You are on page 1of 18

HORMAT DAN PATUH KEPADA ORANGTUA DAN GURU, TAAT PADA

ATURAN, KOMPETISI DALAM KEBAIKAN DAN ETOS KERJA


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah :
Materi PAI SMA/SMK
Dosen Pengampu :
Dr. Meynar Albina, MA

Disusun Oleh :
Kelompok I
1) Fadhila Hasibuan (0301201113)
2) Rabiatul Adawiyah (0301202080)
3) Rizaldi Isnanta (0301203263)

KELAS PAI-7/SEMESTER IV
PRODI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN (FITK)
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA (UINSU)
MEDAN

2022
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Segala puji bagi Allah Swt. Tuhan semesta alam yang telah menciptakan manusia
berbangsa-bangsa dan memiliki paham yang berbeda-beda. Sehingga kami dapat
menyelesaikan maklah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak
akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat dan salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad Saw. Yang telah mengukir sebaik-baik sejarah
sepanjang zaman.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah Swt atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fidik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah sebagai tugas mata kuliah “Materi PAI SMA/SMK” mengenai topik
“Hormat dan Patuh kepada Orangtua dan Guru, Taat pada Aturan, Kompetisi dalam
Kebaikan dan Etos Kerja”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Medan, 18 Maret 2022

Penulis

II
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................II

DAFTAR ISI......................................................................................................................III

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. Latar Belakang.........................................................................................................4
B. Rumusan Masalah....................................................................................................4
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................................5
A. Hormat dan Patuh kepada Orangtua dan Guru........................................................5
B. Taat pada Aturan......................................................................................................7
C. Kompetisi dalam Kebaikan......................................................................................9
D. Etos Kerja................................................................................................................11
BAB III PENUTUP............................................................................................................14
A. Simpulan..................................................................................................................14
B. Saran........................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................15

III
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Taat secara bahasa artinya senantiasa tunduk dan patuh. Secara istilah taat adalah
tunduk dan patuh, baik terhadap perintah Allah Swt, Rasul-Nya, maupun ulil amri
(pemimpin). Taat kepada allah Swt berarti bahwa setiap mukmin harus melaksanakan segala
perintah-Nya sebagaimana yang terdapat didalam Al-Qur’an n dan menjauhi larangan-Nya
Karena apapun yang diperintahkan Allah Swt itu mengandung maslahat (kebaikan) dan apa
yang dilarang oleh-Nya mengandung mudarat (keburukan).

Pada suatu negara sebagai institusi terbesar, tidak akan tercapai kestabilannya tanpa
ada pemimpin. Tanpa adanya seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara
tersebut akan menjadi lemah dan mudah terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh karena
itu, Islam memerintahkan umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan ketaatan
rakyat kepada pemimpin (selama tidak maksiat), akan terciptalah keamanan dan ketertiban
serta kemakmuran.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa arti penting hormat dan patuh kepada orangtua dan guru?
2. Mengapa kita perlu taat pada aturan?
3. Bagaimana pentingnya berkompetisi dalam kebaikan?
4. Apa itu etos kerja?

C. TUJUAN PENULISAN
1. Untuk mengetahui arti penting hormat dan patuh kepada orangtua dan guru.
2. Untuk mengetahui arti penting taat pada aturan.
3. Untuk mengetahui pentingnya berkompetisi dalam kebaikan.
4. Untuk mengetahui arti etos kerja.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. HORMAT DAN PATUH KEPADA ORANGTUA DAN GURU


1. Hormat Terhadap Orang Tua

Orang tua adalah ayah dan ibu kandung dari anak. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KKBI) orang tua artinya ayah dan ibu. Sedangkan dalam bahasa Arab sering
disebut Al Walid.1

Islam mengatur hubungan antara orang tua terhadap anak, termasuk tata cara
pergaulannya antara orang tua dan anak masing-masing memiliki hak dan kewajiban yang
diatur dalam Islam. Diantara kewajiban orang tua terhadap anak adalah merawat dan
mendidik dengan sebaik-baiknya sesuai syariat Islam. Proses pendidikan di lingkungan
keluarga sangat berpengaruh terhadap perkembangan mental dan spiritual Oleh karena itu
orang tua harus memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya.

Dalam agama Islam, kedua orang tua memiliki kedudukan yang tinggi. Setiap anak
diwajibkan untuk berbuat baik kepada kedua orang tua (Birrul Walidain). Birrul Walidain
juga diartikan sebagai berbakti kepada kedua orang tua. Perilakumenghormati dan mematuhi
nasihat-nasihatnya termasuk BirrulWalidain. Seorang anak wajib menghormati dan mematuhi
semua nasihat orang tuanya selama keduanya tidak memerintahkan kemaksiatan atau
kemusyrikan. Bahkan seorang anak tetap harus menghormati kedua orang tuanya meskipun
orang tuanya kafir.

Kewajiban menghormati dan mematuhi kedua orang tua termaktub di dalam Al-
Qur’an Ada banyak ayat yang berbicara tentang hal ini, diantaranya surat An-Nisaa’ ayat 36:

‫حسان ِ ذى ا ر َ ي ٰت‬ ‫واعُبدُوا ّ َ شرك ْوا ْ ي و ِبا ْل َوا‬


‫ا ُْلق و ِب ٰبى ٰمى وا‬ ‫ِلَد ْين‬ ‫ه ـًٔا‬, ‫لَا ل‬
‫ْل‬ ُ ‫ش‬ ‫تُ و‬
‫َ وا ْل َم ٰ س ِك ْي ِ ن َ وا ْل َ جا ِر ِ ذى ا ْلقنُ ِ ب ال َّ صا ِح ب با ْل ج ْۢ ْن ب ما‬
ِ َ ِ ِ
‫َوا ْب ِ ن ال َّ س ِب ْي ِل َ و‬ ‫ْر ٰبى وا ْل َ جا ِر ا ْلج َو‬
َ

5
1
Haris Abdul, Sumatil Ilya. Akidah Akhlak Untuk MA. (Mojokerto: LADUNNI Press 2014), hlm.43

6
Terjemahan: “Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapa, karib-kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga yang dekat dan tetangga yang jauh, dan teman sejawat,
Ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong dan membangga-banggakan diri.”

Dari ayat diatas dapat diketahui bahwa perintah berbuat baik kepada kedua orang tua
merupakan perintah langsung dari Allah Swt. Perintah berbuat baik kepada kedua orang tua
diletakkan setelah perintah untuk menyembah Allah Swt dan larangan syirik. Ini menjadi
bukti bahwa kedua orang tua menempati kedudukan mulia dalam pandangan Islam. Maka,
sebagai anak kita harus menghormati dan mematuhi nasihat dan perintah orang tua sebagai
wujud bakti kita kepada keduanya. Baik itu orang tua masih hidup ataupun sudah meninggal
dunia.

Cara menghormati kedua orang tua ketika masih hidup:

a. Mendengarkan semua perkataannya dengan rasa penuh rasa hormat dan rendah hati.
b. Membantu pekerjaan rumah atau pekerjaan lain yang dapat meringankan beban orang
tua.
c. Senantiasa meminta do’a restu.

Jika orang tua sudah meninggal maka cara menghormatinnya adalah sebagai berikut:
a. Menyambung tali silaturahim dengan kerabat dan sahabat orang tua.
b. Melanjutkan cita-cita orang tua,
c. Senantiasa mendoakan kedua orang tua yang telah meninggal

2. Hormat Kepada Guru

Guru adalah pendidik atau pengajar pada pendidikan formal. Guru adalah orang tua
kedua, yaitu orang yang mendidik dan mentransfer ilmu pengetahuan agar murid-muridnya
dapat menjadi lebih baik. Menghormati dan mematuhi perintah para guru adalah wajib
selama perintah tersebut tidak bertentangan dengan agama.2

Guru berjasa besar dalam mendidik dan mengajar kita sejak usia dini. Berkat jasa
guru kita bisa membaca, menghitung, menyanyi, dan menguasai berbagai ilmu pengetahuan.

2 Ibid,

6
Mereka tak kenal lelah dalam mengajar dan mendidik murid-muridnya. Tidak hanya itu, guru
juga menjadi teladan dalam menanamkan akhlak mulia bagi murid-muridnya. Guru selalu
memberikan motivasi, arahan dan nasihat kepada murid-muridnya Harapannya agar semua
muridnya menjadi orang sukses.

Tanpa bimbingan dan didikannya kita tidak akan bisa membedakan antara yang benar
dan salah mana yang halal dan haram Jasa guru tidak bisa di beli dengan materi. Berkat jasa
gurulah kita menjadi orang berilmu. Dengan bekal ilmu kita bisa menjalani kehidupan
dengan tenang dan terarah. inilah kebaikan-kebaikan seorang guru kepada murid-muridnya.

Islam menempatkan guru pada posisi mulia. Mereka adalah orang tua kita setelah
orang tua kandung. Oleh karena itu, kita harus menghormati dan mematuhinya sebagaimana
yang kita lakukan terhadap orang tua. Hormat dan patuh kepada guru sangat ditekankan oleh
Islam. Setinggi apapun pangkat dan kedudukan seseorang, dia berhutang budi kepada guru.
Bagaimana cara menghormati dan mematuhi guru? Menghormati dan mematuhi guru dapat
dilakukan dengan cara :

a. Menyapa dan mengucapkan salam ketiak bertemu


b. Mendengarkan dan menyimak dengan baik semua perkataan-perkataan guru saat
menjelaskan di depan kelas.
c. Memandang guru dengan penuh rasa hormat (Ta’dzim)
d. Hendaknya duduk dihadapan guru dengan sopan dan tenang.3

Guru juga berjasa dalam menanamkan akidah Islam yang lurus. Dengan akidah yang
lurus, seseorang akan hidup bahagia dunia hingga akhirat. Dalam ajaran Islam, guru atau
ulama harus dihormati dan dimuliakan. Menghormati, mematuhi dan memuliakan guru
merupakan syarat agar ilmu yang diperoleh bisa bermanfaat bagi orang lain. Seseorang yang
memiliki ilmu yang bermanfaat akan mendapatkan pahala sampai hari kiamat.

B. TAAT PADA ATURAN

Taat memiliki arti tunduk (kepada Allah Swt, pemerintah, dsb.) tidak berlaku curang,
dan atau setia. Aturan adalah tindakan atau perbuatan yang harus dijalankan. Taat pada aturan
adalah sikap tunduk kepada tindakan atau perbuatan yang telah dibuat baik oleh Allah Swt,

3
Ibid,

7
nabi, pemimpin, atau yang lainnya. Di sekolah terdapat aturan, di rumah terdapat aturan, di
lingkungan masyarakat terdapat aturan, di mana saja kita berada, pasti ada aturannya.

Aturan dibuat tentu saja dengan maksud agar terjadi ketertiban dan ketenteraman.
Mustahil aturan dibuat tanpa ada tujuan. Oleh karena itu, wajib hukumnya kita menaati aturan
yang berlaku. Aturan yang paling tinggi adalah aturan yang dibuat oleh Allah Swt, yaitu
terdapat pada al-Qur’an. Sementara di bawahnya ada aturan yang dibuat oleh Nabi
Muhammad saw, yang disebut sunah atau hadis.

Di bawahnya lagi ada aturan yang dibuat oleh pemimpin, baik pemimpin pemerintah,
negara, daerah, maupun pemimpin yang lain, termasuk pemimpin keluarga. Peranan
pemimpin sangatlah penting. Sebuah institusi, dari terkecil sampai pada suatu negara sebagai
institusi terbesar, tidak akan tercapai kestabilannya tanpa ada pemimpin. Tanpa adanya
seorang pemimpin dalam sebuah negara, tentulah negara tersebut akan menjadi lemah dan
mudah terombang-ambing oleh kekuatan luar. Oleh karena itu, Islam memerintahkan
umatnya untuk taat kepada pemimpin karena dengan ketaatan rakyat kepada pemimpin
(selama tidak maksiat), akan terciptalah keamanan dan ketertiban serta kemakmuran.

Allah Swt. berfirman dalam Al-Qur'an dalam Q.S an-Nisa: 59 :

‫ن ت ع شي „ء‬ ‫ن امن ط َ ّ و ط ْيعُوا ْ واُو ِلى ا ْل ْ ْ م‬ ‫ٰٓ يا ها‬


‫ي‬ ‫نَ از ت‬ ‫ْم ِر ن فَِ ا‬ ‫الر ول‬ ‫ْٰٓوا ا ْيعُوا لال َا‬ ‫ي الَّ ِذ ْي‬
‫ْم‬ ‫ك‬ ‫س‬
“ ‫م‬
‫َفرد ْوه لَى ِ ّ وال ْ ل ك ْنُت ْم ُت ْؤ با وا ْل َي ْو ِ ذ خ واَ سن و ْي ًل‬
‫تَ أ‬ ‫ِمنُ ْون ِّلل ِم ا ْ ٰل ر ِلك ْير ح‬ ‫لال ر و ِان‬
‫س‬
‫خ‬
Terjemahan: “Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul
(Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu
berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (al-Qur’an) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (Q.S. an-Nisa[4]: 59)

4
Toto Tohir, Ulil Amri dan Ketaatan Kepadanya, Jurnal Pendidikan, Vol.18 No.3 (September, 2002),

8
Q.S. an-Nisa/4: 59 memerintahkan kepada kita untuk menaati perintah Allah Swt.,
perintah Rasulullah saw, dan ulil amri. Tentang pengertian ulil amri, di bawah ini ada
beberapa pendapat.4

1. Abu Jafar Muhammad Arti ulil amri adalah umara, ahlul ‘ilmi wal fiqh (mereka yang
memiliki ilmu dan pengetahuan akan fiqh). Sebagian ulama yang lain bin Jarir at-

4
Toto Tohir, Ulil Amri dan Ketaatan Kepadanya, Jurnal Pendidikan, Vol.18 No.3 (September, 2002),

8
Thabari berpendapat bahwa sahabat-sahabat Rasulullah saw. itulah yang dimaksud
dengan ulil amri.
2. Al-Mawardi Ada empat pendapat dalam mengartikan kalimat "ulil amri", yaitu: (1)
umara (para pemimpin yang konotasinya adalah pemimpin masalah keduniaan), (2)
ulama dan fuqaha, (3) sahabat-sahabat Rasulullah saw, (4) dua sahabat saja, yaitu Abu
Bakar dan Umar.
3. Ahmad Mustafa al-Maraghi Bahwa ulil amri itu adalah umara, ahli hikmah, ulama,
pemimpin pasukan dan seluruh pemimpin lainnya.

Umat Islam wajib menaati perintah Allah Swt. dan rasul-Nya dan diperintahkan pula
untuk mengikuti atau menaati pemimpinnya. Tentu saja, apabila pemimpinnya
memerintahkan kepada hal-hal yang baik. Apabila pemimpin tersebut mengajak kepada
kemungkaran, wajib hokum nya untuk menolak.5

Perilaku mulia ketaatan yang perlu dilestarikan adalah:

1. Selalu menaati perintah Allah Swt. dan rasul-Nya, serta meninggalkan larangan-Nya,
baik di waktu lapang maupun di waktu sempit.
2. Merasa menyesal dan takut apabila melakukan perilaku yang dilarang oleh Allah dan
rasul-Nya.
3. Menaati dan menjujung tinggi aturan-aturan yang telah disepakati, baik di rumah, di
sekolah maupun di lingkungan masyarakat.
4. Menaati pemimpin selagi perintahnya sesuai dengan tuntutan dan syariat agama.
5. Menolak dengan cara yang baik apabila pemimpin mengajak kepada kemaksiatan.

C. KOMPETISI DALAM KEBAIKAN

Secara umum kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan, yang diusahakan dan menjadi
tujuan manusia. Tingkah laku manusia adalah baik dan benar, jika tingkah laku tersebut
menuju kesempuranan manusia. Kebaikan disebut nilai(value), apabila kebaikan itu bagi
seseorang menjadi kebaikan yang konkrit. Manusia menentukan tingkah lakunya untuk
tujuan dan memilih jalan yang ditempuh. Pertama kali yang timbul dalam jiwa adalah tujuan
itu, dalampelaksanaanya yang pertama diperlukan adalah jalan-jalan itu. Jalan yang
ditempuh

5
Rifqi Gufran Maula, Ulil Amri dalam Perspektif Al-Qur’an, Jurnal al-Fath, Vol.12, No.2, (Juli, 2019),

9
mendapatkan nilai dari tujuan akhir. Manusia harus mempunyai tujuan akhir untuk arah
hidupnya.

Tujuan harus ada, supaya manusia dapat menentukan tindakan pertama. Jika
tidak,manusia akan hidup secara serampangan. Tetapi bisa juga orang mengatakan hidup
secara serampangan menjadi tujuan hidupnya.Akan tetapi dengan begitu manusia tidak akan
sampai kepada kesempurnaan kebaikan selaras dengan derajat manusia.

Allah Swt. telah memberikan pengarahan bahkan penekanan kepada orang-orang


beriman untuk berkompetisi dalam kebaikan sebagaimana firman-Nya

Yang Artinya: “Dan Kami telah menurunkan Kitab Al-Qur’an kepadamu Muhammad
dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya
dan menjaganya maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang diturunkan Allah dan
janganlah engkau mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah
datang kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami memberikan aturan dan jalan
yang terang. Kalau Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat, tetapi Allah
hendak menguji kamu terhadap karunia yang telah diberikan-Nya kepadamu, maka
berlomba- lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu
diberitahukan- Nya kepadamu terhadap apa yang dahulu kamu perselisihkan.” (Q.S. Al-
Maidah/5: 48)6

Pada Q.S. Al-Maidah/5: 48 Allah Swt. Menjelaskan bahwa setiap kaum diberikan
aturan atau syariat. Syariat setiap kaum berbeda beda sesuai dengan keadaan waktu dan
keadaan hidupnya. Meskipun mereka berbeda-beda, yang terpenting adalah semuanya
beribadah dalam rangka mencari rida Allah Swt., atau berlomba-lomba dalam kebaikan.
Akhir ayat ini juga mengatakan, perbedaan syariat tersebut seperti layaknya perbedaan
manusia dalam penciptaannya, bersuku-suku, berbangsa-bangsa.

Ayat ini juga mendorong pengembangan berbagai macam kemampuan yang dimiliki
oleh manusia, bukan malah menjadi ajang perdebatan. Setiap orang harus berlomba lomba
dalam kebaikan, seperti berprestasi baik dalam bidang orahraga, seni, ilmu pengetahuan.

Alasan mengapa kita diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan adalah:

6
Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya. 2010. (Jakarta: Lentera

1
1. Bahwa melakukan kebaikan tidak bisa ditunda-tunda, melaikan harus segera
dikerjakan. Sebab kesempatan hidup sangat terbatas, begitu juga kesempatan berbuat
baik belum tentu setiap saat kita dapatkan.
2. Bahwa untuk berbuat baik hendaknya saling memotivasi dan saling tolong-menolong,
di sinilah perlunya kolaborasi atau kerja sama.
3. Bahwa kesigapan melakukan kebaikan harus didukung dengan kesungguhan.

D. ETOS KERJA

Etos Kerja Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, etos adalah pandangan hidup
yangg khas dari suatu golongan sosial. Jadi, pengertian Etos Kerja adalah semangat kerja yg
menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau suatu kelompok.7

Etos berasal dari bahasa Yunani yang berarti sesuatu yang diyakini, cara berbuat,
sikap serta persepsi terhadap nilai bekerja. Sedangkan Etos Kerja Muslim dapat didefinisikan
sebagai cara pandang yang diyakini seorang muslim bahwa bekerja tidak hanya bertujuan
memuliakan diri, tetapi juga sebagai suatu manifestasi dari amal sholeh dan mempunyai nilai
ibadah yang luhur.

Etos Kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan,


memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong dirinya
untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high performance).

Etos Kerja Muslim didefenisikan sebagai sikap kepribadian yang melahirkan


keyakinan yang sangat mendalam bahwa bekerja itu bukan saja untuk memuliakan dirinya,
menampakkan kemanusiaannya, melainkan juga sebagai suatu manifestasi dari amal sholeh.
Sehingga bekerja yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman bukan saja menunjukkan fitrah
seorang muslim, melainkan sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah
yang didera kerinduan untuk menjadikan dirinya sebagai sosok yang dapat dipercaya,
menampilkan dirinya sebagai manusia yang amanah, menunjukkan sikap pengabdian
sebagaimana firman Allah:

‫ع ُبدُ ْون‬ ‫ل‬ ‫ن‬


َ ‫ت وا ْ ِ ل س ا‬
‫ي‬ ‫َّل‬ ‫ْن‬ ‫ا‬
‫ْلج‬
1
‫خلَ ْق‬ ‫و‬
‫َما‬

7
Mohammad Irham, Etos Kerja dalam Perpektif Islam, Jurnal Substantia, Vol.14, No.1 (April 2012), hlm.12

1
Terjemahan: “Dan tidak Aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku” (QS. adz-Dzaariyat : 56).

Bekerja adalah fitrah dan merupakan salah satu identitas manusia, sehingga bekerja
yang didasarkan pada prinsip-prinsip iman tauhid, bukan saja menunjukkan fitrah seorang
muslim, tetapi sekaligus meninggikan martabat dirinya sebagai hamba Allah SWT. Apabila
bekerja itu adalah fitrah manusia, maka jelaslah bahwa manusia yang enggan bekerja, malas
dan tidak mau mendayagunakan seluruh potensi diri untuk menyatakan keimanan dalam
bentuk amal kreatif, sesungguhnya dia itu melawan fitrah dirinya sendiri, dan menurunkan
derajat identitas dirinya sebagai manusia.

Setiap muslim selayaknya tidak asal bekerja, mendapat gaji, atau sekedar menjaga
gengsi agar tidak dianggap sebagai pengangguran. Karena, kesadaran bekerja secara
produktif serta dilandasi semangat tauhid dan tanggung jawab merupakan salah satu ciri yang
khas dari karakter atau kepribadian seorang muslim. Tidak ada alasan bagi seorang muslim
untuk menjadi pengangguran, apalagi menjadi manusii yang kehilangan semangat inovatif.
Karena sikap hidup yang tak memberikan makna, apalagi menjadi beban dan peminta-minta,
pada hakekatnya merupakan tindakan yang tercela. Seorang muslim yang memiliki etos kerja
adalah mereka yang selalu obsesif atau ingin berbuat sesuatu yang penuh manfaat yang
merupakan bagian amanah dari Allah.

Dan cara pandang untuk melaksanakan sesuatu harus didasarkan kepada tiga dimensi
kesadaran, yaitu: dimensi ma’rifat (aku tahu), dimensi hakikat (aku berharap), dan
dimensisyariat (aku berbuat). Allah SWT memerintahkan supaya kita bekerja keras karena
banyak hikmah dan manfaatnya, baik bagi orang yang bekera keras maupun terhadap
lingkungannya.8

Di antara hikmah bekerja keras tersebut adalah sebagai berikut:

1. Mengembangkan potensi diri, baik berupa bakat, minat, pengetahuan, maupun


keterampilan.
2. Membentuk pribadi yang bertanggung jawab dan disiplin.
3. Mengangkat harkat martabat dirinya baik sebagai makhluk individu maupun sebagai
anggota masyarakat.

8
Ibid, hlm.16

1
4. Meningkatkan taraf hidup orang banyak serta meningkatkan kesejahteraan. ·
Kebutuhan hidup diri dan keluarga terpenuhi.
5. Mampu hidup layak.
6. Sukses meraih cita-cita
7. Mendapat pahala dari Allah, karena bekerja keras karena Allah merupakan bagian
dari ibadah.

1
BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Taat pada aturan adalah sikap tunduk kepada tindakan atau perbuatan yang telah
dibuat baik oleh Allah Swt., nabi, pemimpin, atau yang lainnya. Aturan dibuat tentu saja
dengan maksud agar terjadi ketertiban dan ketenteraman. Mustahil aturan dibuat tanpa ada
tujuan. Oleh karena itu, wajib hukumnya kita menaati aturan yang berlaku.

Alasan mengapa kita diperintahkan untuk berlomba-lomba dalam kebaikan adalah: 1.


Bahwa melakukan kebaikan tidak bisa ditunda-tunda, melaikan harus segera dikerjakan.
Sebab kesempatan hidup sangat terbatas, begitu juga kesempatan berbuat baik belum tentu
setiap saat kita dapatkan. 2. Bahwa untuk berbuat baik hendaknya saling memotivasi dan
saling tolong- menolong, di sinilah perlunya kolaborasi atau kerja sama. 3. Bahwa kesigapan
melakukan kebaikan harus didukung dengan kesungguhan.

Etos Kerja adalah semangat kerja yg menjadi ciri khas dan keyakinan seseorang atau
suatu kelompok. Etos Kerja merupakan totalitas kepribadian diri serta cara mengekspresikan,
memandang, meyakini, dan memberikan sesuatu yang bermakna, yang mendorong dirinya
untuk bertindak dan meraih amal yang optimal (high performance).

B. SARAN

Dengan disusunnya makalah ini, penulis berharap agar para pembaca semakin
meningkat kesadarannya untuk hormat dan patuh kepada orangtua serta guru, taat pada
aturan, berkompetisi dalam kebaikan dan mempunyai etos kerja yang kuat.

Penulis juga menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi perbaikan makalah
kami ke depannya.

1
DAFTAR PUSTAKA

Abdul, Haris, Sumatil Ilya. 2014. Akidah Akhlak Untuk MA. Mojokerto: LADUNNI Press.

Departemen Agama RI. 2010. Al-Qur`an dan Tafsirnya. Jakarta: Lentera Abadi.

Irham, Mohammad. 2012. Etos Kerja dalam Perpektif Islam. Jurnal Substantia. Vol.14, No.1.

Maula, Rifqi Gufran. 2019. Ulil Amri dalam Perspektif Al-Qur’an. Jurnal al-Fath, Vol.12,
No.2.

Tohir, Toto. 2002. Ulil Amri dan Ketaatan Kepadanya. Jurnal Pendidikan. Vol.18 No.3.

You might also like