Professional Documents
Culture Documents
Paper Wisata Kota Batu Menjadi Pemicu Bencana Alam
Paper Wisata Kota Batu Menjadi Pemicu Bencana Alam
A. Latar belakang
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” 1,
demikian bunyi pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan
salah satu pasal dalam konstitusi NKRI, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, yang
bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial.
1
Undang-Undang Dasar 1945
2
W. Friedman, The State and The Rule Of Law in A Mixed Economy, London, 1971, hal 3.
Kota Batu adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini
terletak 90 km sebelah barat daya Surabaya atau 15 km sebelah barat laut
Malang. Kota Batu berada di jalur yang menghubungkan Malang-Kediri dan
MalangJombang. Kota Batu berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto dan Kota
Batu di sebelah utara serta dengan Kabupaten Malang di sebelah timur, selatan,
dan barat. Wilayah kota ini berada di ketinggian 700-1.700 meter di atas
permukaan laut dengan suhu udara rata-rata mencapai 12-19 derajat Celsius.
Batu dikenal sebagai salah satu kota wisata terkemuka di Indonesia karena
potensi keindahan alam yang luar biasa.
Sejak pisah dari Kabupaten Malang dan menjadi kotamadya sendiri pada
tahun 2001 lalu, Kota Batu terus menata diri menjadi kota wisata. Wilayahnya
yang berada di dataran tinggi dengan panorama alam yang mempesona dan
hawanya yang sejuk membuat siapapun tertarik untuk mengunjunginya. Namun
alih-alih menjaga kealamian alamnya untuk menarik kunjungan banyak
wisatawan, Pemkot bekerjasama dengan investor justru lebih suka membangun
banyak wahana wisata. Lahan yang dulunya hijau kini telah berubah menjadi
Wahana Wisata semacam Jatim Park 1, 2, 3, Museum Angkut, Batu Night
Spektakuler dan masih banyak lagi.
Maka dari itu penulis ingin melakukan penelitian mengenai apa yang telah
terjadi didalam pemerintahan kota batu terhadap para investor yang datang
untuk membuka wahana wisata di kota batu tanpa memerhatikan alam yang
kurang di lestarikan karena kehadiran investor wahana wisata yang sesuai pada
perwali No.20 Tahun 2001 atau RPJMD tahun 2001 yang terdapat di dalam pasal
6 poin d.
3
https://www.kompasiana.com/lugaswicaksono/
59f3314328d54e3e304e7f92/jangan-wisata-ke-kota-batu-kalau-tak-ingin-terjadi-
bencana-alam?page=2&page_images=1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana politik Hukum Pengelolaan SDA di Indonesia?
2. Bagaimana urgensi Membangun Relasi Berbasis Transdensi Hukum bagi
Pemerintah dan masyarakat dalam Pengelolaan SDA?
C. Pembahasan
Rangkaian desentralisasi
Susunan pemerintah pusat
Pasal 28H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.
Yang mana dalam hal ini pemerintah pusat bersama-sama dengan pemerintah
daerah dan ahli bersertifikat membentuk tim uji kelayakan lingkungan hidup.
Kemudian pemerintah pusat atau pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk
menetapkan keputusan kelayakan lingkungan hidup yang digunakan
sebagai persyartan penerbitan perizinan berusaha untuk menanamkan modal
usaha. Yang di atur di dalam Pasal 13 dan Pasal 14 UU No 23 Tahun 2014,
dapat digolongkan kepada urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah dan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan. Dalam
pengaturannya setidaknya terdapat 31 sektor pemerintahan yang merupakan
urusan pemerintahan yang didesentralisasikan ke daerah baik yang terkait
dengan urusan yang bersifat wajib untuk menyelenggarakan pelayanan dasar
maupun urusan yang bersifat pilihan untuk menyelenggarakan pengembangan
sektor ekonomi yang menjadi unggulan dari daerah.
Kemudian pemerintah kota Batu juga mengeluarkan aturan yang diatur dalam
Pasal 29 ayat (1) UU No.07 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Kota Batu Tahun 2010-2030 yang berbunyi :
(1) Sistem drainase kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 huruf d
meliputi:
a. Sistem pembuangan air hujan disesuaikan dengan sistem drainase
tanah yang ada dan tingkat peresapan air kedalam
penampang/profil tanah, serta arah aliran memanfaatkan
topografi wilayah;
b. Sistem pembuangan air hujan meliputi jaringan primer, jaringan
sekunder dan jaringan tersier;
c. Pemeliharaan kelestarian sungai-sungai sebagai sistem drainase
primer.