You are on page 1of 16

DIPONEGORO LAW JOURNAL

Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016


Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

PELAKASAAN PIDANA MATI DI INDONESIA PASCA REFORMASI


DARI PERSPEKTIF HAK ASASI MAN USIA

Samuel Agustinus*, Eko Soponyono, Rahayu


Program Studi S-1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro
E-mail: sammy_cr07@yahoo.com

ABSTRAK

Pidana mati merupakan salah satu bentuk pidana pokok di Indonesia yang hingga saat ini
masih menimbulkan perdebatan di kalangan masyarakat. Tidak hanya di Indonesia, masyarakat
duniapun masih memperdebatkan pemberlakuan pidana mati. Perdebatan ini timbul karena
pelaksanaan suatu pidana mati dianggap bertentangan dengan panjaminan HAM. Di satu sisi,
pidana mati dipandang sebagai suatu hukuman yang efektif karena dapat memberikan efek jera
dan dapat memberikan kengerian terhadap seseorang yang hendak melakukan kejahatan. Di sisi
lain, pidana mati merupakan hukuman yang tidak seharusnya diberlakukan karena merenggut hak
hidup seseorang.
Dalam menjawab permasalahan tersebut, penulis menggunakan metode pendekatan yuridis
normatif. Berdasarkan hasil penelitian, pelaksanaan pidana mati di Indonesia pasca reformasi tidak
jauh berbeda dengan masa pemerintahan orde sebelumnya, yaitu orde lama dan orde baru. Dalam
pelaksanaan pidana mati, hak-hak terpidana mati harus tetap dipenuhi. Dalam pemenuhan hak-hak
tersebut, terdapat anggapan bahwa pidana mati tetap tidak akan bisa memenuhi hak terpidana mati,
karena hak utamanya sebagai manusia yaitu hak hidup telah direnggut.

Kata Kunci: Pidana Mati, Reformasi, Hak Asasi Manusia

ABSTRACT

The death penalty is one of the principal criminal in Indonesia, which is still a debate
among the public. Not only in Indonesia, the world was still debating the imposition of capital
punishment. This debate arises because of the execution of a death penalty panjaminan considered
contrary to human rights. On the one hand, the death penalty is seen as an effective punishment
because it can provide a deterrent effect and can give the horror of the man about to commit a
crime. On the other hand, the death penalty is a punishment that should not be enforced because it
claimed the right to life.
In answer to these problems, the authors use the normative juridical approach. Based on
the research results, the implementation of the death penalty in Indonesia after the reform is not
much different from the reign of the previous order, the old order and the new order. In the
implementation of capital punishment, the rights of death row must still be covered. In fulfillment
of these rights, there is a presumption that the death penalty still can not meet the right person
sentenced to death, since its main rights as human beings is the right to life has been ripped away.

Keywords: Death Penalty, Reform, Human Rights

1
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

I. PENDAHULUAN menyelenggarakan tata dalam


Manusia, masyarakat, dan masyarakat. Sementara fungsi khusus
hukum merupakan pengertian yang hukum pidana adalah untuk
tidak bisa dipisahkan. Hukum yang melindungi kepentingan hukum
baik adalah hukum yang sesuai terhadap perbuatan ysng hendak
dengan hukum yang hidup (the living memperkosanya (rechtguterschutz)
law) dalam masyarakat, yang dengan sanksi yang berupa pidana
tentunya sesuai pula atau merupakan yang sifatnya lebih tajam jika
pencerminan dari nilai-nilai yang dibandingkan dengan sanksi yang
berlaku dalam masyarakat tersebut. terdapat pada cabang hukum
Hukum memiliki posisi yang krusial lainnya. 4 Hukum pidana di Indonesia
dalam menghadapi setiap sendiri mengenal beberapa jenis
perkembangan yang hidup di hukuman. Jenis hukuman tersebut
masyarakat. Hukum mencampuri dibagi menjadi dua, yaitu hukuman
urusan manusia sebelum ia lahir dan pokok dan hukuman tambahan.
masih mencampurinya sesudah ia Hukuman pokok meliputi :
meninggal. 1 1. Hukuman mati
Salah satu bidang hukum yang 2. Hukuman penjara
berlaku di Indonesia adalah hukum 3. Hukuman kurungan
pidana. Hukum pidana adalah 4. Hukuman denda
keseluruhan dari peraturan-peraturan 5. Hukuman tutupan
yang menentukan perbuatan apa Sedangkan hukuman tambahan
yang dilarang dan termasuk ke dalam meliputi :
tindak pidana, serta menentukan 1. Pencabutan beberapa hak
hukuman apa yang dapat dijatuhkan 2. Perampasan barang
terhadap yang melakukannya. 2 tertentu
Pengertian tindak pidana itu sendiri 3. Pengumuman keputusan
adalah perbuatan atau tindakan hakim
melawan hukum yang berlaku, baik Dari berbagai jenis hukuman di
itu pelanggaran atau kejahatan yang atas, yang hingga saat ini masih
dapat dituntut dengan hukuman ramai diperdebatkan adalah hukuman
pidana atau ketentuan peraturan mati. Hukuman mati kerap
perundang-undangan. 3 menimbulkan pandangan yang
Fungsi hukum pidana dibagi berbeda dari berbagai elemen
menjadi dua, yaitu fungsi umum dan masyarakat Indonesia, mulai dari
fungsi khusus. Fungsi umum hukum masyarakat awam hingga pejabat
pidana adalah untuk mengatur hidup negara yang memiliki pandangan
kemasyarakatan atau berbeda mengenai hukuman mati ini.
Pandangan yang berbeda ini
menimbulkan perdebatan pro dan
1
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu Hukum, kontra terhadap pemberlakuan
(Jakarta: Pradnya Paramita, 1971), pidana mati di Indonesia.
halaman 6.
2
Muchsin,Ikhtisar Ilmu Hukum, (Jakarta : Hukuman mati adalah suatu
Badan Penerbit Iblam, 2006), halaman 84 hukuman atau vonis yang dijatuhkan
3
Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang :
Badan Penyediaan Bahan Ilmiah Fakultas
4
Hukum UNDIP, 1975), halaman 7 ibid, hal 19

2
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

pengadilan (atau tanpa pengadilan) Pada Pasal 9 dinyatakan bahwa


sebagai bentuk hukuman terberat setiap orang berhak untuk hidup dan
yanag dijatuhkan atas seseorang mempertahankan hidup dan
akibat perbuatannya. 5 Indonesia meningkatkan taraf kehidupannya.
sendiri masih memberlakukan pidana Sebelumnya pada pasal 4, disebutkan
mati dalam hukum pidana nasional bahwa setiap orang berhak untuk
sebagaimana tertuang dalam KUHP hidup dan tidak disiksa, tidak
peninggalan Belanda. diperbudak, memiliki kesamaan di
Pidana mati yang masih muka hukum, dan sebagainya. Atas
diberlakukan Pemerintah Indonesia dasar itu, pihak kontra sangat tidak
menimbulkan perdebatan dari mendukung pidana mati dalam
berbagai elemen masyarakat, sistem peradilan Indonesia. Mereka
termasuk negara lain yang warga mengatakan bahwa hukuman mati
negaranya dipidana mati di tidak menimbulkan efek jera seperti
Indonesia. Perdebatan ini membagi yang diharapkan.
dua pihak ke dalam kelompok pro Sementara pihak yang
pidana mati (retensionis) dan mendukung pidana mati
kelompok kontra pidana mati berpandangan bahwa pidana mati
(abolisionis). merupakan hukuman yang efektif
Pihak yang menentang dan memberikan efek jera terhadap
hukuman mati memandang bahwa pelaku kejahatan dan memberikan
penjatuhan pidana mati sangat tidak efek gentar terhadap orang yang akan
sesuai dengan Konstitusi Indonesia melakukan kejahatan sehingga
yang menjamin hak hidup setiap kejahatan itu sendiri dapat dicegah
masyarakat. Hak hidup secara dengan diberlakukannya pidana mati
filosofis adalah hak yang paling ini. Pihak yang mendukung pidana
utama (the supreme rights) dan mati ini juga mengatakan bahwa hak
alamiah karena merupakan hak yang untuk hidup seperti yang tertuang
diberikan Tuhan kepada manusia dalam UUD 1945 bukan hanya
karena dia adalah manusia. Dalam ditujukan untuk pelaku kejahatan
hal ini pihak kontra sangat yang dipidana mati melainkan untuk
menentang pidana mati yang tidak korban yang mengalami tindak
sesuai dengan Hak Asasi Manusia kejahatan karena si korban juga
sebagaimana dirumuskan dalam berhak untuk hidup dan mendapatkan
UUD 1945 tepatnya Pasal 28 I ayat 1 rasa aman, dan hukuman mati ini
yang menegaskan bahwa Hak Asasi dapat menjamin keamanan hidup
Manusia tidak dapat dikurangi dalam masyarakat. Apabila tidak dihukum
keadaan apapun (non-derogable mati, si pelaku kejahatan dapat
rights). Demikian pula menurut mengulangi kejahatannya tanpa rasa
Undang-Undang Nomor 39 tahun bersalah. Terkait dengan Pasal 28 I
1999 tentang Hak Asasi Manusia UUD 1945 yang mengatur tentang
yang merumuskan tentang hak hidup. Hak Asasi Manusia, pihak yang
mendukung pidana mati mengatakan
“Hukuman mati” bahwa HAM sebagaimana tertuang
5

https://id.wikipedia.org/wiki/Hukuman_ma dalam Pasal 28 I tersebut memiliki


ti di akses pada tanggal 13 Maret 2016 batasan yaitu HAM yang dimiliki
pukul 21.00

3
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

orang lain. Hal ini tertuang dalam bahan pustaka atau data sekunder.
Pasal selanjutnya yaitu Pasal 28 J Penelitian normatif mencakup antara
UUD 1945 yang menegaskan bahwa lain penelitian terhadap asas-asas
setiap orang berhak menghormati hukum, sistematik hukum, taraf
Hak Asasi orang lain dan wajib sinkronasi, perbandingan hukum dan
tunduk terhadap hukum yang sejarah hukum.6
mengaturnya. Atas dasar ini pihak Spesifikasi penelitian yang
yang mendukung pidana mati sangat digunakan oleh penulis dalam
mendukung pemberlakuan pidana penelitian hukum ini adalah
mati dan menganggap pandangan- deskriptif analitis. Deskriptif analitis
pandangan pihak kontra adalah merupakan penelitian yang
pandangan yang salah dan tidak menggambarkan secara lengkap
sesuai dengan ketentuan hukum yang tentang ciri, keadaan, perilaku
berlaku di Indonesia. individu atau kelompok serta gejala
Meski pada kenyataannya berdasarkan fakta yang sebagaimana
pidana mati merupakan jenis pidana adanya untuk dianalisis. 7 Bersifat
yang masih kontroversial dan deskriptif, karena penelitian ini
menimbulkan begitu banyak dimaksudkan untuk memberikan
perdebatan oleh dua pandangan yang gambaran secara rinci, sistematis dan
saling bertentangan, Pemerintah menyeluruh terhadap segala sesuatu
Indonesia hingga saat ini tetap yang ingin diteliti.
memberlakukan pidana mati dalam Metode pengumpulan data
sistem hukum Indonesia, bukan yang digunakan dalam penelitian ini
hanya untuk warga negara Indonesia adalah studi kepustakaan melalui
saja, namun warga negara asing yang pengumpulan data primer dan
melakukan kejahatan di wilayah sekunder.
hukum Indonesia juga dieksekusi 1. Data Primer
mati oleh pemerintah Indonesia, Data primer yaitu data yang
sebagaimana diatur dalam KUHP dibuat oleh peneliti untuk
peninggalan Belanda meskipun oleh maksud khusus menyelesaikan
pihak kontra dianggap bertentangan permasalahan yang sedang
dengan identitas bangsa Indonesia ditanganinya. Data dikumpulkan
yang menjunjung tinggi hak asasi melalui studi penelaahan
manusia termasuk hak hidup. terhadap peraturan perundang-
undangan yang mengatur pidana
II. METODE PENELITIAN mati, yaitu Kitab Undang-
Dalam pelaksanaan penelitian Undang Hukum Pidana (KUHP),
ini penulis menggunakan pendekatan segala undang-undang mengenai
Yuridis Normatif. Pendekatan yuridis hak asasi manusia, serta undang-
adalah suatu pendekatan yang
mengacu pada hukum atau peraturan 6
perundang-undangan yang berlaku, Soerjono Soekanto, Sri Mamudji dan
Anwar Bruce, Penelitian Hukum
teori hukum atau pendapat para Normatif., Jakarta : Radjawali, 1985,
sarjana. Sedangkan pendekatan halaman 13
7
normatif adalah pedekatan yang Ronny Hanititjo Soemitro, Metodologi
dilakukan dengan cara meneliti Penelitian Hukum dan Jurimetri. Jakarta :
Ghalia Indonesia, 1990, halaman 32.

4
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

undang dan peraturan lain di luar Adalah bahan hukum


KUHP. untuk memberikan petunjuk
2. Data Sekunder dan penjelasan bahan
Data sekunder yaitu data hukum primer dan sekunder,
yang telah dikumpulkan untuk yaitu kamus hukum
maksud selain menyelesaikan Metode analisis data
masalah yang sedang dihadapi. yang digunakan dalam
Data ini dapat ditemukan dengan penelitian ini adalah metode
cepat. Dalam penelitian ini yang analisis secara kualitatif.
menjadi sumber data sekunder Analisis adalah cara bagaimana
adalah literatur, artikel, jurnal memanfaatkan data yang sudah
serta situs di internet yang terkumpul untuk digunakan
berkenaan dengan penelitian dalam pemecahan masalah di
yang dilakukan. 8 penulisan.10 Kualitatif adalah
a) Bahan Hukum Primer penelitian yang menghasilkan
Bahan hukum primer data yang deskriptif, yang
merupakan bahan hukum bersumber dari tulisan atau
yang bersifat autoratif, ungkapan.11 Setelah data yang
artinya mempunyai otoritas. diperlukan terkumpul, maka
Bahan-bahan hukum primer akan diidentifikasi dan
berupa konvensi-konvensi digolongkan sesuai dengan
internasional, catatan- permasalahan yang sedang
catatan resmi, atau risalah diteliti. Data yang telah
dalam pembuatan peraturan terkumpul dan disusun tersebut
perundang-undangan dan dianalisis berdasarkan teori-
9
putusan hakim. teori yang berkaitan dengan
b) Bahan Hukum Sekunder permasalahan yang diteliti.
Adalah bahan - bahan Setelah data dianalisis,
yang berisikan informasi selanjutnya akan ditarik
mengenai bahan hukum kesimpulan dengan
primer. menggunakan metode berpikir
1) Buku buku terkait deduktif, yaitu suatu pola
dengan Hukum Pidana, berpikir yang berdasarkan hal-
proses pidana mati hal yang bersifat umum. 12
2) Makalah- makalah dan
dokumen- dokumen yang III. HASIL PENELITIAN DAN
berkaitan dengan PEMBAHASAN
penjaminan hak asasi
manusia
c) Bahan Hukum Tersier
10
Burhan Ashofa, Metode Penulisan
Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta, 2007),
8
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif halaman 124
11
Kualitatif dan R&D, (Bandung : Alfabeta, Ibid. hal 16
12
2009), halaman 137 Soetrisno Hadi, Metodologi Research,
9
Peter Mahmud Marzuki, Op.cit, halaman (Yogyakarta : Andi Offset, 1995),
141 halaman 42

5
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

A. Pelaksanaan Pidana Mati di presiden Abdurrahman Wahid tidak


Indonesia Pasca Reformasi ada pelaksanaan eksekusi mati.
Pada masa pemerintahan Pidana mati yang diterapkan
presiden Soekarno hukuman mati oleh pemerintah menimbulkan
tetap diatur di dalam Wetboek van dampak di kalangan masyarakat,
Strafrecht atau yang disebut Kitab baik positif maupun dampak negatif.
Undang-undang Hukum Pidana Akan tetapi, positif atau negatif
(KUHP). Pada saat itu ada beberapa dampak tersebut hanya dapat
kasus yang dijatuhi hukuman mati ditentukan melalui perspektif
seperti kasus Kartosuwirjo, Kusni masing-masing pihak, karena pidana
Kasdut, dan tragedi Cikini. mati hingga saat ini masih
Pada masa pemerintahan Orde merupakan suatu isu yang
Baru di bawah kepemimpinan diperdebatkan.
Soeharto, banyak pula kasus Alasan yang paling kuat dari
hukuman mati yang dilakukan oleh perdebatan yang terjadi sangat erat
pemerintah. Namun pada masa ini kaitannya dengan hak asasi manusia.
tidak terlalu dipertentangkan karena Bagi pihak yang kontra hukuman
pemerintahan saat itu terkenal sangat mati, tak ada satu pun pihak yang
represif. Sebagian besar yang bisa menghabisi nyawa seseorang,
dieksekusi mati adalah lawan politik kecuali Tuhan.
Soeharto. Pada masa itu dikenal Hukuman mati juga kerap
istilah Petrus (penembak misterius) disandingkan dengan tuduhan-
yang menebar teror dengan tuduhan melanggar HAM. Para
menembak mati siapa saja yang pegiat HAM yang dalam hal ini
“dianggap” mengganggu ketertiban. merupakan pihak kontra pidana mati
Hal seperti itu adalah bentuk mengemukakan setidaknya ada tiga
hukuman mati secara alasan kenapa hukuman mati harus
terselubung. Pada tahun 1998, di ditolak. Pertama, mencabut nyawa
bawah tekanan yang besar dari dalam seseorang merupakan hak Tuhan
maupun luar negeri, Soeharto semata. Dua, hakim yang memvonis
akhirnya memilih untuk mati terhadap terdakwa adalah
mengundurkan diri dari jabatannya. manusia yang tidak sempurna
Pada masa itu, orde baru berganti sehingga selalu ada kemungkinan
menjadi orde reformasi. menghasilkan keputusan salah. Tiga,
Pasca reformasi, Pemerintah sejelek-jeleknya manusia seharusnya
Indonesia telah melakukan eksekusi diberi kesempatan untuk menjalani
mati terhadap 33 orang terpidana pertobatan atas kejahatan yang
mati, dimana 13 orang dieksekusi diperbuat.
pada masa pemerintahan presiden Bagi pihak pro pidana mati,
Susilo Bambang Yudhoyono, satu hukuman mati memang harus
orang pada masa pemerintahan diberlakukan karena dapat
presiden Megawati, dan 18 orang memberikan efek jera dan
pada masa pemerintahan presiden menakutkan bagi pelaku kejahatan,
Jokowi saat ini. Pada masa kemudian kejahatan yang dilakukan
pemerintahan presiden Habibie dan memang harus dibalas dengan nyawa
lantaran tingkat bahaya dampak

6
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

kejahatannya harus dibalas dengan asas kemutlakan hak asasi manusia


nyawa. Maka dari itu, berikut ini (HAM).
akan dibahas mengenai dampak Hak asasi yang diberikan oleh
positif maupun negatif dari kedua konstitusi kepada warga negara
pihak yang berdebat. mulai dari pasal 28A hingga 28I Bab
XA UUD 1945, dibatasi oleh pasal
Pihak Pro Pidana Mati : 28J, bahwa hak asasi seseorang
Salah satu fungsi hukum digunakan dengan harus menghargai
pidana adalah melindungi dan menghormati hak asasi orang
kepentingan hukum terhadap lain demi berlangsungnya ketertiban
perbuatan yang hendak umum dan keadilan sosial.
memperkosanya (rechtguterschutz) Pandangan konstitusi itu, ditegaskan
dengan sanksi yang berupa pidana juga oleh UU No 39 Tahun 1999
yang sifatnya lebih tajam dibanding tentang HAM yang juga menyatakan
bidang hukum lainnya. 13 pembatasan hak asasi seseorang
Pihak pro sangatlah yakin dengan adanya hak orang lain demi
bahwa hukuman mati sangat ketertiban umum. Jadi sama sekali
diperlukan karena selain dapat tidak ada yang bertentangan dengan
memberi efek cegah dan rasa takut konstitusi mengenai masalah pidana
bagi orang lain untuk tidak mati ini.
melakukannya pelanggaran, juga Pasal 28 J ayat 2 UUD 1945 di
dapat memberikan rasa aman dan jelaskan bahwa dalam menjalankan
terlindung bagi setiap orang, sesuai hak dan kebebasannya, setiap orang
dengan Pasal 28 G UUD 1945 yang wajib tunduk kepada pembatasan
berbunyi “setiap orang berhak atas yang ditetapkan dengan undang-
perlindungan”. Bagaimana mungkin undang dengan maksud semata-mata
rasa aman & terlindung itu dapat untuk menjamin pengakuan serta
terjadi, bila si pelaku kejatahan penghormatan atas hak dan
tersebut masih diberi kesempatan di kebebasan orang lain dan untuk
dunia ini. memenuhi tuntutan yang adil sesuai
Soal hukuman mati ini, dengan pertimbangan moral, nilai-
Mahkamah Konstitusi pernah nilai agama, keamanan, dan
memutuskan bahwa hukuman mati ketertiban umum dalam suatu
yang diancamkan untuk kejahatan masyarakat demokratis.
tertentu dalam UU No 22 Tahun Pihak pro juga mengungkapkan
1997 tentang Narkotika tidak nilai positif apabila pidana mati tetap
bertentangan dengan UUD 1945. diberlakukan serta nilai negatif
Pidana mati tidak bertentangan apabila pidana mati dihapuskan.
dengan hak untuk hidup yang
dijamin oleh UUD 1945, karena  Positif bila hukuman mati tetap di
konstitusi Indonesia tidak menganut jalankan:
1. Kejahatan yang tidak dapat
ditoleransi dengan uang atau
13
Sudarto, Hukum Pidana I. Semarang : apapun di dunia ini bisa
Badan Penyediaan Bahan Ilmiah terbalaskan.
Fakultas Hukum UNDIP. 1975, halaman
19

7
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

2. Mencegah banyak orang untuk jera dari pidana mati dapat


membunuh atau berbuat mengurangi tingkat kejahatan. 14
kejahatan berat lainnya karena Tidak ada jaminan bahwa si pelaku
gentar akan hukuman yang akan menjadi takut dan oleh karena
sangat berat. itu tidak berbuat kejahatan. 15 Pidana
3. Pembunuh yang sudah mati tidak akan membuat masalah
dieksekusi bisa dipastikan tidak yang dibuatnya kembali menjadi
membunuh lagi sehingga tidak normal kembali.
memakan korban lainnya. Banyak cara untuk
4. Menegakkan harga nyawa menjatuhkan hukuman kepada
manusia yang mahal dan hanya pelaku kejahatan ini misalnya
bisa dibayar dengan nyawa hukuman seumur hidup, atau bahkan
sehingga seseorang tidak dapat hukuman kumulatif hingga ratusan
seenaknya membunuh orang tahun seperti yang dilakukan di
lain. banyak negara contohnya Amerika,
5. Kebencian dan rasa takut bukan dengan untuk mengambil hak
terhadap pelaku kejahatan akan hidup mereka karena itu menentang
hilang karena penjahat telah Pasal 28 A UUD 1945 yang
dieksekusi. menjelaskan “Setiap orang berhak
6. Biaya yang dikeluarkan lebih untuk hidup serta berhak
sedikit daripada hukuman mempertahankan hidup dan
penjara seumur hdup. kehidupannya”.
7. Penyelidikan akan kasus akan Berdasarkan ketentuan UUD
lebih teliti karena tidak mau 1945 dan Undang-Undang HAM,
salah eksekusi. hukuman mati dianggap sebagai
pelanggaran hak asasi manusia yang
 Negatif bila hukuman mati terdalam yakni hak untuk hidup dan
dihapus: tidak ada satupun manusia di dunia
1. Kejahatan akan meningkat ini mempunyai hak untuk mengakhiri
karena tidak takut dijatuhi hidup manusia lain meskipun dengan
hukuman yang berat. atas nama hukum atau negara (non-
2. Biaya yang dikeluarkan lebih derogable rights), apalagi Indonesia
besar untuk hukuman penjara menganut dasar Falsafah Pancasila
seumur hidup. yang menghormati harkat dan
3. Akan ada rasa tidak aman
dalam hidup rakyat karena 14
Todung Mulya Lubis, dalam Kuliah
takut akan penjahat yang Umum di Centre for Indonesian Law,
berkeliaran diantara mereka. Islam and Society di Melbourne Law
4. Keadilan tidak diterapkan School, Senin, 24 Agustus 2015, diakses
dengan baik karena tidak ada melalui
pembalasan yang setimpal bagi https://m.tempo.co/read/news/2015/08/2
5/078694802/tak-ada-bukti-hukuman-
kejahatan berat seperti mati-bikin-jera, pada 14 Agustus 2016
pembunuhan. pukul 20.00
Pihak Kontra Pidana Mati : 15
Sahetapy, Suatu Studi Khusus Mengenai
Sampai sekarang ini tidak ada Ancaman Pidana Mati Terhadap
yang bisa membuktikan kalau efek Pembunuhan Berencana, (Jakarta :
Rajawali, 1982), halaman 194

8
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

martabat manusia serta berke- mengenai peraturan dan larangan-


Tuhanan, karena yang paling berhak larangan dalam bentuk tertulis.
mencabut nyawa mahluk hidup Segala bentuk peraturan yang
hanya Tuhan. tertulis mengenai tindakan yang
Melalui pidatonya dalam diancam dengan pidana mati
rangka menentang pidana mati, merupakan hukum materiil dari
Modderman berpendapat bahwa (1) pidana mati.
pidana mati tidak seimbang dengan Peraturan tersebut tertulis
kesalahan yang dibuat oleh si dalam Kitab Undang-Undang
penjahat; (2) dengan dijatuhi pidana Hukum Pidana (KUHP) serta
mati, maka kemungkinan undang-undang lain di luar
memperbaiki diri dari si penjahat KUHP. Pemberlakuan pidana
telah ditutup sama sekali; (3) mati di Indonesia yang diatur
kepastian bahwa putusan hakim telah dalam berbagai peraturan tertulis
tepat, benar, dan adil sulit untuk dipandang bertentangan dan tidak
dijamin sebab bagaimana pun hakim sesuai dengan Undang-Undang
tetap seorang manusia; (4) dengan Dasar 1945 yang sangat menjamin
dilaksanakan suatu pidana mati, Hak Asasi Manusia.
maka kemungkinan untuk meninjau Kontroversi pidana mati ini
suatu putusan yang mungkin keliru tidak lepas dari perspektif global
sama sekali tidak ada lagi; (5) yang hingga saat ini masih
putusan dan terutama pelaksanaan terbelah dua. Di satu sisi,
pidana mati mempunyai pengaruh meskipun terus berkurang
yang tidak baik terhadap jumlahnya, masih cukup banyak
masyarakat.16 negara yang menganut pandangan
pro hukuman mati (retentionist),
B. Realita Penjaminan HAM sementara di sisi lain tidak sedikit
Terpidana Mati di Indonesia pula negara-negara yang mulai
Seiring timbulnya pro dan mengahpuskan hukuman mati dari
kontra mengenai pidana mati di daftar hukuman yang
masyarakat Indonesia, muncul pula diterapkannya (abolisionist). 17
upaya-upaya untuk memperjuangkan Indonesia merupakan salah
argumentasi dan keyakinan masing- satu negara yang di dunia yang
masing pihak untuk menuntut sampai saat ini masih mengakui
kebenaran yang hakiki. Untuk dan menerapkan pidana mati
menemukan kebenaran tersebut perlu dalam tiga kategori, yaitu
pembahasan dan kajian mengenai pembunuhan berencana,
pidana mati itu sendiri. terorisme, dan pengedaran obat-
1. Aspek Hukum Materiil obatan terlarang. Hal ini dapat
Pidana mati merupakan dilihat di dalam KUHP dan
salah satu jenis pidana yang ada berbagai UU tentang pidana
dalam hukum pidana Indonesia. khusus.
Jika berbicara mengenai hukum
materiil, berarti kita berbicara 17
Rahayu, Hukum Hak Asasi Manusia
(HAM), ( Semarang : Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, 2012), halaman
16
Ibid, halaman 73 2

9
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

Terkait tindak pidana yang serius.18 Motivasi utama pengedar


diancam dengan pidana mati, narkoba adalah mendapatkan
ICCPR masih memberikan keuntungan financial dengan
toleransi kepada negara yang mudah. Dalam kasus narkoba,
menjadi pihak dalam ICCPR pengguna juga mempunyai peran
(termasuk Indonesia) yang masih dan pilihan untuk tidak
belum menghapuskan pidana mati mengonsumsi narkoba.
untuk tetap mempraktikkan Pada kenyataannya di
pidana mati, tetapi dibatasi hanya Indonesia, tindak pidana narkotika
pada “the most serious crimes” tetap diatur sebagai tindak pidana
atau beberapa kejahatan yang yang diancam dengan pidana
sangat serius. ICCPR tidak mati. Hal ini menunjukkan
memberikan penjelasan lebih ketidaksesuaian dengan ketentuan
lanjut tentang definisi “the most mengenai “the most serious
serious crimes”, namun Paragraf crimes” pada ICCPR. Undang-
7 General Comment No. 6 ICCPR Undang No. 22 Tahun 1997
menegaskan bahwa, “...The tentang Narkotika, mencantumkan
Committee (Human Rights ancaman pidana mati bagi
Committee) is of the opinion that pelanggarnya.
the expression “most serious Mengenai pemberlakuan
crimes” must be read restrictively pidana mati dalam bentuk hukum
to mean that the death penalty materiil Indonesia, timbul
should be a quite exceptional perdebatan antara kelompok yang
measure. Arti dari frasa “the most mendukung pidana mati dengan
serious crimes” kemudian kelompok yang menolak pidana
dijelaskan lebih lanjut dalam mati. Aspek yang diperdebatkan
Paragraf 91 Report os Specialis adalah sebagai berikut:
Rappoteur (E/CN.4/1997/60), 1. Efek yang Ditimbulkan dari
tanggal 24 Desember 1996, bahwa Pidana Mati.
kejahatan yang dapat dijatuhi 2. Keadilan Bagi Korban.
hukuman mati harus dibatasi 3. Tindakan Sadis Pelaku
hanya kejahatan yang mematikan 4. Pidana Mati Lebih Efektif
atau dampak-dampak lainnya Dibanding Penjara
yang benar-benar sangat serius.
Special Rapporteur 2. Aspek Hukum Formil
menyimpulkan bahwa hukuman Berbicara mengenai aspek
mati harus dihapuskan untuk hukum formil, berarti kita
kejahatan seperti kejahatan- berbicara mengenai suatu proses
kejahatan ekonomi dan dan tata cara suatu peradilan, yang
pelanggaran-pelanggaran yang dalam hal ini adalah pidana mati.
berhubungan dengan obat-obatan Pasal 3 Perkapolri no. 12 Tahun
terlarang. Menurut Hukum 2010 poin (c) menyatakan bahwa
Internasional, kejahatan “perlindungan HAM, yaitu dalam
penyalahgunaan / pengedaran pelaksanaan pidana mati tetap
narkoba tidak masuk dalam
kategori “ kejahatan yang paling 18
Rahayu, Loc.Cit

10
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

memperhatikan dan menghargai ditentukan oleh


hak-hak dasar manusia,” maka agama/kepercayaan yang
dalam pelaksanaan pidana mati dianut oleh terpidana.
(hukum formil), hak-hak dari 4. UU 2/PNPS/1964
terpidana harus tetap dipenuhi. Terpidana memiliki
1. Pasal 6 UU no.2/Pnps/1964 kesempatan mengajukan
(1) Tiga kali dua puluh permintaan terakhir, dimana
empat jam sebelum saat disebutkan, apabila terpidana
pelaksanaan pidana mati, hendak mengemukakan
Jaksa Tinggi/Jaksa sesuatu, maka keterangan atau
tersebut memberitahukan pesannya itu diterima oleh
kepada terpidana tentang jaksa tinggi atau jaksa terkait.
akan dilaksanakannya Permintaan terakhir terpidana
pidana tersebut. ini diantaranya ada yang minta
(2) Apabila terpidana hendak bertemu keluarga, sementara
mengemukakan sesuatu, keluarganya di luar sana sakit
maka keterangan atau sehingga minta waktu dan
pesannya itu diterima permintaan ini harus dipenuhi.
oleh Jaksa Tinggi/Jaksa Dalam pelaksanaan
tersebut. pidana mati di Indonesia,
2. Pasal 7 UU no.2/Pnps/1964 seringkali ditemui kejanggalan
Apabila terpidana hamil, maka dan beberapa hal yang
pelaksanaan pidana mati baru dianggap sebagai pelanggaran
dapat dilaksanakan empat HAM terpidana mati.
puluh hari setelah anaknya Melanggar dalam hal ini berarti
dilahirkan. tidak memenuhi ketentuan
3. Pasal 15 UU no.2/Pnps/1964 pada Pasal 3 Perkapolri no. 12
(1) Penguburan diserahkan Tahun 2010 poin (c).
kepada keluarganya atau Dengan melihat realita hukum
sahabat terpidana, yang berlaku di Indonesia saat ini,
kecuali jika berdasarkan baik hukum materiil dan hukum
kepentingan umum Jaksa formil, Atas dasar pertimbangan
Tinggi/Jaksa yang politik hukum di Indonesia ,
bertanggung jawab hukuman mati belum layak
19
memutuskan lain. diberlakukan, karena:
(2) Dalam hal terakhir ini, 1. Karakter reformasi hukum positif
dan juga jika tidak ada Indonesia masih belum
kemungkinan menunjukkan sistem peradilan
pelaksanaan penguburan yang independen, imparsial, dan
oleh keluarganya atau aparatusnya yang bersih.
sahabat terpidana maka 2. Dari kenyataan sosiologis, tidak
penguburan ada pembuktian ilmiah hukuman
diselenggarakan oleh
Negara dengan 19
http://lenterahukum.blogspot.co.id/2009/09
mengindahkan cara /hukuman-mati-adalah-pelanggaran-
penguburan yang ham.html, diakses pada 14 September
2016 pukul 21.00

11
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

mati akan mengurangi tindak mengatur, menertibkan,dan


pidana tertentu. memperbaiki masyarakat. Dalam hal
3. Praktek hukuman mati di ini, pidana mati hanya merupakan
Indonesia selama ini masih bias pengcualian.20
kelas dan diskriminasi, di mana Walaupun dipertahankannya
hukuman mati tidak pernah pidana mati didasarkan sebagai
menjangkau pelaku dari kelompok upaya perlindungan masyarakat atau
elit yang tindak kejahatannya lebih menitikberatkan/berorientasi
umumnya bisa dikategorikan pada kepentingan masyarakat, namun
sebagai kejahatan serius/luar dalam penerapannya diharapkan
biasa. bersifat selektif, hati-hati dan
4. Penerapan hukuman mati juga berorientasi jauh pada
menunjukkan wajah politik pelindungan/kepentingan individu
hukum Indonesia yang (pelaku tindak pidana). Oleh karena
kontradiktif. itu, perlu adanya ketentuan
5. Sikap politik pemerintah terhadap mengenai penundaan pelaksanaan
hukuman mati juga bersifat pidana mati atau pidana mati
ambigu. Pemerintah RI sering bersyarat (conditional capital
mengajukan permohonan secara punishment) dengan masa percobaan
gigih kepada pemerintah Arab selama 10 tahun.
Saudi untuk tidak menjalankan Pemikiran ini merupakan usaha
hukuman mati kepada para WNI- untuk menjaga keseimbangan antara
nya di luar negeri, seperti pada mereka yang berpandangan
kasus Kartini, seorang TKW, abolisionis tentang pidana mati dan
dengan alasan kemanusiaan. kelompok retensionis yang
Namun hal ini tidak terjadi pada jumlahnya cukup signifikan,
kasus hukuman mati terhadap termasuk ambivalensi tentang pidana
WNI dan WNA di dalam negeri . mati di tingkat internasional. Di
Penjaminan HAM dalam dalam RUU KUHP saat ini hukuman
pelaksanaan pidana mati justru lebih mati masih dicantumkan sebagai
tampak pada Rancangan KUHP salah satu bentuk pemidanaan.
2015. Dalam naskah RUU KUHP Hukuman mati masih termasuk
2015 pidana mati dimasukkan dalam pidana pokok namun bersifat khusus
deretan “pidana pokok”, dan dan selalu diancamkan secara
ditempatkan tersendiri sebagai jenis alternatif.
penjara yang bersifat khusus atau Perubahan mendasar dari
eksepsional. Pertimbangan utama ketentuan hukuman mati ini adalah
digesernya kedudukan pidana mati menjadikan hukuman mati sebagai
itu didasarkan pada pemikiran, hukuman yang bersifat khusus. Jika
bahwa dilihat dari tujuan pemidanaan dibandingkan dengan ketentuan
dan tujuan diadakan/digunakannya mengenai hukuman mati dalam
hukum pidana (sebagai salah satu
sarana “kebijakan kriminal‟ dan
“kebijakan sosial”), pidana mati pada
20
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Draft
hakikatnya memang bukanlah sarana Naskah Akademis RUU KUHP, Maret
utama (sarana pokok) untuk 2015, halaman 36

12
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

KUHP sekarang ini, pengaturan masyarakat terhadap terpidana


tentang hukuman mati dalam RUU tidak terlalu besar; b. terpidana
KUHP lebih lengkap. RUU KUHP menunjukkan rasa menyesal
mengatur ulang mengenai dan ada harapan untuk
pelaksanan hukuman mati yang saat diperbaiki; c. kedudukan
ini di atur dalam Undang-Undang terpidana dalam penyertaan
Nomor2/PNPS/1964 tentang Tata tindak pidana tidak terlalu
Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang penting; dan d. ada alasan yang
dijatuhkan oleh Pengadilan di meringankan.
Lingkungan Peradilan Umum dan (2) Jika terpidana selama masa
Militer, meskipun dirumuskan secara percobaan sebagaimana
ketat dalam penerapannya, hak untuk dimaksud pada ayat (1)
hidup merupakan hak yang dijamin menunjukkan sikap dan
dan tidak dapat dikurangi dalam perbuatan yang terpuji maka
keadaan apapun dalam UUD 1945, pidana mati dapat diubah
sehingga memaksakan pengaturan menjadi pidana seumur hidup
hukuman mati dalam RUU KUHP atau pidana penjara paling
masih akan bertentangan dengan lama 20 (dua puluh) tahun
konstitusi kita. dengan keputusan menteri yang
Pidana mati dalam RUU menyelenggarakan urusan
KUHP diatur dalam Pasal 67 yang pemerintahan di bidang hukum
menyatakan, “Pidana mati dan hak asasi manusia.
merupakan pidana pokok yang (3) Jika terpidana selama masa
bersifat khusus dan selalu percobaan sebagaimana
diancamkan secara alternatif.” 21 dimaksud pada ayat (1) tidak
Penjelasan Pasal 67 menyatakan: menunjukkan sikap dan
“Pidana mati dicantumkan dalam perbuatan yang terpuji serta
pasal tersendiri untuk menunjukkan tidak ada harapan untuk
bahwa jenis pidana ini benar-benar diperbaiki maka pidana mati
bersifat khusus. Jika dibandingkan dapat dilaksanakan atas
dengan jenis pidana yang lain, pidana perintah Jaksa Agung.
mati merupakan jenis pidana yang Jika dibandingkan dengan jenis
paling berat. Oleh karena itu, harus pidana yang lain, pidana mati
selalu diancamkan secara alternatif merupakan jenis pidana yang paling
dengan jenis pidana lainnya, yakni berat. Pidana mati ini harus selalu
pidana penjara seumur hidup atau diancamkan secara alternatif dengan
pidana penjara paling lama 20 jenis pidana lainnya, yakni pidana
(tahun).” Hal tersebut kemudian penjara seumur hidup atau pidana
ditegaskan oleh pasal 91 yang berisi penjara paling lama 20 (dua puluh)
(1). Pelaksanaan pidana mati dapat tahun. Pidana mati dapat dijatuhkan
ditunda dengan masa pula secara bersyarat, dengan
percobaan selama 10 (sepuluh) memberikan masa percobaan,
tahun, jika: a. reaksi sehingga dalam tenggang waktu
masa percobaan tersebut terpidana
diharapkan dapat memperbaiki diri
21
Rancangan Undang-Undang KUHP
2015, Pasal 67

13
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

sehingga pidana mati tidak perlu ini, terdapat kemungkinan bagi


dilaksanakan.22 hakim untuk menjatuhkan pidana
Pelaksanaan hukuman mati mati bersyarat. Jadi dalam ketentuan
ditentukan dengan beberapa kondisi, RUU KUHP ada kewenangan dari
yakni: a) dilaksanakan dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi
menembak terpidana sampai mati Manusia untuk mengubah hukuman
oleh regu tembak; b) tidak mati dengan hukuman penjara dalam
dilaksanakan di muka umum; c) waktu tertentu, termasuk juga
pelaksanaan pidana mati terhadap kewenangan untuk mengubah
wanita hamil atau orang yang sakit hukuman mati. Pasal 92 menyatakan
jiwa ditunda sampai wanita tersebut bahwa jika permohonan grasi
melahirkan atau orang yang sakit terpidana mati ditolak oleh Presiden
jiwa tersebut sembuh; dan d) pidana dan pidana mati tidak dilaksanakan
mati baru dapat dilaksanakan setelah selama 10 (sepuluh) tahun bukan
permohonan grasi bagi terpidana karena terpidana melarikan diri,
ditolak Presiden. 23 maka pidana mati tersebut dapat
Pelaksanaan hukuman mati diubah menjadi pidana seumur hidup
dapat ditunda dengan masa dengan Keputusan Presiden. 27
percobaan selama 10 (sepuluh) tahun Menurut hemat saya,
dengan syarat-syarat tertentu, yaitu : penjaminan HAM di dalam RUU
a) reaksi masyarakat tidak terlalu KUHP 2015 sudah lebih
besar; b) terpidana menunjukkan rasa dikedepankan karena walaupun tidak
menyesal dan ada harapan untuk menghapuskan pidana mati secara
diperbaiki; c) kedudukan terpidana total, RUU KUHP menempatkan
dalam penyertaan tindak pidana tidak pidana mati dalam rumusan sebagai
terlalu penting; dan d) ada alasan pidana pokok yang bersifat khusus
yang meringankan. 24 Jika terpidana dan diancamkan secara alternatif.
selama masa percobaan Dicantumkannya pidana mati dalam
menunjukkan sikap dan perbuatan pasal tersendiri untuk menunjukkan
yang terpuji, maka pidana mati dapat bahwa jenis pidana ini benar-benar
diubah menjadi pidana seumur hidup bersifat khusus. Jika dibandingkan
atau pidana penjara paling lama 20 dengan jenis pidana yang lain,pidana
(dua puluh) tahun dengan Keputusan mati merupakan jenis pidana yang
Menteri Hukum dan Hak Asasi paling berat. Pidana mati ini harus
Manusia, 25 sementara jika terpidana selalu diancamkan secara alternatif
selama masa percobaan tidak dengan jenis pidana lainnya, yakni
menunjukkan sikap dan perbuatan pidana penjara seumur hidup atau
yang terpuji serta tidak ada harapan pidana penjara paling lama 20 (dua
untuk diperbaiki, maka pidana mati puluh) tahun. Pidana mati dapat
dapat dilaksanakan atas perintah dijatuhkan pula secara bersyarat,
Jaksa Agung. 26 Dengan ketentuan dengan memberikan masa percobaan,
sehingga dalam tenggang waktu
22
Ibid, bagian penjelasan masa percobaan tersebut terpidana
23
Ibid, Pasal 90 diharapkan dapat memperbaiki diri
24
Ibid, Pasal 91 ayat 1
25
Ibid, Pasal 91 ayat 2
26 27
Ibid, Pasal 91 ayat 3 Penjelasan Pasal 92, RUU KUHP 2015

14
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

sehingga pidana mati tidak perlu V. DAFTAR PUSTAKA


dilaksanakan.28
Van Apeldoorn, Pengantar Ilmu
IV. KESIMPULAN Hukum, (Jakarta: Pradnya
Berdasarkan uraian pada Paramita, 1971)
penelitian dan pembahasan, maka Muchsin,Ikhtisar Ilmu Hukum,
dapat ditarik kesimpulan sebagai (Jakarta : Badan Penerbit Iblam,
berikut: 2006)
1. Dalam hal pidana mati, tidak ada Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang
perubahan yang drastis dari era : Badan Penyediaan Bahan
orde baru menuju era reformasi. Ilmiah Fakultas Hukum UNDIP,
Di awal era reformasi, tidak 1975),
banyak terjadi eksekusi mati. Pada https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum
masa pemerintahan Presiden an_mati di akses pada tanggal 13
Habibie, tidak dilakukan eksekusi Maret 2016 pukul 21.00
pidana mati, begitu pula dengan Sugiyono, Metode Penelitian
Presiden Abdurrahman Wahid. Kuantitatif Kualitatif dan R&D,
Pelaksanaan pidana mati baru (Bandung : Alfabeta, 2009)
terjadi pada pemerintahan Burhan Ashofa, Metode Penulisan
Presiden Megawat sampai Hukum, (Jakarta : Rineka Cipta,
Presiden Joko Widodo. Adapun 2007)
pelaksanaan pidana mati tersebut Soetrisno Hadi, Metodologi
adalah sebagai berikut 13 orang Research, (Yogyakarta : Andi
dieksekusi pada masa Offset, 1995)
pemerintahan presiden Susilo Todung Mulya Lubis, dalam Kuliah
Bambang Yudhoyono, satu orang Umum di Centre for Indonesian
pada masa pemerintahan presiden Law, Islam and Society di
Megawati, dan 18 orang pada Melbourne Law School, Senin,
masa pemerintahan presiden 24 Agustus 2015, diakses
Jokowi saat ini. melalui
2. Penerapan dan pelaksanaan https://m.tempo.co/read/news/20
pidana mati di Indonesia 15/08/25/078694802/tak-ada-
seringkali melanggar ketentuan bukti-hukuman-mati-bikin-jera,
tentang hak-hak terpidana mati pada 14 Agustus 2016 pukul
yang diatur dalam Perkapolri no. 20.00
12 Tahun 2010 dan UU Sahetapy, Suatu Studi Khusus
no.2/Pnps/1964. Mengenai Ancaman Pidana
Mati Terhadap Pembunuhan
Berencana, (Jakarta : Rajawali,
1982)
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji dan
Anwar Bruce, Penelitian Hukum
Normatif., Jakarta : Radjawali,
1985
Ronny Hanititjo Soemitro,
28
Metodologi Penelitian Hukum
Penjelasan RUU KUHP 2015

15
DIPONEGORO LAW JOURNAL
Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016
Website : http://www.ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/dlr/

dan Jurimetri. Jakarta : Ghalia


Indonesia, 1990
Rahayu, Hukum Hak Asasi Manusia
(HAM), ( Semarang : Badan
Penerbit Universitas
Diponegoro, 2012)

http://lenterahukum.blogspot.co.id/2
009/09/hukuman-mati-adalah-
pelanggaran-ham.html, diakses
pada 14 September 2016 pukul
21.00
Badan Pembinaan Hukum Nasional,
Draft Naskah Akademis RUU
KUHP, Maret 2015,
Rancangan Undang-Undang KUHP
2015

16

You might also like