Professional Documents
Culture Documents
Tugas Tutorial 2 PLH - Reski Pradana
Tugas Tutorial 2 PLH - Reski Pradana
4. Protocol Kyoto dan Protocol Montreal adalah dua perjanjian internasional yang berfokus pada
perlindungan lingkungan hidup. Meskipun keduanya ditujukan untuk mengatasi isu-isu
lingkungan global, ada beberapa perbedaan yang menyebabkan penilaian yang berbeda terhadap
keberhasilan keduanya.
Berikut adalah penjelasan mengapa Protocol Kyoto dinyatakan gagal sedangkan Protocol Montreal
dinyatakan berhasil:
1. Protocol Kyoto: Protocol Kyoto, yang ditandatangani pada tahun 1997, bertujuan untuk
mengurangi emisi gas rumah kaca (GRK) secara global, dengan target pengurangan
emisi dari negara-negara maju sebesar 5% dibandingkan dengan tingkat tahun 1990.
Namun, terdapat beberapa masalah yang menyebabkan protokol ini dianggap gagal:
• Tidak semua negara maju meratifikasi: Beberapa negara maju, termasuk Amerika
Serikat, yang pada saat itu merupakan salah satu penghasil emisi GRK terbesar, tidak
meratifikasi Protocol Kyoto. Hal ini membuat target pengurangan emisi sulit dicapai
karena ketiadaan partisipasi yang memadai.
• Tidak melibatkan negara berkembang secara signifikan: Protocol Kyoto hanya
menetapkan kewajiban pengurangan emisi bagi negara maju, sementara negara
berkembang tidak diwajibkan melakukan pengurangan emisi. Hal ini menyebabkan
pertumbuhan emisi GRK yang pesat di negara-negara berkembang, sehingga
pengurangan emisi secara global tidak mencapai hasil yang diharapkan.
• Kelemahan dalam implementasi dan pemantauan: Protocol Kyoto mengalami
kendala dalam implementasi dan pemantauan kepatuhan terhadap target
pengurangan emisi. Beberapa negara tidak memenuhi kewajiban mereka dan ada
ketidakpastian mengenai mekanisme pemantauan dan sanksi.
2. Protocol Montreal: Protocol Montreal, yang ditandatangani pada tahun 1987, bertujuan
untuk melindungi lapisan ozon dengan menghentikan produksi dan penggunaan zat yang
merusak lapisan ozon, seperti CFC (chlorofluorocarbon) dan halon. Protocol ini
dianggap berhasil dengan alasan berikut:
• Kesepakatan global dan keterlibatan aktif: Sebagian besar negara di dunia, termasuk
Indonesia, telah meratifikasi Protocol Montreal dan berkomitmen untuk mengurangi
penggunaan zat yang merusak lapisan ozon. Keterlibatan global yang luas dalam
pelaksanaan protokol ini memberikan kesempatan yang lebih besar untuk mencapai
hasil yang signifikan.
• Teknologi pengganti yang tersedia: Protocol Montreal telah berhasil mendorong
pengembangan dan adopsi teknologi pengganti yang aman dan ramah lingkungan
untuk menggantikan zat yang merusak lapisan ozon. Contohnya adalah penggunaan
hidrofluorokarbon (HFC) sebagai pengganti CFC yang lebih aman dan tidak
merusak lapisan ozon.
• Pemantauan dan kepatuhan yang efektif: Protocol Montreal didukung oleh
mekanisme pemantauan yang efektif dan tindakan penegakan hukum yang kuat. Hal
ini membantu memastikan kepatuhan terhadap larangan penggunaan zat-zat yang
merusak lapisan ozon dan mengurangi risiko penipuan.
• Hasil yang terlihat: Implementasi Protocol Montreal telah menyebabkan penurunan
yang signifikan dalam produksi dan penggunaan zat yang merusak lapisan ozon.
Seiring waktu, lapisan ozon mulai pulih dan langkah-langkah yang diambil dalam
kerangka protokol ini diakui sebagai keberhasilan dalam melindungi lingkungan.
Dengan demikian, Protocol Montreal dianggap berhasil karena melibatkan keterlibatan
global yang luas, adopsi teknologi pengganti yang aman, sistem pemantauan dan
kepatuhan yang efektif, serta hasil yang terlihat dalam perlindungan lapisan ozon.
Sedangkan, Protocol Kyoto dianggap gagal karena ketidakpartisipasian beberapa negara
maju, keterbatasan keterlibatan negara berkembang, masalah implementasi dan
pemantauan, serta ketidakmampuan mencapai target pengurangan emisi yang ditetapkan.
5. Proses terjadinya akumulasi merkuri dalam ikan dengan tingkat tropik tertinggi
1. Pencemaran Merkuri dalam Lingkungan: Merkuri adalah logam berat yang dapat ditemukan
dalam lingkungan alam, terutama melalui aktivitas industri, pembakaran batu bara, dan
limbah industri. Merkuri akan mencemari perairan dan mengendap di dalam sedimen.
2. Transformasi menjadi Metilmerkuri: Di dalam perairan, merkuri yang terdapat dalam bentuk
anorganik akan mengalami transformasi menjadi bentuk metilmerkuri melalui proses biologi
oleh bakteri. Metilmerkuri memiliki sifat yang sangat toksik dan mudah diserap oleh
organisme hidup.
3. Bioakumulasi dalam Rantai Makanan: Ikan dengan tingkat tropik tertinggi, seperti ikan
predator besar (misalnya hiu, tuna, swordfish), cenderung mengonsumsi ikan yang lebih kecil
yang sudah terkontaminasi dengan metilmerkuri. Ketika ikan predator tersebut memakan
ikan mangsanya, merkuri yang terkandung dalam ikan mangsa akan terakumulasi dalam
jaringan tubuh ikan predator.
4. Biomagnifikasi: Selama ikan dengan tingkat tropik tertinggi ini berada di puncak rantai
makanan, konsentrasi merkuri dalam tubuh mereka cenderung meningkat secara bertahap
melalui proses biomagnifikasi. Dalam biomagnifikasi, konsentrasi merkuri pada setiap
tingkat trofik meningkat seiring dengan naiknya posisi trofik dalam rantai makanan.
Beberapa dampak yang mungkin timbul akibat konsumsi ikan yang tercemar merkuri adalah:
1. Gangguan perkembangan neurologis pada anak: Merkuri dapat mengganggu
perkembangan otak pada janin dan anak-anak, yang dapat berdampak pada kecerdasan,
kemampuan motorik, dan masalah perilaku.
2. Kerusakan sistem saraf: Terpaparnya merkuri dapat menyebabkan kerusakan pada sistem
saraf pusat, menyebabkan gejala seperti gangguan kognitif, kehilangan ingatan,
gangguan keseimbangan, dan tremor.
3. Gangguan pada sistem kardiovaskular: Merkuri dapat mempengaruhi fungsi jantung dan
pembuluh darah, meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular seperti penyakit jantung
dan hipertensi.
4. Masalah reproduksi: Merkuri dapat mempengaruhi kesuburan dan menyebabkan
masalah pada perkembangan janin, termasuk cacat lahir.
6. Berikut adalah penjelasan mengapa penanggulangan pencemaran harus dilakukan secara terpadu:
1. Siklus Pencemaran:
Pencemaran tidak terbatas pada satu media lingkungan saja. Polutan dalam tanah dapat
mencemari air tanah, sedimen, dan tanaman yang tumbuh di atasnya. Air yang tercemar dapat
mengalir ke sumber air permukaan dan mencemari lingkungan perairan. Begitu juga dengan
pencemaran udara yang dapat berkontribusi pada pencemaran tanah dan air melalui deposisi
polutan dari udara ke permukaan tanah atau perairan. Oleh karena itu, memahami dan
menangani pencemaran secara terpadu penting untuk memutus siklus pencemaran dan
mencegah penyebarannya ke berbagai media lingkungan.
2. Interaksi Polutan:
Polutan yang terdapat dalam tanah, air, dan udara dapat saling berinteraksi dan meningkatkan
efek negatifnya. Misalnya, polutan yang terdapat dalam tanah dapat terlarut dalam air tanah
dan terbawa oleh aliran air ke sumber air permukaan. Polutan udara, seperti partikulat dan
gas beracun, dapat mengendap di tanah dan air, menyebabkan pencemaran. Dengan
demikian, penanganan pencemaran secara terpadu penting untuk mengidentifikasi interaksi
polutan dan mencegah penyebaran dan akumulasi lebih lanjut.
3. Dampak Terhadap Kesehatan dan Lingkungan:
Pencemaran tanah, air, dan udara dapat memiliki dampak serius terhadap kesehatan manusia
dan kelestarian lingkungan. Pencemaran tanah dapat menyebabkan kontaminasi tanaman dan
air tanah yang digunakan sebagai sumber air minum. Pencemaran air dapat mengurangi
kualitas air, mempengaruhi ekosistem perairan, dan merusak keanekaragaman hayati.
Pencemaran udara dapat menyebabkan gangguan pernapasan, penyakit kardiovaskular, dan
kerusakan lingkungan seperti asam hujan dan polusi udara. Oleh karena itu, penanggulangan
pencemaran secara terpadu penting untuk melindungi kesehatan manusia dan kelestarian
lingkungan secara menyeluruh.
4. Penggunaan Sumber Daya yang Efisien:
Pencemaran yang terjadi dalam satu media lingkungan dapat berdampak negatif pada media
lainnya. Dengan melakukan penanggulangan secara terpadu, dapat dilakukan upaya
penggunaan sumber daya yang lebih efisien dan berkelanjutan. Misalnya, pengelolaan
limbah padat yang baik dapat mencegah pencemaran tanah dan air, sedangkan pengurangan
emisi polutan udara dapat mengurangi pencemaran udara dan dampaknya pada tanah dan air.
Dengan melakukan penanggulangan pencemaran secara terpadu antara tanah, air, dan udara,
dapat dihasilkan pendekatan yang lebih holistik dan efektif dalam melindungi lingkungan dan
kesehatan manusia secara menyeluruh.