Professional Documents
Culture Documents
Integritas Akademik - Blok 1
Integritas Akademik - Blok 1
INTEGRITAS AKADEMIK
• Menurut Center for Academic Integrity (CAI), Integritas akademik
merupakan suatu komitmen yang merupakan cerminan
karakteristik moral dan etika individu dalam bidang akademik atau
Pendidikan.
• Nilai-nilai pokok integritas akademik adalah :
• Kejujuran (honestly)
• Kepercayaan (trust)
• Rasa hormat (respect)
• Tanggung jawab (responsibility)
• Keberanian (courage)
INTEGRITAS AKADEMIK
• Pembentukan integritas akademik :
• Dimulai sejak masa kanak- kanak dalam pendidikan keluarga,
pendidikan sekolah dasar dan menengah.
• Anak akan belajar melalui “role model” dalam lingkungannya yang akan
memberi arahan terhadap pembentukan norma sosial serta prinsip
moral dalam dirinya.
• Pondasi kuat yang menunjang pembentukan integritas akademik
menghasilkan konsep diri yang positif (self-confidence and self
awareness)
• Karakteristik dalam intergritas akademik memiliki kemampuan prediksi
yang kuat terhadap dengan perilaku professional di masa yang akan
datang / dunia kerja (work-place integrity)
ACADEMIC DISHONESY OR DISINTEGRITY
”Menasehati” Bullying
Ada solusi Tidak ada solusi
Ada tujuan Menekan
Ada alasan Mempermalukan
Membenarkan sesuatu Melemahkan mental
Konstruktif Tanpa ada kesalahan / alasan
Nada bicara meng-enak-an Power, Superior
Bisa merefleksikan diri Kekerasan
Memperbaiki kesalahan Memuaskan satu pihak
Pelampiasan
Intonasi tinggi, Bahasa “tidak enak”
Dampak : Frustasi / depresi
Mengolok, mencaci maki
CHEATING
• The Epoch Time: 2005 dalam Robert, D.S&
Paris, S.S, 2007, data dari 900 mahasiswa,
hasilnya dari jumlah tersebut 83 %
mengaku pernah menyontek ketika
pelaksanaan tes atau ujiannya.
• Penelitian di FEB-UMB Jakarta: 76 %
mahasiswa pernah menyontek sebelum
menjadi mahasiswa, yaitu sejak sekolah
dasar atau sejak sekolah menengah
pertama.
VIOLENCES
Cheating Tidak ada yang Menyontek tidak Tekanan dari orang tua untuk
mengetahui merugikan orang lain mendapat nilai bagus
Stimulus
Ujian yang sulit;
keharusan untuk lulus
(low-high stakes)
Positif : Tidak
diketahui guru; nilai
bagus
Reinforcem Kebiasaan
Response menyontek
ent
Menyonte Tidak
Negatif: mendapat k menyontek
konsekuensi akademik ;
dijauhi teman
TEORI PERUBAHAN PERILAKU (2)
• Social Cognitive Theory (Albert Bandura)
Cognitive
Factor
Environment Behavioral
al Factor Factor
Keberadaan
“Role Model”
Interaksi antara lingkungan yang
berpengaruh terhadap perilaku
individu
SOCIAL AND EMOTIONAL LEARNING
Social Relationshi
awareness p skills
TEORI PERUBAHAN PERILAKU (3)
• Experiential learning theory (Kolb et al, 1984, 2001, 2005)
DISKUSI KASUS
• AJ adalah seorang mahasiswa tahap sarjana kedokteran gigi semester 7, memiliki hoby
bermain game online. Orang tua AJ adalah dokter ternama yang sangat mendukung AJ
untuk menjadi seorang dokter sepertinya.
• Saat memasuki masa pandemi, semua pembelajaran dilaksanakan secara online. Pada
awalnya, AJ merasa dapat mengatur waktu belajar, mengerjakan tugas dan bermain game
online. Namun, seiring dengan waktu, dan banyaknya tugas yang harus dikerjakan, serta
keinginannya bermain game online, AJ semakin sulit membagi waktu serta sering menunda
pekerjaan/ tugas belajarnya.
• Sebagai mahasiswa yang sangat paham tentang perkembangan teknologi informasi, AJ
seringkali mencari tahu cara untuk dapat mengerjakan tugas lebih cepat. AJ melakukan
berbagai cara, seperti menggunakan joki tugas yang didapatkan dari website tertentu atau
menyalin jawaban tugas teman dan mengakui sebagai jawabannya. Dengan strategi
tersebut, AJ dapat menyelesaikan tugasnya tepat waktu dan juga tetap dapat menjalankan
hobinya bermain game online. Namun, ia menjadi tidak menguasai materi pembelajaran
pada blok tersebut.
DISKUSI KASUS
• Saat ujian, dosen memberi pengarahan bahwa akan dilaksanakan ujian secara online dengan software
tertentu. Software ini mampu membuat tampilan gadget / gawainya tidak dapat mengakses website lain. AJ
pun mencari cara untuk dapat melihat catatan atau mengakses website ketika ujian, karena merasa sangat
kurang dalam persiapan ujiannya. Namun, ternyata teknik yang digunakannya terdeteksi oleh tim IT dan
dosennya. Keesokan harinya, AJ dipanggil untuk menghadap dosennya, dan diminta mempertanggung
jawabkan perbuatannya.
• AJ diberikan konsekuensi untuk mendapatkan nilai 0 pada ujian MCQ. Ia kecewa dan takut hal ini
diketahui orang tuanya. Namun, AJ merasa sulit mengendalikan dirinya untuk mengurangi waktu bermain
game online. Saat ujian lisan (OSOCA) melalui zoom, AJ mencari jawaban dari teman yang sudah ujian
menggunakan aplikasi whatsapp dan membuka gadget tambahan. Hal ini juga ternyata diketahui oleh
dosennya, sehingga AJ kembali mendapatkan konsekuensi nilai 0. Berdasarkan dua kejadian tersebut, prodi
mengambil kebijakan bahwa AJ tidak dapat mengikuti remedial sehingga perlu mengulang blok pada tahun
berikutnya. Hal ini membawa dampak AJ tidak dapat lulus tepat waktu.
• AJ sangat menyesali perilakunya dan ingin berusaha untuk memperbaiki diri, karena merasa telah
mengecewakan orang tuanya.