You are on page 1of 11

PROBLEM DAN TANTANGAN PEMBELAJARAN PAI SEKOLAH DASAR

DI ERA DIGITAL
Oleh:
Sihabudin Fahmi
Email:

Abstrak
Artikel ini bertujuan untuk menganalisis berbagai masalah dan tantangan
pengajaran PAI di sekolah dasar di era digital. Sekolah dasar merupakan tahapan
penting pendidikan dasar bagi terwujudnya pendidikan akhlak mulia. Memecahkan
masalah dan tantangan PAI di sekolah dasar membutuhkan strategi yang tepat. Dalam
penelitian ini digunakan metode deskriptif kualitatif dengan metode penelusuran
perpustakaan. Berbagai isu dalam pendidikan agama Islam dipengaruhi oleh berbagai
topik seperti politik, budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, ekonomi, masyarakat
dan nilai-nilai. Oleh karena itu, solusi pengembangan kualitas PAI adalah dengan
mengembangkan komponen-komponen yang ada pada lembaga pendidikan itu sendiri
sehingga mampu menjawab tantangan yang dihadapinya tanpa meninggalkan jati
dirinya sebagai sebuah lembaga, nilai-nilai keislaman yang terintegrasi.
kata kunci: Pendidikan Agama Islam, Era Digital

Abstract

This article aims to analyze various issues and challenges of teaching PAI in
primary school in the digital age. Elementary school is an important basic education
stage for realizing noble character education. A proper strategy is needed to solve her
PAI problems and challenges in elementary school. In this study, the qualitative
descriptive method was used together with the library search method. Various issues in
Islamic religious education are influenced by various topics such as politics, culture,
science and technology, economy, society, and values. Therefore, the solution to
improve the quality of PAI is to transform the existing components of the institution
itself so that it can meet the challenges it faces without abandoning the Islamic values
that are integrated with its identity as an institution to develop.
Keywords: Islamic religious education, digital age

Pendahuluan
Pendidikan merupakan kebutuhan setiap manusia, namun seringkali kita lupa
atau tidak memahami hakikat pendidikan itu sendiri. Pendidikan agama Islam, di sisi
lain, dianggap sangat ideal karena didasarkan pada ide-ide dari Al-Qur'an dan Hadits,
sumber inspirasi, filsuf dan Mujtahid. Namun, pada kenyataannya masih banyak
masalah. Pendidikan saat ini tidak terlepas dari kemajuan teknologi (Aziz & Zakir,
2022).

1
Perkembangan zaman digital saaat ini, memberikan dampak positif dan negatif
terhadap dunia pendidikan. Terutamanya pada dunia pendidikan agama Islam, dimana
perkembangannya terus berubah mengikuti perkembangan zaman, sebagaimana halnya
pendekatan pembelajaran. Pada zaman tradisional seorang guru menjadi fugur utama
dalam sebuah kegiatan pembelajaran. Dimana guru merupakan sumber pengetahuan
paling utama di sekolah. Di sisi lain, peran guru berubah dengan cepat di zaman
modern, menjadi perantara siswa. Pembelajaran tidak lagi berpusat pada guru,
melainkan berpusat pada siswa.
Di zaman digital saat ini, perkembangan teknologi dan perangkat digital
semakin maju dan berkembangan, membuat manusia tidak akan mampu menghindari
dari produk-produk digital, yang mengakibatkan saling keterbukaan dan saling
ketergantungan antara manusia dengan era digital saat ini. Mesti mereka masih
memiliki wilayah, tetapi mereka memiliki batasan dan hambatan untuk interaksi,
komunikasi, dan berbagi informasi. Sehingga pendidikan agama Islam, jika dirancang
dan dilaksanakan dengan baik, dapat menjadi unik dengan segala kelebihan sumber
dayanya, menghadapi tantangan menghasilkan lulusan dengan keunggulan dan
kompetensi individu. Karena pendidikan agama dalam Islam dalam arti yang seluas-
luasnya memelihara dan mengembangkan lebih lanjut kemanusiaan dan sumber daya
manusia yang ada di dalamnya, mengupayakan pendidikan manusia seutuhnya menurut
norma-norma Islam, maka Anda dapat melakukannya sebagai khalifah yang telah
menjadi hamba Allah yang sejati dan bertindak untuk Allah (Noor, 2019).
Dengan kemudahan teknologi di era digital ini, pengguna harus dapat
mempelajari berbagai pendidikan, khususnya pendidikan Islam. Namun dalam
praktiknya, sebagian besar pengguna teknologi menggunakannya dengan hal-hal yang
buruk. Seiring dengan itu, runtuhnya kesusilaan dan moral di kalangan siswa sekolah
dasar lebih mengutamakan game online, menonton video yang tidak boleh ditonton,
dan mengabaikan media sosial, sangat penting bagi dunia dan akhirat. Era digital
memasuki segala bidang, termasuk pendidikan Islam itu sendiri. Seperti mata pisau
yang tajam dan tumpul. Tantangan yang muncul di era digital ini adalah memimpin
lembaga pendidikan untuk memprioritaskan ilmu pengetahuan dan teknologi di satu
sisi, dan pendidik dan siswa menjadi cakap dan lemah pengetahuan di bidang studi
agama di sisi lain.
Dunia pendidikan saat ini penuh dengan kritik dari masyarakat umum. Hal ini
karena beberapa siswa dan lulusan sekolah telah menunjukkan sikap yang kurang

2
terpuji. Bahkan di era digital, lulusan MI dan sekolah umum lainnya, serta lulusan
pesantren terabaikan. Menurut masyarakat, santri yang belajar di pondok pesantren
menawarkan/menunjukkan akhlak yang terpuji. Namun pada kenyataannya tidak semua
siswa menunjukkan karakter yang baik. Sulit dipercaya bahwa pendidikan Islam akan
berkembang, tetapi ada banyak tantangan yang menghalangi pendidikan Islam
berkembang di era digital.
Pendidikan agama Islam memegang peranan yang sangat penting dalam
eksistensinya sebagai salah satu pilar pembangunan bangsa, khususnya di Indonesia. Ini
jauh sebelum negara Indonesia merdeka. Hal ini terlihat pada praktik PAI yang
dipraktikkan oleh umatnya di lembaga pendidikan seperti pengajian, Surau dan Pondok.
Begitu pula di pendidikan nasional, kebosanan juga merajalela dalam pendidikan Islam
di Indonesia. Karena pendidikan Islam merupakan subsistem dari pendidikan nasional,
maka harus kita akui bahwa jika pendidikan nasional dipandang gagal, maka
pendidikan Islam juga gagal. Jika dicermati lebih jauh, pendidikan Islam saat ini
menghadapi tantangan baik internal maupun eksternal (Aziz & Zakir, 2022).

Metode Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dimana pendekatan yang digunakan
peneliti dalam penelitian ini adalah pendekatan fenomenologis. Pentingnya seseorang
menempatkan pengalaman dan proses interpretasinya sendiri sangat penting dan dapat
memiliki makna khusus. Oleh karena itu, perspektif peneliti itu sendiri adalah peneliti
konstruksi (research construct) (Muslimin & Ruswandi, 2022).
Penelitian ini memakai pendekatan kualitatif naratif dengan metodologi
penelitian kepustakaan. Metode pengumpulan datanya adalah dengan mengumpulkan
berbagai referensi berupa buku, artikel, dokumen, dan lain-lain tentang tantangan
mempelajari PAI di Sekolah Dasar. Teknik analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis isi, yang memiliki tahapan penyajian data, reduksi data,
dan inferensi (Budiyanti et al., 2021).

Landasan Teori
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Belajar (education) adalah suatu usaha untuk mengajar seorang individu atau
kelompok melalui metode dan strategi yang diarahkan pada suatu tujuan yang
direncanakan. Belajar dipandang sebagai aktivitas guru dalam desain instruksional

3
untuk memfasilitasi belajar siswa. Belajar adalah suatu kegiatan yang bertujuan untuk
mengkondisikan seseorang agar belajar dengan baik sesuai dengan tujuan belajarnya.
Kegiatan belajar didasarkan pada dua proses utama. Pertama, bagaimana orang
mengubah perilaku mereka melalui kegiatan belajar? dan Kedua, bagaimana orang
menyampaikan pengetahuan melalui pembelajaran? (Priatna, 2018).
Pendidikan agama Islam diartikan sebagai proses, upaya, dan metode mendidik
ajaran Islam menjadi panutan dan pedoman hidup bagi umat Islam. UUSPN No.
Februari 1989 Pasal 39 Ayat 2 tentang Pendidikan Agama menyatakan bahwa untuk
mewujudkan persatuan bangsa, dengan memperhatikan dan menghormati agama lain,
diajarkan Tuhan Yang Maha Esa menurut agama yang dianut oleh anak didik. upaya
memperkuat iman dan taqwa kepada Dengan demikian, jelas bahwa pendidikan agama
Islam adalah upaya sadar untuk mengembangkan umat Islam melalui proses pendidikan
dan pengajaran yang teratur. Pendidikan agam Islam tidak terlepas dari komponen
pendidikannya, seperti: Tujuan pendidikan agama Islam, guru agama, mata pelajaran
dan metod. Selain itu, terdapat pusat pendidikan yakni: Sekolah, keluarga, masyarakat,
dan masjid. Sebagai badan yang menyelenggarakan proses pendidikan, dewan sekolah
mempunyai pengaruh yang besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan peserta
didik (Dewantoro, 2017).
Secara sederhana, istilah pendidikan agama dalam Islam dipahami dan
dikembangkan dalam Islam atau pendidikan Islam, yaitu pada sumber dasarnya al-
Qur'an dan al-Hadits yang diajarkan. Maka dari itu, pendidikan agama Islam dapat
berupa ide-ide dan teori-teori pedagogis yang secara mandiri didirikan atau dibangun
dan dikembangkan dari al-Qur’an dan al-hadist tersebut.

1. Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam


Pendidikan agama Islam yang berlandaskan al-Qur'an, al-Hadits, filosof,
intelektual, dan ide-ide inspiratif para mujtahid adalah ideal, namun pada kenyataannya
berbagai persoalan tetap ada. Hal ini jelas berdampak langsung pada buruknya kualitas
umat Islam yang lahir dari rahim lembaga keagamaan Islam. Hal ini juga memicu
marginalisasi umat Islam di peta panggung dan perjuangan dunia (Budiyanti et al.,
2021).
Isu pendidikan agama Islam tidak bersifat tunggal atau parsial. Masih ada
beberapa isu dan isu yang membingungkan dan saling berhubungan. Masalah utama
dalam pendidikan adalah rendahnya kualitas pendidikan yang menyebabkan rendahnya

4
kualitas sumber daya manusia yang berdampak pada rendahnya kualitas bangsa.
Masalah lain dalam pendidikan agama Islam, seperti masalah ideologi, sistem
pendidikan Islam, dan metode pembelajaran. Masalah ideologis ini sangat serius dan
berdampak pada buruknya kualitas dan ketimpangan generasi Muslim (Amirudin,
2019).
Isu dualisme dalam sistem pendidikan Islam bersifat politis. Kebijakan
pendidikan (Islam) diatur dan dikendalikan oleh otoritas dan lembaga terkait di
bawahnya. Di Indonesia, pendidikan Islam diawasi dan diawasi oleh Kementerian
Agama (Kemenag), sedangkan pendidikan umum disponsori oleh Kemdikbud,
Kementerian Riset, Teknologi, dan Kemenristekdikti. Kewenangan ini diberi
wewenang untuk mengelola lembaga pendidikan masing-masing. Dualisme
pengelolaan pendidikan Islam oleh Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan masih membentuk lintasan pendidikan Islam, meskipun upaya untuk
menjembatani masih terus dilakukan (Aziz & Zakir, 2022).
Aspek pembelajaran pendidikan Islam di Sekolah Dasar menemui kendala,
terutama mengenai metode yang dimanfaatkan. Selama ini pembelajaran agama Islam
dari tingkat pendidikan dasar hingga pendidikan menengah agak monoton, dan
mungkin juga ada metode yang dominan atau sepihak di tingkat pendidikan. Pendidik
(guru) berperan dalam proses pembelajaran, dimana menggunakan metode
pembelajaran satu arah sehingga tidak memberikan waktu dan kesempatan bagi siswa
untuk berkembang. Misalnya, penggunaan metode ceramah yang memiliki proporsi
yang besar dibandingkan dengan metode lain seperti interaktif, dinamis dan kritis,
bertujuan untuk merangsang siswa untuk belajar aktif.
Masalah yang muncul adalah munculnya pembatasan berfungsinya pendidikan.
Pendidikan berstandar hanya dimaksudkan untuk menyiapkan tenaga kerja material
(praktisi) berkedok mendukung industri modern dan memenuhi kebutuhan berbagai
produk teknologi. Keadaan ini diperparah dengan pendidikan yang kurang atau tidak
sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pertanyaan tentang relevansi menghadirkan
dilema yang berkembang bagi pendidikan Islam.
Minimnya pengetahuan dan penguasaan perangkat teknologi informasi dan
komunikasi menjadi masalah penting dalam pendidikan Islam. Kelemahan dalam hal
ini terutama terkait dengan aksesibilitas terhadap banyak informasi penting dan
kemajuan dunia pendidikan, serta kemajuan dunia pada umumnya. Hal ini jelas
berdampak pada menurunnya kualitas sumber daya manusia. Keluhan siswa terhadap

5
guru di media sosial menjadi semakin umum akhir-akhir ini. Hal ini menunjukkan
bahwa etika sangat penting dalam pengembangan sumber daya manusia (Budiyanti et
al., 2021).
2. Tantangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Berdasarkan beberapa masalah di atas, banyak orang terpelajar yang terlibat
dalam membentuk kebijakan pendidikan, sehingga banyak tantangan yang harus
dihadapi dalam pendidikan agama Islam di Sekolah Dasar. Agar isu ini dapat menjadi
pedoman strategi dalam menghadapi berbagai tantangan di era digital, strategi yang
ditargetkan harus konsisten dengan upaya reformasi pendidikan. Menurut Budiyanti,
ada beberapa tantangan yang harus dihadapi dalam pembelajaran PAI yaitu:
a. Isu politik
Lembaga pendidikan dalam wilayah suatu negara adalah sektor pengembangan
kehidupan budaya negara, berkomitmen untuk tujuan perjuangan filosofis
nasional. Lembaga yang tidak mengikuti kebijakan negaranya akan merasa
bahwa kebijakan tersebut menekan cita-cita mereka. Tentu saja, ini adalah
masalah yang harus diselesaikan dengan "dasar politik". Karena menyangkut
kepentingan pembangunan masa depan bangsa dan pentingnya menjaga
karakter dan individualitas, kreativitas dan kedisiplinan bangsa. “Lembaga
pendidikan Islam harus menghadapi tantangan ini secara objektif” (Budiyanti et
al., 2021).
b. Isu budaya:
Kebudayaan adalah hasil didikan manusia lahir dan batin, baik oleh bangsa itu
sendiri maupun oleh bangsa lain. Perkembangan budaya di zaman digital ini
tidak bisa dihindari karena pengaruh budaya negara lain. Situasi seperti itu
menyebabkan munculnya proses akulturasi, dimana faktor nilai yang mendasari
budaya itu sendiri menentukan kelangsungan hidup suatu bangsa, terjebak atau
ditelan oleh budaya lain yang menyerang, dan identitas budaya negara itu
sendiri akan hilang dalam budaya asing yang akan mempengaruhi budaya
negara tersebut. Hal ini menjadi tantangan besar bagi lembaga pendidikan
agama Islam untuk menguatkan anak negeri dari pengaruh negatif budaya ini.
Jika tidak, nilai-nilai budaya negeri ini terancam luntur dan musnah seiring
berjalannya waktu (Budiyanti et al., 2021).

6
c. Isu ilmu pengetahuan dan teknologi
Secara umum, Internet adalah jaringan komputer yang luas dan saling
berhubungan, menghubungkan orang dan komputer di seluruh dunia, melalui
telepon, satelit, dan sistem komunikasi lainnya. Internet menawarkan banyak
manfaat terutama dalam bidang pendidikan, antara lain: Tersedianya informasi
terkini yang mendorong motivasi untuk membaca dan mengikuti Perkembangan
IPTEK di berbagai belahan dunia. Kecepatan dunia mengubah persyaratan dan
membutuhkan kemampuan untuk belajar dengan cepat untuk dapat
menganalisis situasi apa pun secara logis dan memecahkan masalah secara
kreatif (Budiyanti et al., 2021).
d. Isu ekonomi
Perekonomian merupakan tulang punggung kehidupan suatu bangsa dan dapat
menentukan kemajuan dan kemunduran, kekuatan dan kelemahan proses
pengembangan pendidikan suatu bangsa. Perekonomian Negara sangat
mempengaruhi sistem institusi pendidikan. Dari sudut pandang bidang ini,
masalah kehidupan ekonomi harus diselesaikan oleh lembaga pendidikan
(Budiyanti et al., 2021).
e. Isu Sosial
Perubahan sosial yang ada dalam masyarakat tidak akan terhindarkan. Selama
periode ini, kekuatan ekonomi individu (zona ekonomi) tergantung pada
kepemilikan informasi. Orang yang berpengetahuan memiliki lebih banyak
pilihan daripada orang yang tidak memiliki informasi. Perubahan sosial secara
alami membawa dampak positif dan negatif, terutama di era informasi sekarang
ini. Lembaga pendidikan sebagai “agen perubahan” bertugas menetralisir
dampak negatif kemajuan teknologi tersebut. Selain itu, karena perubahan
sistem kehidupan sosial seringkali disertai dengan ketidakpastian, maka
lembaga pendidikan agama Islam juga berfungsi sebagai penunjuk jalan bagi
perubahan sosial (Budiyanti et al., 2021).
f. Isu sistem nilai
Sistem nilai merupakan dasar norma manusia sebagai makhluk sosial, baik
berupa norma adat maupun norma agama yang telah berkembang dalam
masyarakat. Sistem nilai digunakan sebagai ukuran perilaku masyarakat, dan
mengandung potensi untuk mengarahkan, mengatur, dan mengarahkan
perkembangan masyarakat. Bahkan mencakup kemungkinan spiritual untuk
7
mempertahankan keberadaan komunitas. Namun, sistem nilai tidak berubah.
Hal ini sebagian besar disebabkan oleh kemajuan pemikiran manusia itu sendiri
dan keasyikannya dengan sistem nilai yang dianggap superior. Inilah titik
sentral masalah yang dihadapi lembaga pendidikan yang bertugas memelihara
sistem nilai masyarakat maju (Budiyanti et al., 2021).
Menurut Chandra tantangan pengajaran agama Islam di Sekolah Dasar yaitu:
a. Paradigma baru dalam pendidikan agama
Pembangunan model pendidikan Islam yang baru adalah untuk memberikan
orientasi yang sejalan dengan pendidikan Islam, yang pada tataran makro
diperlukan untuk membawa masyarakat menuju masyarakat madani Indonesia
yang demokratis, religi dan ketahanan terhadap lingkungan global.
b. Mengintegrasikan inklusi islam ke dalam pendidikan agama Islam
Inklusifisme Islam ini identik dengan sikap keterbukaan, toleransi dan semangat
bekerjasama baik antar pemeluk agama Islam maupun dengan
pemeluk agama lain. Namun, kita harus berhati-hati untuk tidak terikat oleh
inklusivitas retorika Barat tentang pluralisme, hak asasi manusia, dan teori
lainnya. Semua itu, mengingat sumber aslinya, yaitu al-Qur'an dan as-Sunnah,
masih memiliki semangat yang kuat untuk mengkritisi penafsiran kedua sumber
tersebut. Oleh karena itu, kita membutuhkan pendidik yang benar-benar
profesional untuk mengatasi tantangan pendidikan (Chandra, 2020).
3. Solusi Menghadapi Problem Pendidikan Agama Islam di Era Digital
Menurut Azis dan Zakir, perlu langkah-langkah strategis untuk menjawab
tantangan pembelajaran agama Islam, yakni:
a. Peningkatan kualitas tenaga kerja merupakan keharusan bagi para pendidik agama
Islam di era digital.
Kualitas sumber daya manusia, baik secara kelembagaan maupun sebaliknya, akan
berdampak signifikan terhadap peningkatan kualitas pendidikan agama Islam.
Guru PAI yang terampil, terspesialisasi dan profesional yang berkualitas
diharapkan mampu mengembangkan pendidikan agama Islam secara maksimal
dengan menggunakan semua sumber daya yang ada. (Nuryadin, 2017).
Di era globalisasi dan digitalisasi, hanya negara-negara dengan pendidik yang
unggul yang bisa bertahan. Keunggulan mutlak adalah penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta kualitas sumber daya manusia yang prima. Oleh

8
karena itu, pendidikan Islam harus menekankan hal ini sebagai salah satu prioritas
utamanya (Aziz & Zakir, 2022).
b. Pembangunan infrastruktur dengan teknologi digital
Dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan dan merespon globalisasi,
pembangunan infrastruktur dengan menggunakan teknologi digital sangat
diperlukan, yang utama adalah infrastruktur berbasis teknologi digital. Perangkat
teknologi informasi dan komunikasi dapat digunakan untuk sebagian besar
kegiatan pendidikan seperti administrasi dan pembelajaran. Oleh karena itu,
kebutuhan terhadap ketersediaan infrastruktur teknologi digital untuk
memudahkan kegiatan proses pembelajaran dan pengelolaan belajar mengajar
sering kali terkait dengan tidak tersedianya atau kurangnya infrastruktur.
Masalah ini perlu disikapi agar pendidikan agama Islam dapat dibahas lebih baik
di masa mendatang. Namun, pendanaan menjadi tantangan bagi lembaga
pendidikan Islam untuk mengembangkan infrastruktur dengan menggunakan
teknologi digital. Butuh banyak uang untuk mewujudkannya. Oleh karena itu,
diperlukan strategi dan kelembagaan pendanaan yang kompetitif. Dalam hal ini,
pemerintah dan swasta dapat diminta bekerja sama untuk menyediakan dana guna
menjamin ketersediaan infrastruktur tersebut (Aziz & Zakir, 2022).
c. Penggunaan media pembelajaran berbasis digital.
Saat ini, penggunaan internet dengan volume yang sangat tinggi telah menjadi
kebutuhan dan gaya hidup masyarakat. Penggunaan media berbasis digital
(Internet) memang sangat diperlukan dalam proses belajar mengajar. Membentuk
era digital tidak dapat dicapai dengan media tradisional saja. Untuk
memaksimalkan hasil, media tradisional dan digital harus dipadukan. Guru harus
menggunakan media digital untuk mendukung keberhasilan belajar mengajar.
Keberhasilan belajar mengajar dalam pendidikan agama Islam juga dipengaruhi,
karena mendukung penggunaan media yang sesuai dengan konteks pembelajaran.
Dalam konteks ini, penting untuk dicatat bahwa generasi manusia saat ini di era
digital dapat dibagi menjadi dua kelompok. Imigran digital yang lahir di zaman
sebelum Internet pada waktu itu dan kemudian aktif dengan Internet, dan
penduduk asli digital yang lahir di era internet.
Pendidik perlu mewaspadai realitas generasi digital saat ini yang tidak dapat
dipisahkan dari gadget dan perangkat komputasi (PC) dalam kehidupan sehari-
hari. Oleh karena itu, pendidik harus mampu memberi contoh, membimbing siswa

9
tentang cara aktif menggunakan produk digital tersebut, dan mengidentifikasi
sarana untuk meningkatkan kualitas pembelajaran (Aziz & Zakir, 2022).
d. Penerapan metode pembelajaran partisipatif.
Era digital telah banyak mengubah dunia pendidikan agama Islam. Kehadiran
perangkat digital membuat kegiatan pendidikan menjadi lebih efektif dan efisien.
Kegiatan pembelajaran diharapkan dapat membangun komunitas yang dapat
menggunakan perangkat dan media digital untuk memfasilitasi terciptanya
pembelajaran yang berkualitas dan mempertimbangkan potensi dan partisipasi
siswa. Selain itu, menurut para ilmuwan masa depan, pendidikan akan menjadi
lebih terbuka, timbal balik, beragam, interdisipliner, dan diarahkan pada
produktivitas tenaga kerja yang kompetitif saat ini.
Oleh karena itu, penggunaan metode pembelajaran partisipatif, atau dengan
mempertimbangkan keragaman dan keunikan siswa, semakin menemukan
dinamika dan konteksnya sendiri. Strategi dan metode pembelajaran saat ini
sangat berbeda dengan lingkungan belajar sebelumnya. Lingkungan pembelajaran
sebelumnya agak sepihak, monoton, tidak partisipatif, dan kurang apresiasi
terhadap media pendukung pembelajaran khususnya media digital. Disini penting
untuk menerapkan dan mengetahui bagaimana Anda dapat memanfaatkan potensi
Anda sebagai siswa. Oleh karena itu, metode partisipatif adalah solusi yang
memenuhi kebutuhan partisipatif siswa di era global saat ini. Metode
pembelajaran partisipatif yang penting di era digital adalah diskusi, tanya jawab,
demonstrasi, ceramah interaktif, video call dan conference call. Cara ini paling
sering diterapkan sehubungan dengan penggunaan media digital (Aziz & Zakir,
2022).

Kesimpulan
Munculnya era digital memberikan peluang besar bagi pendidikan agama Islam
untuk mengoptimalkan sumber daya dan melahirkan generasi unggul di berbagai
bidang. Pendidikan agama Islam memungkinkan kita untuk bertahan dalam peradaban
dunia dan secara kreatif memecahkan masalah global sekarang dan di masa depan
dengan mengembangkan dan menerapkan strategi yang tepat dan komprehensif.
Harapan ini menjadi beban moral bagi mereka yang terlibat dalam pendidikan agama
Islam.

10
DAFTAR PUSTAKA

Amirudin, N. (2019). Problematika Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Era


Digital. Prosiding Seminar Nasional Prodi PAI UMP, 181–192.
Aziz, A., & Zakir, S. (2022). Tantangan Peembelajaran Pendidikan Agama Islam dI Era
4.0. Jurnal Ilmu Pendidikan Volume 2 No 3, 2(3), 1030–1037.
Budiyanti, N., Bahria, A., Ruswandi, U., & Arifin, B. S. (2021). Problemetika dan
Tantangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi Umum.
Inovatif Volume, 7(1), 46–63.
Chandra, P. (2020). Problematika, Tantangan dan Peluang Pendidikan Agama Islam di
Sekolah dan Perguruan Tinggi di Era Globalisasi. Jurnal Aghinya Stiesnu
Bengkulu 3.
Dewantoro, H. (2017). Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam Pada
Pendidikan Tinggi. Jurnal Pendidikan Agama Islam, 13(2), 223–252.
Muslimin, E., & Ruswandi, U. (2022). Tantangan, Problematika dan Peluang
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi. Tarbiatuna: Journal
of Islamic Education Studies, 2(1), 57–71.
https://doi.org/10.47467/tarbiatuna.v2i1.652
Noor, A. (2019). Problematika pembelajaran pendidikan agama Islam di era digital.
Prosiding Seminar Nasional Prodi PAI UMP, 181–192.
Nuryadin. (2017). Strategi Pendidikan Islam di Era Digital. Kajian Ilmu-Ilmu
Keislaman.
Priatna, T. (2018). Inovasi Pembelajaran Pai Di Sekolah Pada Era. J U R N A L T A T S
Q I F (Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Pendidikan), 16(1), 24–25.

11

You might also like