Professional Documents
Culture Documents
X), Bulan
20XX, xx-xx
ABSTRAK
Spastisitas merupakan gangguan motorik pada otot yang ditandai dengan adanya ketegangan pada otot.
Spastisitas biasanya dapat ditemui pada penderita CP spastik. Terdapat beberapa manajemen yang dapat
dilakukan untuk mengurangi spastisitas otot, diantaranya adalah metode kinesio tape dan terapi
neuromuscular electrical stimulation. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan
efektivitas antara kinesio tape dan neuromuscular electrical stimulation terhadap derajat spastisitas pasien
anak cerebral palsy spastik. Penelitian ini bersifat observasional analitik dengan metode cross sectional.
Sampel yang diambil merupakan pasien anak yang didiagnosis cerebral palsy spastik di RSUD Ulin
Banjarmasin periode Oktober-November 2022. Analisis data menggunakan paired t test, independent t
test, wilcoxon test, dan Mann-Whitney test. Hasil dari penelitian ini diperoleh rerata penurunan spastisitas
antara KT dan NMES pada pasien cerebral palsy spastik dengan nilai p=0,121 pada perbandingan skor
modified ashworth scale dan nilai p=0,892 pada perbandingan nilai surface electromyography. Namun,
ditemukan bahwa rerata penurunan modified ashworth scale dan surface electromyography pada
kelompok NMES lebih besar (MAS=1,00 dan SEMG=1,000) dibandingkan kelompok KT(MAS=0,00
dan SEMG=0,833). Sehingga secara klinis dapat disimpulkan bahwa NMES lebih efektif daripada KT
untuk menurunkan spastisitas.
Kata kunci: spastisitas, kinesio tape, neuromuscular electrical stimulation, cerebral palsy spastik
ABSTRACT
Spasticity is a motor disorder in the muscles characterized by tension in the muscles. Spasticity
can usually be found in patients with spastic CP. There are several management methods that
can be used to reduce muscle spasticity, including the kinesio taping method and
neuromuscular electrical stimulation therapy. This study aims to analyze the effectiveness
comparison between kinesio tape and neuromuscular electrical stimulation on the degree of
spasticity in pediatric spastic cerebral palsy patients. This research is analytic observational
with cross sectional method. The samples taken were pediatric patients diagnosed with spastic
cerebral palsy at Ulin Hospital Banjarmasin for the period October-November 2022. Data
analysis used paired t-test, independent t-test, Wilcoxon test, and Mann-Whitney test. The
results of this study obtained a mean decrease in spasticity between KT and NMES in patients
with spastic cerebral palsy with a p value=0.121 on the modified ashworth scale and p
value=0.892 on the surface electromyography. However, it was found that the mean reduction
of modified ashworth scale and surface electromyography in the NMES was greater (MAS=1.00
and SEMG=1.000) than in the KT (MAS=0.00 and SEMG=0.833). So clinically it can be
interpreted that NMES is more effective than KT to reduce spasticity.
Keywords: spasticity, kinesio tape, neuromuscular electrical stimulation, spastic cerebral palsy
Artikel Penelitian Syifa’ MEDIKA, Vol.XX (No. X), Bulan
20XX, xx-xx
Korespondensi: darusetya@gmail.com
Pendahuluan
Cerebral palsy adalah gangguan perkembangan gerak dan postur yang
mengakibatkan keterbatasan aktivitas yang bersifat permanen dan non progresif.1 CP
disebabkan oleh kerusakan otak yang terjadi pada janin atau bayi selama periode
prenatal, perinatal, dan postnatal. CP dapat dibagi menjadi tipe spastik, diskinetik, dan
hipotonik.2 Cerebral palsy spastik merupakan tipe dengan pravelensi tertinggi dengan
rerata prevalensi mencapai 80%.1 Cerebral palsy spastik dapat mengakibatkan
spastisitas otot.
Spastisitas dapat menyebabkan gangguan fungsional saat beraktivitas. Seiring
waktu, spastisitas juga dapat menyebabkan masalah, seperti nyeri otot atau kejang. 3
Tidak ada terapi atau penanganan khusus pada otak yang mengalami kerusakan pada
pasien dengan CP, penanganannya difokuskan pada peningkatan kualitas hidup
penderita.1
Spastisitas dapat dikurangi dengan beberapa terapi atau manajemen, diantaranya
manajemen konvensional, manajemen farmakologis, dan manajemen bedah. Menurut
beberapa literatur terdapat beberapa manajemen yang bisa dilakukan untuk mengurangi
spastisitas pada otot, diantaranya adalah metode kinesio taping dan terapi
neuromuscular electrical stimulation.4
Kinesio taping adalah alat terapi yang relatif baru digunakan dalam program
rehabilitasi anak dengan CP. Kinesio tape adalah pita khusus yang bersifat elastis dan
terbuat dari serat kapas bebas lateks yang tidak memiliki efek obat dan dirancang untuk
meniru sifat elastisitas otot dan permukaan kulit. Pemberian KT bersama dengan
program rehabilitasi lainnya pada pasien CP memiliki dampak positif pada sistem
sensorimotor dan meningkatkan kontrol dan koordinasi ekstremitas atas.5
Neuromuscular electrical stimulation adalah terapi arus listrik untuk
memperkuat otot pada pasien dengan CP. Metode non-invasif yang aman ini
menginduksi potensial aksi di saraf motorik, menyebabkan aktivasi unit motorik.
Neuromuscular electrical stimulation melibatkan menyalurkan arus listrik melalui
elektroda (katoda dan anoda) yang ditempatkan di atas otot. Neuromuscular electrical
stimulation merupakan jenis terapi stimulasi listrik yang umum dan telah digunakan
sebagai terapi alternatif untuk meningkatkan fungsi motorik kasar pada anak dengan
CP.6
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan efektivitas pemberian
kinesio tape dan neuromuscular electrical stimulation terhadap perbaikan spastisitas
pasien anak dengan cerebral palsy spastik.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan pada penelitian ini merupakan observasional analitik
dengan metode cross sectional. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive
sampling. Sampel yang digunakan merupakan data primer yang diambil di RSUD Ulin
Banjarmasin. Pengambilan sampel (subjek) dilakukan dengan teknik purposive
sampling. Penelitian ini menggunakan subjek sebanyak 6 subjek anak. Kriteria inklusi
yang digunakan pada penelitian ini meliputi Pasien yang telah didiagnosis CP spastik
oleh dokter spesialis anak, Pasien CP spastik yang setuju diterapi dengan KT dan
Artikel Penelitian Syifa’ MEDIKA, Vol.XX (No. X), Bulan
20XX, xx-xx
NMES, pasien dengan skor modified ashworth scale 1-3, pasien dengan diagnosis CP
dengan GMFCS 1-5. Kriteria eksklusinya adalah pasien yang mengalami spastisitas
bukan karena CP spastik, pasien spastisitas dengan skor MAS 0 atau 4, pasien yang
sudah mendapat terapi farmakologi relaksasi otot, pasien yang sudah mendapat terapi
bedah dan botox, pasien yang mengalami luka terbuka, dan pasien yang kontraindikasi
dengan terapi, seperti alergi, iritasi, kelainan jantung, tumor, dan kelainan lain.
Subjek penelitian adalah pasien yang telah didiagnosis CP spastik oleh dokter
spesialis anak dengan rentang usia 2-18 tahun. Subjek penelitian akan dibagi menjadi 2
kelompok. Kelompok perlakuan 1, yaitu kelompok yang diberikan terapi kinesio tape
dilekatkan di daerah otot agonis elbow flexor selama 20 menit. Kelompok perlakuan 2,
yaitu kelompok yang diberikan terapi neuromuscular electrical stimulation dengan
frekuensi rendah sebesar 15 Hz selama 10 menit. Kedua kelompok perlakuan akan
dilakukan pengukuran dengan menggunakan modified ashworth scale dan surface
electromyography sebelum diberikan terapi sesuai kelompok perlakuan, kemudian
diberikan terapi sesuai kelompok perlakuan dan setelah itu dilakukan pengukuran lagi
dengan menggunakan modified ashworth scale dan surface electromyography.
Data dalam penelitian akan dianalisis dengan uji normalitas saphiro-wilk
Selanjutnya, data SEMG sebelum dan sesudah pada pasien cerebral palsy spastik
dianalisis menggunakan paired t test, sedangkan data MAS dianalisis menggunakan
wilcoxon test untuk melihat kebermaknaan terapi. Data delta SEMG dianalisis dengan
independent t test dan data delta MAS dianalisis dengan mann-whitney test untuk
melihat apakah terdapat perbedaan yang bermakna.
Hasil Penelitian
Karakteristik dasar subjek penelitian efektivitas pemberian kinesio tape dan
neuromuscular electrical stimulation terhadap perbaikan spastisitas pasien anak dengan
cerebral palsy spastik dapat dilihat pada tabel 1. Hasil pengumpulan data penelitian
efektivitas pemberian kinesio tape dan neuromuscular electrical stimulation terhadap
perbaikan spastisitas pasien anak dengan cerebral palsy spastik dapat dilihat pada tabel
2. Hasil analisis data MAS dan SEMG kelompok dengan terapi kinesio tape dapat
dilihat pada tabel 3. Hasil analisis data MAS dan SEMG kelompok dengan terapi
neuromuscular electrical stimulation dapat dilihat pada tabel 4. Hasil analisis delta
MAS dan SEMG antara kelompok kinesio tape dan neuromuscular electrical
stimulation dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 2. Hasil Pengumpulan Data Penelitian Efektivitas Pemberian Kinesio Tape dan
Neuromuscular Electrical Stimulation terhadap Perbaikan Spastisitas Pasien
Anak dengan Cerebral Palsy Spastik
Kelompok 1 (KT)
Subjek Penelitian Pre MAS Post MAS Pre SEMG Post SEMG
01 2 2 13,5 14,2
02 2 2 43,8 42,9
03 1 1 2,3 0
Kelompok 2 (NMES)
Subjek Penelitian Pre MAS Post MAS Pre SEMG Post SEMG
01 3 1+ 23,3 23,7
02 3 2 32,2 31
03 3 3 13,6 11,4
Tabel 3. Hasil Analisis Data MAS dan SEMG Kelompok dengan Terapi Kinesio Tape
Tabel 4. Hasil Analisis Data MAS dan SEMG kelompok dengan Terapi
Neuromuscular Electrical Stimulation
Tabel 5. Hasil Analisis Delta MAS dan SEMG antara Kelompok Kinesio Tape dan
Neuromuscular Electrical Stimulation
Pembahasan
Berdasarkan penelitian yang sudah dilakukan didapatkan subjek penelitian
sebanyak 6 anak. Karakteristik data subjek penelitian menunjukkan sebaran usia 0-5
Artikel Penelitian Syifa’ MEDIKA, Vol.XX (No. X), Bulan
20XX, xx-xx
tahun memiliki jumlah sebesar 5 orang (83,4%) dan usia 5-11 tahun memiliki jumlah
sebesar 1 orang (16,6%). Berdasarkan jenis kelamin terdapat laki-laki dengan jumlah
sebanyak 4 orang (66,7%), dan perempuan sebanyak 2 orang (33,3%). Data pada
penelitian ini (Tabel 1.) selanjutnya dilakukan analisis secara observasional analitik
untuk memperoleh gambaran tentang spastisitas sebelum dan sesudah terapi KT dan
NMES.
Tabel 2. menunjukkan data spastisitas pasien sebelum diterapi KT dan NMES
yang diukur menggunakan 2 parameter, yaitu MAS dan SEMG. Tabel di atas
menunjukkan saat dilakukan pengukuran MAS tidak terdapat perubahan pada kelompok
1 (KT) dan terdapat penurunan nilai pada kelompok 2 (NMES) sesudah diberikan
terapi. Namun, saat pengukuran menggunakan SEMG terlihat kebanyakan pasien
mengalami penurunan nilai SEMG, tetapi terdapat beberapa data yang menunjukkan
peningkatan. Hal ini mungkin terjadi disebabkan karena adanya faktor pengganggu
sinyal SEMG seperti, karakteristik dari penempatan elektroda, kondisi psikologis
pasien, ataupun kualitas dari elektroda. Pada penelitian ini, diduga yang menjadi faktor
penggangu adalah karakteristik dari penempatan elektroda dalam hal ini adalah kulit
pasien, yang dari beberapa pasien memiliki ketebalan kulit yang berbeda-beda sehingga
menggangu konduksi kelistrikan dari sinyal SEMG.7
Hasil normalitas Saphiro-Wilk pengukuran SEMG pada KT menunjukkan
sebelum terapi nilai p=0,504 dan sesudah terapi menunjukkan nilai p=0,632. Hasil
normalitas SEMG pada NMES menunjukkan sebelum terapi nilai p=0,953 dan sesudah
terapi menunjukkan nilai p=0,721. Nilai uji normalitas tersebut menunjukkan jika data
tersebut terdistribusi normal (p>0,005) dan akan dilanjutkan paired t test dan
independent t test. Data delta MAS pada KT menunjukkan nilai p=0,000 dan data delta
MAS pada NMES menunjukkan nilai p=1,000. Sementara itu, data delta SEMG pada
KT menunjukkan nilai p=0,927 dan data delta SEMG pada NMES menunjukkan nilai
p=0,747. Hasil uji normalitas tersebut menunjukkan jika data penelitian telah
terdistribusi normal (p>0,05), kecuali data delta MAS pada KT (p<0,05) yang mana
harus dilakukan Mann-Whitney test.
Pada tabel 3. hasil analisis data pada kelompok KT menunjukkan rerata nilai
MAS sebelum diberikan terapi KT adalah 3,33±1,155 dan sesudah diberikan terapi KT
adalah 3,33±1,155 dengan nilai p=1,000. Nilai SEMG sebelum diberikan terapi KT
adalah 19,867±21,4701 dan sesudah diberikan terapi KT adalah 19,0033±21,8546
dengan nilai p=0,438. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna
secara statistik pada pengukuran MAS dan SEMG sebelum dan sesudah terapi KT
(p>0,05). Sebuah penelitian dari Özmen, et al. juga mendukung hasil ini, dimana tidak
terdapat perubahan yang signifikan pada efek segera spastisitas pada anak yang
mengalami CP.8 Penelitian tersebut menjelaskan bahwa salah satu faktor yang
menyebabkan hal ini dikarenakan efek dari KT baru dapat menimbulkan efek yang
signifikan setelah pemakaian selama 48 jam. Penelitian lain dari Zabih Allah, et al.
menyimpulkan bahwa KT baru dapat menimbulkan efek yang signifikan bila kombinasi
Artikel Penelitian Syifa’ MEDIKA, Vol.XX (No. X), Bulan
20XX, xx-xx
dengan teknik pengobatan lainnya, dan efek tersebut baru akan terasa setelah 3 hari
pemakaian pada anak-anak.9
Walaupun secara statistik tidak ada perbedaan yang signifikan, tetapi penurunan
spastisitas oleh intervensi NMES masih dapat terlihat secara klinis. Hal ini dapat dilihat
dari rerata penurunan MAS sebesar 1.00, dimana penurunan MAS lebih dari 0,5 sudah
dianggap bermakna.10 KT dapat menstimulasi mekanoreseptor di kulit dan memberikan
peregangan terus menerus pada kulit yang menginduksi perubahan fisiologis di area
yang ditempel.11 KT bisa menyebabkan kontraksi atau merangsang relaksasi dari tonus
otot.12 Penempelan KT dari arah insersio ke origo otot akan menarik fascia dari otot
yang antagonis dengan arah kontraksi sehingga menghambat kontraksi otot agonis
(inhibisi).13
Pada tabel 4. hasil analisis data pada kelompok NMES menunjukkan rerata nilai
MAS sebelum diberikan terapi NMES adalah 5,00±0,000 dan sesudah diberikan terapi
NMES adalah 4,00±1,000 dengan nilai p=0,180. Nilai SEMG sebelum diberikan terapi
NMES adalah 23,033±9,30287 dan sesudah diberikan terapi NMES adalah
22,0333±9,90572 dengan nilai p=0,317. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan bermakna secara statistik pada pengukuran MAS dan SEMG sebelum dan
sesudah terapi NMES (p>0,05). Hasil ini didukung oleh penelitian dari Yıldızgören, et
al. menjelaskan bahwa tidak ada perubahan yang signifikan pada spastisitas setelah
diterapi selama 6 minggu pemberian terapi NMES. Efek NMES akan lebih efektif jika
dikombinasi dengan latihan dan orthosis. Efek yang ditimbulkan akan mulai terlihat
pada minggu keempat terapi secara rutin.14 Sebuah penelitian serupa oleh Karabay I, et
al. mengatakan tidak adanya perubahan berarti nilai MAS setelah diterapi NMES bisa
juga disebabkan oleh durasi terapi yang pendek, jumlah sampel yang sedikit, dan
ketebalan otot yang diterapi. Efek terapeutik NMES biasanya akan mulai berdampak
setelah menerima terapi 30-60 menit/hari selama 6-8 minggu.15
Walaupun secara statistik tidak terdapat perbedaan yang signifikan, tetapi
penurunan spastisitas oleh intervensi NMES masih dapat terlihat secara klinis. Ini
dilihat dari penurunan rerata MAS sebesar 1.00, dimana penurunan MAS lebih dari 0,5
sudah dianggap bermakna.10 NMES dapat menyebabkan penghambatan timbal balik
(reciprocal inhibition) otot antagonis spastis melalui stimulasi interneuron sumsum
tulang belakang, yang juga dapat mengurangi rangsangan kortikal otot antagonis kejang.
NMES dapat meningkatkan koordinasi otot di seluruh ekstremitas atas dengan
mengurangi kontraksi bersama antara pasangan otot agonis-antagonis spastik dan
pergelangan tangan dan siku, serta kontraksi bersama antara fleksor siku dan
pergelangan tangan.16
Pada tabel 5. hasil rerata perubahan antar kelompok menunjukkan pada KT tidak
terdapat perubahan dengan hasil 0,00±0,0000, sedangkan pada NMES terdapat
penurunan sebesar 1,00±1,0000 dengan nilai p=0,121 saat diukur dengan MAS.
Sedangkan, ketika diukur menggunakan SEMG menunjukkan pada KT terdapat
perubahan sebesar 0,833±1,5011, sedangkan pada NMES terdapat penurunan sebesar
1,000±1,3115 dengan nilai p=0,892. Hasil ini sendiri menunjukkan bahwa secara
Artikel Penelitian Syifa’ MEDIKA, Vol.XX (No. X), Bulan
20XX, xx-xx
statistik tidak terdapat kebermaknaan (p>0,05). Namun, secara klinis NMES memiliki
penurunan yang lebih besar daripada KT ketika dilakukan pengukuran menggunakan
MAS dan SEMG, sehingga dapat disimpulkan jika NMES lebih efektif dibandingkan
KT untuk mengurangi spastisitas pada pasien anak dengan CP spastik.
Daftar Pustaka
1. Ismunandar H, Ismiarto DY. Hubungan antara spastisitas pergelangan kaki dengan
kualitas hidup pada anak dengan cerebral palsy tipe spastik quadriplegia. Jurnal
Sistem Kesehatan. 2018;4(1):8–11.
2. Tabatabaee M, Cheraghifard M, Shamsoddini A. The effects of kinesio taping of
lower limbs on functional mobility, spasticity, and range of motion of children with
spastic cerebral palsy. Egyptian Journal of Neurology, Psychiatry and
Neurosurgery. 2019;55(1).
Artikel Penelitian Syifa’ MEDIKA, Vol.XX (No. X), Bulan
20XX, xx-xx