.
Artinya : “Dengan mengharap ampunanmu, segala puji bagi Allah yang telah
menghilangkan penyakit dari tubuhku, dan mensehatkan aku. Ya Allah, jadikanlah
aku sebagian dari orang yang bertaubat dan jadikanlah aku sebagian dari orang yang
suci. Ya Allah, bersihkan hatiku dari kemunafikan, dan jaga kelaminku dari perbuatan
keji (zina).”
3. Tidak membawa sesuatu yang dimuliakan, seperti Al-Qur’an.
4. Tidak berbicara.
5. Menjaga kebersihan tubuh dan pakaiannya dari najis.
6. Tidak buang hajat sembarangan.
7. Dianjurkan tidak menghadap atau membelakangi kiblat, kecuali ada tembok atau
penghalaunya.

2.4. Pengertian Wudhu dan Keutamaannya

Wudhu adalah bersuci dengan air yang dilakukan dengan cara khusus. Kewajiban
berwudhu ditetapkan dengan firman Allah SWT., “Hai orang-orang yang beriman, apabila
kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan
siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki. Dan jika
kamu junub, maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari
tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka
bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih). Sapulah mukamu dan tanganmu dengan
tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Al-Ma’idah:6).
Sedangkan dari hadits kita dapati sabda Nabi SAW. yang berbunyi, “Allah tidak akan
menerima shalat salah seorang di antaramu jika berhadats sehingga berwudhu.” (As
Syaikhani).

11
Abu Hurairah r.a. telah merilis tentang keutamaan wudhu. Bahwasannya Rasulullah
SAW. bersabda, “Tidakkah aku tunjukkan kepadamu tentang amal yang menghapus
kesalahan dan meninggikan kedudukan?” Mereka menjawab, “Mau, ya Rasulullah.” Nabi
saw. bersabda, “Menyempurnakan wudhu dalam kondisi yang tidak menyenangkan,
memperbanyak langkah ke masjid, menunggu shalat setelah shalat. Itulah ribath, itulah
ribath, itulah ribath.” (Malik, Muslim, At Tirmidzi, dan An-Nasa’i).
Ribath adalah keterikatan diri di jalan Allah. Artinya, membiasakan wudhu dengan
menyempurnakannya dan beribadah menyamai jihad fi sabilillah.

Ilustrasi orang sedang berwudhu

1. Furudhul / Tata Cara Wudhu


a) Membasuh muka, para ulama membatasinya mulai dari batas tumbuh rambut sampai
bawah dagu, dari telinga ke telinga.
b) Membasuh kedua tangan sampai ke siku; yaitu pergelangan lengan.
c) Mengusap kepala keseluruhannya menurut Imam Malik dan Ahmad, sebagiannya
menurut Imam Abu Hanifah dan Asy Syafi’iy.
d) Membasuh kedua kaki sampai ke mata kaki, sesuai dengan sabda Nabi kepada orang
yang hanya mengusap kakinya: “Celaka, bagi kaki yang tidak dibasuh, ia diancam
neraka”. Muttafaq alaih.

Itulah empat rukun yang tercantum secara tekstual dalam ayat wudhu di Al-Ma’idah
ayat 6. Tapi, masih ada 2 tambahan, yaitu:
1. Niat. Ini menurut Imam Syafi’i, Malik, dan Ahmad sesuai dengan sabda Nabi
SAW., “Sesungguhnya semua amal itu tergantung niat.” (Muttafaq alaih). Urgensi
niat adalah untuk membedakan antara ibadah dari kebiasaan. Namun, tidak
disyaratkan melafalkan niat karena niat itu berada di dalam hati.

12
2. Tertib. Maksudnya, berurutan. Dimulai dari membasuh muka, tangan, mengusap
kepala, lalu memabasuh kaki. Menurut Abu Hanifah dan Malikiyah, melakukan
wudhu dengan tertib hukumnya sunnah.

2. Sunnah Wudhu
1) Membaca Basmalah. Ini adalah sunnah yang harus diucapkan saat memulai semua
pekerjaan. Rasulullah SAW. bersabda, “Berwudhulah dengan menyebut nama Allah.”
(Al-Baihaqi)
2) Bersiwak. Ini sesuai dengan sabda Nabi SAW., “Jika tidak akan memberatkan
umatku, akan aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali berwudhu.” (Malik, Asy
Syaf’iy, Al-Baihaqi, dan Al-Hakim). Disunnahkan pula bersiwak bagi orang yang
berpuasa, seperti dalam hadits Amir bin Rabi’ah r.a. berkata, “Aku melihat Rasulullah
SAW. tidak terhitung jumlahnya bersiwak dalam keadaan berpuasa.” (Ahmad, Abu
Daud, At-Tirmidzi). Menurut Imam Syafi’i, bersiwak setelah bergeser matahari bagi
orang yang berpuasa, hukumnya makruh.
3) Membasuh dua telapak tangan tiga kali basuhan di awal wudhu, sesuai hadits Aus bin
Aus Ats-Tsaqafiy r.a. berkata, “Aku melihat Rasulullah SAW. berwudhu dan
membasuh kedua tangannya tiga kali.” (Ahmad dan An Nasa’i).
4) Berkumur, menghisap air ke hidung dan menyemburkannya keluar. Terdapat banyak
hadits tentang hal ini. Sunnahnya dilakukan secara berurutan, tiga kali, menggunakan
air baru, menghisap air ke hidung dengan tangan kanan dan menyemburkannya
dengan tangan kiri, menekan dalam menghisap kecuali dalam keadaan puasa.
5) Menyisir jenggot dengan jari-jari tangan. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah
meriwayatkannya dari Utsman dan Ibnu Abbas r.a.
6) Mengulang tiga kali basuhan. Banyak sekali hadits yang menerangkannya.
7) Memulai dari sisi kanan sebelum yang kiri, seperti dalam hadits Aisyah r.a.,
“Rasulullah SAW. sangat menyukai memulai dari yang kanan ketika memakai sandal,
menyisir, bersuci, dan semua aktivitasnya.” (Muttafaq alaih).
8) Menggosok, yaitu menggerakkan tangan ke anggota badan ketika mengairi atau
sesudahnya. Sedang bersambung artinya terus menerus pembasuhan anggota badan
itu tanpa terputus oleh aktivitas lain di luar wudhu. Hal ini diterangkan dalam banyak
hadits. Menggosok menurut madzhab Maliki termasuk dalam rukun wudhu, sedang
terus menerus termasuk dalam rukun wudhu menurut madzhab Maliki dan Hanbali.

13
9) Mengusap dua telinga, seperti yang diriwayatkan oleh Abu Daud, Ahmad dan At-
Thahawiy dari Ibnu Abbas dan Al-Miqdam bin Ma’ di Kariba.
10) Membasuh bagian depan kepala, dan memperpanjang basuhan di atas siku dan mata
kaki. Seperti dalam hadits Nabi SAW., “Sesungguhnya umatku akan datang di hari
kiamat dalam keadaan putih berseri dari basuhan wudhu.”
11) Berdoa setelah wudhu, seperti dalam hadits Ibnu Umar r.a., Rasulullah saw. bersabda,
“Tidak ada seorangpun di antara kalian yang berwudhu dan menyempurnakannya,
kemudian berdo’a : ‫ وأْش َهُد أَّن ُمَحَّم دًا َع ْب ُد ُه َو َر ُس وله‬،‫ه‬LL‫ه إاّل ُهَّللا َو ْح َد ُه ال َش ِريَك ل‬LL‫ َأشَهُد َأْن اَل إل‬Aku
Bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, Maha Esa tiada
sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusan-
Nya. Pasti akan dibukakan baginya pintu-pintu surga yang delapan itu, dan
dipersilahkan masuk dari mana saja.” (Muslim).
12) Sedangkan do’a ketika berwudhu, tidak pernah ada riwayat yang menerangkan
sedikitpun.
13) Shalat sunnah wudhu dua rakaat, seperti dalam hadits Uqbah bin Amir r.a. berkata,
Rasulullah SAW. bersabda, “Tidak ada seorangpun yang berwudhu dan
menyempurnakan wudhunya, kemudian shalat dua rakaat dengan menghadap wajah
dan hatinya, maka wajib baginya surga.” (Muslim, Abu Daud, dan Ibnu Majah).

3. Hal-hal Yang Dapat Membatalkan Wudhu


1) Segala sesuatu yang keluar dari dua jalan pembuangan (kencing, tinja, angin,
madzi, atau wadi), kecuali mani yang mengharuskannya mandi. Dalilnya adalah
firman Allah SWT. “… atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh
perempuan….” (Al-Ma’idah: 6) dan sabda Nabi saw., “Allah tidak menerima shalat
salah seorang di antaramu ketika berhadats sehingga ia berwudhu.” (Muttafaq
alaih). Hadats adalah angin dubur baik bersuara atau tidak. Sedangkan madzi adalah
karena sabda Nabi SAW., “Wajibnya wudhu.” (Muttafaq alaih). Sedangkan wadiy
adalah karena ungkapan Ibnu Abbas, “Basuhlah kemaluanmu, dan berwudhulah
sebagaimana wudhu untuk shalat.” (Al-Baihaqi dalam As-Sunan).
2) Tidur lelap yang tidak menyisakan daya ingat, seperti dalam hadits Shafwan bin
‘Assal r.a. berkata, “Rasulullah SAW. pernah menyuruh kami jika dalam perjalanan
untuk tidak melepas sepatu kami selama tiga hari tiga malam, sebab buang air kecil,
air besar maupun tidur, kecuali karena junub.” (Ahmad, An Nasa’i, At-Tirmidzi dan
menshahihkannya). Kata tidur disebutkan bersama dengan buang air kecil dan air

14
besar yang telah diketahui sebagai pembatal wudhu. Sedang tidur dengan duduk
tidak membatalkan wudhu jika tidak bergeser tempat duduknya. Hal ini tercantum
dalam hadits Anas r.a. yang diriwayatkan oleh Asy-Syafi’i, Muslim, dan Abu Daud,
“Adalah para sahabat Rasulullah SAW. pada masa Nabi menunggu shalat Isya’
sehingga kepala mereka tertunduk, kemudian mereka shalat tanpa berwudhu.”
3) Hilang akal baik karena gila, pingsan, mabuk atau obat. Karena hal ini menyerupai
tidur dari sisi hilangnya kesadaran.

Tiga hal itu disepakati sebagai pembatal wudhu, tapi para ulama berbeda pendapat
dalam beberapa hal berikut ini:
1) Menyentuh kemaluan tanpa sekat, membatalkan wudhu menurut Syafi’i dan Ahmad,
seperti dalam hadits Busrah r.a. bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Barangsiapa yang
menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu.” (Al-Khamsah dan disahihkan oleh
At-Tirmidziy dan Ibnu Hibban). Al-Bukhari berkata, “Inilah yang paling shahih
dalam bab ini.” Telah diriwayatkan pula hadits yang mendukungnya dari tujuh belas
orang sahabat.
2) Darah yang mengucur, membatalkan wudhu menurut Abu Hanifah, seperti dalam
hadits Aisyah r.a. bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Barangsiapa yang muntah atau
mengeluarkan darah, maka berpaling dan berwudhulah.” (Ibnu Majjah dan didhaifkan
oleh Ahmad, dan Al-Baihaqi). Dan menurut Asy-Syafi’i dan Malik bahwa keluarnya
darah tidak membatalkan wudhu. Karena hadits yang menyebutkannya tidak kuat
menurutnya, juga karena hadits Anas r.a., “Bahwa Rasulullah SAW. dibekam dan
shalat tanpa wudhu lagi.” Hadits ini meskipun tidak sampai pada tingkat shahih, tapi
banyak didukung hadits lain yang cukup banyak. Al-Hasan berkata, “Kaum muslimin
melaksanakan shalat dengan luka-luka mereka.” (Al-Bukhari).
3) Muntah yang banyak dan menjijikkan, seperti dalam hadits Ma’dan bin Abi Thalahah
dari Abu Darda’, “Bahwa Rasulullah saw. muntah lalu berwudhu.” Ia berkata,
kemudian aku berjumpa dengan Tsauban di Masjid Damaskus, aku tanyakan
kepadanya tentang ini. Ia menjawab, “Betul, saya yang menuangkan air wudhunya.”
(At-Tirmidzi dan mensahihkannya). Demikiamlah Madzhab Hanafi. Dan menurut
Syafi’i dan Malik, muntah tidak membatalkan wudhu karena tidak ada hadits yang
memerintahkannya. Hadits Ma’dan di atas dimaknai istihbab/sunnah.
4) Menyentuh lawan jenis atau bersalaman, membatalkan wudhu menurut Mazhab
Syafi’i dengan dalil firman Allah swt. Al-Ma’idah ayat 6. Tidak membatalkan

15
menurut Jumhurul Ulama karena banyaknya hadits yang menyatakan tidak
membatalkannya. Diantaranya hadits Aisyah r.a., “Bahwa Rasulullah SAW. mencium
istrinya, kemudian shalat tanpa berwudhu.” (Ahmad dan Imam empat). Juga ucapan
Aisyah r.a., “Saya tidur di hadapan Rasulullah dan kakiku ada di arah kiblatnya, jika
ia hendak sujud ia memindahkan kakiku.” (Muttafaq alaih). Tidak ada bedanya dalam
pembatalan ini, apakah wanita itu isteri atau bukan. Sedang jika menyentuh mahram,
tidak membatalkan wudhu.
5) Tertawa terbahak ketika shalat yang ada rukuk dan sujudnya, membatalkan wudhu
menurut Madzhab Hanafi karena ada hadits, “… kecuali karena tertawa terbahak-
bahak, maka ulangilah wudhu dan shalat semuanya.” Sedang menurut jumhurul
ulama, tertawa terbahak-bahak membatalkan shalat, tetapi tidak membatalkan wudhu
karena hadits tersebut tidak kuat sebagai hadits yang membatalkan wudhu. Juga
karena hadits Nabi SAW., “Tertawa itu membatalkan shalat, dan tidak membatalkan
wudhu.” Demikian Imam Bukhari mencatatnya sebagai hadits mauquf dari Jabir.
Pembatalan wudhu karena tertawa membutuhkan dalil, dan tidak ditemukan dalil
yang kuat.
6) Jika orang yang berwudhu ragu apakah sudah batal atau belum? Tidak membatalkan
wudhu sehingga ia yakin bahwa telah terjadi sesuatu yang membatalkan wudhu.
Karena hadits Nabi SAW. menyatakan, “Jika salah seorang diantaramu merasakan
sesuatu di perutnya, lalu dia ragu apakah sudah keluar sesuatu atau belum, maka
janganlah keluar masjid sehingga ia mendengar suara atau mendapati baunya.”
(Muslim, Abu Daud dan At-Tirmidzi). Sedang jika ragu apakah sudah wudhu atau
belum, ia wajib berwudhu sebelum shalat.

5. Kapan Wudhu Menjadi Wajib dan Kapan Menjadi Sunnah


Wudhu menjadi wajib jika:
1) Untuk shalat, baik shalat fardhu maupun sunnah. Meskipun shalat jenazah, karena
firman Allah swt., “…jika kamu mau shalat, maka hendaklah kamu basuh.” (Al-
Maidah: 60).
2) Thawaf di Ka’bah, karena hadits Nabi SAW., “Thawaf adalah shalat.” (At-Tirmidziy
dan Al-Hakim).
3) Menyentuh mushaf, karena hadits Nabi SAW., “Tidak boleh menyentuh Al-Qur’an
kecuali orang yang suci.” (An-Nasa’i dan Ad-Daruquthni). Demikianlah pendapat
jumhurul ulama. Ibnu Abbas, Hammad, dan Zhahiriyah berpendapat bahwa

16
menyentuh mushaf boleh dilakukan oleh orang yang belum berwudhu, jika telah
bersih dari hadats besar. Sedangkan membaca Al-Qur’an tanpa menyentuh mushaf,
semua sepakat memperbolehkan.

Wudhu menjadi sunnah:


1) Ketika dzikrullah. Pernah ada seseorang yang memberi salam kepada Nabi SAW.
yang sedang berwudhu, dan Nabi tidak menjawab salam itu sehingga menyelesaikan
wudhunya dan bersabda, “Sesungguhnya tidak ada yang menghalangiku menjawab
salammu, kecuali karena aku tidak ingin menyebut nama Allah kecuali dalam keadaan
suci.” (Al-Khamsah, kecuali At Tirmidzi).
2) Ketika hendak tidur, seperti hadits Nabi SAW., “Jika kamu mau tidur hendaklah
berwudhu sebagaimana wudhu shalat.” (Ahmad, Al-Bukhari dan At Tirmidzi).
3) Bagi orang junub yang hendak makan, minum, mengulangi hubungan seksual, atau
tidur. Demikianlah yang diriwayatkan dari Rasulullah saw oleh Bukhari, Muslim dan
muhadditsin lainnya.
4) Disunnahkan pula ketika memulai mandi, seperti yang disebutkan dalam hadits
Aisyah r.a.
5) Disunnahkan pula memperbaharui wudhu setiap shalat, seperti yang diriwayatkan
oleh Bukhari, Muslim dan kebanyakan ulama hadits.

2.5. Tata Cara Mandi dengan Baik dan Benar

2.6. Pengertian dan Tata Cara Tayamum

Tayamum adalah cara bersuci dari hadast besar dan hadas kecil menggunakan debu
atau tanah sebagai pengganti air pada kondisi tertentu. Secara istilah, tayamum artinya
mengusap wajah dan kedua tangan dengan tanah atau debu sebagai pengganti wudhu dengan
tata cara tertentu. Tayamum merupakan suatu kekhususan terhadap umat Islam dalam
menjalankan ibadahnya. Umat Islam diperbolehkan tayamum untuk mengganti wudhu ketika
sedang tidak ada air sama sekali, sedang sakit, dan juga pada saat bepergian dan tidak
tersedia air di tempat tersebut.

Kemudahan yang Allah Swt. berikan kepada umat Islam tentunya jangan dilupakan
dan disia-siakan. Walaupun kamu mengalami kesulitan seperti apa pun ibadah harus
dijalankan. Allah Swt. telah memberikan banyak kemudahan untuk bisa beribadah, seperti

17
tayamum ini. Kemudahan tayamum yang diberikan oleh Allah Swt. termaktub dalam firman
Allah Swt. pada Al Quran Surat Al Maidah Ayat 6 yang berbunyi:

‫َو ِإْن ُك ْنُتْم َم ْر َض ٰى َأْو َع َلٰى َس َفٍر َأْو َج اَء َأَح ٌد ِم ْنُك ْم ِم َن اْلَغاِئ ِط َأْو اَل َم ْس ُتُم الِّنَس اَء َفَلْم َتِج ُدوا َم اًء َفَتَيَّمُم وا َص ِع يًدا َطِّيًب ا‬
‫َفاْم َسُح وا ِبُو ُج وِهُك ْم َو َأْيِد يُك ْم ِم ْنُهۚ َم ا ُيِر يُد ُهَّللا ِلَيْج َعَل َع َلْيُك ْم ِم ْن َح َر ٍج َو َٰل ِكْن ُيِر يُد ِلُيَطِّهَر ُك ْم َو ِلُيِتَّم ِنْع َم َتُه َع َلْيُك ْم َلَعَّلُك ْم َتْش ُك ُروَن‬

Artinya: “Dan jika kalian kalian dalam keadaan sakit atau dalam perjalanan atau
seseorang di antara kalian baru saja membuang hajat atau menggauli wanita, kemudian
kalian tidak mendapatkan air maka kalian lakukanlah tayamum dengan tanah yang baik.
Usaplah wajah kalian dan tangan kalian dari tanah tersebut. Tidaklah Allah menghendaki
untuk menjadikan beban bagi kalian, melainkan Allah berkeinginan untuk membersihkan
kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya bagi kalian, agar kalian bersyukur”. (QS. Al
Maidah ).

1. Tata Cara Tayamum

Dalam pelaksanaannya, tayamum memiliki beberapa cara agar kalian dapat


melakukan tayamum dengan sempurna. Berikut adalah tata cara tayamum :
1) Siapkan atau carilah tanah yang berdebu atau debu yang bersih.
2) Menghadap ke kiblat, lalu mengucapkan basmalah dan niat tayamum yang
berbunyi, ‫ َن َو ْيُت الَّتَيُّمَم اِل ْس ِتَباَح ِة الَّص اَل ِة ِهلل َتَع اَلى‬dengan lafal, Nawaytu tayammuma li
istibaakhati sholati lillahi ta’ala. Artinya, “Aku berniat tayamum agar
diperbolehkan shalat karena Allah.”
3) Setelah itu, letakkan kedua telapak tangan ke daerah yang berdebu dengan posisi
jari-jari tangan yang dirapatkan.
4) Kemudian, sebelum mengusapkan ke wajah, kamu harus meniup debu yang ada
di tanganmu agar tidak terlalu banyak. Setelah itu baru kamu usapkan kedua
telapak tangan ke seluruh wajah dengan sisa debu tersebut. Diusahakan untuk
meratakan debu ke seluruh wajah, dan cukup dengan sekali menyentuh debu saja.
5) Selanjutnya, kamu bisa melepaskan aksesoris yang ada di tanganmu. Setelah
semuanya lepas. Letakkan kembali kedua telapak tangan dengan jari yang
direnggangkan untuk menyentuh debu.
6) Lalu, tempelkan telapak tangan kiri di atas punggung tangan kanan. Berikutnya
kamu bisa mengusapnya dari punggung tangan kanan hingga sikunya. Lalu
jangan lupa juga usap sisi lain pada tangan kanan dan kembali untuk menyatukan

18
kedua telapak tangan yang didahului dengan mengusap jempol kanan. Setelah itu
bisa lakukan pada bagian tangan kiri seperti pada tangan kanan.
7) Yang terakhir, pertemukan kedua telapak tangan dan usap sela-sela jari tangan
kalian.

2. Doa Setelah Tayamum

Setelah selesai melakukan tayamum, dianjurkan untuk membaca doa bersuci


setelah tayamum. Berikut adalah doa setelah tayamum.
، ‫ َالَّلُهَّم اْج َعْلِني ِم َن الَّت َّو اِبْيَن‬،‫ َو َأْش َهُد َأَّن ُم َح َّم ًدا َعْب ُد ُه َو َرُس ْو ُلُه‬،‫ َو ْح َدُه اَل َش ِر ْيَك َل ُه‬،‫َأْش َهُد َأْن اَل ِإَلَه ِإاَّل ُهللا‬
، ‫ َأْش َهُد َأْن اَل ِإَل َه ِإاَّل َأْنَت‬، ‫َو اْج َعْلِني ِم َن اْلُم َتَطِّه ِر ْيَن َو اْج َعْلِني ِم ْن ِع َب اِد َك الَّص اِلِح ْيَن ُس ْبَح اَنَك َالَّلُهَّم َو ِبَح ْم ِد َك‬
‫َأْس َتْغ ِفُر َك َو َأُتْو ُب ِإَلْيَك‬
Asyhadu an laa Ilaaha illalloh wahdahu laa syariika lahu. Wa asyhadu anna
Muhammadan ‘abduhu wa rasuuluhu. Allahummaj’alni minat tawwaabiina, waj’alni
minal mutatohhirina, waj’alni min ‘ibaadikas sholihiina. Subhanaka allahumma wa
bihamdika astagfiruka wa atuubu ilaika.
Artinya: “Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah semata yang tiada sekutu bagi-
Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya. Ya Allah,
jadikanlah aku sebagai orang-orang yang bertobat, jadikanlah aku sebagai orang-
orang yang bersuci, dan jadikanlah aku sebagai hamba-hamba-Mu yang saleh.
Mahasuci Engkau, ya Allah. Dengan kebaikan-Mu, aku bersaksi bahwa tiada Tuhan
selain Engkau. Dan dengan kebaikan-Mu, aku memohon ampunan dan bertaubat
pada-Mu”.
Berdoa adalah ibadah yang khas, yang menghubungkan hati dan pikiran manusia
dengan Tuhannya, yang mungkin dilakukan di awal, sewaktu atau sesudah suatu
kegiatan atau pun usaha dilaksanakan. Di dalam Al-Quran dan Sunah Rasul terdapat
banyak petunjuk dan contoh doa yang dapat kita petik untuk diamalkan.

3. Syarat Untuk Tayamum

Untuk melakukan tayamum, kamu harus memenuhi syarat-syaratnya agar tayamum


dapat dianggap sah sebagai pengganti air wudhu. Berikut adalah syarat tayamum :

1) Diperbolehkan melakukan tayamum jika benar-benar tidak ada air. Ketiadaan air ini
harus dipastikan dan harus mengusahakannya sampai dapat. Jika sudah
mengusahakannya namun tetap tidak dapat, maka boleh melakukan tayamum.

19
2) Tayamum boleh dilakukan bagi orang yang sedang sakit. Namun hal ini harus ada
persyaratan juga dari dokter. Jika dengan menyentuh air dapat mengakibatkan
penyakitnya semakin parah maka boleh melakukan tayamum.
3) Saat kalian berada di daerah yang memiliki suhu air sangat dingin bahkan sampai
membeku, tentunya berwudu akan sangat sulit untuk dilakukan. Dengan demikian
seseorang diperbolehkan untuk tayamum.
4) Air yang tidak terjangkau. Artinya air yang dibutuhkan untuk berwudu ada, namun
ada risiko besar ketika ingin mengambil air tersebut. Misalnya risikonya berupa harta
maupun nyawa. Dengan demikian seseorang diperbolehkan untuk tayamum.
5) Jika kalian memiliki persediaan air yang sedikit maka wudu boleh digantikan dengan
tayamum. Misalnya air tersebut adalah persediaan untuk minum. Oleh karena itu
boleh mendahulukan untuk keperluan minum daripada berwudu.
6) Sudah masuknya waktu salat. Ketika waktu salat sudah masuk bahkan mepet dengan
waktu salat yang lain serta kamu kekurangan air maka diperbolehkan untuk
melakukan tayamum.
7) Ketika sedang dalam perjalanan yang sulit untuk menemukan air, kamu dapat
mengganti wudu dengan tayamum. Misalnya saat sedang berada di pesawat dan
kereta.
8) Tayamum diperbolehkan, namun juga harus memperhatikan kebersihan debu dan
tanah yang kita gunakan. Jangan sampai ada najis pada debu dan tanah tersebut.

4. Rukun Tayamum

Tayamum memiliki empat rukun yang harus diikuti ketika kita melakukan tayamum.
Berikut adalah tukun tayamum :

1) Membaca Niat

Tentunya setiap hal yang ingin kita lakukan harus berawal dari niat. Sama seperti jika
kita ingin beribadah atau melakukan persyaratan untuk ibadah maka juga harus
membaca niat. Niat ini dibaca saat melakukan tayamum agar tayamum dilakukan
dengan sah dan mendapat izin dari Allah untuk beribadah.

2) Mengusap Wajah

20
Gunakan kedua telapak tanganmu untuk mengusapkan debu ke seluruh wajah.
Gunakan tangan kanan untuk mengusap wajah di sisi kiri, lalu tangan kiri digunakan
untuk mengusap wajah pada sisi kanan.

3) Mengusap Kedua Tangan Sampai Siku

Usap kedua tangan kalian menggunakan debu yang telah menempel di telapak tangan
kalian. Usapan ini sama seperti ketika berwudu. Gunakan tangan kiri untuk mengusap
tangan kanan sampai siku, dan gunakan tangan kanan untuk mengusap tangan kiri
sampai siku.

4) Tertib

Lakukan tayamum dengan tertib. Perhatikan rukun dan tata cara tayamum sesuai
urutan, tidak boleh terbalik dan terlewat.

5. Sunah Tayamum

Sunah tayamum berbeda dengan rukun tayamum. Sunah tayamum boleh tidak
dilakukan ketika melakukan tayamum. Namun hal ini hanya anjuran saja agar tayamum lebih
sempurna. Berikut adalah sunah tayamum.

1. Membaca Basmalah

Setiap melakukan kegiatan hendaknya kita membaca basmalah agar kegiatan


yang kita lakukan berjalan lancar. Dalam melakukan tayamum basmalah juga bisa
dibacakan sebelum membaca niat tayamum. Namun jika tidak juga tidak apa-apa.

2. Mendahulukan Bagian Kanan daripada Kiri

Ketika melakukan hal yang suci seperti tayamum ini, disunahkan untuk
mendahulukan bagian kanan seperti tangan kanan. Setelah itu baru disusul dengan
mengusap bagian tangan kiri.

3. Menipiskan Debu

Debu yang digunakan untuk tayamum tidak perlu terlalu banyak. Tayamum
berbeda dengan wudu yang membutuhkan air yang banyak. Dalam melakukan
tayamum dianjurkan untuk menipiskan debu yang menempel di tangan sebelum
mengusapkan pada bagian tubuh.

21
6. Hal-Hal yang Membatalkan Tayamum

Seperti halnya pada wudhu, tayamum juga memiliki penyebab yang dapat
membatalkan tayamum. Berikut adalah hal-hal yang dapat membatalkan tayamum :

1. Menemukan Air

Tayamum akan langsung batal jika kamu telah menemukan air sebelum
melakukan salat. Sesuatu yang digantikan sudah ada maka penggantinya tidak akan
berguna. Seperti halnya menemukan air sebelum salat maka kamu harus berwudu.
Namun jika kamu menemukan air setelah selesai salat, hal tersebut tidak
membatalkan tayamum atau pun salat. Salat dan tayamum tetap sah jika kamu
menemukan air setelah salat. Oleh karena itu sebelumnya seharusnya memastikan
terlebih dahulu apakah air benar-benar tidak ada.
2. Bisa Menggunakan Air

Air bisa menjadi halangan beribadah jika seseorang yang sakit tidak boleh
terkena air dalam sesi pengobatannya. Namun jika penyakitnya sudah sembuh maka
tayamum bisa batal. Bahkan orang yang sakit tanpa adanya larangan dengan air juga
dapat membatalkan tayamum.
3. Murtad

Tayamum akan batal jika kamu keluar dari Islam atau agamamu bukan Islam.
Tayamum hanya diperbolehkan bagi umat Islam. Selain itu pastinya memiliki
aturannya sendiri dalam beribadah.
4. Hilang Akal Berpikir

Seseorang yang kehilangan akal sehatnya maka otomatis tayamumnya akan


batal. Orang-orang yang kehilangan akal sehat ini seperti, gila, pemabuk, dan tidak
sadarkan diri karena pingsan dan sebagainya.
5. Tidur

Tidur adalah suatu aktivitas di mana beberapa fungsi anggota tubuh berhenti
beroperasi seperti telinga dan mata. Bagi orang yang sudah melakukan tayamum lalu
tidur sehingga telinga dan mata secara bersamaan tidak berfungsi maka tayamum
dinyatakan batal. Namun tidak bagi orang yang memiliki kecacatan fisik yang mana
salah satunya memang tidak berfungsi.

22
6. Buang Air Kecil

Dengan membuang air kecil maka otomatis tayamum akan batal. Hal ini
dikarenakan hadas yang muncul karena air kecil. Jika ingin salat maka bersihkan
terlebih dulu hadas di bagian tubuh agar dapat salat dengan sah.

7. Buang Air Besar

Sudah jelas jika kita mengeluarkan air besar yang menyebabkan timbulnya
hadas maka tayamum dinyatakan batal. Hal ini sama saja seperti saat membuang air
kecil ketika sudah tayamum.
8. Kentut

Kentut adalah sebuah gas yang keluar melalui anus, hal ini sama saja seperti
buang air kecil dan buang air besar. Ketika kamu sudah tayamum lalu kentut maka
tayamum dinyatakan batal. Begitu juga saat salat maka salatmu harus batal juga.
9. Haid

Ketika wanita memasuki masa datang bulan atau haid saat sudah melakukan
tayamum maka tayamum dinyatakan batal. Hal ini sama seperti buang air kecil, buang
air besar, dan juga kentut. Semua hal yang menimbulkan munculnya hadas di bagian
tubuh maka kegiatan dalam beribadah akan batal. Hadas harus dibersihkan terlebih
dahulu sebelum beribadah.

23
BAB III
PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Islam adalah satu-satunya agama yang sangat memperhatikan kesucian atau thaharah
karena thaharah adalah membersihkan kotoran dan najis, baik yang terdapat dalam anggota
badan, pakaian, tempat dan yang ada dalam hati dan jiwa seorang muslim. Berarti thaharah
membahas kesucian atau kebersihan yang berkaitan dengan hadast besar dan kecil yang
terdapat dalam badan manusia, maka untuk menghilangkanya denga mandi, wudhu,
tayamum, syiawa, istinja dan sebagainya. Sedangkan kesucian atau kebersihan yang
berkaitan dengan hati dan jiwa maka untuk menghilangkannya dengan bertaubat, berdzikir,
dan dekat kepada Allah Yang Maha Agung.

Dengan thaharah ini, bisa membawa kepada kesehatan jasmani dan rohani sehingga
dapat membawa ke surge Allah, tetapi sebaliknya dapat membawa kerugian bila
mengabaikan kesucian atau kebersihan sehingga menjadi kotor jasmani dan rohaniya
sehingga dapat membawa ke neraka Allah. Oleh karena itu, seorag muslim harus tetap
melaksanakan dan mengamalkan thaharah dalam kehidupannya sehingga selamat dunia dan
akhirat.

3.2 Saran

Dalam penulisan makalah ini penulis menyadari mungkin terdapat kekurangannya,


untuk itu penulis menerima setiap saran yang membangun dari pembaca agar makalah ini jadi
lebih baik lagi.

24
DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Karim

Anonim. (2014) Maret 20. Thaharah (bersuci), mandi, tayamum, dan istinja.
https://mahasiswa.ung.ac.id/613413023/home/2014/3/20/thaharah-bersuci-mandi-
tayamum-dan-istinja.html

Anonim (2020) Desember 08. Pengertian thaharah dan pembagiannya

https://www.cnnindonesia.com/edukasi/20201207113219-569-578834/pengertian-
thaharah-dan-pembagiannya

Anonim(2021) Maret 1. Pengertian,adab, dan tata caranya dalam syariat islam

https://m.kumparan.com/amp/berita-hari-ini/istinja-pengertian-adab-dan-tata-
caranya-dalam-syariat-islam-1vGkZvUEHia

Anonim(2008) Juli 26. Fiqih thaharah: wudhu

http://www.dakwatuna.com/2008/07/26/842/cara-berwudhu/

Redaksi Muhammadiyah. Thaharah

https://muhammadiyah.or.id/thaharah/

Yufi Cantika. Tata cara tayamum: Doa, syarat, rukun, sunnah, dan hal yang membatalkannya

https://www.gramedia.com/literasi/tata-cara-tayamum/

25
26

You might also like