You are on page 1of 9

PAPER

Urgensi Membangun Relasi Berbasis Transdensi Hukum Bagi


Pemerintah Dan Masyarakat Dalam Pengelolaan SDA Khususnya
Pada Wisata Kota Batu

A. Latar belakang
“Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai
oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat” 1,
demikian bunyi pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan
salah satu pasal dalam konstitusi NKRI, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, yang
bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan umum dan keadilan sosial.

Dalam kaitannya dengan sumber daya alam maka “hak menguasai


negara” tersebut diatur lebih lanjut dalam pasal 8 Undang-Undang Nomor 23
tahun 1997 tentang pengelolaan Lingkungan Hidup, yang dipergunakan untuk
sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, serta pengaturannya ditentukan oleh
pemerintah”

Berdasarkan ketentuan pasal 33 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang


kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam berbagai ketentuan tersebut diatas,
pemerintah melaksanakan pengusahaan sumber daya alam (SDA) berdasarkan
hak penguasaan negara atas SDA dalam rangka meningkatkan kesejahteraan
dan kemakmuran rakyat. “dalam peaksanaannya dapat dikuasakan kepada
daerah-daerah swantantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekedar
diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional, menurut
ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah” (pasal 2 ayat 4 UUPA). Hal ini sesuai
dengan empat fungsi yang dimiliki negara, yaitu 2 :

a. Negara sebagai penjamin (provider)


b. Negara sebagai pengatur (regulator)
c. Negara sebagai pelaku ekonomi (entrepreneur)
d. Negara sebagai pengawas (umpire)

1
Undang-Undang Dasar 1945
2
W. Friedman, The State and The Rule Of Law in A Mixed Economy, London, 1971, hal 3.
Kota Batu adalah sebuah kota di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota ini
terletak 90 km sebelah barat daya Surabaya atau 15 km sebelah barat laut
Malang. Kota Batu berada di jalur yang menghubungkan Malang-Kediri dan
MalangJombang. Kota Batu berbatasan dengan Kabupaten Mojokerto dan Kota
Batu di sebelah utara serta dengan Kabupaten Malang di sebelah timur, selatan,
dan barat. Wilayah kota ini berada di ketinggian 700-1.700 meter di atas
permukaan laut dengan suhu udara rata-rata mencapai 12-19 derajat Celsius.
Batu dikenal sebagai salah satu kota wisata terkemuka di Indonesia karena
potensi keindahan alam yang luar biasa.

Sejak pisah dari Kabupaten Malang dan menjadi kotamadya sendiri pada
tahun 2001 lalu, Kota Batu terus menata diri menjadi kota wisata. Wilayahnya
yang berada di dataran tinggi dengan panorama alam yang mempesona dan
hawanya yang sejuk membuat siapapun tertarik untuk mengunjunginya. Namun
alih-alih menjaga kealamian alamnya untuk menarik kunjungan banyak
wisatawan, Pemkot bekerjasama dengan investor justru lebih suka membangun
banyak wahana wisata. Lahan yang dulunya hijau kini telah berubah menjadi
Wahana Wisata semacam Jatim Park 1, 2, 3, Museum Angkut, Batu Night
Spektakuler dan masih banyak lagi.

Sepertihalnya yang penulis ketahui sebagai contoh yaitu Jatim Park 1 di


bentuk pada tahun 2001 yang mana apabila kita lihat di dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota batu tahun 2001 atau
perwali No.20 tahun 2001 pada pasal 6 poin D tedapat ketidak sesuaian pada
aturan yang tertulis

ketika akan dibangun sejumlah aktivis lingkungan memprotes keras dan


mempertanyakan Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang
dikeluarkan Pemkot Batu karena memakai lahan hijau yang produktif. Namun
protes itu perlahan mereda dan tidak cukup menghalangi pembangunan secara
terus menerus hingga saat ini, yang mana pembangunan wahana baru ini
kembali menuai polemik karena investor menebang belasan pohon perindang
dipinggir jalan yang ditanam warga sekitar. Padahal untuk menanam pohon
sampai tumbuh besar butuh waktu puluhan tahun. Pusat layanan terpadu
Walikota Batu, Punjul Santoso dengan entengnya berdalih tidak tahu mengenai
penebangan pohon. Banyak yang meragukan investor akan mendapatkan sanksi
berat atas ulahnya itu.

Setiap tahun rata-rata wisatawan yang berkunjung ke Kota Batu


mencapai 3,5 - 4 juta orang. Secara kasat mata banyak kunjungan wisatawan
bisa dilihat ketika setiap akhir pekan selalu terjadi kemacetan di wilayah Kota
Batu, Kota Malang dan sekitarnya. Ini karena peningkatan kunjungan wisata
tidak diimbangi dengan ketersediaan infrastruktur penunjang seperti jalan raya.

Sementara itu, beberapa tahun belakangan setiap musim hujan bencana


alam seperti tanah longsor dan banjir bandang mulai dirasakan masyarakat Kota
Batu. Seperti halnya dampak langsung yang dirasakan oleh warga kota batu dan
kota malang yaitu telah teradi banjir bandang yang terjadi pada tanggal 4
november tahun 2021. Karena tidak bijak rasanya kalau berpendapat bencana
alam ini terjadi bukan karena banyaknya lahan hijau yang beralih menjadi
wahana atau akomodasi wisata yang sebagian dibangun di wilayah perbukitan.

Apabila semakin banyak wisatawan yang berkunjung maka secara teori


akan semakin banyak investor terus membangun lebih banyak wahana dan
akomodasi wisata baru untuk lebih banyak meraup keuntungan. Kalau sudah
begitu tentu saja lahan hijau yang selain panoramanya indah juga berfungsi
sebagai penyeimbang ekosistem alam semakin berkurang. Dengan begitu
kemungkinan terjadinya bencana alam semakin besar. 3

Maka dari itu penulis ingin melakukan penelitian mengenai apa yang telah
terjadi didalam pemerintahan kota batu terhadap para investor yang datang
untuk membuka wahana wisata di kota batu tanpa memerhatikan alam yang
kurang di lestarikan karena kehadiran investor wahana wisata yang sesuai pada
perwali No.20 Tahun 2001 atau RPJMD tahun 2001 yang terdapat di dalam pasal
6 poin d ang berbunyi :

3
https://www.kompasiana.com/lugaswicaksono/
59f3314328d54e3e304e7f92/jangan-wisata-ke-kota-batu-kalau-tak-ingin-terjadi-
bencana-alam?page=2&page_images=1
Sistem Perencanaan Pembangunan Partisipatif dilaksanakan melalui
tahapan:

a. Perencanaan
b. Pelaksanaan
c. pengawasan, monitoring, dan evaluasi; dan
d. pelestarian hasil.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana politik Hukum Pengelolaan SDA di Indonesia?
2. Bagaimana urgensi Membangun Relasi Berbasis Transdensi Hukum bagi
Pemerintah dan masyarakat dalam Pengelolaan SDA?

C. Pembahasan
Rangkaian desentralisasi
Susunan pemerintah pusat

- Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan


- Kementrian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional
Pemerintah daerah
- Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan terpadu Satu Pintu (DPMPTSP)
- Walikota
- Pemkot Batu

Politik Hukum Pemerintah Pusat Dan Daerah Dalam Pengelolaan


Sumber Daya Alam

Untuk mengusahakan sumber daya alam (SDA), pemerintah dapat


melaksanakan sendiri (yang sesuai dengan ketentuan Pasal 2 ayat 4 UUPA dapat
dilakukan oleh pemerinah pusat atau dikuasakan pada pemerintah provinsi,
pemerintah kabupaten/kota atau masyarakat hukum adat) atau diserahkan
kepada pihak lain (investor asing) karena adanya keterbatasan di bidang
teknologi, modal dan sumber daya manusia (SDM) pada pemerintah.
Dalam perjalanan waktu tampak bahwa pelaksanaan “hak menguasai
negara” ini ternyata telah terjadi penyimpangan dalam penjabaran jiwa dan
semangat Pasal 3 ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 yang berakibat pada
dihasilkannya perangkat peraturan perundang-undangan serta praktik
pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam (SDA) yang tidak sesuai
dengan kepentingan rakyat. Lebih-lebih pada masa orde baru, dimana
pemerintah mengambil peran sebagai agen pembangunan yang mengharuskan
adanya suatu sistem perencanaan dan pengendalian terpusat, yang
menimbulkan ketergantungan daerah pada pemerintah pusat dan yang pada
akhirnya mematikan, kemampuan inisiatif dan daya kreativitas pemerintah
daerah dan masyarakat daerah. Oleh karena itu Majelis Permusyawaratan Rakyat
pada Sidang Umum tahun 2001 telah menerbitkan Ketetapan MPR RI Nomor
IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam,
yang antara lain menyatakan bahwa :4

1. keteapan MPR Nomor IX/MPR /2001 merupakan landasan


peraturan perundang-undangan mengenai (pembaruan agrarian)
dan pengelolaan sumber daya alam.
2. Pengelolaan sumber daya alam yang terkandung di daratan, laut,
dan angkasa dilakukan secara optimal, adil, berkelanjutan dan
ramah lingkungan (Pasa 3);
3. (Pembaruan agrarian dan pengelolaan sumber daya alam harus
dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip:
a. Memelihara dan mempertahankan keutuhan NKRI
b. Menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia
c. Menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi
keanekaragaman dalam unifikasi hokum
d. Mensejahterakan rakyat, terutama melalui penngkatan
kualitas dan sumber daya manusia Indonesia
e. Mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum,
transparansi dan optimalisasi partisipasi rakyat

4
Ketetapan MPR RI Nomor 1/MPR/2003, Ketetapan MPR RI Nomor IX/MPR/2001.
f. Mewujudkan keadilan termasuk kesetaraan jender dalam
penguasaan, pemilikian, penggunaan, pemanfaatan dan
pemeliharaan sumber daya agraria/sumber daya alam
g. Memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat
yang optimal, baik untuk generasi sekarang maupun
generasi mendatang, dengan tetap memperhatikan daya
tamping dan daya dukung lingkungan
h. Melaksanakan fungsi sosial, kelestarian dan fungsi ekologis
sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat
i. Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar sektor
pembangunan dan antar daerah dalam pelaksanaan
pembaruan agraria dan pengelolaan sumber daya alam
j. Mengakui, menghormati, dan melindungi hak masyarakat
hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumber
daya agrari/sumber daya alam
k. Mengupayakan keseimbangan hak dan kewajiban negara,
pemerintah (pusat, daerah provinsi, kabupaten/kota, dan
desa atau yang setingkat), masyrakat dan individu
l. Melaksanakan desentralisasi berupa pembagian
kewenangan di tingkat nasional, daerah provinsi,
kabupaten/kota, dan desa atau yang setingkat, berkaitan
dengan alokasi dan pengelolaan sumber daya
agrarian/sumber daya alam
4. Menugaskan DPR RI bersama Presiden RI untuk segera mengatur
lebih lanjut pelaksanaan (pembaruan agraria) dan pengelolaan
sumber daya alam serta mencabut, mengubah dan/atau
mengganti semua undang-undang dan peraturan pelaksanaannya
yang tidak sejalan dengan Ketetapan ini
5. Menugaskan kepada Presiden RI untuk segera melaksanakan
Ketetapan MPR Nomor IX/MPR/2001 ini, serta melaporkan
pelaksanaannya pada Sidang Tahunan MPR RI
Hubungan pemerintah pusat dan daerah dalam hal pembangunan
wahana wisata ini yang terletak di Kota Batu dan keterkaitan dalam
mengeluarkan perizinan berusaha dalam hal ini adalah izin lokasi, izin lingkungan
dan izin mendirikan bangunan yang difungsikan untuk wahana wisata. Sejak
diubahnya UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup diubah menjadi UU No. 6 tahun 2023
tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti UU no. 2 tahun
2022 tentang cipta kerja setiap subjek hukum yang hendak mendirikan usaha
harus melakukan kajian mengenai dampak penting pada lingkungan hidup suatu
usaha dan disertakan dalam perizinan berusaha. Sehingga dalam hal ini dapat di
pertegas lagi mengenai subyek hukum harus mengurus perizinan dan penerbitan
semua dokumen yang telah disebutkan.

Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah

Pemerintah Pusat memiliki kewenangan melakukan uji kelayakan


lingkungan hidup sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28
H ayat 1 yang berbunyi:

Pasal 28H

(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh
pelayanan kesehatan.

Yang mana dalam hal ini pemerintah pusat bersama-sama dengan pemerintah
daerah dan ahli bersertifikat membentuk tim uji kelayakan lingkungan hidup.
Kemudian pemerintah pusat atau pemerintah daerah memiliki kewenangan untuk
menetapkan keputusan kelayakan lingkungan hidup yang digunakan
sebagai persyartan penerbitan perizinan berusaha untuk menanamkan modal
usaha. Yang di atur di dalam Pasal 13 dan Pasal 14 UU No 23 Tahun 2014,
dapat digolongkan kepada urusan wajib yang menjadi kewenangan
pemerintahan daerah dan urusan pemerintahan yang bersifat pilihan. Dalam
pengaturannya setidaknya terdapat 31 sektor pemerintahan yang merupakan
urusan pemerintahan yang didesentralisasikan ke daerah baik yang terkait
dengan urusan yang bersifat wajib untuk menyelenggarakan pelayanan dasar
maupun urusan yang bersifat pilihan untuk menyelenggarakan pengembangan
sektor ekonomi yang menjadi unggulan dari daerah.

Kemudian pemerintah kota Batu juga mengeluarkan aturan yang diatur


dalam Pasal 29 ayat (1) UU No.07 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Kota Batu Tahun 2010-2030 yang berbunyi :

(1) Sistem drainase kota sebagaimana dimaksud dalam pasal 25 huruf d


meliputi:
a. Sistem pembuangan air hujan disesuaikan dengan sistem drainase
tanah yang ada dan tingkat peresapan air kedalam
penampang/profil tanah, serta arah aliran memanfaatkan
topografi wilayah;
b. Sistem pembuangan air hujan meliputi jaringan primer, jaringan
sekunder dan jaringan tersier;
c. Pemeliharaan kelestarian sungai-sungai sebagai sistem drainase
primer.

Urgensi Membangun Relasi Berbasis Transdensi Hukum Bagi


Pemerintah Dan Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam

D. Kesimpulan
Dalam hal persoalan-persoalan mendasar dalam pengaturan
mengenai pengelolaan sumber daya alam berpotensi mengancam
keberlanjutan fungsi sumber daya alam dan kelangsungan hidup
bangsa dan NKRI sehingga perlu untuk di selesaikan. Untuk itu perlu
segera pemerintah daerah sebagai perwakilan dari pemerintah pusat
untuk mengatur pengelolan sumberdaya alam yang mencerminkan
prinsip keadilan, demokratisasi, transparansi, dan partisipasi
masyarakat dalam mengelola sumber daya alam, serta pengakuan dan
perlindungan atas hak-hak masyarakat lokal, yang merupakan prinsip-
prinsip global dalam penglolaan sumber daya alam. Sehingga undang-
undang yang telah di buat agar selaras dengan keadaan yang ada di
lapangan.

You might also like