You are on page 1of 5

ANATOMI DAN FISIOLOGI

Sistem saraf pusat (SSP) adalah bagian dari sistem saraf yang terdiri dari otak dan
sumsum tulang belakang. Otak merupakan organ yang mengontrol seluruh fungsi tubuh,
termasuk emosi, pikiran, dan perilaku. Otak terbagi menjadi beberapa bagian seperti lobus
frontal, lobus temporal, lobus parietal, lobus oksipital, batang otak, dan otak kecil. Setiap
bagian memiliki misi bunuh diri sendiri. Misalnya, lobus frontal bertanggung jawab atas
fungsi eksekutif seperti pengambilan keputusan, perencanaan, evaluasi, pengendalian impuls,
dan moralitas. Gangguan lobus frontal dapat mengganggu fungsi eksekutif dan
meningkatkan impulsif dan agresi, yang dapat menyebabkan bunuh diri. Lobus temporal
berperan dalam memori, bahasa, pendengaran dan proses emosional. Gangguan lobus
temporal dapat menyebabkan halusinasi pendengaran atau penglihatan, gangguan mood,
gangguan kepribadian, dan gangguan psikotik yang dapat meningkatkan risiko bunuh diri.
Lobus parietal berfungsi dalam proses persepsi sensorik, orientasi spasial dan integrasi
informasi. Gangguan pada lobus parietal dapat menyebabkan gangguan persepsi diri dan
lingkungan, depersonalisasi, derealisasi dan gangguan somatoform, yang dapat
mempengaruhi harga diri dan kesejahteraan psikologis. Lobus oksipital berfungsi dalam
proses penglihatan. Gangguan pada lobus oksipital dapat menyebabkan gangguan
penglihatan, halusinasi visual, atau kebutaan kortikal yang dapat mengganggu kualitas hidup
dan fungsi sosial. Batang otak berfungsi dalam mengatur fungsi vital tubuh, seperti
pernapasan, denyut jantung, tekanan darah, dan refleks. Gangguan pada batang otak dapat
menyebabkan gangguan pernapasan, aritmia jantung, hipertensi atau hipotensi, atau kematian
mendadak. Serebelum berfungsi dalam mengatur keseimbangan, koordinasi gerakan, dan
kognisi. Gangguan pada otak kecil dapat menyebabkan ataksia, dismetria, disartria, tremor
intensi, atau gangguan kognitif.

Sistem endokrin adalah sistem yang menghasilkan hormon yang berperan dalam
mengatur metabolisme tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, reproduksi,dan respon stres.
Hormon_ hormon ini diproduksi oleh kelenjar endokrin, seperti hipotalamus, hipofisis, tiroid,
paratiroid, pankreas, adrenal, gonad, dan timus. Hormon-hormon ini beredar di dalam darah
dan berikatan dengan reseptor spesifik di sel-sel target. Hormon-hormon ini juga
mempengaruhi aktivitas neurotransmiter di otak, yang berperan dalam mengatur mood,
motivasi, dan perilaku.
Beberapa hormon yang berkaitan dengan bunuh diri adalah:

1. Kortisol
hormon stres yang diproduksi oleh kelenjar adrenal. Kortisol meningkatkan
tekanan darah, gula darah, dan metabolisme tubuh untuk menghadapi situasi stres.
Namun, kortisol juga dapat menyebabkan penurunan serotonin, neurotransmiter yang
berperan dalam mengatur mood, nafsu makan, tidur, dan impulsivitas. Kortisol juga
dapat menyebabkan penurunan neurogenesis, proses pembentukan sel-sel saraf baru
di hipokampus, bagian otak yang berperan dalam memori dan belajar. Kortisol juga
dapat menyebabkan peningkatan inflamasi, yang dapat merusak sel-sel saraf dan
menyebabkan gangguan neurodegeneratif. Kadar kortisol yang tinggi secara kronis
dapat menyebabkan depresi, kecemasan, gangguan tidur, gangguan kognitif, dan
peningkatan risiko bunuh diri.
2. Tiroksin
hormon tiroid yang diproduksi oleh kelenjar tiroid. Tiroksin meningkatkan
metabolisme tubuh, pertumbuhan dan perkembangan, dan fungsi otak. Namun,
tiroksin juga dapat menyebabkan peningkatan aktivitas simpatik, yang dapat
meningkatkan denyut jantung, tekanan darah, dan kecemasan. Tiroksin juga dapat
menyebabkan penurunan serotonin dan dopamin, neurotransmiter yang berperan
dalam mengatur mood, motivasi, dan kenikmatan. Kadar tiroksin yang tinggi secara
kronis dapat menyebabkan hipertiroidisme, yang ditandai dengan penurunan berat
badan, palpitasi jantung, tremor tangan, iritabilitas, depresi, gangguan tidur, dan
peningkatan risiko bunuh diri.
3. Testosteron
hormon seks yang diproduksi oleh testis pada pria dan ovarium pada wanita.
Testosteron meningkatkan pertumbuhan otot dan tulang, libido, dan agresivitas.
Namun, testosteron juga dapat menyebabkan penurunan serotonin, neurotransmiter
yang berperan dalam mengatur mood, nafsu makan, tidur, dan impulsivitas.
Testosteron juga dapat menyebabkan peningkatan dopamin, neurotransmiter yang
berperan dalam mengatur motivasi, kenikmatan, dan adiksi. Kadar testosteron yang
tinggi secara kronis dapat menyebabkan gangguan mood, gangguan perilaku,
gangguan psikotik, penyalahgunaan zat, dan peningkatan risiko bunuh diri.

Sistem imun adalah sistem yang melindungi tubuh dari infeksi dan penyakit. Sistem imun
terdiri dari sel-sel darah putih, seperti limfosit, makrofag, neutrofil, eosinofil, basofil, dan
mastosit. Sel-sel darah putih ini menghasilkan antibodi dan sitokin, molekul yang berperan
dalam mengenali dan menghancurkan patogen atau sel-sel abnormal. Sistem imun juga
berinteraksi dengan sistem saraf pusat dan sistem endokrin melalui jalur saraf atau hormon.
Sistem imun dapat mempengaruhi fungsi otak dan perilaku melalui mekanisme sebagai
berikut:

1. Inflamasi
proses peradangan yang terjadi sebagai respons terhadap cedera atau infeksi.
Inflamasi melibatkan pelepasan sitokin pro-inflamasi, seperti interleukin-1 (IL-1),
interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor-alpha (TNF-alpha), dan interferon-gamma
(IFN-gamma). Sitokin pro-inflamasi ini dapat menembus sawar darah-otak dan
merangsang produksi sitokin pro-inflamasi lainnya oleh sel-sel glia di otak. Sitokin
pro-inflamasi ini dapat mengganggu fungsi neurotransmiter di otak, seperti serotonin,
dopamin, glutamat, dan asetilkolin. Sitokin pro-inflamasi ini juga dapat menginduksi
stres oksidatif, yaitu ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan di sel-
sel saraf. Stres oksidatif ini dapat merusak sel-sel saraf dan menyebabkan apoptosis
atau kematian sel. Inflamasi kronis dapat menyebabkan gangguan neurodegeneratif,
seperti Alzheimer, Parkinson, sklerosis multipel, dan stroke. Inflamasi kronis juga
dapat menyebabkan depresi, kecemasan, gangguan kognitif, dan peningkatan risiko
bunuh diri.
2. Imunitas adaptif
respons spesifik yang terjadi setelah paparan terhadap antigen tertentu.
Imunitas adaptif melibatkan pembentukan memori imun oleh sel-sel B dan T yang
dapat mengenali antigen yang sama di masa depan. Imunitas adaptif dapat
memberikan perlindungan jangka panjang terhadap infeksi atau penyakit tertentu.
Namun, imunitas adaptif juga dapat menyebabkan reaksi autoimun, yaitu ketika sel-
sel imun menyerang jaringan tubuh sendiri karena kesalahan pengenalan antigen.
Reaksi autoimun dapat menyebabkan penyakit autoimun, seperti lupus, rheumatoid
arthritis, diabetes tipe 1, sklerosis multipel, dan psoriasis. Penyakit autoimun dapat
menyebabkan peradangan kronis, kerusakan jaringan, nyeri kronis, gangguan fungsi
organ, dan penurunan kualitas hidup. Penyakit autoimun juga dapat menyebabkan
depresi, kecemasan, gangguan kognitif, dan peningkatan risiko bunuh diri .

3. Imunitas bawaan
Reaksi nonspesifik yang terjadi segera setelah kontak dengan patogen atau
benda asing. Imunitas bawaan melibatkan aktivasi reseptor pengenalan pola (PRR)
oleh pola molekuler terkait patogen (PAMP) atau pola molekuler terkait kerusakan
(DAMP). PRR adalah protein yang ditemukan di permukaan atau intraseluler sel
imun yang mengenali PAMP atau DAMP sebagai sinyal bahaya. PAMP adalah
molekul yang berasal dari patogen seperti lipopolisakarida (LPS), peptidoglikan, asam
nukleat atau protein. DAMP adalah molekul yang berasal dari sel yang rusak atau
mati, seperti ATP, asam urat, DNA atau protein. Aktivasi PRR oleh PAMP atau DAMP
dapat memicu pelepasan sitokin proinflamasi, produksi spesies oksigen reaktif (ROS),
fagositosis patogen atau sel mati, dan presentasi antigen ke sel T. Imunitas bawaan
dapat memberikan respons yang cepat dan efektif terhadap infeksi atau cedera.
Namun, imunitas bawaan juga dapat menyebabkan peradangan sistemik, stres
oksidatif, kerusakan jaringan, dan gangguan homeostatis. Imunitas bawaan juga dapat
menyebabkan depresi, kecemasan, gangguan kognitif, dan peningkatan risiko bunuh
diri.

Daftar pustaka
Karin, N. P. A. E. S. GAMBARAN RISIKO BUNUH DIRI PADA MAHASISWA BARU DI
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS UDAYANA.2017.
PAHTAWAY

You might also like