Perpisahan, ialah sebuah akhir dari pertemuan juga
awal untuk pertemuan yang baru. Perpisahan rasanya menyakitkan tapi di satu sisi yang lain juga sedikit dinantikan, namun tetap rasanya menyakitkan. Itulah yang dirasakan Edward saat berpisah dengannya. Sebenarnya Edward tidak ingin berpisah dengannya, namun mau bagaimana lagi jika ia menolak perintah atasan ia bisa dihukum. Edward tidak masalah jika dihukum, tapi masalahnya Hanum bisa ikut dihukum. Hanum, ialah perempuan yang ia temui di tempat sebelumnya. Mereka berpisah karena Edward dipindah tugaskan ke pos penjagaan titik terakhir yang ada di Panarukan. Edward dipindah tugaskan karena mendapatkan sebuah pencapaian. Namun bukannya senang Edward merasa sedih karena berpisah dengan Hanum. Keseharian Edward di sana tidak ada yang terlalu penting, membaca dokumen, minum kopi atau teh, dan mengawasi daerah sekitar. Tapi ia selalu mengerjakannya dengan serius. “Pak, ini Chloe, saya mengantarkan dokumen yang bapak minta.”, ujar Chloe sambil mengetuk pintu. “Iya, silakan masuk.”, kata Edward Sambil minum teh. “Pak, ini dokumen yang bapak minta isinya mengenai keuangan selama beberapa minggu.”, ucap Chloe sambil menunjukkan dokumennya. “Baik, terima kasih Chloe.”, Ucap Edward sambil menjulurkan tangan untuk mengambil dokumen. “Sekali lagi, Chloe tolong isikan cangkir ini dengan teh!”, suruh Edward sambil membaca dokumen. “baik pak.” , ucap Chloe. Chloe pun berjalan untuk membuat teh. Chloe bertanya ke Edward kenapa Edward membutuhkan dokumen keuangan tersebut. Edward menjelaskan bahwa beberapa hari yang lalu beberapa orang protes karena pendanaan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang dijanjikan, jadi Edward memeriksa kembali dokumen keuangan terakhir. Chloe ini merupakan Sekretarisnya Edward. Chloe ditunjuk oleh atasan yang memberi perintah pindah tugas pada Edward baru menjadi sekretarisnya. Chloe itu orang yang selalu serius terhadap pekerjaannya, selalu berusaha menutupi emosinya saat bekerja agar selalu sempurna saat bekerja. Edward selesai membaca dokumennya, lalu menyadari apa yang salah pada dokumen keuangan. Ternyata salah satu petugas di bidang keuangan ada yang korupsi. Edward langsung menyuruh Chloe untuk mencari bukti bawahannya korupsi. Esoknya Chloe sudah mendapat buktinya. “pak, saya sudah mendapatkan buktinya.”, ucap Chloe sambil menunjukkan buktinya. Edward langsung membaca buktinya. “APA INI.... BANYAK UANG YANG DIKORUPSI. Bawahan ini kurang ajar, beraninya korupsi saat saya ada disini.”, ucap Edward sambil marah dengan suara yang keras. “tenang pak tenang, dari pada marah saya pikir bapak harus memikirkan langkah selanjutnya.”, kata Chloe sambil menenangkan Edward. “Saya sudah tenang terima kasih Chloe sudah menenangkan saya, selanjutnya tolong panggil orang itu ke sini Chloe!”, suruh Edward sambil memegang keningnya. “Baik pak segera saya panggilkan.”, jawab Chloe. 5 menit setelahnya Chloe membawa orang itu ke hadapan Edward. “Kamu sadar apa yang kamu perbuat di sini ?”, Tanya Edward “maksud bapak apa ?”, jawab orang itu Setiap ditanya selalu saja dia beralasan, karena terus beralasan dan tidak mau mengaku kemarahan Edward sampai puncaknya. Edward langsung emosi dan memecat orang itu tanpa pikir panjang. Seminggu kemudian Edward selalu mengerjakan kegiatan yang sama, namun karena ia takut ada yang menyalahgunakan kekuasaan Edward selalu berpatroli mengawasi bawahannya yang bekerja. Edward kembali ke kantornya, membaca dokumen sambil memandang keluar jendela. Ia melihat seorang wanita pribumi bersama adiknya. “kak, itu bangunan apa yang keren dan besar ?” , tanya sang adik. “Itu pos penjagaan dik, itu buat menjaga daerah- daerah di sekitar sini.”, jawab kakak. Karena saking penasarannya si adik lari menuju pintu masuk gedung meninggalkan sang kakak. Sesampainya di pintu masuk si adik menabrak tentara, tapi si adik tetap maksa buat masuk, menghiraukan tentara yang ditabraknya. Kakaknya yang ditinggal adiknya langsung mendekati adiknya dan meminta maaf pada tentata. “Maaf, maaf pak.... ini adik saya pak, maaf kalau mengganggu.” , pinta maaf sang kakak. “iya, saya maafin tapi satu syarat kamu nemenin saya satu malam.” Ucap tentara sambil menarik lengan si kakak. “pak, pak jangan begini pak, tolong... tolong....” ucap kakak sambil mencoba melepaskan diri. Namun karena berurusan dengan Belanda, tidak ada yang mau menolong si kakak. Si kakak mulai mengeluarkan air mata, memberontak sekuat tenaga namun apa jadinya melawan penjaga. Si kakak sudah mulai pasrah dengan nasibnya. Di satu sisi lain, Edward sedang melihat kejadian dari kantornya. Ia ingin menolong si kakak, namun jika ia menolongnya ia pasti akan mendapat hukuman. Edward terus membiarkannya, namun saat melihat muka si kakak ia langsung mengingat Hanum. Tidak pikir panjang Edward langsung menolongnya, terjadi baku hantam dengan tentara. Baku hantam itu hanya terjadi dengan singkat dengan Edward yang menang telak. Edward tidak tahu bahwa yang ia pukul itu seorang anak atasannya. Si kakak langsung berterima kasih dengan Edward, dan langsung pergi. Edward tidak tahu kalau kejadian itu membawa malapetaka kepada Edward. Minggu berikutnya, tiba-tiba Edward dipanggil atasannya, Edward langsung pergi ke tempat atasannya. “Edward, kamu tahu kenapa kamu dipanggil kesini ?”, ucap sang Atasan dengan nada yang tegas. “tidak tahu pak.” , jawab Edward. “kamu benar-benar tidak tahu kenapa kamu dipanggil kesini ?’’, ucap Sang Atasan untuk memastikan dengan nada yang lebih tegas Edward tetap menjawab tidak tahu. Dalam hati Edward merasa kesal karena ia dipanggil tanpa alasan apapun. “Kamu sudah memukul anak saya tapi kamu tidak merasa bersalah sama sekali. Anak saya sampai masuk rumah sakit tapi kamu sama sekali tidak menjenguknya.’’ , ucap Sang Atasan sambil marah. Edward dalam hati merasa bingung karena beberapa hari yang lalu Edward tidak pernah memukul seseorang. Sang Atasan memanggil anaknya. Sesaat melihat mukanya ia langsung mengingat kejadian itu. Edward berusaha menjelaskan kejadian itu, namun mau bagaimana lagi, yang dipukul anaknya atasan. Semua alasan yang dibuat Edward selalu dibantah dan penjelasan anaknya yang selalu diterima atasan. “Edward, kamu selalu mencari alasan terus menerus, bapak sudah percaya kepada kamu, namun apa yang kamu lakukan, bukannya melakukan pekerjaan malah memukul anak saya.” , ucap Sang Atasan dengan nada yang kecewa. “tapi pak, saya benar melakukan itu karena ada alasannya.” , protes Edward. “sudah, bapak tidak percaya lagi dengan kamu. Dari pada kamu diam di kantor, lebih baik kamu gunakan tubuh kamu yang banyak tenaga itu di medan perang.” , ucap atasan. “tapi pak ..... “ , balas Edward “Sudah tidak ada tapi-tapian, sekarang bapak kirim kamu ke medan perang yang ada di luar negeri. Sekalian bawa sekretarismu yang tidak becus mengurus kamu itu.” , Perintah atasan. “baik pak, tapi saya minta untuk melepaskan hukuman Chloe.” , pinta Edward. “kamu terus menerus protes, mau bapak tambahkan hukumannya ? Sudah dikasih hati malah minta jantung. Pergi sekarang dari ruangan ini, saya muak melihat muka kamu.” , bentak Atasan dengan amarah yang memuncak. Edward pergi dari ruangan itu pergi menuju ruangannya dengan muka yang terlihat lesu. Chloe menanyakan apa yang terjadi, lalu Edward menjelaskan apa yang terjadi tadi. Mendengar hal itu, bukannya Chloe membenci Edward, tapi Chloe tetap mendukung Edward dalam keputusannya. Melihat Chloe berpikiran seperti itu Edward merasa sedikit lega. Edward memutuskan untuk melarang Chloe untuk ikut, namun Chloe tetap pada pendiriannya untuk menemani Edward. Melihat tekad Chloe Edward pasrah dan tidak melarang Chloe untuk ikut bersamanya. Mereka berdua bersiap untuk meninggalkan kantor dan pergi menuju medan perang. Seminggu berlalu Edward sampai di medan pertempuran tepatnya di perbatasan Belanda. Di sana Edward tidak merasa panik, gelisah, ataupun takut. Edward selalu mengingat apa yang dikatakan gurunya untuk tidak takut dengan apapun di medan perang. Sekalinya takut pasti akan mati, dan menyebabkan rekan mati. Edward terlihat gagah dengan setelan tentaranya, banyak perempuan yang terlihat menyukai tampangnya Edward. Perempuan disini membantu akomodasi dari para tentara seperti memberi makan, pengobatan fisik maupun mental dan masih banyak lagi. Akibatnya banyak yang iri dengan ketampanan dan kegagahannya Edward. Banyak yang ingin mempermalukan Edward namun tetap saja yang dipermalukan adalah lawannya. Kegiatan Edward terus seperti itu, meskipun di medan perang Edward tidak menyangka kalau suasana perang itu tidak hanya baku tembak saja. Di markas Edward memiliki seorang teman, ia selalu membantu Edward di saat Edward pertama kali datang ke markas. Edward mulai terbiasa dengan situasi dan kondisi di markas juga berkat dukungan temannya Samuel. Samuel merupakan orang yang terbuka, selalu bersosialisasi dan orang yang asyik Di hari ke-20 Edward berada di markas, Edward bertemu musuh lamanya yang membuat Edward bisa berada di medan perang ini, Smith. Smith ini terlihat bahwa ia datang kesini untuk mempermalukan Edward yang sudah mempermalukannya, intinya Smith ingin balas dendam. Memindahkannya ke medan perang menurut Smith merupakan hukuman yang ringan, oleh karena itu ia datang untuk membalas berkali-kali lipat kepada Edward. Smith selalu menanti-nantikan rencana apa yang akan dibuat untuk mempermalukan Edward. “Edward akhirnya kita ketemu lagi, aku tidak sabar seperti apa nanti akan aku permalukan.” Ucap Smith di dalam hatinya. Smith selalu terlihat seperti penguasa, meskipun ia baru datang ke markas ini, ia dihormati oleh para seniornya. Sebab mereka tahu kalau Smith ini merupakan anak dari keluarga kalangan atas, jika menyinggungnya tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Dua hari setelah Smith datang ke markas, markas sudah seperti istananya, orang-orang selalu disuruh untuk melayani Smith. Merasa sedikit tersinggung Smith langsung menghukum orang tersebut. Hidup di markas ini terasa seperti di neraka, para atasan bukannya menghukum Smith tapi malah mendukungnya. “Para atasan di sini semuanya penjilat.” , ucap Edward dalam hati Edward dan Samuel selalu ingin menolak permintaan Smith dan ingin memberontak, namun apa boleh buat jikalau memberontak sudah pasti timah panas menembus kepala mereka. Atasan sudah tidak ada yang bisa di percaya. Kehidupan sudah seperti di neraka. Sampai suatu saat di malam hari, Edward dan Samuel terbangun dari tidurnya. Mereka melihat Smith yang berkeliaran di malam hari. Smith disini terlihat seperti menunggu seseorang. Tapi tak disangka ternya Smith disini merupakan seorang mata-mata yang dikirim untuk memata-matai markas ini. Edward dan Samuel melihat secercah harapan agar Smith bisa dihukum. Mereka membuat rencana untuk menjatuhkan Smith pada esok malam harinya. Seminggu setelah kejadian itu, Edward melihat Smith bertemu orang yang sama seperti minggu lalu. “bagaimana, apa ada yang mengikuti kamu ?” , bisik penyusup. “tidak ada, ini informasi yang sudah lengkap mengenai strategi, anggota perang, dan yang paling penting mata-mata dari markas ini yang menyusup ke markas kita” ucap Smith sambil memberikan informasi tersebut. Mendengar hal itu Edward merasa sedikit terkejut dan karena itu Edward menginjak ranting pohon sehingga membuat posisinya ketahuan. “Siapa di sana ?”, tanya mereka berdua. Mendengar hal itu Edward langsung lari sekencang mungkin dan kembali ke tendanya. Untungnya mereka tidak mengejar Edward karena dikira hanya sebuah binatang yang lewat. Esoknya Edward memberi tahu Samuel apa yang terjadi kemarin. Mendengar itu Samuel memutuskan untuk mengajak Edward memberitahu kepada atasannya yang dipercaya, Pak Deandle. “pak, saya membawa sebuah informasi yang sangat penting, berharap untuk bertemu bapak.” , pinta Samuel. “Silakan masuk.” , jawab Pak Deandle. Mereka berdua menjelaskan kejadian kemarin malam itu kepada Pak Deandle. Pak Deandle percaya dengan apa yang informasi mereka sampaikan. Deandle pun langsung mengatur pertemuan rahasia dengan atasan lainnya . Meskipun posisi Pak Deandle ini merupakan yang tertinggi disini, tapi masih banyak yang tidak percaya. Namun pada akhirnya mereka pun percaya karena para atasan yang lain itu sebenarnya tidak suka kepada Smith. Para atasan mulai menyusun rencana untuk menangkap Smith. Rencananya pada minggu berikutnya saat malam para atasan akan mengajak Smith untuk berpesta. Lalu setelahnya para atasan akan berpura-pura mabuk dan tidur karena kelelahan. Sehingga Smith merasa aman untuk bertemu dengan rekannya. Saat itulah mereka menangkap Smith dan rekannya saat mereka bertemu. “Rencana ini disebut Pesta Perpisahan Smith.” , kata Pak Deandle dengan semangat-semangatnya. Hari H untuk menangkap Smith pun datang, semua sudah siap sedia untuk rencananya. “Smith, sini bapak panggil.” “ada apa pak?” “kan bapak waktu pertama kali kurang ramah dengan kamu, jadinya bapak mau meminta maaf dengan diadakan pesta, ya... meskipun pesta ini hanya kecil.” “gak apa apa pak, santai saja.” Di dalam hati Smith merasa aneh, kenapa bapak yang satu ini tiba-tiba baik, namun pemikiran itu dibuang jauh-jauh oleh Smith. “nantinya mereka juga bakal tidur gara-gara mabuk.” , ucap Smith dengan suara pelan sambil santai Dengan pemikiran itu Smith merasa bahwa nanti akan lebih mudah untuk mengirim informasi pada rekannya. Namun siapa sangka kalau pesta ini merupakan jebakan. Pesta pun dimulai, semua sudah sesuai dengan rencana, tapi yang seharusnya pura-pura mabuk malah jadi mabuk. Oleh karena itu yang mengeksekusi di lapangan untuk menangkap Smith dan rekannya adalah Edward dan Samuel. Pesta telah berakhir Smith pergi menemui rekannya, mereka berbincang-bincang mengenai keanehan Pak Deandle. “Smith, kenapa kamu datang kesini dengan santai?” “para atasan tadi pesta sampai mabuk jadi gak mungkin ada yang mengawasi aku.” “ya sudah, tapi kenapa para atasan ngadain pesta Smith?” “bodo amat lah sama yang dipikirin atasan, yang penting ini informasi buat minggu ini.’’ Rekan Smith mulai menyadari keanehan yang terjadi, tiba-tiba ada pesta. Ia pun mulai waspada namun sudah telat mereka mulai disergap oleh Edward dan Smith. Terjadi baku hantam yang singkat, namun tetap Edward dan Samuel yang menang. Kembali pada beberapa minggu sebelumnya, sebenarnya sudah berperang dengan musuh beberapa kali., meskipun hanya perang yang kecil. Perang yang kecil ini tidak terlalu banyak nyawa yang menghilang. Sebelum Smith datang perang ini selalu dimenangkan oleh pihak Edward. Namun setelah datang Smith mereka terus menerima kekalahan dari musuh. Pihak Edward tidak terlalu memikirkan kekalahan ini. Kemenangan dan kekalahan itu pasti akan datang, itu yang mereka pikirkan. Mereka sama sekali tidak memikirkan ada mata-mata di tim. Kejadian itu pun terjadi, terungkapnya mata-mata di pasukan. Mereka pun tersadar kalau kekalahan ini bukan kekalahan biasa karena perbedaan kekuatan tapi pihak Edward kalah dalam permainan kepintaran. Para atasan pun mulai lebih waspada terhadap para mata- mata. Mereka mulai mementingkan strategi. “Edward selamat pagi, gimana perasaan kamu hari ini?’’ “selamat pagi Samuel, perasaan hari ini luar biasa.” “akhirnya bebas juga dari tekanan Smith, dan bisa hidup seperti biasa.’’ , perjelas Edward “meskipun hidup seperti biasa, ingat kita itu ada di medan perang , jangan lengah atau gak kamu bisa terbunuh.’’ , ucap Samuel dengan santainya. “Iya iya aku juga tahu.” Beberapa minggu telah berlalu, perang anta dua belah pihak terus terjadi, karena sudah tidak ada mata-mata kemenangan terus terjadi pada pihak Edward. Saat perang Edward selalu memberi arahan yang selalu tepat kepada rekannya. Akibatnya Edward mendapat banyak pencapaian. Pencapaian demi pencapaian terus didapatkan Edward sampai suatu saat karena pencapaiannya yang sudah berlimpah ia diberi kekuasaan untuk memimpin sebuah pasukan. “Kepada Edward silakan maju, dengan ini saya berikan anda sebuah kekuasaan untuk memimpin pasukan, pasukan ini akan dinamakan pasukan Feniks Emas.” Ucap Pak Deandle pada saat pengumuman di apel pagi. Dengan menjadi pemimpin sebuah pasukan Edward maju selangkah untuk mencapai tujuannya. “Edward, selamat kamu sudah jadi pemimpin pasukan.” , ucap selamat Samuel. Sebelum bertemu dengan pasukannya Edward datang ke Pak Deandle untuk berdiskusi wakil pemimpin. Edward mengusulkan Samuel untuk jadi wakil pemimpin. “kenapa kamu memilih Samuel sebagai wakil pemimpin? Bukannya masih ada yang lebih berbakat dari pada Samuel.”, tanya Pak Deandle “Saya memilih dia karena saya sudah sangat kenal dengan Samuel pak, kepribadiannya itu cocok untuk menjadi wakil pemimpin.” , jawab Edward dengan percaya diri. “Apalagi pak, Samuel itu selalu membantu saya,, jadi saya merasa cocok untuk menjadikannya wakil pemimpin untuk membantu mengurus pasukan.’’ , jelas Edward. “baik saya izinkan Samuel untuk menjadi wakil pemimpin. Apa ada yang ingin kamu minta lagi?” “satu lagi pak izinkan Chloe yang waktu itu datang bersama saya untuk menjadi sekretaris saya pak.’’ “baik saya izinkan. Kalau begitu silakan kamu kembali ke tempat kamu sebelumnya.” Edward kembali ke tempatnya, lalu beberapa saat Edward bertemu kembali dengan Chloe. Chloe terlihat senang sekali bertemu kembali dengan Edward sampai tidak sadar untuk memeluknya. Sadar akan hal itu Chloe langsung melepas pelukannya. Terlihat muka Chloe yang merah karena malu. Dua menit setelahnya Samuel datang dan bertanya pada Edward kenapa ia memilih Samuel sebagai wakil pemimpin. Edward menjelaskan seperti menjelaskan kepada Pak Deandle. Mendengar itu Samuel merasa terharu dan memeluk Edward sambil mengucapkan terima kasih. Perang terus terjadi, para pasukan terus dikerahkan untuk ikut serta dalam perang. Perang ini merupakan perang pertama bagi pasukan Feniks Emas. Para prajurit banyak yang merasa panik, takut dan masih banyak perasaan negatif yang muncul. Edward membacakan pidato yang memberi semangat dan membuang perasaan negatif pada prajuritnya akibatnya prajurit tersebut menjadi semangat dan tidak takut lagi. Karena ini perang pertama bagi pasukan Feniks Emas, pasukan ini ditempatkan di garda belakang. Penempatan ini sudah diperhitung para atasan. Perang ini merupakan kesempatan bagi pasukan Feniks Emas untuk menambah pengalaman pertempuran. “meskipun kita hanya di garda belakang, kita harus tetap bersyukur, jangan patah semangat lakukan yang terbaik, tambah pengalam tempur kalian semua.” Ucap Edward untuk menyemangati pasukan. Melihat hal itu para atasan mulai berpikir bahwa tepat untuk memberikan Edward sebuah pasukan. Peperangan mulai memanas, baku tembak terdengar di mana-mana, prajurit mulai panik dan gelisah. Setelah diberikan semangat lagi mereka mulai tenang. Suara baku tembak mulai mereda ,dan terlihat para pasukan garda depan kembali dengan sebuah kemenangan. Kemenangan demi kemenangan terus diraih, meskipun hanya kemenangan kecil, tapi sangat berdampak pada mental para tentara. Terlebih perang sebelumnya, ialah perang yang lebih besar dibanding perang-perang yang lainnya. Kembali saat setelah menangkap Smith, para atasan mulai menginterogasinya dengan cara apapun. Smith terus menerus disiksa, tapi tetap tidak mau buka mulut. Karena percuma menginterogasinya, para atasan menyerah dan memasukkan Smith ke penjara. Tapi sebuah kesalahan bahwa mereka tidak membunuh Smith. Pagi demi pagi berlalu, Edward selalu memikirkan Hanum di setiap pagi dan sebelum tidur. Edward sangat rindu kepada Hanum, karena hanya dialah yang selalu melihat Edward sebagai pria bukan dari tampangnya tapi dari hatinya, tidak seperti perempuan yang lain yang hanya melihat dari tampangnya saja. “Hanum, kapan aku bisa bertemu denganmu lagi, melihatmu, aku rindu kepadamu Hanum.” Itulah yang selalu Edward ucapkan saat melihat liontin yang diberi oleh Hanum saat mereka berpisah. Chloe selalu memerhatikan Edward, Chloe selalu melihat Edward yang mukanya sedih saat melihat liontin. Chloe mau bertanya, namun Chloe tidak memiliki keberanian. “Hanum...” Nama itu yang diucapkan mulut Edward. Mendengar hal itu membuat hati Chloe tersayat terasa sakit. Chloe langsung tahu bahwa nama itulah yang membuat Edward sedih. Chloe sudah memiliki perasaan kepada Edward saat pertama kali bertemu. Setelah perang berakhir rencananya Chloe ingin mengungkapkan perasaannya. Tapi setelah mendengar kata Hanum yang terucap dari mulut Edward membuat Chloe berpikir di hati Edward sudah ada seseorang. Chloe mengurungkan niatnya dan memendam sedalam dalamnya perasaan itu. Chloe hanya berharap kebahagiaan untuk Edward. Seminggu setelah perang terakhir, musuh sudah tidak mengerahkan pasukan yang kecil. Musuh sudah mengobarkan tanda perang. Perang itu terlihat seperti perang terakhir, skalanya sudah sangat besar. Beberapa hari sebelumnya, para atasan sadar bahwa musuh sudah menyiapkan pasukan yang sangat banyak. Musuh berpikir daripada perang kecil-kecilan lebih baik langsung saja memusnahkan musuh dalam sekali jalan. Para atasan mulai menyusun rencana untuk melawan para musuh. Rapat strategi berlangsung sangat lama. Di tengah-tengah rapat Pak Deandle merasakan sesuatu “Siapa di sana ?” , Kata Pak Deandle sambil menolehkan kepala ke arah luar. “Ada apa pak? Di sana tidak ada siapa siapa ?” , jawab Para atasan yang lain. Pak Deandle merasa ada yang aneh namun mungkin itu hanya perasaannya, itulah yang ia pikirkan. Namun kesalahan kecil itulah yang membuat kesalahan besar nantinya. Sebelumnya di luar ruang rapat terlihat siluet hitam yang sedang menguping, “Siapa di sana” ucapan itulah yang langsung membuat siluet hitam kabur. Perang terakhir berlangsung suara tembak, ledakan bom terjadi di mana-mana “Dor... Dor... Dor” ‘’Duar.....” Suara itu terus menggema di medan perang, layaknya suara instrumen musik saat pertunjukan. Teriakan terdengar di mana-mana seperti suara penyanyi yang memainkan instrumen. Skala perang ini sudah bukan main lagi, berbeda dengan perang sebelumnya. Pasukan Edward yang ada di garda belakang diperintahkan untuk maju ke garda depan untuk membantu pasukan lainnya. “Semuanya siappp, sekarang kita akan menuju ke garda depan.” , ucap Edward dengan semangat “SIAP.....” jawab seluruh pasukan Pasukan Edward bukannya takut, malah merasa sangat bersemangat. Edward selalu mengingatkan bahwa keselamatan adalah yang utama. “Semangat boleh tapi ingat yang paling penting adalah keselamatan diri kalian masing-masing.” , ucap Edward. Pasukan Feniks Emas mulai maju ke garda depan. Sesampainya di sana terlihat medan perang yang penuh dengan api, asap, darah, dan mayat. “Pasukan Feniks Emas siap bertempur.” “siap....” “MAJU.....” Para pasukan mulai menembak musuh, musuh pun membalas kembali. Perang ini sangat sengit, kedua kubu sama-sama tidak mau kalah. Mau tidak mau untuk memenangkan perang ini yang dibutuhkan bukan kekuatan melainkan kepintaran dalam menyusun rencana. Edward mengawasi pasukannya sambil memikirkan strategi yang terbaik untuk mengalahkan musuh. Saat itu Edward tidak tahu bahwa ada bahaya yang mengintainya dari belakang. Waktu yang singkat berlalu, Edward berhasil membuat strategi untuk mengalahkan musuh. Tapi ia harus langsung mengambil komando seluruh pasukan. Edward meminta izin kepada para atasan, namun ditolak. Pak Deandle selaku pemimpin tertinggi mencoba memberi kesempatan pada Edward. Para atasan yang lain mau tidak mau harus menyetujuinya. Pak Deandle percaya pada kemampuannya, melihat ia berhasil menemukan mata-mata. Edward langsung mengambil seluruh komando dan menjalankan rencananya. Tiga hari kemudian strategi Edward berhasil dan membuat musuh kewalahan. Tapi siapa sangka bahwa di pasukan Edward ada yang berkhianat yang membuat hanya pasukan Edward saja yang sangat kewalahan. Edward langsung tahu bahwa yang berkhianat itu bukan pasukannya, melainkan Smith yang menyamar. Langsung tanpa pikir panjang Edward memerintah pada pasukan Feniks Emas untuk mundur. “Pasukan Feniks Emas, mundur... mundur....” Dengan adanya Smith, pasukan Feniks Emas sulit untuk mundur. Edward langsung pergi ke tempat tersebut dan berusaha menolong pasukannya. Ia langsung menyuruh pasukannya mundur tanpa melihat ke belakang. Edward berusaha melindungi pasukannya dengan mengorbankan dirinya. Baku tembak terjadi Edward sudah kewalahan melawannya. Sampai suatu saat Edward sudah kehabisan stamina dan tiga peluru dilontarkan mengarah kepala Edward. Dalam waktu yang singkat Edward sudah pasrah pada hidupnya. Edward tidak merasa takut kepada kematian. Edward menoleh ke belakang dan melihat pasukannya berhasil kabur. Ia pun merasa lega, dalam hatinya sudah tidak ada beban lagi. Namun... “Inilah akhir hidupku, tidak buruk juga. Tapi sebelum kematian ini menghampiriku aku hanya ingin melihat wajahmu lagi, Hanum....” , kata Edward dalam hatinya. Edward menutup matanya dan pasrah, namun dalam waktu yang singkat Samuel berlari dan melindungi Edward. Samuel berhasil melindungi Edward tapi nyawanya sudah pasti tidak akan tertolong. Edward terkejut melihat pemandangan itu, harusnya ia yang mati tapi Samuel melindunginya. “Samuel... Samuel...” “Bangun Samuel, kumohon bangun Samuel.’’ “Ed..Ed..Edward, aku tidak apa-apa, kamu jangan menangis, kalau pemimpin pasukan menangis bukannya memalukan.’’ “Samuel, akhirnya kamu bangun, tunggu aku bawa kamu untuk diobati.’’ “Sudah Edward, aku tahu kalau nyawaku sudah tidak bisa diselamatkan. Aku ingin kamu tetap hidup Ed. Selamat tinggal.....” ‘’AAAAHHHHHH....” Edward berteriak , amarahnya tidak bisa dikendalikan. “Smith Smith, beraninya kamu membunuh teman terbaikku.” , kata Edward dengan sangat marah “Hahahahahahaha.. akhirnya aku bisa melihat mukamu menderita. Balas dendam ini sangat menarik Hahahaha.’’ Tanpa pikir panjang Edward dan Smith saling menodongkan pistol dan “Dor.. Dor..” Pelatuk kedua pistol dilepaskan kedua peluru berhasil mengenai kepala masing-masing. “Samuel, aku telah membalaskan dendammu, istirahatlah dengan tenang, Sam....” Edward perlahan menutup matanya. Edward merasa kalau di sudah dekan dengan kematiannya. Saat itu dalam pikirannya Edward memimpikan masa lalunya. Edward itu sebenarnya bukan orang masa ini, tapi ia sama seperti Hanum ia juga berasal dari masa depan. Ia datang ke masa lalu melewati pintu yang ada di rumahnya, ia membuka pintunya dan tiba-tiba dia datang ke tempat antah berantah. Edward bingung, saat mau kembali pintu yang ia gunakan sudah menghilang. Edward berusaha untuk kembali namun tidak ada caranya. Akhirnya ia pasrah, Edward mulai hidup. Di sana Edward ditolong oleh seorang tentara dan diajarkan olehnya. Edward menganggap orang itu gurunya. Suatu saat Gurunya dipanggil untuk sebuah misi namun gurunya itu tidak pulang-pulang. Lalu seminggu kemudian diketahui bahwa gurunya sudah tewas dalam misi. Pemakannya diadakan dan Edward datang ke sana. Edward merasa sedih dan bertujuan untuk menjadi gurunya. Beberapa tahun terlewati sampai di mana Edward bertemu dengan Hanum. Setelah bertemu dengan Hanum kehidupan Edward mulai berubah yang asalnya ia hidup untuk mengikuti sang guru. Edward mulai merubah pandangannya untuk hidup demi dirinya sendiri. Mimpi ini pun berakhir, Edward seperti berada di ruang kosong. Ruang ini dipenuhi dengan ingatan- ingatannya. Seiring dengan waktu ingatan-ingatan tersebut pecah dan Edward merasa ada yang hilang dari dirinya. Edward bangun dari tidurnya lalu melihat disebelah ada seorang wanita, wanita itu adalah Chloe. Tapi.... “Akh..Akhirnya kamu bangun Edward,” ucap Chloe sambil meneteskan air mata. “Ka.. Ka.. Kamu siapa? Aku dimana?” jawab Edward dengan keadaan yang bingung. Chloe merasa aneh dan memanggil dokter. Dokter itu menjelaskan bahwa Edward mengidap amnesia. Mendengar hal itu Chloe merasa sangat sedih. Kenangan yang ia lakukan bersama Edward hilang dengan begitu mudah. Tapi Chloe merasa kalau sedikit senang karena bisa memanfaatkan kondisi ini untuk lebih dekat dengan Edward. Karena Edward hilang ingatan dan tidak mengingat wanita yang bernama Hanum itu. Dalam hatinya, Chloe merasa senang tapi juga sekaligus merasa sakit karena ia memanfaatkan kondisi Edward untuk keuntungannya sendiri. Setelah berpikir panjang Chloe memutuskan untuk tetap mendukung Edward sekaligus membantu untuk mengembalikan ingatannya. Dua minggu setelah Edward bangun. Pemakaman untuk tentara yang gugur dalam perang diadakan. Banyak keluarga dari para tentara datang mengikuti pemakaman. Suara tangis terdengar dimana-mana. Edward mulai mendekati makam tentara yang gugur satu per satu. Di satu makam Edward terhenti, ia melihat nama di batu nisannya tertulis “Samuel Jaelani”. Membaca nama itu hati Edward merasa sakit. Ingatan Edward kembali meskipun hanya sedikit, Edward mengingat kalau ia sedang mendengar seseorang yang sekarat berbicara dengannya, tapi wajahnya tidak ingat. Seketika Edward mulai meneteskan air mata. Edward langsung kembali ke ruangannya dan diam sejenak memikirkan yang tadi. Edward terus menerus memikirkan itu, bahkan panggilan dari Chloe pun tidak dijawab. Pikiran Edward tidak karuan, setelah berpikir dengan lama Edward kembali sadar. Edward melihat di atas meja ada sebuah buku catatan dan di dalamnya ada liontin. Melihat liontin itu hati Edward mulai tergelak, ingatan mulai kembali perlahan-lahan. Saat Edward mengambil liontin itu dan membukanya Edward langsung mengingat kembali semua ingatannya. Edward mulai meneteskan air mata. Chloe yang berada dibalik pintu merasa senang sekaligus sedih. Chloe senang ingatan Edward kembali tapi pada akhirnya yang ada dihati Edward tetaplah Hanum. Edward memegang kencang liontin itu. Sambil menangis ia mengatakan “Terima kasih Hanum.....”