You are on page 1of 13

MEMAHAMI SENI TATO IBAN : PENANDA

IDENTITAS BUDAYA DAN SPIRITUALIS

Noor Azizah Fitrasari_13030123140110


Shafanya Fithdia Novanti_13030123140117
Nara Sabiya Putri Kusmajadi_13030123140108
Akeylla Yustian Shanahan_13030123140116
Muhammad Hafizh Ichsan_13030123140109

Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro,


Jl. dr. A. Suroyo, Tembalang, Semarang, Indonesia

*historiografi@live.undip.ac.id (noorazizahfitrasari@gmail.com)

Abstract

Tattoos have been an important part of the culture of the Iban people in Kalimantan,
Malaysia and several surrounding areas for centuries. It has magical and religious
meaning. The tattoos symbolize respect for the Creator, protection against bad spirits, and
some, to cheat death. Dayak. For example, tattoos that are reserved for men show their roles
in society. However, in the context of modern society's view of Iban tribal tattoos, and the
factors that influence modern society's view of Iban tribal tattoos include education,
cultural exposure, and the influence of social media. The negative impact of social media
and the influence of popular culture has contributed greatly to the change in outlook.

Keywords: Dayak Culture, Arts, Iban Tribal Tattoos

Abstrak

Tato telah menjadi bagian penting dari budaya masyarakat Iban di Kalimantan,
Malaysia dan beberapa daerah sekitarnya selama berabad-abad. Ini memiliki
makna magis dan religius. Tato melambangkan penghormatan kepada Sang
Pencipta, perlindungan terhadap roh jahat, dan ada pula yang mendapatkan
kesaktian magis dari tato-tato tersebut.. Dayak. Contohnya adalah tato yang
diperuntukkan bagi kaum laki-laki untuk menunjukkan perannya dalam
masyarakat. Namun dalam konteks pandangan masyarakat modern terhadap tato
suku Iban, maka faktor yang mempengaruhi pandangan masyarakat modern
terhadap tato suku Iban antara lain adalah pendidikan, paparan budaya, dan
pengaruh media sosial. Dampak negatif media sosial dan pengaruh budaya
populer turut berkontribusi besar terhadap perubahan cara pandang.

Kata Kunci: Kebudayaan Dayak, Kesenian, Tato Suku Iban


Pendahuluan

Kalimantan merupakan wilayah yang sangat luas yang memiliki


penduduk sekitar 10,9 juta orang, dan memiliki berbagai macam suku,
salah satunya yaitu, dayak. Sebenarnya, Dayak adalah umbrella term untuk
berbagai suku asli di kalimantan. Dalam bahasa lokal Kalimantan, kata
Dayak berarti orang yang tinggal di hulu sungai. Hal ini dikarenakan
tempat tinggal mereka yang berada di pedalaman hulu Sungai sedangkan,
orang Melayu, Bugis, Banjar, Makassar, Cina, Jawa, Madura dan suku-suku
lainnya mengitari orang Dayak di daerah pesisir. Mayoritas orang Melayu
di Kalimantan adalah keturunan Dayak yang memeluk agama Islam.
Dampak dari pengaruh Islam di Kalimantan membuat Orang Dayak yang
masih mempercayai agama Kaharingan, mengasingkan diri ke pedalaman
hutan Kalimantan. Populasi orang Dayak diperkirakan sekitar tiga juta
sementara Melayu lebih dari enam juta.
Menurut sosiolog J.J Lontaan, suku Dayak terdiri dari enam kelompok
etnis utama dan terbagi dari 405 sub-suku kecil, yang menempati berbagai
daerah di pedalaman Kalimantan termasuk Sabah dan Sarawak Malaysia.
Suku-suku tersebut yaitu, Suku Ngaju, Iban, Ot-Danum, Apo Kayan,
Punan, dan Muru. Kebudayaan Dayak mempunyai perbedaan yang besar
antara suku yang satu sama yang lain dari segi bahasa, arsitektur rumah,
upacara-upacara adat dan kesenian. Namun, ciri khas suku Dayak adalah
pemukiman mereka di daerah pedalaman.

Masyarakat Dayak mempunyai rumah tradisional lamin atau betang, dalam


bahasa Indonesia, sering disebut rumah panjang. Mereka mempunyai
tradisi menato, melobangi dan memanjangkan telinga sebagai simbol
kecantikan, dan seni ukir yang khas dan unik.

Suku Dayak memiliki keragaman kepercayaan tradisional. Kepercayaan


mereka secara resmi disebut Kaharingan. Pada dasarnya, agama
Kaharingan mempercayai bahwa segala dan makhluk mempunyai jiwa
dan satu tuhan, yaitu Ranying Hattala (Mahatara) yang berarti langit
pencipta alam semesta. Suku Dayak mempercayai bahwa ada roh-roh alam
yang Menurut suku Dayak, pada awalnya penciptaan hanya ada langit
yang dihuni oleh Dewa dan Air yang dihuni oleh Dewi. Lalu Dewa Langit
dan Dewi Air memiliki keturunan anak kembar seorang anak laki-laki dan
perempuan yang menjadi asal usul manusia. Dewa Alam sering dikaitkan
dengan burung enggang atau elang , dan dewi air sebagai naga air. Dewa
enggang dan dewi naga air merupakan asal-usul Pohon Kehidupan, yaitu
seluruh alam semesta yang terdiri dari alam atas yang merupakan laki-laki,
dan alam bawah yang merupakan perempuan.Suku Dayak mempunyai
lima pillar yang menjadi pedomanan kehidupan dalam adat, yaitu; gotong
royong, menjaga keamanan desa dan masyarakatnya, jujur dan adil, dan
hidup setali sedarah. Secara ringkas, manusia Dayak yakin bahwa ada dua
ruang lingkup alam kehidupan, yaitu kehidupan alam nyata dan
kehidupan alam maya. Yang berada di alam kehidupan nyata adalah
makhluk tak hidup, tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Sedangkan
yang berada di alam kehidupan maya antara lain: Ibalis, Bunyi’an, Antu,
Sumangat Urang Mati, dan Jubata

Dalam bahasa Tahiti, tatu atau tatau yang berarti memberi tanda atau
simbol. Setiap kebudayaan di dunia mempunyai bahasa dan ciri khas tato.
Tato di Indonesia sudah sangat kuno karena kesenian menato berkaitan
dengan religi dan kebudayaan masyarakat Indonesia pada masa sebelum
agama islam masuk. Contohnya, suku Dayak di Kalimantan. Dalam adat
Dayak, kaum wanita menato diri mereka sebagai keahlian khusus mereka.
Tato juga bisa melambangkan status sosial seseorang dalam masyarakat,
juga penghargaan suku terhadap kemampuan seseorang.

Tato Dayak pada zaman dahulu dibuat dengan memanfaatkan sumber


daya sekitar. Jelaga dari lampu pelita atau arang periuk dan kuali,
digunakan sebagai pewarna. Bahan bahan tersebut dikumpulkan dan
dicampur dengan gula dan diaduk secara merata. Ada aturan tertentu
dalam membuat tato Dayak Iban tempat atau lokasi untuk diukirkan
gambar juga tidak bisa sembarangan. Masyarakat Dayak Iban beranggapan
setiap tato memiliki makna yang sangat magis dan religius bagi orang
Iban. Tato Iban dianggap sebagai pengikat Tato juga merupakan tradisi
yang diberikan kepada generasi penerus, seperti menurut Fatmawati, dkk
(2016:607): The existence of ethnic Dayak still hold the tradition and custom from
generation to generation. Hingga saat ini masyarakat Dayak walaupun sudah
mengalami perubahan, namun tetap menggunakan tato sebagai identitas
diri.

Metode

Metode penelitian yang digunakan kami untuk melakukan penelitian ini


adalah studi kepustakaan, dan metode hermeneutika fenomenologi paul
ricoeur. data-data kepustakaan yang dikumpulkan berupa buku, artikel,
literatur, maupun penelitian-penelitian terdahulu mengenai tato dan
kehidupan manusia dayak dan metode hermeneutika fenomenologi paul
ricoeur. metode hermeneutika fenomenologi paul ricoeur dipilih penulis
untuk menjelaskan makna simbolik tato dayak karena dalam
pemikirannya, ricoeur menggunakan simbol-simbol untuk menafsirkan
fenomena yang ada. tato dayak adalah sebuah fenomena yang sarat akan
makna simbolik sehingga metode hermeneutika fenomenologi paul ricoeur
dianggap tepat untuk menjelaskan makna simbolik apa yang terkandung
dalam tato dayak tersebut. adapun interpretasi dalam metode
hermeneutika fenomenologi tersebut digunakan sebagai pendekatan
filosofis untuk membaca data-data.

Pembahasan

Menurut Interpretation of Culture, Clifford Gertz mendefinisikan budaya


sebagai jaringan yang sangat kompleks dari tanda-tanda, simbol, mitos,
kebiasaan dan rutinitas. Gertz menemukan konsep kebudayaan simbolik
menggunakan pendekatan hermeneutik. Hermeneutik adalah cabang
filsafat yang mempelajari interpretasi makna. Dunia kebudayaan dipenuhi
oleh simbol-simbol yang dapat dibaca dan menemukan nilai-nilai sebagai
ekspresi tindakan manusia. Bahasa, seni,mitos, dan agama merupakan
bagian dari dunia simbolik.

Salah satu cara manusia mengekspresikan diri adalah melalui tato. Tato
memiliki tujuan beragam bagi suku dayak. Tato dalam wujud visualnya
mempunyai makna tersendiri bila dijkaji dari bentuk, dan simbol yang
terkandung di dalamnya.

Wujud dari tato suku Dayak bernama tedak. Semenatara itu, nedak adalah
proses pembuatan tatonya. Budaya tato di temukan di seluruh masyarakat
Dayak. Bagi kaum laki-laki, menato adalah upacara kedewasaan setelah
para anak-anak cowok berhasil memburu kepala manusia. Akan tetapi,
setelah pemburuan kepala dilarang, budaya mentato menjadi jarang.
Sementara itu, kaum perempuan masih mempraktekan budaya menato
sebagai lambang keindahan dan harga diri.

1. Makna Tato dalam Suku Iban

Suku Dayak Iban, adalah salah satu rumpun Suku Dayak yang terdapat di
Kalimantan Barat, Sarawak, Brunei, dan Tawau Sabah. Suku Dayak Iban
dikenal juga dengan sebutan suku Batang Renjang atau Majang. Dahulu
kala, mereka tidak hanya dikenal sebagai pengayau (mencari kepala untuk
kekuatan magis), tetapi juga memiliki kebiasaan membuat tato. Secara
fisik, suku Iban memiliki watak yang tenang dan ramah. Suku Iban juga
masih bermukim di rumah adat betang panjang yang disebut juga rumah
Payay. Rumah panjang tersebut merupakan tempat memelihara kekayaan
budaya Iban, meskipun kini mereka hidup di masa modern (Bamba, 2008).
contoh motif tato
suku Iban

Gambar 1 otif-motif
tato suku Dayak
Iban
(Sumber: The
Feudal System.

https://radartegal.disway.id/read/658690/tato-suku-dayak-iban-warisan-
nenek-moyang-yang-melegenda-di-kalimantan).

Kebiasaan masyarakat Dayak menggunakan tato menjadi satu pemahaman


literal bahwa tato yang dalam bahasa Dayak disebut tedak yang berarti
tanda, merupakan identitas bagi manusia Dayak. Setiap masyarakat suku
Dayak-Iban mempunyai dinamika kehidupan berupa berbagai proses yang
dilaluinya, misalnya saja mencoba membuat tato Iban, perubahan setelah
tato Iban, pemikiran tentang tato Iban. Begitulah pandangan masyarakat
luar terhadap tato Iban. Selain itu, suku Iban merasa bahwa tato adalah
bagian dari pemenuhan kebutuhan hidupnya hingga membuat tato
menjadi tujuan atau keinginan untuk menyampaikan sesuatu.
Tato Dayak memiliki simbol-simbol yang bermakna, dimana tato tersebut
bercerita mengenai perjalanan kehidupan seorang manusia Dayak,
sekaligus juga merupakan perwujudan dari interaksi antara manusia
Dayak dengan dunia sekitarnya. Memahami tato Dayak tidak berbeda
dengan memahami manusia Dayak dengan
segala aspek yang ia miliki.

Tato adalah wujud penghormatan kepada leluhur. Hal tersebut terlihat


dari
keberadaan leluhur yang direpresentasikan lewat gambar atau simbol
tertentu yang
diyakini dapat menjadi sarana untuk mengungkapkan kehadiran mereka
di dalam
alam. Bagi masyarakat Dayak, alam terbagi menjadi tiga yaitu Dunia Atas,
Dunia
Tengah, dan Dunia Bawah. Simbol Dunia Atas terlihat pada motif tato
Burung Enggang, Bulan, dan Matahari. Dunia Tengah yang menjadi
tempat hidup manusia disimbolkan dengan Pohon Kehidupan. Sedangkan
Dunia Bawah bermotif Ular Naga.
Keberadaan tato di tubuh menjadikan simbol dunia yang mewakili, inilah
yang kemudian mempermudah perjalanan mereka menuju alam kematian
kelak. Akan tetapi bukan berarti setiap masyarakat Dayak bisa memilih
sesuka hati tato
yang akan dirajah di tubuhnya, terdapat aturan yang melarang
digunakannya motif
atau gambar tertentu pada tubuh seorang Dayak sesuai dengan tingkatan
strata
sosialnya dalam masyarakat. Motif yang mewakili simbol dunia atas hanya
diperuntukan bagi kaum bangsawan, keturunan raja, kepala adat, kepala
kampung dan pahlawan perang. Masyarakat biasa menggunakan motif
tato simbol dunia tengah dan bawah. Pemeliharaan motif ini diwariskan
secara turun temurun untuk menunjukkan garis kekerabatan seorang
Dayak dalam masyarakat. Tato yang diberikan pada keluarga kerajaan
biasanya berbentuk motif burung enggang.

Makna Tato pada bagian pundak bagian depan laki-laki disebut Bunga
Terong sebagai simbol seorang lelaki yang sudah beranjak dewasa yang
dianggap mampu bertanggung jawab dengan diri sendiri, keluarga, serta
lingkungan masyarakat sekitar. Pada motif Bunga Terong pada bagian
tengah memiliki dua pendapat pada inspirasi desainnya yaitu dari perut
muri atau kecebong dan sebuah rangka atau anyaman yang dipakai untuk
bungkus kepala hasil kayau. Karena kecebong dapat hidup didua alam
memiliki filosofis bahwa pemilik tato dapat hidup dimana saja. Sedangkan
rangka atau anyaman yang dipakai untuk bungkus kepala hasil kayau
menyimbolkan kejantanan.
Tato pada bagian lengan kanan dan lengan kiri laki-laki disebut Ketam
Lengan. Ketam yaitu hewan sejenis keramak atau kepiting air tawar. Pada
tato ini biasanya digunakan sebagai pelindung badan atau perisai yang
melindungi dari hal-hal buruk.

Tato pada bagian leher laki-laki disebut ukir degog atau pantang rekung.
Desainnya terinspirasi dari tiga jenis hewan yaitu katak (sebagai hewan
amfibi), kalajengking (sebagai hewan yang berbisa), dan naga (sebagai
hewan penguasa alam bawah). Tato ini digunakan pada orang yang
dianggap sebagai panutan bagi orang lain atau lebih tepatnya orang yang
dihormati.
Pada zaman kayau, tato ini juga sebagai tanda keluarga atau musuh,
bertujuan sebagai penjaga agar tidak dikayau orang pada zaman perang
dahulu. Tato ini juga sebagai pembeda antar wilayah Suku Dayak Iban
yang tinggal di Hulu Sungai dan Hilir Sungai sesuai dengan ciri Khas
desainnya.
Lalu ada desain buah andu, Buah Andu merupakan buah yang berasal dari
hutan Kalimantan yang rasanya seperti kacang pada umumnya. Bentuk
Buah Andu menyerupai bentuk bintang. Desain tato ini dibuat sesuai
dengan bentuk asli Buah Andu. Tato ini biasanya diletakkan di punggung
bagian tengah laki-laki. Tato ini biasanya digunakan oleh kaum laki-laki
yang tinggal di hutan agar mampu bertahan hidup serta menguasai daerah
sekitarnya tempat ia berpijak.

Selanjutnya ada motif ara nyamkam, Ara Nyamkan merupakan desain


yang terinspirasi dari pohon ara yang tumbuh menjadi benalu namun
tidak merusak melainkan saling menguntungkan. Desain ini biasanya
dipakai untuk seorang perantau yang ditatokan pada bagian paha. Nabau
adalah tato yang berada di area bagian kaki, tato ini merupakan simbol
dari penguasa alam bagian bawah seperti naga atau ular air. Tato ini
biasanya diletakkan diantara atau di sela-sela tato Ara Nyamkan.
Tugulan merupakan tato atau simbol dari orang yang sudah
mengayau/memenggal kepala musuh, tato ini sudah jarang digunakan
lagi karena banyak yang takut. Sebab tato ini dipercaya memiliki
kemampuan sakti atau spesial. Bunga Engkabang merupakan desain tato
pemanis yang terinspirasi dari Bunga Tengkawang, yang dimana ketika
Bunga Tengkawang jatuh dari pohonnya sangat indah, berputar-putar
perlahan seperti baling-baling.
Dari situlah bentuk tato ini menyerupai topi sombrero. Bijinya (kacang)
diekstrak menjadi minyak serta bahan baku dalam pembuatan kosmetik..
Ketam Itit, desain tato ini hampir mirip dengan desain tato Ketam Lengan.
Desain ini digunakan sebagai pelindung diri bagian belakang. Pala Tumpa,
desain tato ini terinspirasi dari binatang kelabang, tato ini biasanya
digunakan oleh kaum wanita yang diletakkan di bagian pergelangan
tangan.. Wanita yang menggunakan tato ini berarti dia sudah mahir dalam
menganyam Kua Kumbu atau pengikat kepala hasil dari kayau. Tato ini
disebut juga sebagai kayau induk karena wanita yang menganyam Kua
kumbu jika tidak berhasil akan mengakibatkan sakit jiwa. Tali Sabit atau
Tali Nyawa merupakan desain tato untuk orang yang membuka jalan di
hutan. Suit, desain ini terinspirasi dari bentuk kepala gajah. Desain ini
digunakan untuk mengisi ruang yang kosong pada tubuh.

2. Proses pembuatan tato Suku Iban

Secara kebahasaan, tato memiliki istilah yang hampir sama di seluruh


dunia. Seperti tatouage, tatouage, tatowier, tatuaggio, tatuar, tatuaje,
tattoos, tattu+eringar, tatuagens, tatoveringer, tatoos, dan tatu. Tato adalah
kata serapan dari bahasa Inggris yaitu tattoo yang berarti lukisan
permanen di tubuh. Sebagai lukisan pada kulit tubuh dengan menusuk
kulit dengan jarum halus kemudian memasukan zat warna ke bekas
tusukan tersebut, tato yang merupakan bagian dari body painting yang
merupakan produk dari kegiatan menggambar pada kulit tubuh dengan
menggunakan alat sejenis jarum atau benda dipertajam yang terbuat dari
flora. Gambar tersebut dihias dengan pigmen berwarna-warni (Olong,
2006).
Sebuah upacara adat harus dilakukan sebelum membuat tato pada kaum
laki-
laki. Biasanya penatoan dilakukan di rumah khusus. Ketika seorang laki-
laki melakukan penatoan, untuk rasa solidaritas seluruh keluarga harus
menggunakan pakaian adat seluruh anggota keluarga diharuskan
mengendalikan diri
dan tidak meninggalkan rumah. Jika peraturan dilanggar, dikhawatirkan
keselamatan laki-laki yang di tato akan terancam. Khusus bagi kaum
perempuan, tato biasa dibuat ketika menginjak dewasa atau ketika mereka
mengalami haid pertama. Perempuan yang bertato dianggap memiliki
derajat lebih tinggi dibandingkan yang tidak bertato. Pentingnya tato bagi
perempuan Dayak membuat proses penatoan dengan ritualnya
membutuhkan waktu hingga enam tahun.
Ketika penatoan telah selesai biasanya diadakan perayaan demi
menghindari hal-hal buruk yang mengancam. Sebelum melakukan
penatoan biasanya dilakukan proses persiapan ritual yaitu berdoa kepada
leluhur sehari sebelumnya. Proses ini biasa disebut dengan Mela Malam.
Keesokannya seluruh keluarga inti perempuan akan membawa anak yang
akan ditato ke sanak keluarga dan tetangga yang dekat dengan rumah
panjang (rumah adat dayak tempat dilakukannya prosesi adat). Selama
proses penatoan berlangsung sanak famili harus mendampingi dan tidak
pergi kemanapun. Untuk mencegah anak yang ditato bergerak, biasanya
ditempelkan lesung berukuran besar di badan. Jika dia menangis,
tangisannya harus memiliki nada khusus. Masyarakat Dayak
memanfaatkan bahan-bahan alami sebagai bahan pembuatan tato. Bahan
dasar pembuatan tinta adalah arang dari kayu Damar dan kayu Ulin, dan
jelaga dari periuk yang dibakar juga dapat digunakan untuk menghasilkan
warna hitam. Bahan ditumbuk hingga halus, lalu campur dengan minyak
tradisional buatan sendiri.
Kemudian bahan yang tercampur ini digunakan untuk membuat tato
tradisional Dayak. Alat yang digunakan untuk menato berbentuk seperti
tangkai pemukul yang disebut "Lutedak". Di ujung kayu terdapat jarum
tato yang dicelupkan ke dalam tinta dan digerakan mengikuti motif yang
sudah tercetak di kulit. Sebelum orang Dayak mengenal jarum, mereka
menggunakan duri dari pohon jeruk untuk membuat tato. Motif tatonya
berasal dari bentuk pohon yang disebut “Klinge”. Bentuk ini ditempel
terlebih dahulu pada kulit yang akan ditato agar pembuat tato tinggal
mengikuti motif yang sudah ada di kulit.
Gambar 3. Proses Pembuatan Tato Dayak
Sumber : https://images.app.goo.gl/4MhButU9Uunb5Jg26

Suku Dayak menggunakan teknik manual dalam mentato tubuh. Mereka


menggunakan tinta berwarna hitam yang didapatkan dari jelaga yang
dicampur madu lebah liar. Mereka juga menggunakan duri pohon jeruk
atau salak sebagai jarum untuk mentato, namun ada juga yang
menggunakan jarum logam. Dalam prosesnya, jarum-jarum tersebut
membuat rintisan motif tertentu di tubuh seseorang. setelah rintisan
selesai, proses selanjutnya dikenal dengan istilah nujah atau memasukkan
tinta ke rintisan motif yang telah dibuat. Proses pembuatan tato secara
tradisional tentunya terasa sangat sakit. Namun, rasa sakit tersebut
sebanding dengan harga diri yang didapatkan. Mereka juga percaya bahwa
pembuatan tato dengan cara tradisional menandakan bahwa seseorang
tersebut tahan akan rasa sakit. “Manusia itu begitu membutuhkan sumber-
sumber simbolis penerang (illumination) untuk menemukan pegangan-
pegangannya di dalam
dunia” (Geertz, 1992: 56).
“Simbol-simbol itu digunakan untuk memasukkan makna dalam
pengalaman” (Geertz, 1992: 56). Pendapat Geertz tersebut sesuai dengan
salah satu fungsi dari tato Suku Dayak, yaitu sebagai alat komunikasi non
verbal terkait dengan pengalaman-pengalaman yang telah mereka peroleh
seperti telah mengunjungi berbagai tempat, dan pernah melakukan
pengayauan.
Dengan begitu, tato menjadi hal yang fundamental bagi Suku Dayak.
Melalui tato, mereka memberitahu pengalaman-pengalaman yang pernah
dilalui dan keahlian yang mereka miliki. Muhammad Fakhri dan Yohanis
Franz La Kahija (Fakhri & Kahija, 2015: 56) berpendapat bahwa terdapat
dua pandangan terkait makna tato yang dimiliki. Yang pertama, tato
dianggap sebagai keinginan yang harus diraih oleh Suku Dayak agar
menjadi masyarakat Dayak seutuhnya. Lalu kedua, tato dipandang sebagai
gambaran terkait kedudukan atau status sosial seseorang dalam
masyarakat adat.

3. Pandangan Masyarakat Modern Terhadap Tato Suku Iban

Pada kehidupan masyarakat modern, semua tindakan yang


berkaitan dengan tubuh adalah bagian dari pertunjukan. Tubuh adalah
bagian yang paling terlihat, sehingga dijadikan simbol nyata bagi setiap
jiwa dalam proses penyampaian pesan. Akibat dari simbolisasi yang
dipaparkan oleh subjek tersebut, maka tubuh menjadi multi-interpretatif
bagi objek yang menafsirkannya (Olong, 2006: 8).

Berbicara mengenai sejarah ‘tato’ salah satu tokoh yang bernama Lemma
mengatakan bahwa, pada akhir 1970-an dan awal 1980-an tato menjadi
pernyataan fashion yang dipopulerkan oleh kelompok punk rock. Saat ini,
tato adalah aksesoris fashion kelas menengah yang dipakai pada peragaan
busana internasional. Karena ‘tato’ pada tubuh seseorang pasti mempunyai
makna tersendiri bagi pemiliknya, dan yang lebih penting adalah simbol
tato pada tubuh tidak bisa menentukan sifat seseorang. Dalam hal ini, teori
Roland Barthes diterapkan, karena teori Barthes bersifat menyeluruh, dan
dapat menghubungkan unsur suatu tanda secara logis, serta deskripsi
struktural dari semua sistem penandaan dan pertandaan (Sobur, 2016:156).
Pemahaman tersebut bertujuan agar masyarakat tidak selalu
mempersepsikan tato pada sisi negatif. karena, tato pada tubuh seseorang
tidak akan bisa menggambarkan karakter seseorang, terlebih langsung
digolongkan pada sosok penjahat atau kriminal. Akan lebih baik jika
memandang sesuatu ‘tato’ dari sisi positif. Misalnya tato dimaknai sebagai
sebuah karya seni. Disebut karya seni sebab ada sebuah kegiatan dimana
pembuat tato mendesain atau menggambar pola dalam tubuh seseorang
dan berbagai perlombaan tentang tato yang akan sedikit demi sedikit
menggeser persepsi negatif masyarakat (Umbara, Suciptawati, dan
Nilakusumawati, 2018:1). Tato tidak hanya dimaknai sebagai karya seni,
tato juga digunakan sebagai simbol atau tanda pada suku-suku tertentu.
Bangsa Yunani menggunakan tato sebagai tanda bagi badan intelijen saat
perang. Bangsa Romawi membuat tanda pada golongan-golongan budak.
Dari Indonesia pada suku Dayak penggunaan tato dimaknai sebagai
identitas (Leonardus Ristiardi Noviyanto, 2013:3).

Tato Dayak Iban merupakan simbol bahwa seseorang merupakan


keturunan Iban, selain itu tato Suku Dayak Iban juga merupakan suatu hal
yang bernilai spiritual atau bernilai religius pada zaman dulu. Namun di
zaman yang sekarang ini tato yang dimiliki sudah tidak memiliki arti lagi,
karena sudah mengalami pergeseran baik dari segi bentuk dan posisi pada
tato tersebut yang sudah bergeser. Tato Iban juga sudah banyak digunakan
atau dipakai oleh orang-orang yang bukan hanya dari Suku Dayak Iban.
Sehingga tato Iban pada masa sekarang ini sudah tidak memiliki arti yang
magis bagi generasi muda.

Pada saat ini Suku Iban sedang mengalami pergeseran. Pergeseran


sendiri mengandung arti pergesekan ketidaksesuaian atau perbedaan
dengan apa yang telah ada antara zaman dulu dan zaman sekarang yang
dipengaruhi baik dari dalam dan luar masyarakat, sejalan dengan
pendapat Smith (Nursid, Summaatmadja, 2008: 68-69), menyatakan bahwa
makna dari pergeseran merupakan suatu perubahan secara sedikit demi
sedikit atau berkala pada seseorang yang dipengaruhi oleh perkara lain
yang mengakibatkan perubahan pada pandangan hidup masyarakat.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan pada tanggal 2-13 April 2019 .
Maka dapat diketahui bagaimana bentuk pergeseran makna tato Suku
Dayak Iban pada generasi muda Di Desa Batu Lintang Kecamatan Embaloh
Hulu Kabupaten Kapuas Hulu. Hal tersebut dibuktikan dari makna tato
Iban yang sudah mengalami pergeseran, jika dulu tato Iban dimaknai
sebagai suatu hal yang bernilai spiritual bahkan bernilai magis, berbeda
halnya dengan yang terjadi di masa sekarang ini pada generasi muda.

Jika dulu penatoan tato Iban berdasarkan pengalaman yang


didapatkan semasa hidup, maka lain halnya dengan generasi muda yang
banyak membuat tato Iban tanpa memiliki pengalaman hidup. Selain
dengan tanpa pengalaman hidup tato Iban juga dibuat sudah dengan
posisi yang berbeda. Sedikit demi sedikit dari generasi muda sudah mulai
mengubah bentuk tato sehingga masyarakat Dayak Iban beranggapan
bahwa tato yang digunakan masyarakat Dayak Iban sekarang ini yang ada
pada generasi muda sudah tidak mempunyai makna lagi. Sejalan dengan
pendapat Hatib Abdul Kadir Olong (2006:83) tato merupakan bagian dari
Body painting adalah suatu produk dari kegiatan menggambar pada kulit
tubuh dengan menggunakan alat sejenis jarum atau benda dipertajam yang
terbuat dari flora. Gambar tersebut dihiasi dengan pigmen berwarna warni.
Dimana masyarakat Iban sejak zaman dulu sudah mengenal budaya tato.

Orang Iban beranggapan bahwa tato yang digunakan pada zaman


dulu akan membawa kesucian pada kehidupan yang kekal, namun
berbeda halnya dengan pendapat pada generasi muda, generasi muda
mengatakan bahwa tato Iban hanya dianggap sebagai budaya Suku Dayak
Iban, di zaman yang sekarang ini sudah banyak dari generasi muda yang
membuat tato Iban namun tidak mengetahui arti atau makna dari tato Iban
tersebut hal inilah yang menjadi suatu pergeseran makna bagi tato Dayak
Iban. Sejalan dengan pendapat Jeroen Franken dalam Anonim (2005:43)
bentuk tato Suku Dayak Iban adalah uker rekong, bunga terung, ketam itit,
uker lingkah tulang, dan buah egkabung. Bentuk-bentuk tato yang ada
pada zaman dulu semakin hari semakin mengalami pergeseran. Mulai dari
posisi tato yang dan ukiran ukiran tato Iban yang semakin mengalami
perubahan, dengan adanya perubahan ukiran atau posisi tato tersebutlah
yang menjadi pokok masalah dari bergesernya makna tato Iban.

Kesimpulan

Dilihat dari pembahasan materi di atas kalimantan memiliki berbagai


macam suku, salah satunya Suku Dayak. Suku Dayak di Kalimantan
terbagi menjadi berbagai macam suku salah satunya adalah Suku Iban,
Suku Iban memiliki ciri khas yaitu tato sebagai pengikat antara diri antara
keturunan Suku Dayak Iban. Sehingga ketika masyarakat Dayak Iban yang
pergi merantau bisa diketahui bahwa orang yang memiliki tato Suku Iban
melalui tato yang ada pada badannya itu lah mengapa tato bagi Suku Iban
sangatlah sakral dan tato bagi Suku Iban juga dinilai juga sebagai spiritual
dan bahkan bernilai magis selain itu juga tato yang dimiliki suku iban juga
sebagai penanda bahwa mereka memang benar benar asli dari suku iban
bukan hanya itu tato Suku Iban juga sebagai kesenian asal Suku Iban .
Selain itu tato suku iban merupakan bentuk penghormatan kepada leluhur.
Untuk pembuatan tato iban, Suku Dayak iban masih menggunakan cara
tradisional yaitu dengan menggunakan tinta berwarna hitam yang
didapatkan dari jelaga yang dicampur dengan madu lebah liar dan duri
pohon jeruk atau pohon salak sebagai jarum. Namun, pada saat ini tato
mengalami pergeseran. Hal ini dibuktikan dengan generasi muda
masyarakat suku Dayak Iban yang tidak mengerti makna dari tato iban.

Referensi

Syafrita, I., & Murdiono, M. (2020). Upacara Adat Gawai Dalam Membentuk Nilai-
Nilai Solidaritas Pada Masyarakat Suku Dayak Kalimantan Barat. Jurnal
Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya, 22(2), 151-159.

Sepa, N. W., Bahari, Y., & Fatmawati, F. (2019). Analisis Pergeseran Makna Tato
Suku Dayak Iban Pada Generasi Muda Di Desa Batu Lintang. Jurnal Pendidikan dan
Pembelajaran Khatulistiwa (JPPK), 8(8).

Aryanti, D. R., Sumawinata, S., & Fathiraini, N. (2022). Tradisi Tatu Dayak Sebagai
Simbol Strata Sosial. ANP Journal of Social Science and Humanities, 3, 39-44.a
Huda, M. M., Dakwah, F., Komunikasi, D., Islam, U., Sunan, N., & Yogyakarta, K.
(2020). PERSEPSI TATO PADA CHANNEL YOUTUBE PODCAST DEDDY
CORBUZIER BERSAMA HENDRIC SHINIGAMI TAYANGAN JANUARI 2020. In
Jurnal An-Nida (Vol. 12, Issue 1).

Fakhri, M., Franz, Y., & Kahija, L. (2015). MENELUSURI KEHIDUPAN PANTANG
IBAN: GAMBARAN PSIKOLOGIS MANUSIA BERBUDAYA TATO SEBUAH
INTERPRETATIVE PHENOMENOLOGICAL ANALYSIS (Vol. 4, Issue 2).

UNIVERSITAS INDONESIA MAKNA SIMBOLIK TATO BAGI MANUSIA DAYAK


DALAM KAJIAN HERMENEUTIKA PAUL RICOEUR TESIS Diajukan sebagai salah
satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Humaniora RESTITUTA DRIYANTI
0806474470 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI
FILSAFAT DEPOK JULI 2011. (n.d.).

Fakhri, M., Franz, Y., & Kahija, L. (2015). MENELUSURI KEHIDUPAN PANTANG
IBAN: GAMBARAN PSIKOLOGIS MANUSIA BERBUDAYA TATO SEBUAH
INTERPRETATIVE PHENOMENOLOGICAL ANALYSIS (Vol. 4, Issue 2).

Penciptaan, J., Olla, E. N., Fakultas, J. L., & Rupa, S. (2018). TATO SUKU DAYAK
IBAN SEBAGAI IDE PENCIPTAAN KARYA SENI LUKIS PROGRAM STUDI S-1
SENI MURNI UPT Perpustakaan ISI Yogyakarta.

Karyadi, R. D. (n.d.). EKSISTENSI KEARIFAN LOKAL TATO -MASYARAKAT


SUKU DAYAK IBAN DI PROVINSI KALIMANTAN BARAT SETELAH
BERLAKUNYA PERATURAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR
PER-048/A/J.A/12/2011 TENTANG PENGADAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL
KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA Diajukan oleh.

Pradita, M. E. (2013). TATO SEBAGAI SEBUAH MEDIA KOMUNIKASI NON


VERBAL SUKU DAYAK BAHAU. 1(4), 1–15.

Huda, M. M., Dakwah, F., Komunikasi, D., Islam, U., Sunan, N., & Yogyakarta, K.
(2020). PERSEPSI TATO PADA CHANNEL YOUTUBE PODCAST DEDDY
CORBUZIER BERSAMA HENDRIC SHINIGAMI TAYANGAN JANUARI 2020. In
Jurnal An-Nida (Vol. 12, Issue 1).

Fakhri, M., Franz, Y., & Kahija, L. (2015). MENELUSURI KEHIDUPAN PANTANG
IBAN: GAMBARAN PSIKOLOGIS MANUSIA BERBUDAYA TATO SEBUAH
INTERPRETATIVE PHENOMENOLOGICAL ANALYSIS (Vol. 4, Issue 2).

You might also like