Professional Documents
Culture Documents
PPHAT 2019 MKN
PPHAT 2019 MKN
PENDAFTARAN TANAH
A. PENGERTIAN
B. KEWENANGAN NEGARA
C. TANAH UNTUK ORANG ASING
D. PENDAFTARAN TANAH
E. TANAH SEBAGAI JAMINAN KREDIT
F. PENGADAAN TANAH UTK KEPENTINGAN UMUM
G. HAK PENGELOLAAN
Ps 2 UUPA
(1) Atas dasar ps 33 (3), BARAK, pd tingkatan tertinggi dikuasai oleh
Negara, sbg organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak mengusai dr negara menurut ayat (1) di atas memberi
wewenang utk:
a.mengatur dan menyelenggarakan peruntukan,
penggunaan, persediaan dan pemeliharaan BARAK
b.menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hk antara
org-org dengan BARAK
c.menentukan dan mengatur hubungan-hubung-an hk antara
org-org dgn perbuatan-perbuatan hk mengenai BARAK
“negara berwenang menentukan dan mengatur hubungan-
hubungan hk antara orang-orang dengan BARAK” (?)
-Apa maksudnya?:
- Tapi, hukum negara (baik statutory law, maupun judge made law) sdh
menentukan macam-macam hak atas tanah yang boleh ada. Jadi
semacam pembatasan jenis-jenis hak (Itu yang dimaksud dgn numerus
clausus, yakni pembatasan jenis-jenis hak atas tanah yang termasuk hak
kebendaan).
- Contoh di Belanda (lihat buku Hukum Pertanahan di Belanda dan
Indonesia).
“hubungan-hubungan hk antara orang-orang dengan BARAK”
Apa maksudnya?
Bandingkan dengan pengertian property right: “relationships
among/between people that concern things”
“bundle of rights”:
-Right to exclude
-Right to transfer
-Right to possess and to use
Isi/kandungan/muatan property right menurut Hohfeld:
Property right mengandung 4 kategori hubungan
a. Right vs duty
b. Liberty vs. no-right
c. Power vs liability
d. Immunity vs. disability
A. HAK-HAK ATAS TANAH
❑ Jadi,: Negara bukanlah pemilik seperti pd masa kolonial (melaui asas domein
verklaring) (Penjelasan Umum)
: Tugas/kewenangan tsb di atas adalah tugas/kewenangan Pem. Pusat; dpt
didelegasikan kpd pem. daearah dlm kerangka medebewind; subjek HMN
adalah Negara RI sbg organisasi kekuasaan seluruh rakyat Indon.
❑ Tanah yg dihaki dgn HMN
▪ HMN meliputi semua tanah dlm wilayah RI, baik tanah yg belum dilekati
sesuatu hak atas tanah maupun yg belum.
▪ Jadi, meliputi dua kategori:
1. Tanah yg dikuasai langsung oleh negara (sering disingkat “tanah
negara” saja), yakni tanah yg belum dilekati oleh hak atas tanah
seperti hak milik, HGU, HGB, hak pakai atas tanah negara, hak
pengelolaan, tanah hak ulayat dan tanah wakaf. Tanah yg dikuasai
langsung oleh negara (“tanah negara”) ini meliputi antara lain:
a. tanah-tanah yang diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya;
b. tanah-tanah hak yang berakhir jangka waktunya dan tidak
diperpanjang lagi;
c. tanah-tanah yang pemegang haknya meninggal dunia tanpa ahli
waris;
d. tanah-tanah yang ditelantarkan; dan
e. tanah-tanah yang diambil untuk kepentingan umum.
2. Tanah yg tidak langsung dikuasai oleh negara yakni tanah-tanah yg
sudah dilekati hak atas tanah (sering pula disebut “tanah hak”)
Bagaimana dengan tanah yang dikuasai oleh Departemen dan Lembaga-lembaga
pemerintah non-departemen?
Menurut Sumardjono, apabila definisi tanah negara tersebut di atas diterima,
maka tanah (yang dikuasai oleh) pemerintah tersebut tidak serta merta masuk
dalam pengertian tanah negara, walaupun tanah tersebut merupakan
aset/kekayaan negara, karena tanah-tanah negara yang dikuasai oleh suatu
instansi pemerintah yang dipergunakan sesuai dengan tugas masing-masing
diberikan dengan hak pengelolaan atau hak pakai sesuai dengan Peraturan
Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965. Apabila suatu instansi pemerintah menguasai
tanah namun tidak memegang hak pengelolaan atau hak pakai, maka status
tanahnya adalah tanah negara. Dan menurut Boedi Harsono, tanah-tanah yang
dikuasai departemen-depertemen dan lembaga-lembaga pemerintah non-
departemen dengan Hak Pakai itu, merupakan aset atau bagian kekayaan negara,
yang penguasaannya ada pada Menteri Keuangan (Boedi Harsono, 1999)
Dalam prakteknya, kekayaan negara berupa tanah tersebut dapat
dipindahtangankan atau dipertukarkan dengan pihak lain (ruilslag) atau dapat juga
dimanfaatkan dengan cara disewakan atau dipergunakan dengan cara dibangun,
dioperasikan, dan diserahterimakan kepada pihak lain (BOT).
Hak Ulayat/Hak Wilayah
❑ Pengertian:
▪ Based on the references on adat (customary) law, it can be stated that ulayat
right is a sui generis property right. These sui gereris aspects of ulayat right
are that: (1) Ulayat right is a communal right, i.e. the right that is possessed
in common by the adat law community as an entity; (2) Being possessed by
adat law community, the ulayat right gives to such a community, public
(government-like) authorities to regulate and control the use of the ulayat
land; (3) Ulayat land are permanently inalienable.
▪ Mochamad Tauchid: hak daerah atau suku bangsa atas selingkungan tanah,
yang berisi kewenangan utk mengatur penguasaan dan penggunaan tanah
dalam lingkungan wilayahnya.
▪ Depdagri-FH UGM, 1978: hak yg melekat sbg kompetensi khas pd masyarakat
hk adat, berupa wewenang/kekuasaan mengurus dan mengatur tanah
seisinya, dgn daya laku ke dlm maupun ke luar.
▪ PMA 5/1999 ttg Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hk
Adat, hak ulayat adalah:
“kewenangan yg menurut hk adat dipunyai oleh masyarakat hukum adat
tertentu atas wilayah tertentu yg merupakan lingkungan hidup para
warganya, utk mengambil manfaat dari sumber daya alam, termasuk
tanah, dalam wilayah tersebut, bagi kelangsungan hidup dan kehidupannya,
yg timbul dari hubungan secara lahiriah dan batiniah turun temurun dan
tidak terputus antara masyarakat hukum adat tersebut dgn wilayah ybs.”
Dari beberapa pandangan ahli, bisa dilihat adanya beberapa unsur dan ciri
hak ulayat, yaitu: :
▪ masyarakat hk adat sebagai subjek hak: suatu kelompok yg teratur,
bersifat tetap dan mempunyai kekuasaan sendiri, juga kekayaan sendiri
(termasuk tanah ulayat sendiri), di mana para anggota kesatuan masing-
masing mengalami kehidupan dlm masyarakat sbg hal yg wajar menurut
kodrat alam dan tidak seorg pun di antara para anggota itu mempunyai
pikiran atau kecenderungan utk membubarkan ikatan yg telah tumbuh
itu atau meninggalkannya dlm arti melepaskan diri dr ikatan itu utk
selama-lamanya (menurut Ter Haar);
▪ Hubungan dan hak masyarakat hukum adat atas tanah dalam wilayahnya
itu bersifat:
- hubungan kebatinan dan keagamaan (magis religius);
- hubungan yg bersifat ekonomis;
- hubungan kemasyarakatan.
▪ Hak ulayat meliputi semua sumber daya alam, termasuk tanah, yg ada
dlm lingkungan wilayah masyarakat hk yg bersangkutan, baik yg sudah
dihaki oleh seseorg maupun yg belum. Di beberapa masyarakat hk adat,
seperti di Maluku, hak ulayat itu meliputi wilayah perairan/lautan juga.
▪ Kekuatan berlaku ke dlm dan ke luar:
Ke dlm, memberikan wewenang kpd “penguasa” masyarakat
hk adat utk mengatur penguasaan dan penggunaan
wilayah ulayat itu oleh warga dan utk kepentingan
masyarakat hk adat ybs.
Ke luar, memberikan kewenangan utk mengatur
penggunaan/akses oleh “org luar” terhadap tanah ulayat.
Asas-asas tsb mrpkan dasar dalam menentukan dan mengatur hubungan antara
bangsa, negara dan rakyat Indonesia di satu pihak, dengan sumber daya agraria
(bumi, air, ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung di dalamnya) di
pihak lain. Asas-asas ini sebagian terkait dengan semua sumber daya agraria, dan
sebagiannya lebih terkait dengan sumber daya tanah (atau permukaan bumi)
sebagai salah satu unsur/bagian sumber daya agraria.
Asas Pertama: ASAS KENASIONALAN
▪ Pasal 1 (ayat 1,2,3,4,5)
▪ Apa maknanya?
Apa maknanya:
Apa maknanya?
Asas Kelima: PENGUTAMAAN KEPADA WNI
➢ psl 9 (1): Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hubungan yang
sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa
➢ psl 21 (1): Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai hak milik.
➢ psl 26: Setiap jual-beli, penukaran, penghibahan, pemberian dengan wasiat
dan perbuatan-perbuatan lain yang dimaksudkan untuk langsung atau tidak
langsung memindahkan hak milik kepada orang asing, kepada seorang warga-
negara yang disamping kewarganegaraan Indonesianya mempunyai kewarga-
negaraan asing atau kepada suatu badan hukum kecuali yang ditetapkan oleh
Pemerintah termaksud dalam pasal 21 ayat (2),
Asas Keenam: NON-DISKRIMINASI (psl 9 {2})
Khusus:
Kewajiban-kewajiban yang secara khusus dicantumkan dalam surat
keputusan pemberian haknya atau dalam surat perjanjiannya serta
dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku, baik peraturan
Pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
Misalnya pemberian hak atas tanah kepada perusahaan real estat
disertai kewajiban untuk menyediakan tanah bagi keperluan fasilitas
sosial dan utilitas umum dan memelihara dalam jangka waktu tertentu
prasarana lingkungan dan utilitas umum sebelum nantinya diserahkan
kepada Pemda yang bersangkutan (lihat Permendagri No. 3/1987
tentang Penyediaan dan Pemberian Hak atas Tanah untuk Keperluan
Perusahaan Pembangunan Perumahan).
Ketentuan-ketentuan mengenai subjek haknya
Ketentuan Pokok: pasal 9 UUPA, sebagai manifestasi asas
kebangsaan/kenasionalan (ayat 1) dan asas demokrasi/penghormatan
terhadap HAM (ayat 2);
Pasal 9 ayat 1: Hanya warga-negara Indonesia dapat mempunyai
hubungan yang sepenuhnya dengan bumi, air dan ruang angkasa,
dalam batas-batas ketentuan pasal 1 dan 2.
Pasal 9 ayat 2: Tiap warga-negara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita
mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak
atas tanah serta untuk mendapat manfaat dari hasilnya, baik bagi diri
sendiri maupun keluarganya
Ketentuan-ketentuan umum mengenai subjek hak
Karena ketentuan pasal 9 dan ketentuan-ketentuan UUPA lainnya serta peraturan-
peraturan pelaksanaannya, maka berlaku beberapa asas umum yang terkait
dengan subyek hak atas tanah:
a. Dalam hal pemindahan hak atas tanah, ada pembatasan berkenaan dengan
subyek hak, karena bagi tiap hak atas tanah ditentukan syarat yang harus
dipenuhi oleh subyeknya. Misalnya, untuk hak hak milik, subyeknya harus
berstatus WNI tunggal dan badan hukum yang ditunjuk oleh pemerintah (Pasal
21 ayat 1,2 dan 4). Lebih lanjut, berlaku larangan pemindahan hak milik kepada
orang yang bukan WNI tunggal atau badan hukum tertentu tersebut (pasal 26)
b. Tiap WNI diperbolehkan menguasai tanah dengan hak apa pun, kecuali jika
secara tegas ada larangan yang tidak memungkinkannya; Misalnya, Hak
Pengelolaan yang merupakan gempilan dari hak menguasai negara, hanya
dikhususkan bagi badan-badan hukum tertentu (BUMN atau BUMD), dan tidak
mungkin diberikan kepada perorangan WNI.
c. Tidak diadakan permbedaan antara sesama WNI, yang didasarkan atas
perbedaan ras atau kelamin (pasal 9 ayat 2), melainkan atas perbedaan
kedudukan ekonomi yang kuat dan lemah (Pasal 11). Artinya bahwa diberikan
jaminan perlindungan (affirmative action) bagi masyarakat golongan ekonomi
lemah.
.
lanjutan
▪ HMN meliputi semua tanah dalam wilayah RI, baik tanah yang belum dilekati
sesuatu hak atas tanah maupun yang belum.
▪ Jadi, meliptuti dua kategori:
a. Tanah yang dikuasai langsung oleh negara (sering disingkat “tanah negara”
saja), yakni tanah yang belum dilekati oleh hak atas tanah seperti hak
milik, HGU, HGB, hak pakai atas tanah negara, hak pengelolaan, tanah hak
ulayat dan tanah wakaf.
Tanah yang dikuasai langsung oleh negara (“tanah negara”) ini meliputi
juga:
1) tanah-tanah yang diserahkan secara sukarela oleh pemiliknya;
2) tanah-tanah hak yang berakhir jangka waktunya dan tidak
diperpanjang lagi;
3) tanah-tanah yang pemegang haknya meninggal dunia tanpa ahli
waris;
4) tanah-tanah yang ditelantarkan; dan
5) tanah-tanah yang diambil untuk kepentingan umum
b. Tanah Tanah yang tidak langsung dikuasai oleh negara yakni tanah-tanah
yang sudah dilekati hak atas tanah (sering pula disebut “tanah hak”)
Bagaimana dengan tanah yang dikuasai oleh Departemen dan Lembaga-
lembaga pemerintah non-departemen?
Menurut Sumardjono, apabila definisi tanah negara tersebut di atas
diterima, maka tanah (yang dikuasai oleh) pemerintah tersebut tidak serta
merta masuk dalam pengertian tanah negara, walaupun tanah tersebut
merupakan aset/kekayaan negara, karena tanah-tanah negara yang
dikuasai oleh suatu instansi pemerintah yang dipergunakan sesuai dengan
tugas masing-masing diberikan dengan hak pengelolaan atau hak pakai
sesuai dengan Peraturan Menteri Agraria No. 9 Tahun 1965. Apabila suatu
instansi pemerintah menguasai tanah namun tidak memegang hak
pengelolaan atau hak pakai, maka status tanahnya adalah tanah negara.
Dan menurut Boedi Harsono, tanah-tanah yang dikuasai departemen-
depertemen dan lembaga=lembaga pemerintah non-departemen dengan
Hak Pakai itu, merupakan aset atau bagian kekayaan negara, yang
penguasaannya ada pada Menteri Keuangan (Boedi Harsono, 1999)
Dalam prakteknya, kekayaan negara berupa tanah tersebut dapat
dipindahtangankan atau dipertukarkan dengan pihak lain (ruilslag) atau
dapat juga dimanfaatkan dengan cara disewakan atau dipergunakan
dengan cara dibangun, dioperasikan, dan diserahterimakan kepada pihak
lain (BOT).
Perbedaan macam hak yg dapat dipunyai oleh kelompok subyek
WNI x x x x
Sendiri
WNI x x x x
Bersama
WNA x
Sendiri
WNA x
Bersama
BH x x x
Swasta Ind
BH Swas x
ta Asing
BH Publik x x (incl
Ind. BUMN)
BH Publik x
Asing
HAK-HAK INDIVIDUAL (PERORANGAN) ATAS TANAH
HAK MILIK
a. Diatur: Pasal 20-27, Pasal 50
b. Pengertian: Psl 20 (1): hak milik adalah HAT yang:
- turun-temurun (maksudnya, jangka waktu-nya tak terbatas atau tidak dibatasi)
- terkuat (dapat jadi induk HGB, Hak Pakai)
- terpenuh (beri kewenangan untuk brbagi jenis usaha)
- dapat dipunyai orang atau Badan Hukum
- mengingat Pasal 6
5. Berdasarkan UU 13/2012, maka ditambah lagi dua badan hukum yng bisa
mempenyai tanah dengan hak milik, yaitu Kesultanan dan Pakualaman.
c. Terjadinya HM (Pasal22)
a. menurut hukum adat: kalau HM itu
diberikan/terjadi di atas tanah ulayat menurut
hukum adat (akan diatur dgn PP; tp sampai saat ini
PP tsb belum ada)
b. penetapan pemerintah, dengan cara &syarat yang
diatur PP(sudah diatur dalam Permeneg
Agraria/KaBPN 9/99): kalau HM itu
terjadi/diberikan di atas tanah negara;
pemberiannya dilakukan melalui penetapan
pemerintah)
c. ketentuan UU: HM itu tejadi krn UU, seperti karena
ketentuan konversi Pasal II dlm UUPA, yang
menertukan bahwa hak-hak lama (misalnya hak
agrarisch eigendom, hak andarbeni), sejak
berlakunya UUPA menjadi HM.
d. Hapusnya Hak Milik (pasal 27): kendati HM mrpkan hak turun temurun (tidak ada
jangka waktunya), tetapi HM dapat hapus, bila:
1. Tanahnya jatuh kepada negara, karena:
a).pencabutan hak oleh negara berdasarkan psl 18 UUPA
b).penyerahan secara sukarela oleh pemiliknya
c).diterlantarkan
d).krn ketentuan psl 21 (3) UUPA:
WNA memperoleh HM krn pewarisan atau krn percampuran harta krn
perkawinan; atau
WNI dgn HM tp kehilangan kewarganegaraan (krn berubah
kewarganegaan, misalnya) dlm jangka wkt 1 thn sejak memperoleh
HM tsb hrs melepaskan MH tsb
e).krn ketentuan psl 26 (2): setiap perbuatan hukum yang langsung
ataupun tdk langsung dimaksudkan memindahkan HM kpd WNA, WNI
rangkap WN lain, atau badan hukum (kecuali BH yg ditentukan bisa
mempunyai HM), batal krn hukum, dan tanahnya jatuh ke tangan
negara
2. Tanahnya musnah
e. Menurut UUPA (psl 50 ayat 1), tentang HM perlu diatur lebih lanjut dalam UU .
(Sampai sekarang UU tsb blm dibuat).
HAK GUNA USAHA
Pengertian (Pasal28, 29): HGU adalah HAT untuk:
-mengusahakan tanah negara (hanya dpt diberikan di atas
tanah negara)
-untuk usaha pertanian: perkebunan, perikanan,
peternakan
-jangka waktu 25 tahun atau 35 tahun,dapat diperpanjang
25 tahun (bdk dgn ketentuan PP 40/1996)
-luas: perorangan (5-25 ha), perusahaan (disesuaikan) (bdk
dgn ketentuan PP 40/1996)
Ciri-ciri lain:
-dapat beralih dan dialihkan [Pasal28(3)]
-harus didaftarkan [Pasal 32(1)]
-dapat dibebani hak tanggungan (Pasal33)
Subjek hak guna usaha (HGU) (Pasal30):
1.WNI;
2.Badan Hukum Indonesia (didirikan menurut hukum Indonesia)
Terjadinya (Pasal31):
karena penetapan pemerintah setelah ada permohonan hak
Hapusnya (Pasal34)
▪ jangka waktu habis
▪ dihentikan karena dlm pelaksanaannya tidak memenuhi syarat
▪ dilepaskan oleh pemegang hak
▪ diacbut untuk kepent.umum
▪ diterlantarkan
▪ tanahnya musnah
▪ subjek haknya tidak lagi memenuhi syarat berdasarkan psl 30 ayat 2 UUPA.
Pengaturan HGU dalam PP 40/1996
1. Subyek HGU: sama dgn yg diatur dlm UUPA
2. Pemberiannya: hanya di atas tanah negara (spt dlm UUPA);
ditambah ketentuan lebih lanjut:
a. Dalam hal tanah yang akan diberikan dengan HGU adalah
tanah Negara yang merupakan kawasan hutan, maka
pemberian HGU dapat dilakukan setelah tanah itu
dikeluarkan dari statusnya sebagai kawasan hutan.
b. Apabila akan diberikan di atas tanah, maka pemberian HGU
baru dpt dilakukan kalau sdh ada pelepasan hak;
Luas Tanah HGU (psl 5 PP):
a. Minimum 5 ha; maksimum utk perorangan 25 ha
b. Maksimum utk BH ditetapkan oleh Menteri dengan
memperhatikan pertimbangan dari pejabat yang berwenang
di bidang usaha yang bersangkutan, dengan mengingat luas
yang diperlukan untuk pelaksanaan suatu satuan usaha yang
paling berdayaguna di bidang yang bersangkutan.
Jangka Waktu HGU
Paling lama 35 thn, dpt diperpanjang paling lama 25 tahun, dapat diperbarui 35
tahun (psl 8);
Diperpanjang atau diperbarui, jika memenuhi syarat2 (psl 9):
a. tanahnya masih diusahakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan
tujuan pemberian hak tersebut;
b. syarat-syarat pemberian hak tersebut dipenuhi dengan baik oleh
pemegang hak; dan
c. pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak.
Permohonan perpanjangan atau pembaruan diajukan paling lambat 2 tahun
sebelum jangka wkt berakhir (psl 10);
.
Untuk kepentingan penanaman modal, permintaan perpanjangan atau
pembaharuan HGU sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dapat dilakukan
sekaligus dengan membayar uang pemasukan yang ditentukan untuk itu pada
saat pertama kali mengajukan permohonan HGU (psl 11)
(Bdk dgn ketentuan Psl 22 UU 25/2007: HGU dapat diberikan dengan jumlah 95
(sembilan puluh lima) tahun dengan cara dapat diberikan dan diperpanjang di
muka sekaligus selama 60 (enam puluh) tahun dan dapat diperbarui selama
35 (tiga puluh lima) tahun;)
Lihat Putusan MK No. 21-22/PUU-V/2007, terkait judicial review atas UU
25/2007.
Kewajiban2 Pemegang HGU (Pasal 12 PP 40/1996)
(1) Pemegang Hak Guna Usaha berkewajiban untuk :
a. membayar uang pemasukan kepada Negara;
b. melaksanakan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan/atau
peternakan sesuai peruntukan dan persyaratan sebagaimana ditetapkan
dalam keputusan pemberian haknya;
c. mengusahakan sendiri tanah Hak Guna Usaha dengan bik sesuai dengan
kelayakan usaha berdasarkan criteria yang ditetapkan oleh instansi teknis;
d. membangun dan memelihara prasarana lingkungan dan fasilitas tanah
yang ada dalam lingkungan areal Hak Guna Usaha;
e. memelihara kesuburan tanah, mencegah kerusakan sumber daya alam
dan menjaga kelestarian kemampuan lingkungan hidup sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku;
f. menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan
Hak Guna Usaha;
g. menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha
kepada Negara sesudah Hak Guna Usaha tersebut hapus;
h. menyerahkan sertipikat Hak Guna Usaha yang telah hapus kepada Kepala
Kantor Pertanahan.
(2) Pemegang Hak Guna Usaha dilarang menyerahkan pengusahaan tanah Hak
Guna Usaha kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal diperbolehkan menurut
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hapusnya Hak Guna Usaha (Pasal 17 PP 40/1996)
(1) Hak Guna Usaha hapus karena :
a. berakhirnya jangka waktu sebagaimana ditetapkan dalam keputusan
pemberian atau perpanjangannya;
b. dibatalkan haknya oleh pejabat yang berwenang sebelum jangka
waktunya berakhir karena :
1.tidak terpenuhinya kewajiban-kewajiban pemegang hak
dan/atau melanggar ketentuan-ketentuan terkait;
2.putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap;
c. dilepaskan secara sukarela oleh pemegang haknya sebelum jangka
waktunya berakhir;
d. dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1961;
e. ditelantarkan;
f. tanahnya musnah;
g. Pemegang hak tidak lagi memenuhi syarat sbg subyek HGU.
(2) Hapusnya Hak Guna Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
mengakibatkan tanahnya menjadi Tanah Negara.
HAK GUNA BANGUNAN: psl 35 – 40
Pengertian (Pasal 35): hak untuk mendirikan dan mempunyai
bangunan di atas tanah bukan miliknya sendiri (bisa tanah
negara, bisa tanah hak milik orang lain)
Ciri l: -jangka waktu: 30 tahun20 tahun [Pasal35(1)(2)]
-dapat beralih dan dialihkan [Pasal35(3)]
-wajib didaftarkan (Pasal38)
-dapat dibebani hak tanggungan (Pasal39)
Cara terjadinya (Pasal 37), karena:
▪ penetapan pemerintah, kalau di atas tanah negara
▪ perjanjian otentik, kalau di atas tanah HM orang lain
Subjek haknya (Pasal36): 1. WNI 2. Badan Hukum Indonesia
Hapusnya (Pasal 40): sama seperti HGU
Pengaturan HGB dlm PP 40/1996
Tanah yg dapat diberikan dengan HGB (psl 21 & 22)adalah :
a. Tanah Negara: HGB di atas tanah negara diberikan dengan
keputusan pemberian hak oleh Menteri atau pejabat
yang ditunjuk.;
b. Tanah Hak Pengelolaan: HGB di atas tanah Hak
Pengelolaan diberikan dengan keputusan pemberian hak
oleh Menteri atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan usul
pemegang Hak Pengelolaan
c. Tanah Hak Milik: HGB di atas tanah HM terjadi dengan
pemberian oleh pemegang Hak Milik dengan akta yang
dibuat oeh Pejabat Pembuat Akta Tanah.
Pertimbangan pembatasan:
Pembatasan hak atas tanah dalam UUPA
sesungguhnya diadopsi dari prinsip hukum adat:
larangan untuk mengalihkan secara permanen tanah
ulayat (baik sebagian apalagi seluruhnya) kepada
orang asing (yang bukan warga masyarakat hukum
adat)
❑HAK ATAS ATAS TANAH UNTUK ORANG ASING
❑ Dasar:
1. Psl 1 (ay 1,2 dan 3 UUPA): seluruh wilayah Indonesia milik bangsa
Indonesia, sbg karunia abadi dari Tuhan;
2. Psl 9 (ay. 1): hanya WNI yang dpt mempunyai hubungan yang sepenuhnya
dgn tanah di Indonesia
3. Psl 21 ay. 1: hanya WNI yg dpt mempunyai HM
4. Psl 26 ay 2: setiap peralihan yang langsung atau tdk langsung memindahkan
HM kpd WNA batal demi hukum
5. Psl 30 dan psl 36: yg dpt mempunyai HGU atau HGB hanya WNI atau badan
hukum Indonesia
Pembatasan hak atas tanah untuk orang asing di negara-
negara lain:
Di Asia: Vietnam, Camboja dan China
Di Israel: sangat dibatasi
Di USA: di beberapa negara bagian ada pembatasan untuk
non-resident aliens, bahkan untuk resident aliens juga.
Pertimbangan pembatasan:
Pembatasan hak atas tanah dalam UUPA sesungguhnya
diadopsi dari prinsip hukum adat: larangan untuk
mengalihkan secara permanen tanah ulayat (baik
sebagian apalagi seluruhnya) kepada orang asing (yang
bukan warga masyarakat hukum adat)
HAT BAGI WNA
❑ Dua kemungkinan:
1.Hak pakai dgn jangka waktu
2. Hak Sewa utk Bangunan
❑ Bila dgn Hak Pakai:
▪ Jangka waktunya: 25 tahun, dapat diperpanjang 20 tahun, dan dapat
diperbarui untuk jangka 25 tahun (PP 40/1996, ps 45 ay 1&2)
Syaratnya:
▪ Menurut UUPA (Pasal 42) : WNA harus Berdomisili di Indonesia
▪ Dan juga:
➢WNA berada di Indonesia dengan Izin Singgah/Izin Kunjungan/Izin
Tinggal Sementara/Izin Tinggal Tetap ( UU & PP Keimigrasian
(UU9/1992 + PP 22/1994) ;
➢ Keberadaannya memberikan manfaat bagi pembangunan Indonesia (ps
1 ayat 2 PP 41/1996 )
❑Apa makna Memberi Manfaat?
▪ Luas : setiap kegiatan usaha termasuk pembelian rumah + tanah itu sendiri
(Permennag No.7/1996)
▪ Sempit : usaha yg dilakukan harus memberikan kontribusi bagi penciptaan
lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi (SE Menper No.124/1997)
Catatan:
Menurut Sumardjono, sesungguhnya untuk kepentingan WNA, HP sudah cukup
memadai dan fleksibel:
▪ Dibandingkan dengan HGB, jangka waktu HP hanya terpaut lima tahun.
▪ Subyek HP lebih luas, yaitu WNI, Badan Hukum Indonesia (BHI), WNA, dan BHA.
▪ Penggunaannya pun lebih fleksibel, tidak dibatasi jenisnya.
▪ HP atas tanah negara didaftarkan dan dapat dijadikan jaminan utang dengan
dibebani hak tanggungan (HT).
Namun, banyak pihak masih kurang paham atau kurang percaya terhadap HP,
sehingga memicu terjadinya penyelundupan hukum melalui perjanjian notariil
antara WNI pemegang HM dan WNA, yang memberikan kemungkinan bagi WNA
untuk ”memiliki” HM secara material walaupun secara legal-formal pihak WNI
adalah pemegang HM.
Dalam perjanjian itu, kedudukan WNI adalah trustee atau nominee. Perjanjian yang
dimaksudkan untuk secara tak langsung mengalihkan HM ke WNA itu melanggar
Pasal 26 Ayat (2) UUPA yang berakibat perjanjian batal karena hukum, tanahnya
jatuh kepada negara dan pembayaran yang telah diterima pihak WNI tak dapat
dituntut kembali. Dalam perjanjian semacam ini, WNA tak memperoleh
perlindungan hukum. Namun, penyelundupan hukum semacam ini tak serta-merta
dapat dideteksi kecuali bila di kemudian hari timbul sengketa dan diproses di
pengadilan.
❑ Bila dengan HSUB (Hak Sewa utk Bangunan) (ps 44 dan 45
UUPA)
➢ Seperti HP, HSUB dapat dimiliki WNI, BHI, WNA, dan
BHA. HSUB memberikan hak kepada seseorang untuk
menggunakan tanah HM orang lain yang diserahkan
dalam keadaan kosong, untuk mendirikan bangunan,
dengan membayar kepada pemilik tanah sejumlah uang
tertentu.
➢ Namun, HSUB tidak termasuk hak atas tanah yang
didaftarkan dan tidak dapat dijadikan jaminan utang
dengan dibebani HT.
➢ HSUB hanya dapat beralih dengan izin pemilik tanahnya.
Berbeda dengan HP, HSUB hanya dapat terjadi di atas
tanah HM.
➢ Untuk memperoleh hak mendirikan dan memiliki
bangunan di atas tanah HM harus dibayarkan uang sewa
(Sumardjono)
Namun, menurut Sumardjono, penggunaan HSUB
berpotensi menimbulkan penyelundupan hukum.
Dapat terjadi, pembuatan perjanjian antara WNI
pemegang HM dan WNA dengan ”kedok” HSUB itu
digunakan untuk menyimpangi ketentuan Pasal 26
Ayat (2) UUPA dengan cara (1) memberikan HSUB
dengan jangka waktu ”sewa” yang melampaui batas
kewajaran; (2) ”uang sewa” yang diberikan
sebenarnya merupakan harga tanah yang
sebenarnya; (3) pemilik tanah hanya dapat meminta
kembali tanahnya dengan membayar kembali sebesar
harga tanah. Konstruksi hukum pemberian HSUB bagi
WNA semacam ini akibat hukumnya disebutkan
dalam Pasal 26 Ayat (2) UUPA.
HAK ATAS TANAH SEBAGAI JAMINAN KREDIT
HAK TANGGUNGAN: Mengapa penting?
Fakta
▪ di AS, sekitar 15% rumah tangga menghabiskan lebih dari separuh
pendapatannya untuk membeli rumah. Pendapatan rata-rata penduduk AS
tidak bisa mengejar laju harga rata-rata rumah yang semakin tinggi (UN-Habitat,
2012).
▪ Di Indonesia, berdasarkan hasil kajian Bank Dunia, hanya sekitar 20% penduduk
di perkotaan Indonesia yang dapat menjangkau harga rumah di pasaran.
Sedangkan sebanyak 40% rumah tangga yang ada di berbagai daerah di
Indonesia juga tidak dapat menjangkau rumah dengan harga dasar (REI, 2015).
▪ Sebagian besar negara-negara berkembang, menurut Hernando de Soto, tetap
ketinggalam dalam hal pembangunan ekonomi dan kesejahteraan, karena tanah
di negara-negara tsb tidak diprivatisasi dan tidak diadministrasikan dengan baik
(dkl. tidak didaftarkan). Tanah-tanah tsb hanya bisa menjadi “dead capital”,
karena tidak bisa dijadikan modal, dengan menggunakannya sebagai jaminan
kredit. Oleh karena itu, menurut de Soto, negara-negara berkembang perlu
menggalakkan privatitisasi/individualisasi serta pendaftaran tanah (de Soto,
2000).
Pendaftaran tanah sangat penting untuk mendukung pelaksanaan
hak tanggungan. Tujuan pendaftaran tanah adalah:
a. Untuk menyediakan kepastian hukum mengenai
orang/badan yang menjadi pemegang hak (subyek hak);
kepastian mengenai lokasi, batas serta luas suatu bidang
tanah hak (obyek hak); dan kepastian hukum mengenai
haknya.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang
berkepentingan;
c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan
Objek hak tanggungan tidak boleh diperjanjikan untuk dimiliki oleh kreditur jika debitur cidera
janji (ps 12)
“janji yang memberikan kewenangan kepada kreditur untuk memiliki objek
hak tanggungan, jika debitur cidera janji, batal demi hukum”.
Ketentuan ini diadakan dalam rangka melindungi kepentingan debitor
dan pemberi Hak Tanggungan lainnya, terutama jika nilai obyek Hak
Tanggungan melebihi besarnya utang yang dijamin. Pemegang Hak
Tanggungan dilarang untuk secara serta merta men-jadi pemilik obyek
Hak Tanggungan ketika debitor cidera janji. Walaupun demikian tidaklah
dilarang bagi pemegang Hak Tang-gungan untuk menjadi pembeli obyek
Hak Tanggungan asalkan melalui prosedur yang diatur dalam Pasal 20.
Hak tanggungan dapat dibebankan selain atas tanahnya
juga berikut benda-benda yang berkaitan dengan tanah
tersebut (ps 4 ayat 4 dan 5):
Benda-benada yang berkaitan dengan tanah itu bisa berupa
bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau
akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah
tersebut,
- Baik yang dimiliki oleh pemegang HAT, dimana
pembebanannya dengan tegas dinyatakan di dalam Akta
Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan;
- Maupun yang dimiliki oleh pihak lain (bukan pemegang
HAT ybs), dimana pembebanan Hak Tanggungan atas
benda-benda tersebut hanya dapat dilakukan dengan
penandatanganan serta pada Akta Pemberian Hak
Tanggungan yang bersangkutan oleh pemiliknya atau
yang diberi kuasa untuk itu olehnya dengan akta otentik.
Perjanjian Hak Tanggungan adalah perjanjian accesoire
❑ Butir 8 Penjelasan Umum → “Oleh karena Hak Tanggungan menurut sifatnya
merupakan ikutan atau accesoire pada suatu piutang tertentu yang
didasarkan pada suatu perjanjian hutang piutang atau perjanjian lain, maka
kelahiran dan keberadaannya ditentukan oleh adanya piutang yang dijamin
pelunasannya”
❑ Pasal 10 ayat (1): perjanjian untuk memberi Hak Tanggungan → merupakan
bagian yang tak terpisahkan dari perjanjian hutang piutang tersebut.
❑ Pasal 18 ayat (1) point a UUHT → Hak Tanggungan hapus karena hapusnya
hutang yang dijaminkan dengan Hak Tanggungan
Asas Specialitas (ps 11 ayat 1):
Dalam APHT, hrs secara spesifik dicantumkan:
a. nama dan identitas pemegang dan pemberi Hak Tanggungan;
b. domisili pihak-pihak sebagaimana dimaksud pada huruf a, dan apabila di
antara mereka ada yang berdomisili di luar Indonesia, baginya harus pula
dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia, dan dalam hal domisili
pilihan itu tidak dicantum kan, kantor PPAT tempat pembuatan Akta Pem-
berian Hak Tanggungan dianggap sebagai domisili yang dipilih;
c. penunjukan secara jelas utang atau utang-utang yang dijamin sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 10 ayat (1);
d. nilai tanggungan;
e. uraian yang jelas mengenai obyek Hak Tanggungan.
Asas Publisitas (ps 13)
(1) Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor
Pertanahan.
(2) Selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja setelah penan-datanganan
Akta Pemberian Hak Tanggungan, PPAT wajib mengirimkan Akta
Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan dan warkah lain
yang diperlukan kepada Kantor Pertanahan.
(3) Pendaftaran Hak dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan
membuatkan buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam
buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan
serta menyalin catatan tersebut pada sertipikat hak atas tanah yang
bersangkutan.
(4) Tanggal buku tanah Hak Tanggungan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) adalah tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara
lengkap surat-surat yang di-perlukan bagi pendaftarannya dan jika
hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan
diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
(5) Hak Tanggungan lahir pada hari tanggal buku tanah Hak Tanggungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4).
Subjek Hak Tanggungan
Pemberi Hak Tanggungan (ps 8)
adalah orang atau badan hukum yang mempunyai
kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum
terhadap obyek Hak Tanggungan yang
bersangkutan.
Tanggal Buku Tanah Hak Tanggungan adalah hari ketujuh setelah penerimaan
secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran. Jika hari ketujuh
jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi tanggal hari kerja
berikutnya. Pada tanggal tersebutlah Hak Tanggungan dianggap sudah lahir.
Atas kesepakatan pemberi dan pemegang Hak Tanggungan, penjualan obyek Hak
Tanggungan dapat dilaksanakan di bawah tangan jika dengan demikian itu akan dapat
diperoleh harga tertinggi yang menguntungkan semua pihak, namun, hal ini hanya
dapat dilakukan setelah lewat waktu 1 (satu) bulan sejak diberitahukan secara tertulis
oleh pemberi dan/atau pemegang Hak Tanggungan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan dan diumumkan sedikit-dikitnya dalam 2 (dua) surat kabar yang
beredar di daerah yang bersangkutan dan/atau media massa setempat, serta tidak ada
pihak yang menyata-kan keberatan.
Pencoretan karena ada roya parsial (Pasal 2 ayat 2 UUHT jo. Pasal 16 UU
No. 16 Tahun 1985) dilakukan dengan mencatat hapusnya Hak Tanggungan
yang bersangkutan, yaitu pada buku tanah dan sertipikat Hak Tanggungan
yang bersangkutan.
Hak Pengelolaan (HPL)
Dengan demikian HPL merupakan hak publik sbgmana HMN, dan bukan
merupakan hak atas tanah. Adapun HM, HGU, HGB dan Hak Pakai diatur dalam
Pasal 16 UUPA merupakan hak-hak atas tanah, dan termasuk bidang hukum
perdata.
Catatan: Namun UU 21/1997 ttg Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan,
secara salah memasukkan HPL sebagai hak atas tanah (HPL bukan
termasuk hak atas tanah atau hak perorangan, tetapi merupakan
“gempilan” hak menguasai negara (lihat Psl 2 UU 21/1997).
Istilah HPL baru diperkenalkan dalam Peraturan Menteri Agraria Nomor 9 Tahun
1965 tentang Pelaksanaan Konversi Hak Penguasaan atas Tanah Negara dan
Ketentuan-ketentuan tentang Kebijaksanaan Selanjutnya (“PMA 9/1965”).
Ketentuan-ketentuan dalam PMA 9/1965 yang menyinggung mengenai HPL antara
lain adalah:
▪ Pasal 1 PMA 9/1965
menyatakan bahwa “Hak penguasaan atas tanah negara sebagai dimaksud
dalam PP 8/1953 yang diterima pada Departemen-Departemen, Direktorat-
direktorat dan Daerah-daerah Swatantara sebelum berlakunya peraturan ini
sepanjang tanah-tanah tersebut hanya dipergunakan untuk kepentingan
instansi-instansi itu sendiri dikonversi menjadi “Hak Pakai” sebagaimana
dimaksud dalam UUPA yang berlangsung selama tanah tersebut dipergunakan
untuk keperluan itu oleh instansi bersangkutan.”
▪ Pasal 2 PMA 9/1965
antara lain menyatakan “Jika tanah Negara sebagai dimaksud dalam Pasal 1,
selain dipergunakan untuk kepentingan instansi itu sendiri dimaksudkan juga
untuk dapat diberikan dengan sesuatu hak kepada pihak ketiga, maka hak
penguasaan tersebut diatas dikonversi menjadi “Hak Pengelolaan”
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan 6 yang berlangsung selama tanah
tersebut dipergunakan untuk keperluan itu oleh instansi yang bersangkutan.”
▪ Pasal 2 PMA 9/1965
HPL memang didaftar dan diterbitkan sertifikat sbg tanda bukti haknya; tetapi sbg
“gempilan” HMN, tidak dpt dipindahkan tangankan, dan oleh krn itu, HPL tidak
dpt dijadikan jaminan hutang; (itu sebabnya UU 4/1996 tidak memasukkan HPL
sbg salah satu objek hak tanggungan).
Namun apakah HGB di atas HPL tidak boleh juga dibebani Hak Tanggungan?
Namun terkait konsekuensi kemungkinan beralihnya HGB diatas tanah HPL
tersebut kepada pihak ketiga dalam rangka eksekusi Hak Tanggungan, yaitu
apabila debitur tidak dapat melunasi hutang yang dijamin dengan Hak
Tanggungan tersebut, ketentuan Pasal 34 PP 40/1996 menetapkan bahwa
pengalihan HGB dan Hak Pakai diatas tanah HPL memerlukan persetujuan tertulis
dari pemegang HPL.
Dan menurut Surat Edaran Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan No.
630.1-3430 tanggal 17 September 1998: “karena eksekusi Hak Tanggungan
mengakibatkan HGB beralih kepada pihak lain maka pembebanan Hak
Tanggungan diperlukan persetujuan tertulis dari pemegang HPL yang akan
berlaku sebagai persetujuan untuk pengalihan hak tersebut dalam rangka eksekusi
Hak Tanggungan”.
Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum
Pengambilan (pengadaan) tanah untuk kepentingan umum:
Konsep Umum
Pasal 28H
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak
boleh diambil alih secarasewenang-wenang oleh siapa pun.
Pasal 33 UUD
(3) Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-
besar kemakmuran rakyat.
Pasal 18
Untuk kepentingan umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak
atas tanah dapat dicabut dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan Undang-
undang.
Dasar Hukum :
1. Undang-Undang No. 2 tahun 2012 tanggal 14 Januari 2012;
2. Peraturan Presiden No. 71 tahun 2012 tanggal 7 Agustus
2012; (sdh dirubah empat kali, terakhir dengan Perpres 148
tahun 2015 ttg Perubahan Keempat atas Perpres 71 tahun
2012 tentang Penyeleggaraan Pengadaan Tanah bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
Pengadaan Tanah
Pengertian2:
1. Pengadaan Tanah:
a. Pengadaan tanah: kegiatan menyediakan tanah dengan cara memberi
ganti kerugian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak (Psl 1 UU
12/2012).
b. Secara konseptual, pengadaan tanah bisa :
1) Pembebasan tanah: musyawarah untuk sampai kepada kesediaan
pemilik tanah untuk melepaskan haknya secara sukarela;
2) Pencabutan hak: dalam hal pemilik tdk bersedia secara sukarela
melepaskan haknya, negara mencabut hak secara paksa (diatur
dlm UU 20/1961 tentang pencabutan hak atas tanah);
3) Secara langsung, melalui jual beli
❖ UU 2/2012 tdk menyinggung mengenai pencabutan hak, dan tdk
menyebut tentang UU 20/1961. Namun ketentuan tentang konsinyasi
(penitipan ganti kerugian di pengadilan) secara implisit
memberlakukan juga lembaga pencabutan hak atas tanah (lihat
ketentuan psl 42 UU 2/2012).
2. Kepentingan Umum
a.Kepentingan umum adalah: (psl 1 dan psl 11 UU 2/2012)
• kepentingan bangsa, negara, dan masyarakat;
• yang hrs diwujudkan oleh pemerintah;
• digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat
• Tanahnya selanjutnya dimiliki oleh pemerintah
b. meliputi/berupa 18 kegiatan (psl 10) (dirumuskan secara limitatif)
a. pertahanan dan keamanan nasional;
b. jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api;
c. waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan
bangunan pengairan lainnya;
d. pelabuhan, bandar udara, dan terminal;
e. infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi;
f. pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik;
g. jaringan telekomunikasi dan informatika Pemerintah;
h. tempat pembuangan dan pengolahan sampah;
i. rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah;
j. fasilitas keselamatan umum;
k. tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah;
l. fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik;
m. cagar alam dan cagar budaya;
n. kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa;
o. penataan permukiman kumuh perkotaan dan/atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk
masyarakat
berpenghasilan rendah dengan status sewa;
p. prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah;
q. prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah; dan
r. pasar umum dan lapangan parkir umum.
❖ Menurut Michael G. Kitay, dari berbagai praktek di
berbagai negara, kepentingan umum dimaknai dengan
memberikan pengertian serta kriteria sebagai pedoman
umum (general guide) dan atau disertai daftar kegiatan
yang termasuk dalam kategori untuk kepentingan umum
(list provision).
❖ Konsep kepentingan umum memang sulit untuk
didefinisikan secara memuaskan. Praktek berbagai negara
adalah dgn merumuskan kriteria sebagai pedoman umum
dan menyediakan daftar kegiatan.
❖ UU 2/2012 menggunakan pendekatan campuran dgn
menyediakan general guide dan list provision.
3. Pihak yang berhak:
Pihak yang berhak adalah pihak yang menguasai atau memiliki objek pengadaan
tanah;
4. Objek pengadaan tanah adalah tanah (=permukaan bumi), ruang atas tanah dan
bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, atau
lainnya yang dapat dinilai.
5. Hak atas tanah: hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA dan hak lain
yang akan ditetapkan dengan undang-undang;
6. Konsultasi Publik adalah proses komunikasi dialogis atau musyawarah antar pihak
yang berkepentingan guna mencapai kesepahaman dan kesepakatan dalam
perencanaan pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum;
7. Ganti kerugian adalah penggantian yang layak dan adil kepada pihak yang berhak
dalam proses pengadaan tanah. (UU tdk menjelaskan lebih lanjut pengertian layak
dan adil)
Ganti Kerugian
Pemberian Ganti Kerugian pada prinsipnya harus diserahkan
langsung kepada Pihak yang Berhak atas Ganti Kerugian. Apabila
berhalangan, Pihak yang Berhak karena hukum dapat
memberikan kuasa kepada pihak lain atau ahli waris. Penerima
kuasa hanya dapat menerima kuasa dari satu orang yang berhak
atas Ganti Kerugian.
Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai dilakukan bidang per bidang tanah,
meliputi:
a. tanah;
b. ruang atas tanah dan bawah tanah;
c. bangunan;
d. tanaman;
e. benda yang berkaitan dengan tanah; dan/atau
f. kerugian lain yang dapat dinilai.
Nilai Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan nilai pada saat pengumuman
penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 26.
Besarnya nilai Ganti Kerugian tsb disampaikan kepada Lembaga Pertanahan untuk
kemudian dijadikan dasar musyawarah penetapan Ganti Kerugian.
Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam
bentuk:
a. uang;
b. tanah pengganti;
c. permukiman kembali;
d. kepemilikan saham; atau
e. bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah
pihak.
TAHAPAN PENGADAAN TANAH
1. Perencanaan (Instansi & pemerintah
daerah)
2. Persiapan (Pemprov/instansi
penetapan lokasi
Gubernur)
Ditolak
Pemerintah Provinsi Penetapan Keberatan
Lokasi
Diterima
Pindah Lokasi
PELAKSANAAN PENYERAHAN HASIL
Penetapan Lokasi
Lembaga Pertanahan
Lembaga Pertanahan
Verifikasi&perbaika
n data
Hasil
(14 hk)
Inventarisasi&Identifikasi Pengadaan
(30 hk) pengumuman Tanah
(14 hk)
Keberatan
Penilai Penilaian
Independen Ganti Rugi Instansi yang
Memerlukan Tanah
Tdk setuju
Lembaga Musyawarah Pengadilan Negeri
Pertanahan (30 hK) (30 hk)
(14 hk) Pelaksanaan
dan Pihak Pembangunan
Yang Berhak
Mahkamah Agung
(30 hk)
Lembaga
Pertanahan
Pendaftaran Tanah
Jaminan kepastian hukum di bidang
pertanahan memerlukan :
Ditambah
7. “hak komunal (Permen ATR 10/2019)
Asas Pendaftaran Tanah
(Pasal 2 PP No 24/1997)
1. SEDERHANA : ketentuan dan prosedur mudah dipahami
2. AMAN : diselenggarakan secara teliti dan cermat shg
hasilnya dpt menjamin kepastian hukum
3. TERJANGKAU: terjangkau oleh pihak yang memerlukan
4. MUTAKHIR: kelengkapan yang memadai dlm
pelaksanaannya dan kesinambungan dlm pemeliharaan
datanya
5. TERBUKA ; masyarakat dapat memperoleh keterangan
mengenai data yang benar setiap saat.
PENYELENGGARA DAN PELAKSANA PENDAFTARAN
TANAH
Pengertian
Kegiatan pendaftaran yang dilakukan terhadap obyek
pendaftaran tanah yang belum didaftar menurut PP
No. 10 Tahun 1961 dan PP No. 24 Tahun 1997.
Cara
1.Pendaftaran tanah secara sistematik;
2.Pendaftaran tanah secara sporadik.
Pendaftaran tanah secara sistematik
HILANG
PENYIMPANAN
DAFT. UMUM & DISIMPAN DI KANTAH
DOKUMEN
PEMELIHARAAN DATA PENDAFTARAN TANAH
Sumber data :
Baik untuk pemberian hak, pemindahan hak dan
pembebanan hak sumber data yuridis yang dipergunakan
adalah AKTA baik untuk ROD atau ROT karena di dalam akta
tersebut tercantum dengan jelas mengenai perbuatan hukum
yang dilakukan, hak dan penerima haknya.
SISTEM PENDAFTARAN TANAH
AKTA HAK
Dasar Hukum :
Pasal 29 dan Pasal 31 PP No. 24/1997
Adanya :
a. Buku Tanah dan Surat Ukur
b. Sertipikat sebagai tanda bukti hak
SISTEM PUBLIKASI
POSITIF NEGATIF
POSITIF NEGATIF
NEGATIF
POSITIF
KELEMAHAN:
KELEMAHAN:
Biarpun sudah melakukan
Dgn selesai dilakukan pendaftaran pendaftaran, pembeli selalu
atas nama penerima hak, mengahdapi kemungkinan
pemegang hak yang sebenarnya gugatan dari orang yang dapat
menjadi kehilangan haknya karena membuktikan bahwa dialah
tidak dapat menuntut pembatalan pemegang hak yang sebenarnya.
perbuatan hukum tersebut (dlm
keadaan tertentu hanya bisa
menuntut ganti kerugian kpd
Negara)
SISTEM PUBLIKASI
Alasan :
Karena menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku
sebagai alat pembuktian yang kuat.
Dasar Hukum :
Pasal 19 ayat (2) huruf c, pasal 23 ayat (2), pasal 32 ayat (2),
pasal 38 ayat (2).
RECHTSVERWERKING