You are on page 1of 4

PENTINGNYA ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM

Alvita Kherun Nisa1, Hafshah Syita Fauziyyah2, Indy Nur Sholikhah3, Nabila Maula Firdaus4
Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Islam Bandung

PENDAHULUAN
Ilmu pengetahuan dalam Islam memiliki dimensi yang universal, empirik dan metafisik
yang berbeda dengan ilmu yang lahir dari pandangan hidup Barat yang hanya terbataspada area
empirik saja. Konsep ilmu dalam islam menjadi bagian integral dari worldview atau pandangan
hidup Islam, sehingga dirinya mempunyai ciri khas tersendiri yang menjadikannya berbeda dengan
konsep-konsep dalam peradaban lain. Ilmu menurut pandangan Islam tidak hanya melingkupi
substansi pengetahuan, namun juga menjadi elemen penting dalam peradaban.
Sumber ilmu dalam agama islam bersumber dari Al-Qur’an, Al Hadist, dan Ijtihad.
Kedudukan ijtihad dalam sumber hukum islam adalah sebagai penentu hukum setelah Al-Qur’an
dan hadist apabila dalam al quran dan hadist tidak ditemukan secara jelas dan rinci mengenai
hukum yang dimaksud. Ijtihad adalah hasil pemikiran para ulama ahli fikih. Adapun hadist yang
memperkuat kedudukan diperbolehkannya melakukan ijtihad adalah sebagaimana hadits yang
diriwayatkan oleh ‘Amr bin ‘Ash, ra. Ia mendengar Rasulullah bersabda: “Apabila seorang hakim
menetapkan hukum melalui ijtihad dan benar maka ia diberikan dua pahala, sedangkan apabila ia
salah maka diberi satu pahala.

PEMBAHASAN
A. Pengertian Ilmu Pengetahuan Dalam Islam
Ilmu berasal dari bahasa Arab alima, masdar dari alima, ya’lamu, ‘ilman yang berarti tahu,
mengetahui, atau mengerti. Dalam bahasa Inggris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata
science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science
umumnya diartikan Ilmu, tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun
secara konseptual mengacu pada makna yang sama. Lawan kata dari al-‘ilmu adalah al-jahl
(bodoh/tidak tahu).
Menurut Abdul Hamid (2015), secara istilah ilmu adalah usaha mempelajari alam semesta
secara objektif dengan mengerahkan pikiran yang menghasilkan kebenaran sesuai dengan
kenyataan.
Imam Zamraji dalam makalahnya yang berjudul “Etika menuntut Ilmu dalam Islam”
mengutip Tafsir Aisar at-Tafâsir yang menjelaskan tentang ilmu, yaitu:

ِ‫للا مِ ْن ِع َبا ِد ِه ْالعلَ َماء‬ ِ ‫س ِبيْل ْال َخ ْش َي ِة فَ َم ْن َل ع ِْل َم لَه ِبا‬


َ ‫لل فَ َل َخ ْش َية لَه ِإنَّ َما َي ْخشَى‬ َ ‫ْالع ِْلم‬
“Ilmu itu adalah jalan menuju rasa takut kepada Allah, barang siapa yang tidak mengenal
Allah, maka dia tidak mempunyai rasa takut pada-Nya. Sesungguhnya yang takut kepada
Allah diantara hamba-hamba-Nya hanyalah ulama.”
Dalam konteks Indonesia, kata “ilmu”, berasal dari bahasa Arab. Ilmu berasal dari “ilm”,
kata jadian dari alima, ya’lamu, menjadi ilmun, ma’lumun, alimun. Tiga kata terakhir ini
menjadi kata Indonesia; ilmu, maklum, dan alim ulama. Dalam bahasa Arab, alima, sebagai
kata kerja, berarti tahu atau mengetahui. Kata ilmu dengan berbagai bentuknya terulang 854
kali dalam al-Qur’an, dan digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan obyek
pengetahuan. Ilmu dari segi bahasa berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari
akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Jadi dalam batasan ini faktor kejelasan merupakan
bagian penting dari ilmu.
B. Kedudukan Ilmu Pengetahuan Dalam Islam
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam, hal ini terlihat dari
banyaknya ayat Al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan
mulia disamping hadist-hadist nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus
menuntut ilmu. Hadist riwayat Ar-Rabbi’: “Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntut ilmu
adalah pendekatan diri kepada Allah AzzaWajalla, dan mengajarkannya kepada orang yang
tidak mengetahuinya adalah sodaqoh.Sesungguhnya ilmu pengetahuan menempatkan
orangnya dalam kedudukan terhormat danmulia (tinggi). Ilmu pengetahuan adalah keindahan
bagi ahlinya di dunia dan di akhirat”.
Hadits di atas telah menyebut sesungguhnya dengan ilmu pengetahuan seseorang ituakan
diangkat derajatnya dalam golongan orang terhormat. Manusia juga memerlukan ilmuuntuk
membedakan antara hak dan batil. Dengan menuntut ilmu, seorang manusia itu dapat
mengetahui sebab dan akibat atas perlakuannya. Hukum mencari ilmu itu wajib, menjadi
fardhu ‘ain untuk setiapmanusiamempelajari ilmu sama ada ilmu agama ataupun ilmu
duniawi.
C. Kriteria Orang Yang Berilmu
Menurut Abdul Hamid M. Djamil (2015), sifat yang harus dimiliki oleh orang yang berilmu
adalah :
1. Bertanggung Jawab, orang yang berilmu harus bertanggung jawab dalam menjaga
ilmu yang sudah dimilikinya sesuai dengan ketentuan syariat. Salah satu tanggung
jawab yang dibebankan syariat ialah menjaga ilmu yang telah dimiliki agar tidak
hilang. Agar ilmu tidak mudah hilang, maka cara yang dapat ditempuh di antaranya
adalah dengan sering diulang-ulang dan beramal dengan ilmu yang ada
2. Tidak Menyembunyikan IImu, menyembunyikan ilmu dengan arti tidak mau
mentransferkan ilmu tersebut kepada orang yang membutuhkan. Menyembunyikan
suatu ilmu (Kitman al-ilm) merupakan sifat yang tercela. Sifat tersebut sangat dibenci
oleh syariat. Sehingga pelakunya dijanjikan akan dicambuk pada hari kiamat. Pribadi
yang menyembunyikan ilmu tidak ingin orang lain mengetahui apa yang dia ketahui.
Orang-orang seperti ini adalah bagian dari manusia yang dilaknat Allah, sebagaimana
firman Allah dalam QS. Al-Baqarah [2]: 159:
3. Tawadlu (Rendah Hati), tawadlu memiliki arti menerima kebenaran dari segala sisi.
Sifat tawadlu ditinjau dari dua arah, yaitu hubungan manusia dengan Rabb-nya
(vertical) dan hubungan dengan sesamanya (horizontal). Syarat bertawadlu adalah
ikhlas dan sanggup untuk bertawadlu. Tawadlu adalah sikap yang lahir secara
otomatis pada diri seseorang setelah segala syarat-syarat tawadlu terpenuhi.
D. Persyaratan Ilmu Pengetahuan
C.A. Qadir memberikan tiga hal pokok yang menjadi persyaratan ilmu pengetahuan yaitu
sebagai berikut :
a. Pengakuan atas kenyataan bahwa setiap manusia terlepas dari kasta, kepercayaan,
jenis kelamin atau usia mempunyai hak yang tidak dapat diganggu gugat atau
dipersoalkan algi untuk mencari ilmu
b. Metode ilmiah itu tidak hanya pengamatan atau eksperimentasi tetapi juga teori dan
sistematisasi. Ilmu pengetahuan mengamati faktor-faktor, mengklarifikasikannya,
menunjukkan hubungan-hubungannya, dan menggunakannya sebagai dasar untuk
menyusun teori
c. Semua orang harus mengakui bahwa ilmu pengetahuan berguna dan berarti untuk
individu amupun social
E. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan Dalam Islam
Klasifikasi ilmu pengetahuan dalam konsep Islam tidak mengenal adanya dikotomi
antara ilmu pengetahuan umum dengan ilmu pengetahuan agama. Tidak benar apabila ada
anggapan, bahwa ilmu pengetahuan umum adalah ilmu kafir. Ilmu umum maupun ilmu
agama adalah ilmu pengetahuan sumbernya berasal dari Allah Swt. Al-Ghazali membagi
ilmu pengetahuan menjadi dua jenis: ilmu-ilmu praktis (ilm al-mu'amallah), Ilmu-ilmu
spiritual (ilm al-mukasyafah). Ibn Khaldun mengklasifikasikan ilmu kepada dua, yaitu
ilmu yang diperoleh oleh manusia daripada rasul-rasul dan ilmu yang diperoleh
berdasarkan proses akal. Ilmu yang pertama dinamakan al-Ulum al-Naqliyyah al-
Wadiyyah (the traditional sciences), yaitu ilmu yang didapati melalui rasul Allah
berdasarkan al-Quran dan al-Sunnah dan yang kedua dinamakan al-Ulum al-Hikmiyyah
al-Falsafiyyah (the philosophical sciences), yaitu ilmu yang diusahakan oleh akal manusia.
F. SUMBER ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM
Dalam islam, ilmu pengetahuan memiliki landasan yang kokoh melalui al-Qur’an
dan Sunnah. Bersumber dari alam fisik dan alam metafisik, diperoleh melalui indra, akal,
dan hati/intuitif. Epistemologi (Sumber Pengetahuan) terdiri dari Baryani, Metode
pemikiran yang didasarkan atas otoritas teks (nash), secara langsung atau tidak langsung.
Sumber pengetahuan bayani yakni al-Qur’an dan al-hadits. Burhani, epistemologi yang
mendasarkan diri pada kekuatan rasio yang dilakukan melalui dalil-dalil logika. Irfani,
metodologi berfikir yang didasarkan atau pendekatan dan pengalaman langsung atas
realtitas keagamaan.
G. ETIKA MENUNTUT ILMU
Dalam islam, seseorang yang beriman dan berilmu, maka kedudukannya lebih
ditinggikan dari Muslim lainnya. Dengan ilmu, seseorang mampu melakukan halyang lebih
baik dan bermanfaat, baik bagi dirinya ataupun oranglain.
Imam Zamraji (2015) dalam makalahnya yang berjudul “Etika Menuntut Ilmu
Dalam Islam”, mengungkapkan ada beberapa kiat dan jalan menuju kesuksesan dalam
menuntut ilmu Ikhlas, Berdoa, Bersungguh-sungguh, Menjauhi Kemaksiatan, Tidak Malu
dan Tidak Sombong, Mengamalkan dan Menyebarkan Ilmu.
KESIMPULAN
Kedudukan ilmu bagi manusia sangat penting dalam menentukan bagaimana peradaban
suatu masyarakat terbentuk. Selain itu ilmu hendaknya selalu disandingkan dengan etika.
Kedudukan ilmu bagi manusia dalam perspektif Al-Qur’an agar tujuan dari ilmu pengetahuan yang
sejatinya dipergunakan untuk kepentingan kehidupan manusia tidak malah menjadi boomerang
yang akan mencelakakan manusia itu sendiri. dengan ilmu pengetahuan pula manusia yang
diciptakan Allah swt sebagai khalifah di muka bumi ini mampu membuka tabir tanda-tanda zaman
dan mampu memanfaatkan serta mengolah segala apa yang ada di bumi ini bagi kemakmuran dan
kesejahteraan bersama. Dan dengan ilmu pengetahuan pulalah manusia dapat membuat sesuatu
sulit menjadi mudah

DAFTAR PUSTAKA
Achmad Reza Hutama Al-Faruqi, “Konsep Ilmu dalam Islam”, Kalimah: Jurnal Studi Agama
dan Pemikiran Islam. Vol. 13, N. 2, (September) 2015
Irwan Malik Marpaung, “Konsep Ilmu dalam Islam”, Jurnal At-Ta’dib, Vol. 6, No.2, Desember
2011
Susanto, 2011. Filsafat Ilmu. Suatu Kajian dalam Dimensi Ontologis, Epistemologis, dan
Aksiologis. Jakarta : Bumi Aksara

You might also like