Professional Documents
Culture Documents
Kelompok 2-Etika Komunikasi Dalam Filsafat
Kelompok 2-Etika Komunikasi Dalam Filsafat
Oleh: Kelompok 2
I. Filsafat Etika
Etika: Ilmu mencari orientasi
Salah satu kebutuhan manusia yang paling fundamental atau mendasar adalah orientasi
(Suseno, 1987). Maka dari itu, sebelum melakukan sesuatu kita harus lebih dulu mencari tahu
orientasinya, sehingga bisa mengetahui dimana kita berada dan ke arah mana harus bergerak
untuk meraih tujuan. Hal ini sejalan dengan pernyataan filsafat manusia, dimana manusia adalah
makhluk yang tahu dan mau, artinya kemauannya akan mengandaikan pengetahuan. Tanpa
orientasi manusia akan merasa terancam, sebab tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Etika merupakan sarana orientasi untuk menjawab bagaimana kita harus hidup dan
bertindak, dalam hal ini etika membantu kita mencari orientasi. Tujuan mempelajari etika agar
kita secara pribadi tanpa dipengaruhi orang lain bisa mengerti mengapa kita harus bersikap
begini atau begitu. Etika membantu kita lebih mempertanggungjawabkan kehidupan kita sendiri.
Guna Etika
Setiap orang perlu bermoralitas, tapi tidak setiap orang perlu beretika. Namun terdapat 4
alasan mengapa etika diperlukan di zaman sekarang:
1. Masyarakat semakin pluralistik, termasuk dalam moralitas
Perbedaan suku, agama, daerah menyebabkan tatanan normatif tidak ada, semakin
banyak pandangan moral dan tidak jarang yang bertentangan, hal ini menyebabkan kita
kebingungan mana pandangan yang harus diikuti. Etika lahir karena merosotnya tatanan
moral di lingkungan kebudayaan Yunani. Karena pandangan baik dan buruk tidak lagi
dipercayai, maka para filsuf mempertanyakan kembali norma-norma dasar atas kelakuan
manusia. Contohnya, upacara pemakaman di batak dilakukan dengan menari dan
bernyanyi disebut “Saur Matua”. Bagi suku lain mungkin dianggap tidak bermoral, tapi
bagi suku batak ini merupakan penghormatan bagi orang yang meninggal.
2. Transformasi masyarakat tanpa tanding
Transformasi yang terjadi dalam masyarakat mengubah lingkungan budaya dan
rohani di Indonesia, hal ini menyebabkan tantangan dalam mempertahankan nilai budaya
tradisional. Etika membantu agar kita tidak kehilangan orientasi dan membedakan apa
yang hakiki juga apa yang boleh berubah, dengan demikian kita tetap bisa
mempertanggungjawabkan sikap. Contohnya, efek modernisasi menyebabkan individu
menjadi individualis, sehingga budaya gotong royong mulai hilang di daerah perkotaan.
3. Proses perubahan sosial budaya dan moral mudah dimanfaatkan
Muncul ideologi-ideologi yang menyatakan sebagai penyelamat dalam
transformasi masyarakat. Etika membantu kita berpikir kritis dan objektif terhadap
ideologi-ideologi tersebut, sehingga kita tidak mudah terpancing. Contohnya, sikap
mencintai kebudayaan di tengah gempuran modernisasi merupakan hal baik, namun jika
berlebihan atau bahkan sampai meremehkan budaya lain maka akan menjadi etnosentris.
4. Etika diperlukan kaum agama
Etika diperlukan untuk kemantapan dalam iman kepercayaan. Contohnya, ada
etika dalam bersedekah yaitu diutamakan memberi orang yang dekat, bersedekah
sembunyi-sembunyi, tidak merendahkan orang yang menerima.
Metode Etika
Pendekatan kritis dapat dilakukan dalam mengkaji etika, sebab etika hakikatnya
mengamati realitas moral secara kritis. Meski tidak memberikan pengajaran, etika memeriksa
kebiasaan, nilai-nilai, norma-norma, dan pandangan moral. Etika menuntut agar pendapat moral
dipertanggungjawabkan, dengan demikian etika berusaha menjernihkan permasalahan moral.
Etika Wahyu
Salah satu bentuk Etika normatif adalah Etika Wahyu. Etika ini bersumber dari ajaran
tuhan. Meskipun agama memberikan bimbingan dan motivasi kuat kepada kita, kita tetap harus
menggunakan akal budi untuk memahami landasan moral yang dibebankan kepada kita dari
aturan agama tersebut. Misalnya, dalam wahyu agama dinyatakan bahwa manusia tidak boleh
berzina dan itu merupakan hal yang buruk. Namun, apabila kita melihat norma-norma moral
dalam wahyu agama, kita akan memahami bahwa berzina dianggap buruk bukan karena ada
etika wahyu yang melarangnya, melainkan dalam perbuatan zina itu sendiri ada hal-hal yang
buruk, maka sewajarnya berzina dilarang dalam agama.
Etika Peraturan
Terdapat tiga pendekatan yang dapat menjawab pertanyaan dari Etika Normatif, yaitu
“Manakah prinsip-prinsip yang harus mendasari semua norma dan aturan moral?”. Tiga
Pendekatan tersebut adalah etika peraturan, etika situasi, dan Relativisme moral. Etika peraturan
merupakan bentuk pendekatan terhadap moralitas yang ditemukan dalam banyak lingkungan
budaya, tradisi, dan agama, yang selanjutnya tidak jarang dikembangkan menjadi sistem-sistem
aturan moral yang luas dan canggih. Manusia dianggap hidup dengan baik jika ia tidak
melanggar aturan dalam etika peraturan. Contohnya, anak yang baik tidak membantah orang tua,
selalu menunjukkan sikap hormat dan patuh pada perintahnya. Tidak boleh membunuh,
berkelahi, bertengkar, juga bentuk dari etika peraturan. Di dalam etika peraturan juga terdapat
aturan-aturan agama (tergantung pada masing-masing agama), dan tradisi adat istiadat.
Etika Situasi
Pendekatan etika situasi menegaskan bahwa setiap orang dan setiap situasi adalah unik,
oleh karena itu, dalam mempertanggungjawabkan perbuatan kita, tidak bisa mengacu kepada
norma-norma dan peraturan-peraturan moral yang umum. Karena situasi memiliki tuntutannya
sendiri, maka etika situasi menolak norma dan peraturan moral yang berlaku umum. Setiap
situasi adalah baru dan kita sebagai individu harus kreatif dalam menentukan perbuatan apa yang
dapat dilakukan dalam situasi tersebut. Etika situasi dapat dikatakan lawan ekstrem dari etika
peraturan. Contoh kasusnya adalah ketika seorang wanita minta agar isi kandungannya
digugurkan. Dalam situasi ini, harus dipertimbangkan status manusiawi janin dan hukum isi
kandungan dalam bulan tertentu, dan seberapa berat argumen yang mengharuskan pengguguran
dilakukan.
Relativisme Moral
Dalam pendekatan relativisme moral, moral tertentu hanya berlaku relatif terhadap
lingkungan atau wilayah tertentu. Bagi pendekatan ini, tidak ada norma-norma yang berlaku
umum. Tidak ada artinya bagi kita untuk mencari tolak ukur umum bagi baik buruknya
perbuatan moral manusia, karena tolak ukur tersebut dimana-mana berbeda adanya. Salah satu
bentuk relativisme moral adalah relativisme deskriptif atau kultural.
Relativisme kultural berpendapat bahwa norma-norma moral yang berlaku dalam
berbagai masyarakat dan kebudayaan tidak sama, melainkan berbeda satu sama lain. Relativisme
Kultural menjadi dasar dari berbagai cabang ilmu seperti ilmu etnologi, antropologi, sosiologi,
dan sejarah. Contoh relativisme kultural misalnya dalam kehidupan seksual, terdapat berbagai
pandangan moral. Terdapat budaya dan aturan yang membenarkan poligami, terdapat pula yang
hanya membenarkan monogami. Tak hanya itu, terdapat pula budaya yang menentang
homoseksual, terdapat pula yang mendukung.
Contoh kasus:
Pada kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy terhadap David Ozora salah satu
pelakunya yaitu Agnes Gracia masih berusia 15 tahun. Menurut Kode Etik Jurnalistik pasal 5,
wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan
tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan. Pada penafsirannya, yang
dimaksud anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.
Namun justru identitas Agnes kerap kali diumbar dalam pemberitaan, mulai dari
namanya disebutkan tanpa inisial, foto-foto wajahnya disebar, sampai informasi dimana ia
bersekolah (Zahra, 2023). Hal ini jelas melanggar kode etik jurnalistik yang seharusnya
melindungi identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.
Contoh kasus :
Kasus pelanggaran kode etik periklanan saat ini muncul dari iklan dua merek produk
AMDK (Air Minum Dalam Kemasan) Aqua dan Le Minerale. Dalam iklannya, merk Aqua
mengangkat jargon “Hanya Rp. 1,000an per liter, gak nyampah. Murni dan terlindungi”. Hal ini
merupakan bentuk sindiran terhadap merek pesaingnya yaitu Le Minerale, yang notabene
menjual air dalam kemasan galon sekali pakai, yang dianggap menambah sampah. Le Minerale
kemudian membalas sindiran ini, dengan memasang jargon “Harga sudah termasuk Galon + Air,
Gak perlu repot tukar galon kosong!”. Jargon ini disinyalir menyindir merk Aqua, karena dalam
penjualannya, merek ini menggunakan sistem isi ulang galon kosong (TXT dari Gajelas, n.d).
Dari studi kasus ini, dapat kita simpulkan bahwa kedua merek–baik dari segi iklan
maupun pelaku periklanannya sendiri sudah melanggar asas kedua yaitu “Bersaing secara sehat”.
Hal ini karena masing-masing merek menjatuhkan dan menggarisbawahi kelemahan dari merek
pesaingnya dalam mengiklankan keunggulan produknya dan untuk mendapatkan keuntungan
pribadi dari khalayak.
Contoh kasus :
Pada Juni 2021 lalu, media sosial twitter diramaikan dengan kasus cuitan dari akun
twitter KAI Commuter line yang dianggap tidak beretika. Pada saat itu, terdapat pengaduan dari
masyarakat yaitu akun twitter @zharala terkait kasus pelecehan seksual di dalam unit keretanya.
Alih-alih bersimpati, balasan yang diberikan oleh KAI justru terkesan tone-deaf dan tidak
mempedulikan aduan yang telah diberikan (Lala, 2021).
”BTW kejadian nya dialami sama temen Mba kan.?? Bukan sama mba nya ?? kenapa gak
langsung lapor Polisi aja Mbanya.? dan kalo lapor polisi si mba nya pun harus ada bukti,” tulis
akun @CommuterLine
Apabila merujuk kembali kepada kode etik humas menurut IPRA, dapat dilihat bahwa PT
KAI telah melanggar prinsip dialog. Dimana dalam hal ini, admin dari akun twitter PT KAI tidak
berusaha untuk membentuk moral, kultural, dan intelektual untuk melakukan dialog, dan tidak
mengakui hak semua pihak yang terlibat untuk mengemukakan pendapatnya. Dari hal ini, terlihat
bahwa Admin akun twitter PT KAI sebagai perwakilan Public Relations dari PT KAI telah
mengabaikan hak-hak dari pengguna moda transportasinya untuk mendapatkan perlindungan
dari KAI sebagai penyedia jasa. Sebagaimana beberapa hak konsumen menurut Yayasan
Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan
keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa, dan hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
Etika dalam Film
Etika dalam perfilman diatur dalam UU No.33 tahun 2009 dan diawasi oleh Lembaga
Sensor Film (LSF). Sebuah film atau iklan film tak boleh beredar tanpa adanya Surat Tanda
Lulus Sensor (STLS) dari LSF. Tujuan dibentuknya undang-undang perfilman adalah untuk
memberikan kepastian hukum tentang arah dan tujuan perfilman di Indonesia, yaitu melestarikan
dan mengembangkan nilai-nilai budaya luhur bangsa Indonesia, guna menunjang terwujudnya
pembangunan nasional sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945.
Contoh kasus:
Film Pocong yang tayang tahun 2006 dilarang tayang di bioskop oleh LSF dan tidak
mendapatkan surat tanda lulus sensor, hal ini karena film tersebut dianggap mempertontonkan
adegan sadis, membuka luka lama karena menayangkan kerusuhan 1998, menyinggung isu
SARA, dan pelecehan seksual, sehingga jika dipertontonkan maka akan memberikan efek negatif
bagi masyarakat (Wirastama, 2019).
Film lainnya berjudul “Satu Kecupan” ditarik dari peredarannya, setelah MUI dan tokoh
agama Aa Gym meminta agar film diberhentikan tayang karena adegan ciuman merupakan
perbuatan zina (Y. Nugroho, 2021).
Contoh kasus:
KPI menegur tayangan sinetron SCTV yang berjudul “Dari Jendela SMP” karena
sinetron ini menayangkan muatan cerita dan visualisasi yang tidak sesuai dengan psikologis
remaja. Sinetron ini menggambarkan hubungan asmara antara dua pelajar SMP, dialog antara
keduanya membahas tentang kehamilan di luar nikah, rencana pernikahan dini, serta keinginan
keduanya untuk merawat bayi tersebut setelah melahirkan. Sinetron tersebut mendapat teguran
dari KPI karena melanggar 5 pasal, terancam diberhentikan namun sempat mengalami
perombakan jalan cerita (Setiawan & Al Farisi, 2020).
Referensi
Lala [@ZhaRaLa]. (2021, June 5). Heiii sebelum anda delete sudah saya capture yak. Anda
petugas atau pelaku pelecehannya nih? Skolah gk waktu ngelamar jd petugas?
@CommuterLine #infokrl baca coba @twinklettlestar org gila komen [Twitter photograph].
Retrieved from https://twitter.com/zharala/status/1400859894643757061?s=46
Nugroho, B., & Samsuri. (2013). Pers Berkualitas, Masyarakat Cerdas. DewanPers.
Nugroho, Y. (2021, November 23). Kontroversi Penarikan FIlm Buruan Cium Gue!
MerahPutih.Com. https://merahputih.com/post/read/kontroversi-penarikan-film-buruan-
cium-gue
Peraturan Perundang-Undangan, Pub. L. No. 40, Pemerintah Pusat (1999).
https://peraturan.bpk.go.id/Details/45370/uu-no-40-tahun-1999
Setiawan, T., & Al Farisi, B. (2020, July 19). KPI Tegur Sinetron dari Jendela SMP Karena
Dialog yang tak Pantas. Kompas.Com.
https://www.kompas.com/hype/read/2020/07/09/164400866/kpi-tegur-sinetron-dari-
jendela-smp-karena-dialog-yang-tak-pantas
Suseno, F. (1987). Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Kanisius.
Wirastama, P. (2019, April 14). Monty Tiwa Beberkan Alasan Film Pocong 2006 Dilarang
Tayang. Medcom.Id. https://www.medcom.id/hiburan/film/ybDzdQAK-monty-tiwa-
beberkan-alasan-film-pocong-2006-dilarang-tayang
Zahra, F. (2023, February 25). Profil dan Biodata Lengkap Agnes Gracia Haryanto Pacar Mario
Dandy Satrio yang Aniaya David Anak Petinggi GP Ansor. Denpasar Suara.Com.
https://denpasar.suara.com/read/2023/02/25/085153/profil-dan-biodata-lengkap-agnes-
gracia-haryanto-pacar-mario-dandy-satrio-yang-aniaya-david-anak-petinggi-gp-ansor
Sumber lainnya:
1. Kode Etik Jurnalistik (https://dewanpers.or.id/)
UU No.40 tahun 1999