You are on page 1of 30

MAKALAH DRAINASE LINGKUNGAN

“DRAINASE LAHAN PERTANIAN”

OLEH :

KELOMPOK 9

I PUTU YOGA KUSUMA DEWA 1761121088


I KADEK DWI KUSUMA YUDHA 1761121105
AUREO DA COSTA BELO 1761121109
FERNANDO E HATMAJAYA 1761121116
FERNANDO RISALDI KARIAM 1861121064
CHRISTOFEL PILEMON MONIM 1961121117
GRUBERTH DIRK MONIM 1961121118
I MADE DENICA EDY SAPUTRA 2061121096
I KOMANG NANDIKA DANANJAYA SUGIARTA 2061121097
I KETUT AGUS SPARSA NEGARA 2061121098
NI KADEK EVI SUPARTIWI 2061121104
ANAK AGUNG ARJUN PRABASKARA 2061121105
I PUTU DIDI ARI SAPUTRA 2061121106
I MADE ANDI KARYA 2061121107
I KADEK YOGI PUJAWAN 2061121108
I DEWA GEDE RAI NOVENDRA YUDHA 2061121109
I DEWA AYU DWI DARMAYANTI 2061121110
I PUTU AGUS SUDIRA 2061121111

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


FAKULTAS TEKNIK & PERENCANAAN
UNIVERSITAS WARMADEWA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang Maha
Esa, atas rahmat-Nya kami dapat meyelesaikan Makalah Drainase Lingkungan dengan topik
Drainase Lahan Pertanian tepat pada waktunya. Adapun tujuan disusunnya makalah ini untuk
memenuhi tugas dari mata kuliah Drainase Lingkungan. Kami ucapkan terima kasih kepada pihak
– pihak yang telah membantu, diantaranya:

1. Ir. Cok Agung Yujana, M.T. selaku dosen pengampu mata kuliah Drainase
Lingkungan. Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik dan Perencanaan
Universitas Warmadewa.
2. Rekan-rekan yang telah bekerja sama memberikan ide dalam pengerjaan makalah
ini, sehingga makalah Sistem Drainase Lahan Pertanian dapat diselesaikan dengan
tepat waktu.

Kami berharap semoga laporan ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun
terlepas dari itu, kami memahami bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga
kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun demi terciptanya laporan
yang lebih baik.

Denpasar, 15 November 2021

Hormat Kami,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................


DAFTAR ISI ........................................................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................................... iii
BAB I ................................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ................................................................................................................................ 1
1.1 LATAR BELAKANG .......................................................................................................... 1
1.2 RUMUSAN MASALAH ...................................................................................................... 2
1.3 TUJUAN PENULISAN ........................................................................................................ 2
1.4 TUJUAN MAKALAH .......................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................................................. 3
PEMBAHASAN ................................................................................................................................... 3
2.1 PENGERTIAN SISTEM DRAINASE PERTANIAN .......................................................... 3
2.2 PENGARUH DRAINASE TERHADAP TANAH PERTANIAN ........................................ 6
2.3 KELEBIHAN AIR IRIGASI ................................................................................................ 8
2.4 BANGUNAN PEMBUANG................................................................................................. 9
2.5 PERENCANAAN SALURAN PEMBUANG .................................................................... 10
2.5.1 PERENCANAAN SALURAN PEMBUANG YANG STABIL ................................. 10
2.5.2 DATA TOPOGRAFI .................................................................................................. 12
2.5.3 DATA SURVEY ......................................................................................................... 13
2.5.4 RUMUS DAN KRITERIA HIDROLIS ...................................................................... 21
BAB III ............................................................................................................................................... 25
PENUTUP .......................................................................................................................................... 25
3.1 KESIMPULAN ................................................................................................................... 25
3.2 SARAN ............................................................................................................................... 25

ii
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 2. 1 DRAINASE DIATAS PERMUKAAN ........................................................................ 4
GAMBAR 2. 2 DRAINASE DIBAWAH PERMUKAAN ................................................................... 5

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Drainase yang berasal dari bahasa Inggris yaitu drainage mempunyai arti
mengalirkan, menguras, membuang atau mengalihkan air. Dalam bidang teknik sipil,
drainase secara umum dapat didefinisikan sebagai suatu tindakan teknis untuk
mengurangi kelebihan air, baik yang berasal dari air hujan, rembesan maupun kelebihan
air irigasi dari suatu kawasan atau lahan, sehingga fungsi kawasan atau lahan tidak
terganggu. Selain itu drainase juga dapat diartikan sebagai usaha untuk mengontrol
kualitas air tanah dalam kaitannya dengan salinitas. Jadi, drainase tidak hanya
menyangkut air saja tetapi juga dengan air tanah.
Lahan pertanian adalah salah satu dari sumber daya utama pada bidang
pertanian. Lahan pertanian banyak ditemukan di negara daerah tropis, termasuk
Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara pertanian yang cukup besar. Hal ini
dikarenakan Indonesia berada di bagian khatulistiwa sehingga mendapatkan sinar
matahari lebih banyak dari negara yang berada di luar khatulistiwa. Selain itu,
Indonesia mempunyai gunung berapi yang aktif dan menyemburkan debu vulkanik.
Debu vulkanik sendiri dapat menyuburkan tanah sehingga bagus untuk pertumbuhan
tanaman pertanian dan hal itu membuat sebagian besar masyarakat Indonesia bekerja
dalam bidang pertanian.
Drainase lahan pertanian didefinisikan sebagai pembuatan dan pengoperasian suatu
sistem dimana aliran air dalam tanah diciptakan sedemikian rupa sehingga baik
genangan maupun kedalaman air tanah dapat dikendalikan sehingga bermanfaat bagi
kegiatan usaha tani. Definisi lainnya, drainase lahan pertanian adalah suatu usaha
membuang kelebihan air secara alamiah atau buatan dari permukaan tanah atau dari
dalam tanah untuk menghindari pengaruh yang merugikan terhadap pertumbuhan
tanaman.
Pada lahan bergelombang drainase lebih berkaitan dengan pengendalian erosi,
sedangkan pada lahan rendah (datar) lebih berkaitan dengan produksi. Tujuan tersebut
di atas dicapai melalui dua pengaruh langsung dan sejumlah besar pengaruh tidak
langsung. Pengaruh langsung terutama ditentukan oleh kondisi hidrologi, karakteristik

1
hidrolik tanah, dan rancangan sistem drainase yaitu (1) penurunan muka air tanah di
atas atau di dalam tanah, (2) mengeluarkan sejumlah debit air dari system drainase.
Pengaruh tak langsung ditentukan oleh iklim, tanah, tanaman, kultur teknis dan aspek
sosial dan lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian drainase lahan pertanian?
2. Bagaimana pengaruh sistem drainase terhadap lahan pertanian?
3. Bagaimana cara mengatasi kelebihan air irigasi pada lahan pertanian?
4. Bagaimana fungsi bangunan pembuang pada sistem drainase pertanian?
5. Bagaimana langkah untuk merencanakan saluran pembuang?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Menambah ilmu dan wawasan mengenai drainase pad alahan pertanian.
2. Melatih kemampuan dan kerja sama sesama anggota kelompok dalam pembuatan
makalah.
1.4 Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari sistem drainase lahan pertanian.
2. Untuk mengetahui pengaruh sistem drainase terhadap lahan pertanian.
3. Untuk mengetahui cara mengatasi kelebihan air irigasi pada lahan pertanian.
4. Untuk mengetahui fungsi bangunan pembuang pada sistem drainase pertanian
5. Untuk mengetahui langkah merencanakan saluran pembuang.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Sistem Drainase Pertanian


Sistem drainase pertanian adalah sistem yang digunakan untuk membuang air
yang tidak digunakan dalam areal persawahan. Berbeda dengan sistem drainasi
perkotaan yang umumnya kita ketahui, sistem drainasi perkotaan bertujuan untuk
membuang seluruh air yang dibuang tanpa menyisakan sedikitpun karena masalah akan
timbul ketika pada daerah perkotaan masih ada air yang tersisa. Tetapi, pada sistem
drainasi pertanian masih disisakan sedikit air untuk kebutuhan tanaman pertanian yang
ada. Sehingga tidak seluruh kelebihan air dibuang pada sistem drainasi pertanian.
Sehingga dapat kita definisikan sistem drainase lahan pertanian yaitu sebagai
pembuatan dan pengoperasian suatu sistem dimana aliran air dalam tanah diciptakan
sedemikian rupa sehingga baik genangan maupun kedalaman air tanah dapat
dikendalikan sehingga bermanfaat bagi kegiatan usaha tani. Definisi lainnya, drainase
lahan pertanian adalah suatu usaha membuang kelebihan air secara alamiah atau buatan
dari permukaan tanah atau dari dalam tanah untuk menghindari pengaruh yang
merugikan terhadap pertumbuhan tanaman. Pada lahan bergelombang drainase lebih
berkaitan dengan pengendalian erosi, sedangkan pada lahan rendah (datar) lebih
berkaitan dengan produksi.
Drainase pada lahan pertanian umumnya membuang kelebihan air seperti
kelebihan air karena hujan dan kelebihan air irigasi. Umumnya juga sistem drainasi
pertanian menggunakan single purpose dimana saluran dari pembuangan hanya
digunakan untuk 1 tujuan saja yaitu membuang kelebihan air pada lahan tanpa adanya
pembuangan limbah pada saluran tersebut.
Penambahan dan pengurangan air pada lahan pertanian menggunakan sebuah sistem
kesetimbangan yaitu :

IR + R + ri = ET + P + I + rk
Dengan :
IR = Air Irigasi
R = Air Hujan

3
ri = Rembesan masuk
ET = Evapotranspirasi
P = Perkolasi
I = Infiltrasi
rk = Rembesan keluar
Dapat Dijelaskan bahwa kesetimbangan dimana air yang masuk pada lahan
pertanian harus sama dengan air yang keluar pada lahan pertanian itu sendiri. Apabila
pada sisi air yang masuk lebih besar daripada jumlah air yang keluar, maka pada saat
itulah diperlukan sistem drainasi yang akan membuang kelebihan air tersebut.
Perlu diketahui terdapat 2 jenis sistem drainase yang digunakan dalam drainase
lahan pertanian yaitu :

1. Surface Drainage : Pembuangan kelebihan air dari permukaan tanah. Cara ini
biasanya dilakukan dengan parit yang dangkal, biasa disebut juga saluran terbuka.
Sistem Surface Drainage biasanya mulai berfungsi setelah adanya curah hujan yang
intensif sehingga menghasilkan pengairan irigasi yang berlebih. Sistem ini
beroperasi sepenuhnya dengan mengandalkan gaya gravitasi. Air yang ada di
saluran atau parit dangkal dibuang ke saluran pengumpul air yang lebih besar dan
lebih dalam. Untuk memudahkan aliran air berlebih untuk mengalir ke saluran,
tanah mesti diberi kemiringan buatan dengan bentuk atau ukuran yang sesuai.

Gambar 2. 1 Drainase Diatas Permukaan

2. Sub-surface Drainage : Sebenarnya sama saja seperti sistem Surface Drainage, yang
membedakan adalah sistem Sub-surface Drainage dibagi ke dalam sistem reguler
dan sistem yang bisa diperiksa (dikendalikan). Ketika pembuangan saluran terjadi

4
sepenuhnya karena gaya gravitasi, kedua jenis sistem yang dimiliki Sub-surface
Drainage memiliki banyak kesamaan, kecuali soal sistem yang dapat diperiksa dan
mempunyai gerbang kontrol yang dapat dibuka dan ditutup sesuai kebutuhan. Tak
cuma itu saja, cara ini dapat menghemat banyak air irigasi. Sistem drainase yang
bisa kita periksa dan kendalikan juga mampu meminimalisir pembuangan air
melalui sistem drainase utama, sehingga dapat mengurangi biaya konstruksi.

Gambar 2. 2 Drainase Dibawah Permukaan

Dalam kegiatan pembuatan sistem drainase ada dua kegiatan yang dilakukan,
yaitu mengatur tingkat kemiringan lahan (land grading) dan penghalusan permukaan
lahan (land smoothing). Land grading atau mengatur tahap kemiringan lahan dan land
smoothing atau penghalusan permukaan lahan diperlukan pada areal lahan untuk
menjamin kemiringan yang berkelanjutan secara sistematis yang dibutuhkan dalam
pembuatan saluran drainase permukaan. Pada lahan dengan pengaturan saluran drainase
permukaan yang baik akan meningkatkan jarak drainase pipa sampai 50%,
dibandingkan dengan lahan yang kelebihan air dibuang dengan drainase pipa tanpa
dilakukan upaya pengaturan saluran drainase permukaan terlebih dahulu. Untuk
efektifitas yang tinggi, pekerjaan land grading harus dilakukan secara teliti.
ketidakseragaman dalam pengolahan lahan dan areal yang memiliki cekungan
merupakan tempat aliran permukaan berkumpul, harus dihilangkan dengan bantuan
peralatan pengukuran tanah. Pada tanah yang memiliki cekungan, terdapat genangan air
yang berdampak buruk terhadap tanaman. Genangan air tersebut harus di buang melalui
saluran pembuangan.

5
Ada beberapa jenis saluran drainase pembuangan yaitu :

 Saluran/parit terbuka yang disebut sebagai saluran acak yang dangkal (shallow
random field drains).
 Saluran pembuangan utama (main ditch)outlet

2.2 PENGARUH DRAINASE TERHADAP TANAH PERTANIAN

Drainase secara umum dapat mempengaruhi kondisi tanah pertanian. Yaitu


pengaruhnya terhadap aerasi tanah, kelembaban tanah, transportasi dan keefektifan
nutrien dan pestisida, temperatur atau suhu tanah, bahan-bahan racun dan hama
penyakit, erosi tanah dan banjir, kesuburan tanaman dan hasil tanaman. Kesemua
pengaruh adalah positif dari perspektif pertanian dan menggambarkan nilai teknologi
drainase untuk produksi pertanian.
1. Aerasi Tanah
Manfaat utama dari sistem perencanaan drainase lahan untuk produksi pertanian di
lahan basah adalah untuk memperbaiki aerasi tanah. Air yang mengalir didalam
tanah akan menyebabkan berkurangnya pertukaran udara diantara butiran tanah dan
atmosfir yang menghasilkan penurunan kadar oksigen (O2) di zona perakaran serta
bertambahnya karbon dioksida (CO2). Hal ini telah ditemukan bahwa pada
konsentrasi oksigen (O2) yang rendah, maka terjadi pengurangan kadar mineral di
dalam tanaman. Konsentrasi oksigen (O2) yang rendah di dalam tanah juga
mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman. Kondisi aerasi di dalam tanah
mempunyai pengaruh yang besar pada ketersediaan nitrogen (Van Schilfgaarde,
1974). Aerasi tanah yang baik merupakan akibat dari sistim drainase yang baik.
2. Kelembaban Tanah
Drainase akan mempengaruhi kelembaban tanah, dimana tanah dengan tingkat
kelembaban yang cukup akan mempengaruhi tingkat pertumbuhan tanaman.
Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kelembaban tanah antara lain rendahnya
angka permeabilitas tanah, kemiringan topografi yang kecil, profil tanah bawah
permukaan serta waktu untuk peresapan air yang panjang. Faktor-faktor tersebut
membuat sistim drainase lahan dapat bermanfaat untuk menaikkan produksi
pertanian.

6
3. Transportasi Nutrien dan Pestisida
Drainase pertanian, baik drainase permukaan maupun drainase bawah permukaan
kadang-kadang mengandung nutrien dan bahan kimia pada konsentrasi yang cukup,
sehingga sangat signifikan untuk mencemari lingkungan.
4. Suhu Tanah
Tanah yang tidak mengalami proses drainase, suhunya menjadi dingin dan kelak
dapat menghambat pertumbuhan panen tanaman.
5. Bahan-bahan Beracun dan Hama Penyakit
Drainase membantu menghilangkan penyakit penyakit yang dapat merugikan
manusia, dan gagal panen. Manfaat bagi tanaman adalah tanaman hidup lebih subur
dan produktif yang akhirnya menghasilkan bertambahnya nilai ekonomi.
6. Erosi Tanah dan Banjir
Perbaikan drainase bawah permukaan pada lahan pertanian telah ditemukan
pengaruh negatif dan positifnya pada hidrologi dan kualitas air permukaan.
Diantara pengaruh yang signifikan pada drainase bawah tanah pada hidrologi
adalah penurunan muka air tanah, waktu yang pendek saat terjadi banjir, lebih
banyak perkolasinya, berkurangnya aliran permukaan, berkurangnya aliran bawah
tanah. Pada lahan pertanian, perbaikan drainase telah ditemukan berkurangnya
aliran permukaan, tingkat banjir, dan kehilangan sedimen.
Selain pengaruh umum diatas masih ada pengaruh secara khusus lainnya yaiu :
 Pengaruh tak langsung dari pembuangan air yang memiliki pengaruh positif
terhadap tanaman adalah :
1. Pencucian garam atau bahan-bahan berbahaya dari profil tanah.
2. Pemanfaatan kembali air drainase.

 Pengaruh tak langsung yang bersifat negatif adalah :


1. Kerusakan lingkungan di bagian hilir karena tercemari oleh garam.
2. Gangguan terhadap infrastruktur karena adanya saluran-saluran.

 Pengaruh positif tak langsung dari penurunan muka air tanah :


1. Mempertinggi aerasi tanah,
2. Memperbaiki struktur tanah,
3. Memperbaiki ketersediaan Nitrogen dalam tanah,

7
4. Menambah variasi tanaman yang dapat ditanam,
5. Menambah kemudahan kerja alat dan mesin pertanian.
6. Mempertinggi kapasitas tanah untuk menyimpan air.

 Pengaruh negatif tak langsung dari penurunan muka air tanah adalah.
1. Mempercepat dekomposisi atau penguraian tanah gambut.
2. Terjadinya penurunan permukaan tanah.
3. Oksidasi pirit.

2.3 KELEBIHAN AIR IRIGASI

Air irigasi yang berlebih terkadang dapat terjadi. Entah itu dikarenakan hujan
maupun pemberian air irigasi dari saluran irigasi yang berlebihan. Pembuangan air
irigasi ini diperlukan karena:
 Bangunan sadap tersier tidak diatur secara terus – menerus
 Banyak saluran sekunder tidak dilengkapi dengan bangunan pembuang
(wasteway)
 Ada jaringan – jaringan irigasi yang dioperasikan sedemikian rupa sehingga
debit yang dialirkan berkisar antara Q70 dan Q100

Air irigasi yang diberikan tidak berpengaruh terhadap kapasitas pembuang yang
diperlukan. Anggapan ini dapat dibenarkan hanya apabila jatah air untuk masing –
masing petak tersier sama denan kebutuhan air untuk petak itu pada saat tertentu.
Tetapi, saluran primer dan saluran sekunder yang besar biasanya dioperasikan
sedemikian rupa sehingga saluran – saluran itu mengalirkan debit yang berkisar antara
Q80 dan Q100.
Banyaknya jaringan irigasi yang ada tidak memiliki bangunan pembuang di
jaringan utama, maka ini berarti bahwa selama periode kebutuhan air dibawah Q 100 dan
atau masa – masa hujan lebat, kelebihan air harus dialirkan ke jaringan pembuang intern
melalui bangunan sadap tersier.
Ada 3 cara yang mungkin untuk mengalirkan air ke jaringan pembuang intern,
yakni melalui:
2.1 Saluran irigasi tersier
Apabila kelebihan air irigasi dibuang melalui saluran tersier ke saluran

8
pembuang tedekat, maka bangunan pembuang itu sebaiknya ditempatkan jauh
di hulu untuk mengurangi panjang saluran dengan kapasitas penuh. Jika saluran
pembuang letaknya dekat dengan boks bagi tersier, maka boks itu diberi bukaan
khusus agar air lebih dapat langsung dibelokkan ke saluran pembuang.
Bergantung pada layout jaringan irigasi dan pembuang, kelebihan air dapat juga
dibuang lewat boks kuarter pertama atau kedua ke pembuang tedekat. Dalam
hal ini, saluran tersier dan boks bagi tersier hingga boks kuarter hendaknya
punya kapasitas cukup untuk membawa kelebihan air tersebut.
Kelebihan air irigasi yang akan dibuang diperkirakan sebesar 70 persen
dari debit maksimum. Bukaan khusus pada boks sebaiknya direncana untuk 70
persen dari Qmaks. Bukaan boks dilengkapi dengan pintu sorong, yang hanya
boleh dioperasikan oleh ulu –ulu. Di hari bukaan itu harus dibuat bangunan
terjun dan saluran pembuang pendek. Bukaan ini tidak mempunyai ambang.
Pintu sorong diletakkan pada dasar boks bagi. Bukaan sebaiknya kecil saja agar
kecepatan aliran di saluran tersier tidak menajdi terlalu tinggi.
2.2 Saluran kuarter
Untuk membuang kelebihan air melalui saluran kuarter, masing –
masing saluran kuarter direncana sedemikian sehingga kapasitas maksimum
rencananya sama dari hulu sampai hilir. Saluran – saluran itu dihubungkan
dengan pembuang dengan sebuah bangunan akhir,
2.3 Petak sawah
Apabila kelebihan air yang mengalir dari sawah ke saluran pembuang, maka
petani harus menggalu saluran kecil di antara 2 deret tanaman padi. Tanggul
sawah sebaiknya mempunyai semacam bangunan pembuang guna mengontrol
kedalaman air di sawah. Cara yang terakhir ini berarti bahwa para petani tidak
diperkenankan menutup pengambilan air di sawah selama turun hujan lebat.
Juga selama padi menjadi masak, 2 sampai 3 minggu menjelang panen, sawah
tidak dapat dikeringkan sama sekali karena masih ada kelebihan air yang
mengalir dari sawah itu ke saluran pembuang.
2.4 BANGUNAN PEMBUANG.
Agar pembuangan air dapat berjalan dengan baik, maka diperlukanlah
bangunan yang dapat menunjang pembuangan air tersebut. Umumnya bangunan
pembuang atau bangunan drainasi berupa saluran pembuang yang berada di tanah

9
dengan elevasi lebih rendah daripada saluran irigasi.
Sama seperti pada saluran irigasi dimana terdapat saluran yang berjenis seperti
petaknya yaitu saluran irigasi primer, sekunder, tersier. Begitu pula dengan bangunan
atau saluran pembuang dimana terdapat beberapa saluran pembuang seperti saluran
pembuang kuarter, saluran pembuang tersier, saluran pembuang sekunder, dan saluran
pembuang primer. Saluran – saluran tersebut berada pada sebuah jaringan saluran
pembuang tersendiri. Jenis jaringan Saluran pembuang ada 2 yaitu:
1. Jaringan saluran pembuang tersier
 Saluran pembuang kuarter terletak di dalam satu perak tersier menampung
air langsung dari sawah dan membuang air tersebut ke dalam saluran
pembuang tersier.
 Saluran pembuang tersier terletak di dan antara petak – petak tersier yang
termasuk dalam unit irigasi sekunder yang sama dan menampung air, baik
dari pembuang kuarter aupun dari sawah – sawah. Air tersebut dibuang ke
dalam jaringan pembuang sekunder.
2. Jaringan saluran pembuang utama
 Saluran pembuang sekunder menampung air dari jaringan pembuang tersier
dan membuang air tersebut ke pembuang primer atau langsung ke jaringan
pembuang alamiah dan ke luar daerah irigasi.
 Saluran pembuang primer mengalirkan air lebih dari saluran pembuang
sekunder ke luar daerah irigasi. Pembuang primer sering berupa saluran
pembuang alamiah yang mengalirkan kelebihan air tersebut ke sungai, anak
sungai atau ke laut.
Petak sekunder umumnya diberi nama dengan huruf besar kemudian pada petak
tersebut dimana terdapat petak tersier diberi nama dengan huruf besar dengan angka
dibelakangnya. Saluran irigasi kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang
dilayani tetapi dengan huruf kecil. Misalnya a1, a2 dan seterusnya. Sedangkan saluran
pembuang kuarter diberi nama sesuai dengan petak kuarter yang dibuang airnya ,
diawali dengan dk, misalnya dka1, dka2, dka3 dan seterusnya.
2.5 PERENCANAAN SALURAN PEMBUANG
2.5.1 Perencanaan saluran pembuang yang stabil
Perencanaan saluran pembuang harus memberikan pemecahan dengan biaya
pelaksanaan dan pemeliharaan yang minimum. Ruas-ruas saluran harus stabil terhadap erosi

10
dan sedimentasi harus minimal pada setiap potongan melintang dan harus seimbang.
Dengan adanya pembuang, air dari persawahan menjadi lebih bersih dari sedimen. Erosi di
saluran pembuang akan merupakan kriteria yang menentukan.
Kecepatan aliran rencana hendaknya tidak melebihi kecepatan maksimum yang diijinkan.
Kecepatan maksimum yang diijinkan tergantung pada jenis tanah serta kondisinya. Saluran
pembuang dirancang di tempat terrendah dan melalui daerah depresi. Kemiringan alamiah
lahan menentukan kemiringan memanjang saluran pembuang tersebut. Apabila kemiringan
dasar terlalu curam dan kecepatan maksimum akan terlampaui, maka harus dibuat bangunan
terjun. Kecepatan rencana sebaiknya diambil sama atau mendekati kecepatan maksimum
yang diijinkan, karena debit rencana atau debit puncak tidak sering terjadi maka debit dan
kecepatan aliran air di saluran pembuang akan lebih rendah di bawah kondisi rata-rata.
Jika debit alirannya rendah, aliran akan cenderung berkelok-kelok bila dasar salurannya
lebar. Oleh karena itu biasanya saluran pembuang dirancang relatif sempit dan dalam
dibandingkan dengan saluran irigasi. Variasi tinggi air dengan debit yang berubah-ubah,
biasanya tidak mempunyai arti penting pada saluran pembuang lain. Potongan melintang
yang dalam akan memberikan pemecahan yang lebih ekonomis. Dalam merencanakan
sistem drainase lahan ada beberapa data yang harus disediakan, yaitu, (1) deskripsi
lingkungan fisik sistem drainase, (2) tata guna lahan, (3) prasarana lain, (4) topografi, (5)
pola aliran alam.

1. Deskripsi Kondisi Lingkungan Fisik


Dalam perencanaan tata letak jaringan drainase. diskripsi kondisi lingkungan fisik
merupakan informasi yang sangat penting. Penempatan saluran. bangunan dan jumlah
kerapatan fasilitas tersebut akan sangat dipengaruhi oleh kondisi daerah tersebut akan
sangat dipengaruhi oieh kondisi daerah rencana. Dalam kaitan ini, seorang perencana
dituntut untuk selalu peka dalam menginterpretasikan data yang tersedia baik berupa
data sekunder yang berupa peta dasar dan fenomena banjir yang pernah terjadi, maupun
pola aliran alam yang ada. Dimana informasi tentang pola aliran alam ini juga bisa
diperoleh dan observasi langsung di lapangan saat terjadi hujan (banjir).
2. Tata Guna Lahan
Tata guna lahan merupakan peta yang dapat menggambarkan tentang pola peng-gunaan
lahan didaerah rencana drainase. Pola penggunaan lahan yang dimaksud harus
mencakup tentang kondisi eksisting maupun rencana pengembangan di masa
mendatang. Informasi tersebut diperlukan untuk menentukan lingkup sistem drainase

11
yang diperlukan dan untuk merencakan drainase yang tingkatnya sesuai dengan
kategori tata guna tanah dari daerah yang bersangkutan.
3. Prasarana Lain
Informasi tentang prasarana lain yang dimaksud meliputi jaringan jalan dan jaringan
lain yang diperkirakan dapat menyebabkan gangguan pada sistem drainase. Ini
dimaksudkan sebagai pertimbangan dalam menentukan tinggi saluran drainase dan
untuk mengindentifikasi jenis bangunan penunjang yang diperlukan
4. Topografi
Informasi yang diperlukan untuk menentukan arah saluran drainase dan batas wilayah
penanmpungnya. Pemetaan kontur di suatu daerah pertanian perlu dilakukan pada skala
1:5000 atau 1:10.000 dengan beda kontur 0.5 meter di daerah datar, dan beda kontur
1.0 meter pada daerah curam. Pemetaan tersebut perlu mengacu pada suatu bench mark
di lapangan yang dikenal.
2.5.2 Data Topografi
Data – data topografi yang diperlukan untuk perencanaan saluran pembuangan
adalah:
 Peta topografi dengan jaringan irigasi dan pembuang dengan skala 1 : 2.5000 dan 1
: 5.000
 Peta trase saluran dengan skala 1 : 2.000; dilengkapi dengan garis – garis ketinggian
setiap interval 0,5 m untuk daerah datar atau 1,0 m untuk daerah berbukit – bukit.
 Profil memanjang dengan skala horisontal 1 : 2.000; dan skala vertikal 1 : 200 (atau
1 : 100 untuk saluran yang lebih kecil, jika diperlukan)
 Potongan melintang dengan skala 1 : 200 (atau 1 : 100 untuk saluran yang lebih
kecil jika diperlukan) dengan interval garis kontur 50 m untuk potongan lurus dan
25 m untuk potongan melengkung.
Perkembangan teknologi photo citra satelit kedepan dapat dipakai dan
dimanfaatkan untuk melengkapi dan mempercepat proses perencanaan jaringan irigasi.
Kombinasi antara informasi pengukuran teristris dan photo citra satelit akan dapat
bersinergi dan saling melengkapi.
Kelemahan foto citra satelit tidak stereometris sehingga aspek beda tinggi kurang
dapat diperoleh informasi detailnya tidak seperti pengukuran teristris, sedangkan dalam
perencanaan irigasi presisi dalam pengukuran beda tinggi sangat penting. Meskipun
demikian banyak informasi lain yang dapat dipakai sebagai pelengkap perencanaan

12
jaringan irigasi antara lain sebagai cross check untuk perencanaan jaringan irigasi.
2.5.3 Data survey
Untuk mencari dan mendapatkan data rencan, beberapa hal yang bisa lakukan
adalah melakukan survei lapangan. Hal ini dikarenakan terkadang data yang ada untuk
pembangunan dan perencanaan tidak mencukupi atau bahkan tidak ada, sehingga kita
perlu melakukan survei lapangan guna mendapatkan data tersebut. Survei lapangan
mencakup beberapa tahapan sebagai berikut:

 Survei awal

Hal ini merupakan survei paling awal yang harus dilakukan untuk mendapatkan
data dan informasi sebanyak mungkin agar dapat dipakai lagi dalam melaukukan survei
lebih lanjut. Tujuannya yaitu menentukan kuas lahan yang harus dikembangkan,
menentukan persediaan, tata letak dan kapasitas outlet saluran drainase, menyusun
rencana umum pengembangan dan menyusun perkiraan biaya dan keuntungan yang
didapatkan.

 Survei lanjutan

Merupakan kelanjutan dari survei awal namun lebih terperinci. Data dan informasi
yang diperoleh harus digunakan untuk dasar pembuatan rancangan bangunan secara
kasar, misalnya menyusun kriteria rancang, kebutuhan pengatusan dan sebagainya.
Survei dilakukan untuk mengetahui tempat-tempat yang dipilih bagi selokan drainase
atau cara pengaliran kelebihan air. dalam hal ini perhatian ditujukan pada tempat-
tempat yang rendah atau paling rendah diantara area lahan yang diairi serta yang akan
akan langsung memasuki saluran pembuang yang lama seperti sungai dan lain-lain.

 Survei rancang bangun

Survei rancang bangun mencakup survei terakhir yang harus dilakukan sebelum
pekerjaan konstruksi dilakukan. Oleh sebab itu data yang dikumpulkan haruslah serinci
dan seaktual mungkin. Melalui survei rancang bangun ini dapat diketahui asisten
drainase yang sesuai yaitu sistem drainase permukaan atau sistem drainase bawah
permukaan.

13
2.5.3.1 Jaringan Pembuang
Jaringan pembuang pada umumnya direncanakan untuk mengalirkan kelebihan air
secara gravitasi karena dari segi ekonomi, pembuangan kelebihan air dengan pompa
tidak layak. Daerah – daerah rigasi dilengkapi dengan bangunan - bangunan pengendali
banjir disepanjang sungai untuk mencegah masuknya air banjir kedalam sawah – sawah
irigasi.
Lahan dengan tanaman padi akan memiliki jaringan pembuang yang berbeda
dengan lahan tanaman selain padi, misalnya tanaman ladang. Jika tanaman – tanaman
ladang dipertimbangkan, maka metode – metode penyiapan lahan pada punggung
medan dapat diterapkan.
Di daerah – daerah uang diairi secara irigasi teknis, jaringan pembuang mempunyai
dua fungsi yaitu:
 Sebagai pembuang intern yang terdiri dari saluran pembuang tersier dan kuarter untuk
mengalirkan kelebihan air dari sawah untuk mencegah terjadinya genangan dan
kerusakan tanaman atau untuk mengatur banyaknya air tanah sesuai dengan yang
dibutuhkan tanaman.
 Pembuang ekstern yang terdiri dari saluran pembuang primer dan saluran pembuang
sekunder untuk mengalirkan air dari daerah dalam irigasi yang mengalir melalui daerah
luar irigasi. Kelebihan air ditampung di dalam saluran pembuang kuarter dan tersier
yang akan mengalirkannya ke dalam jaringan pembuang utama dari saluran pembuang
sekunder dan primer.

Aliran buangan dari luar daerah irigasi biasanya memasuki daerah proyek irigasi
melalui saluran – saluran pembuang alamiah yang akan merupakan bagian dari jaringan
utama di dalam proyek tersebut.
2.5.3.2 Kebutuhan Pembuang Untuk Tanaman Padi
Tanaman padi tumbuh dalam keadaan “tergenang” dan dengan demikian, dapat
saja bertahan dengan sedikit kelebihan air. Untuk varietas unggul, tinggi air 10 cm
dianggap cukup dengan tinggi muka air antara 5 sampai 15 cm dapat diizinkan.
Kedalaman air yang lebih dari 15 cm harus dihindari, karena air yang lebih dalam untuk
jangka waktu yang lama akan mengurang hasil panen varietas lokal unggul dan
khususnya varietas biasa (tradisional) kurang sensitif demikian, tinggi air yang
melebihi 20 cm tetap harus di hindari.
Besar kecilnya penurunan hasil panen oleh air berlebihan bergantung pada :

14
 Dalamnya lapisan air yang berlebihan
 Berapa lama genangan yang berlebihan itu berlangsung
 Tahapan pertumbuhan tanaman
 Varietas padi

Kelebihan air di dalam petak tersier bisa disebabkan oleh :


 Hujan lebat
 Melimpahnya air irigasi atau buangan yang berlebihan dari jaringan primer atau
sekunder ke daerah itu
 Rembesan atau limpahan kelebihan air irigasi di dalam petak tersier

Tahap – tahap pertumbuhan padi yang paling peka terhadap banyaknya yang
berlebihan adalah selama transplantasi (pemindahan bibit ke sawah persemaian dan
permulaan masa berbunga (periocle)). Merosotnya panenan secara tajam akan terjadi
apabila dalamnya lapisan air di sawah melebihi separoh dari tinggi tanaman padi selama
3 hari atau lebih atau jika tanaman padi tergenan air sedalam lebih dari 20 cm selama
jangka waktu lebih dari 3 hari maka hampir dapat dipastikan bahwa tidak akan ada
panenan.
Jumlah kelebihan air yang harus dikeringkan per petak disebut modulus pembuang
atau koefisien pembuang dan ini bergantung pada:
 Curah hujan selama periode tertentu
 Pemberian air irigasi pada waktu itu
 Kebutuhan air tanaman
 Perkolasi tanah
 Tampungan di sawah – sawah selama atau pada akhir periode yang
bersangkutan
 Luasnya daerah
 Sumber – sumber kelebihan air yang lain

Untuk perhitungan modulus pembuangan, komponennya dapat diambil sebagai


berikut :

D(n) = R(n)T + n(I - ET - P) – ΔS

15
Dengan
n = jumlah hari berturut – turut
D(n) = limpasan pembuang permukaan selama n hari, mm
R(n)T = curah hujan dalam n hari berturut – turut dengan periode ulang T tahun, mm
I = pemberian air irigasi, mm/hari
ET = evapotranspirasi, mm/hari
P = perkolasi, mm/hari
∆S = tampungan tambahan, mm

a. Dataran Rendah
 Pemberian air irigasi I sama dengan nol jika irigasi di hentikan.
 Pemberian air irigasi I sama dengan evapotranspirasi ET jika irigasi diteruskan
 Tampungan tambahan disawah pada 150 mm lapisan air maksimum,
tampungan tambahan ∆S pada akhir hari – hari berturutan n diambil maksimum
50 mm
 Perkolasi P sama dengan nol.
b. Daerah Terjal
 Pemberian air irigasi I sama dengan nol jika irigasi di hentikan.
 Pemberian air irigasi I sama dengan evapotranspirasi ET jika irigasi diteruskan
 Tampungan tambahan disawah pada 150 mm lapisan air maksimum,
tampungan tambahan ∆S pada akhir hari – hari berturutan n diambil maksimum
50 mm
 Perkolasi P sama dengan 3 mm/hari
Untuk modulus pembuang rencana dipilih curah hujan 3 hari dengan periode
ulang 5 tahun.
c. Daerah Kering
Pada daerah kering dengan ketersediaan air terbatas maka dapat diterapkan budaya
tanam padi dengan pola intensif atau pola kering yaitu sistem SRI, dimana tidak
dilakukan penggenangan air pada kisaran 5 sampai 15 cm. Hal ini menyebabkan
petani akan membuka galengan selama musim hujan. Oleh sebab iu akan
menyebabkan drainage modul mempunyai nilai lebih besar sehingga diperlukan
penelitian lebih lanjut. Dimensi saluran pembuangan pada cara ini diduga lebih besar
dari pada dimensi saluran pembuang cara konvensional/ biasa.

16
2.5.3.3 Kebutuhan Pembuang Untuk Non Padi
Untuk pembuang sawah yang ditanami selain padi, ada beberapa daerah yang
perlu diperhatikan yakni :
 Daerah – daerah aliran sungai yang berhutan
 Daerah – daerah dengan tanaman – tanaman ladang (daerah – daerah terjal)
 Daerah – daerah permukiman

Dalam merencanakan saluran – saluran pembuang untuk daerah – daerah di mana


padi tidak ditanam, ada dua macam debit yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
 Debit puncak maksimum dalam jangka waktu pendek dan
 Debit rencana yang dipakai untuk perencanaan saluran
a) Debit Puncak
Debit puncak untuk daerah – daerah yang dibuang airnya sampai seluas
100 km2 dihitung dengan rumus “Der Weduwen”, yang didasarkan pada
pengalaman mengenai sungai – sungai di Jawa ; rumus – rumus lain bisa digunakan
juga :

Qd = α.β.q.A
Keterangan :
Qd = debit puncak, m3/ dt
𝛼 = koefisien limpasan air hujan (run off)
𝛽 = koefisien pengurangan luas daerah hujan
q = curah hujan, m3/dt. km2
A = luas aeral yang dibuang airnya, km2
b) Debit Rencana
Debit rencana didefinisikan sebagai volume limpasan air hujan dalam waktu
sehari dari suatu daerah yang akan dibuang airnya yang disebabkan oleh curah hujan
sehari di daerah tersebut air hujan yang tidak tertahan atau merembes dalam waktu
satu hari, diandaikan mengalir dalamwaktu satu hari, diandaikan mengalir dalam
waktu satu hari itu juga. Ini menghasilkan debit rencana yang konstan.

17
Debit rencana bisa dihitung sebagai berikut :

Qd = 0,116. Α.R(1)5A0,92
Dengan
Qd = debit rencana, l/dt
𝛼 = koefisien limpasan air hujan (lihat Tabel koefisien limpasan)
R (1)5 = curah hujan sehari, m dengan kemungkinan terpenuhi 20%
A = luas daerah yang dibuang airnya, ha
Untuk menentukan harga koefisien limpasan air hujan, akan dipakai hasil -hasil
"metode kurve bilangan" dari US Soil Conservation Service. Untuk uraian lebih
lanjut, baca USBR Design of Small Dams.

Tabel 2. 1 Kelompok Hidrologis Tanah

Kelompok Hidrologis Tanah


Penutup Tanah
C D
Hutan lebat 0.60 0.70
Hutan tidak lebat 0.65 0.75
Tanaman Ladang
0.75 0.80
(daerah Terjal)

Penjelasan mengenai kelompok hidrologis tanah adalah sebagai berikut:

Kelompok C : Tanah yang mempunyai laju infiltrasi rendah (1 – 4 mm/jam) apabila


dalam keadaan jenuh samasekali dan terutama terdiri dari tanah dengan lapisan yang
menahan gerak turun air, atau tanah dengan tekstur agak halus sampai halus.
Tanah;tanah ini memiliki laju penyebaran (transmisi) air yang rendah.
Kelompok D : (potensi limpasan tinggi)
Tanah yang mempunyai laju infiltrasi amat rendah (0 – 1 mm/jam) apabila dalam
keadaan jenuh sama sekali dan terutama terdiri dari tanah lempung dengan potensi
mengembang yang tinggi, tanah dengan muka air tanah tinggi yang permanent, tanah
dengan lapisan liat di atau di dekat permukaan, dan tanah dangkal pada bahan yang
hamper kedap air. Tanah;tanah ini memiliki laju penyebaran air yang lamban.

18
2.5.3.4 Debit Pembuang
Debit rencana akan dipakai untuk merencanakan kapasitas saluran pembuang dan tinggi
muka air. Debit pembuang terdiri dari air buangan dari :
 sawah
 tempat - tempat lain di luar sawah.
Jaringan pembuang akan direncanakan untuk mengalirkan debit pembuang
rencana dari daerah-daerah sawah dan non sawah di dalam maupun di luar (pembuang
silang). Muka air yang dihasilkan tidak boleh menghalangi pembuangan air dari sawah
- sawah di daerah irigasi.
Debit puncak akan dipakai untuk menghitung muka air tertinggi jaringan
pembuang. Muka air tertinggi ini akan digunakan untuk merencanakan sarana
pengendalian banjir dan bangunan. Selama terjadi debit puncak terhalangnya
pembuangan air dari sawah dapat diterima. Tinggi muka air puncak sering melebihi
tinggi muka tanah, dalam hal ini sarana;sarana pengendali banjir akan dibuat di
sepanjang saluran pembuang, dimana tidak boleh terjadi penggenangan.
Periode ulang untuk debit puncak dan debit rencana berbeda untuk debit puncak,
periode ulang dipilih sebagai berikut :
 5 tahun untuk saluran pembuang kecil di daerah irigasi atau
 25 tahun atau lebih, bergantung pada apa yang akan dilindungi untuk sungai
periode ulangnya diambil sama" dengan" saluran pembuang yang besar.
Periode ulang debit rencana diambil 5 tahun.

Perlu dicatat bahwa debit puncak yang sudah dihitung bisa dikurangi dengan
cara menampung debit puncak tersebut. Tampungan dapat dibuat didalam atau di luar
daerah irigasi.
Misalnya ditempat dimana pembuang silang memasuki daerah irigasi melalui
gorong – gorong yang disebelah hulunya boleh terdapat sedikit genangan. Didalam
jaringan irigasi tampungan dalam jaringan saluran dan daerah cekungan akan dapat
meratakan debit puncak di bagian hilir. Debit puncak juga akan dikurangi dengan cara
membiarkan penggenangan terbatas (untuk jangka waktu yang pendek) didalam daerah
irigasi. Akan tetapi, penggenangan terbatas mungkin tidak dapat diterima.
Pada pertemuan dua saluran pembuang di mana dua debit puncak bertemu, debit
puncak yang tergabung dihitung sebagai berikut :

19
1. Apabila dua daerah yang akan dibuang airnya kurang lebih sama luasnya (40 sampai
50% dari luas total), debit puncak dihitung sebagai 0,8 kali jumlah kedua debit
puncak.
2. jika daerah yang satu jauh lebih kecil dari daerah yang satunya lagi (kurang 20%
dari luas keseluruhan), maka gabungan kedua debit puncak dihitung sebagai daerah
total.
3. bila persentase itu berkisar antara 20 dan 40% maka gabungan kedua debit puncak
dihitung dengan interpolasi antara harga – harga dari no.1 dan 2 diatas.

Untuk menghitung debit rencana pada pertemuan dua saluran pembuang, debit
rencana yang tergabung dihitung sebagai jumlah debit rencana dari kedua saluran
pembuang hulu.
Pada pertemuan saluran pembuang dari daerah irigasi dengan saluran pembuang dari
luar daerah irigasi dapat didekati dengan memakai koefisien seperti pada kriteria
perencanaan pertemuan dua saluran pembuang intern dengan jalan :
1. Dihitung lebih dahulu besarnya debit aliran dari daerah irigasi
2. Dihitung debit aliran pembuang luar dengan mempertimbangkan jarak atau panjang
saluran, kemiringan, luas daerah pengaliran, lengkung intensitas hujan
3. Besaran koefisien yang dipakai sebagai perbandingan adalah besar debit sebagai
pengganti perbandingan luas dari daerah pembuangan.
Besarnya koefisien yang dipakai pada pertemuan aliran internal dan aliran external,
tergantung perbandingan besar debit aliran yaitu :
 Jika selisih perbandingan besar debit antara 0,40 ; 0,50 dari jumlah debit maka
dipakai koefisien 0,8
 Jika perbandingan besar debit kurang dari 0,20 dari jumlah debit maka debit di
hilir adalah jumlah dari kedua debit
 Jika perbandingan besar debit antara 0,20 – 0,40 dari jumlah debit maka dihitung
dengan cara interpolasi.
Perhitungan debit pembuang / drainase dapat dihitung dengan tata cara
perhitungan debit dalam SNI. Salah satu cara yang sering dipakai adalah dengan cara
Rasional, metode/ cara ini merupakan metode lama yang masih digunakan untuk
memperkirakan debit aliran daerah dengan luasan kecil, umumnya kurang dari 500ha.
Asumsi dasar metode ini antara lain, puncak limpasan terjadi pada saat seluruh

20
daerah ikut melimpas, yang merupakan fungsi dari intensitas hujan yang durasinya
sama dengan waktu konsentrasi. Intensitas hujan diasumsikan tetap dan seragam di
seluruh daerah.
2.5.3.5 Data Mekanika Tanah
Masalah utama dalam perencanaan saluran pembuang adalah ketahanan bahan
saluran terhadap erosi dan stabilitas talud. Data – data yang diperlukan untuk tujuan ini
mirip dengan data – data yang dibutuhkan untuk perencanaan saluran irigasi. Pada
umumnya data yang diperoleh dari penelitian tanah pertanian akan memberikan
petunjuk/ indikasi yang baik mengenai sifat – sifat mekanika tanah yang akan dipakai
untuk trase saluran pembuang. Karena trase tersebut biasanya terletak di cekungan
(daerah depresi) tanah cenderung untuk menunjukkan sedikit variasi. Dalam banyak
hal, uji lapisan dan batas cair (liquid limit) pada interval 0,5 km akan memberikan
cukup informasi mengenai klasifikasi seperti dalam Unified Soil Classification System.
Apabila dalam pengujian tersebut sifat – sifat tanah menunjukkan banyak variasi, maka
interval tersebut harus dikurangi.
2.5.4 Rumus dan Kriteria Hidrolis
2.5.4.1 Rumus Aliran.
V = k.R2/3.I(1/2)
Keterangan :
v = kecepatan aliran, m/dt
k = koefisien kekasaran strickler, m1/3/dt
R = jari – jari hidrolis, m
I = kemiringan energi
2.5.4.2 Koefisien Kekasaran Strickler
Koefisien Strickler bergantung kepada sejumlah faktor, yakni :
 Kekasaran dasar dan talut saluran
 Lebatnya vegetasi
 Panjang batang vegetasi
 Ketidak teraturan dan trase, dan
 Jari – jari hidrolis dan dalamnya saluran.
Karena saluran pembuang tidak selalu terisi air, vegetasi akan mudah sekali tumbuh
disitu dan banyak mengurangi harga k. Penyiangan yang teratur akan memperkecil
harga pengurangan ini. Harga – harga k pada Tabel Koefisien kekasaran strickler pada

21
saluran pembuang. yang dipakai untuk merencanakan saluran pembuang,
mengandaikan bahwa vegetasi dipotong secara teratur.
Tabel 2. 2 Koefisien Kekerasan Strickler untuk Saluran Pembuangan

Jaringan pembuang utama k m1/3/dt


h*) > 1,5 m 30
h ≤ 1,5 m 25

Untuk saluran – saluran alamiah tidak ada harga umum k yang dapat diberikan. Cara
terbaik untuk memperkirakan harga itu ialah membandingkan saluran – saluran alamiah
tersebut dengan harga – harga k dijelaskan didalam keputusan yang relevan (sebagai
contoh, lihat Ven Te Chow ,1985).
2.5.4.3 Kecepatan Maksimum yang Diijinkan
Kecepatan maksimum yang diizinkan adalah kecepatan aliran (rata – rata)
maksimum yang tidak akan menyebabkan erosi di permukaan saluran. Kecepatan aliran
pada saluran yang terlalu tinggi akan menyebabkan kerusakan pada dinding dan dasar
saluran. Sehingga umur saluran akan menjadi semakin pendek daripada seharusnya.
Kecepatan maksimum yang diizinkan ditentukan dalam dua langkah :
 Penetapan kecepatan dasar (vb) untuk saluran lurus dengan ketinggian air 1 m;
vb adalah 0,6 m/dt untuk harga – harga PI yang lebih rendah dari 10.
 Penentuan faktor koreksi pada vb untuk lengkung saluran, berbagai ketinggian
air dan angka pori.

vmaks = vb.A.B.C
Dengan
Vmaks = kecepatan maksimum yang diizinkan, m/dt
Vb = kecepatan dasar, m/dt
A = faktor koreksi untuk angka pori permukaan saluran
B = faktor koreksi untuk kedalaman air
C = faktor koreksi untuk lengkung

Dan kecepatan dasar yang diizinkan vba = vb.A


Kecepatan dasar dipengaruhi oleh konsentrasi bahan layang di dalam air, dibedakan
menjadi 2 keadaan:

22
 Air bebas sedimen dengan konsentrasi kurang dari 1.000 ppm sedimen layang.
Konsentrasi bahan – bahan yang melayang dianggap sangat rendah sehingga
tidak berpengaruh terhadap stabilitas saluran
 Air bersedimen dengan konsentrasi lebih dari 20.000 ppm sedimen layang.
Konsentrasi yang tinggi ini akan menambah kemantaoan batas akibat tergantinya bahan
yang terkikis atau tertutupnya saluran.
Faktor – faktor koreksi saluran adalah:
 Faktor koreksi tinggi air B yang menunjukkan bahwa saluran yang lebih dalam
menyebabkan kecepatan yang relatif lebih rendah di sepanjang batas saluran.
 Faktor koreksi lengkung C yang merupakan kampensasi untuk gaya erosi aliran
melingkar (spiral flow) yang disebabkan oleh lengkung – lengkung pada alur.
Untuk saluran dengan lengkung – lengkung yang tajam, pemberian pasangan
pada tanggul luar bisa lebih ekonomis daripada menurunkan kecepatan rata –
rata.
Pada saluran pembuang pada umumnya ditambahkan faktor koreksi D. Faktor D
ditambahkan apabila dipakai banjir rencana dengan priode ulang yang tinggi. Dianggap
bahwa kelangkaan terjadinya banjir dengan priode ulang diatas 10 tahun menyebabkan
terjadinya sedikit kerusakan akibat erosi. Ini dinyatakan dengan menerima v yang lebih
tinggi untuk keadaan semacam ini; harga D. D sama dengan 1 untuk priode ulang
dibawah 10 tahun.
Sehingga rumus menjadi :
vmaks = vb . A . B. C . D
Dengan
vmaks = kecepatan maksimum yang diizinkan, m/dt
vb = kecepatan dasar, m/dt
A = faktor koreksi untuk angka pori permukaan saluran
B = faktor koreksi untuk kedalaman air
C = faktor koreksi untuk lengkung
D = Koefisien koreksi untuk periode kala ulang yang tinggi

Untuk jaringan pembuangan intern, air akan dihitung sebagai bebas sedimen.
Untuk aliran pembuang silang, asal air harus diperiksa. Jika air itu berasal dari
daerah;daerah yang berpembuang alamiah, maka konsentrasi sedimen dapat diambil
3.000 ppm. Air dihitung sebagai bebas sedimen, apabila air pembuang silang berasal

23
dari daerah persawahan. Untuk konstruksi pada tanah - tanah nonkohesif, kecepatan
dasar yang di izinkan adalah 0,6 m/dt. Apabila dikehendaki saluran pembuang juga
direncanakan mempunyai fungsi untuk menunjang pemeliharaan lingkungan dan
cadangan air tanah maka kecepatan saluran pembuang pada daerah yang memerlukan
konservasi lingkungan tersebut dapat dikurangi. Hal ini dimaksudkan untuk
memperbesar waktu dan tekanan infiltrasi dan sehingga akan menambah kapasitas
peresapan air kedalam tanah, namun perlu dipertimbangkan adanya perubahan demensi
saluran yang lebih besar akibat pengurangan kecepatan ini.

24
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sistem drainase pertanian adalah sistem yang digunakan untuk membuang air
yang tidak digunakan dalam areal persawahan. Berbeda dengan sistem drainasi
perkotaan yang umumnya kita ketahui, sistem drainasi perkotaan bertujuan untuk
membuang seluruh air yang dibuang tanpa menyisakan sedikitpun karena masalah akan
timbul ketika pada daerah perkotaan masih ada air yang tersisa. Tetapi, pada sistem
drainasi pertanian masih disisakan sedikit air untuk kebutuhan tanaman pertanian yang
ada. Sehingga tidak seluruh kelebihan air dibuang pada sistem drainasi pertanian
Kelebihan air irigasi bisa saja terjadi dikarenakan hujan yang berkepanjangan
dan sangat deras atau pemberian air irigasi dari saluran irigasi yang berlebihan.
Sehingga pembuangan air irigasi ini diperlukan karena : Bangunan sadap tersier tidak
diatur secara terus – menerus, Banyak saluran sekunder tidak dilengkapi dengan
bangunan pembuang (wasteway). Bangunan pembuang atau bangunan drainasi berupa
saluran pembuang yang berada di tanah dengan elevasi lebih rendah daripada saluran
irigasi.
Untuk membangun saluran pembuang diperlukan data – data yang mendukung
dimana data tersebut dapat diperoleh dengan kegiatan survei lapangan walaupun
terkadang data telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data – data tersebut nantinya akan
diolah dan dihitung dengan sedemikian rupa sehingga akan terbentuk jaringan saluran
pembuang yang dapat berfungsi dengan maksimal dan menunjang kehidupan tanaman
yang ada.

3.2 Saran
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan kita bersama. Dan
saran kami bagi mahasiswa atau peneliti nanti yang ingin mengkaji tentang drainase
lahan pertanian agar makalah ini bisa dijadikan acuan dan bisa diperbaiki
kekurangannya.

25
DAFTAR PUSTAKA
Effendi. 2011. Drainase Untuk Meningkatkan Kesuburan Lahan Rawa. Jurusan
Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya. Palembang.
https://axaq.blogspot.com/2016/08/pengertian-jenis-sistem-drainase-
lahan.html#:~:text=Drainase%20lahan%20pertanian%20didefinisikan%20sebagai%2
0pembuatan%20dan%20pengoperasian,tanah%20dapat%20dikendalikan%20sehingga
%20bermanfaat%20bagi%20kegiatan%20usahatani
https://www.tneutron.net/sipil/sistem-drainase-lahan-pertanian/
https://bpsdm.pu.go.id/center/pelatihan/uploads/edok/2018/04/fc1d9_BT_08_Perhitun
gan_Saluran_dan_Drainase.pdf

26

You might also like