You are on page 1of 13

RINGKASAN MATERI KULIAH (RMK)

PEREKONOMIAN INDONESIA (B1)


DINAMIKA KEBIJAKAN MONETER

Disusun Oleh :

Kelompok 7
Nama Anggota Kelompok :

Arkan Pramana Putra 2007531199


I Gede Andra Amartya Wardana Dipa 2007531200

Dosen Pengampu :
Wayan Hari Premananda, S.E., M.Ec.Dev.

PROGRAM STUDI SARJANA AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2023
1. Sektor Keuangan Indonesia di Era Globalisasi

a. Gambaran Umum

1) Sektor Keuangan
Menurut DFID (Department Department For International International
Development Development) (2004) sektor keuangan adalah seluruh perusahaan besar atau
kecil, lembaga formal dan informal di dalam perekonomian yang memberikan pelayanan
keuangan kepada konsumen, para pelaku bisnis dan bisnis dan lembaga-lembaga keuangan
lembaga-lembaga keuangan lainnya. Di Indonesia, sektor keuangan digerakkan oleh dua
lembaga keuangan yaitu lembaga perbankan yang terdiri dari bank-bank umum, bank umum
syariah, bank perkreditan rakyat, dan bank pembangunan daerah dengan produk-produk seperti
giro, deposito, tabungan, dan kredit. Dan lembaga non perbankan yang terdiri dari pasar modal
(dengan produk seperti saham, reksadana, dan obligasi), lembaga pembiayaan, asuransi, dana
pensiun dan pegadaian.
Di Indonesia, sektor keuangan masih didominasi oleh perbankan. Hal ini menimbulkan
tingginya ketergantungan kepada perbankan sebagai sumber pembiayaan pembangunan dan
perekonomian. Dengan demikian, apabila perbankan tidak dapat menyalurkan pendanaan
kepada sektor riil, maka pengaruh kelambatan pertumbuhan ekonomi menjadi terasa. Dan
penyaluran kredit dianggap sebagai suatu indikator penting peranan bank dalam mendorong
kegiatan ekonomi di suatu negara.

2) Globalisasi
Globalisasi adalah proses meningkatnya interkoneksi, integrasi, dan ketergantungan
antara negara-negara, masyarakat, dan ekonomi di seluruh dunia. Ini mengacu pada penyebaran
ide, teknologi, perdagangan, budaya, informasi, dan aliran modal di tingkat global. Dalam
konteks globalisasi, dunia semakin terhubung, dengan berbagai aspek kehidupan yang semakin
bersifat global daripada terbatas pada batasan nasional. Era ini sering kali dianggap dimulai
pada akhir abad ke-20 dan berlanjut hingga saat ini. Dalam era globalisasi, ada beberapa ciri
utama, antara lain:
a) Peningkatan perdagangan internasional
Globalisasi menghasilkan peningkatan perdagangan barang dan jasa antara
negara-negara, didorong oleh pembukaan pasar dan penurunan hambatan perdagangan.
b) Teknologi dan komunikasi
Kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) memungkinkan
pertukaran informasi dan komunikasi yang lebih cepat di seluruh dunia. Internet dan
media sosial memainkan peran penting dalam globalisasi ini.
c) Integrasi keuangan
Sektor keuangan menjadi semakin terintegrasi di seluruh dunia, dengan aliran
modal, perdagangan instrumen keuangan, dan bank-bank multinasional beroperasi di
banyak negara.

b. Dampak Globalisasi terhadap Sektor Keuangan Indonesia


Globalisasi memiliki dampak yang signifikan terhadap sektor keuangan Indonesia, baik
positif maupun negatif. Berikut adalah beberapa dampak globalisasi terhadap sektor keuangan
Indonesia:

1) Dampak Positif:

a) Akses ke Modal Asing


Melalui globalisasi, pasar keuangan Indonesia menjadi lebih terbuka bagi investor
asing. Investor asing dapat membeli saham perusahaan Indonesia, berinvestasi di obligasi
pemerintah atau perusahaan swasta, atau memberikan pinjaman kepada perusahaan-
perusahaan di Indonesia. Ini berarti Indonesia mendapatkan akses ke lebih banyak sumber
pendanaan yang dapat digunakan untuk berbagai keperluan.

b) Menstimulus Pertumbuhan Ekonomi


Globalisasi perekonomian membuka peluang pasar produk dari dalam negeri ke pasar
internasional secara kompetitif dan juga membuka peluang masuknya produk-produk global
ke dalam pasar domestik. Selain itu, untuk bersaing di pasar global, perusahaan harus terus
meningkatkan kualitas produk dan layanan mereka. Ini dapat merangsang pertumbuhan
ekonomi dengan meningkatkan produksi dan daya saing.

c) Peningkatan Likuiditas
Likuiditas mengacu pada sejauh mana aset atau instrumen keuangan dapat dengan cepat
dibeli atau dijual di pasar tanpa memengaruhi harganya secara signifikan. Aspek likuiditas ini
sangat penting dalam sektor keuangan karena berpengaruh pada efisiensi pasar dan biaya
modal. Ketika pasar keuangan Indonesia lebih terbuka terhadap investor asing, lebih banyak
dana dari luar negeri mengalir ke dalam pasar. Ini berarti ada lebih banyak uang yang beredar
di pasar keuangan Indonesia, yang pada gilirannya meningkatkan tingkat likuiditas.
2) Dampak Negatif:

a. Kerentanan Terhadap Krisis Global


Proses globalisasi keuangan akan menyebabkan perekonomian di berbagai negara
menjadi lebih rentan terhadap guncangan. Ketika pasar global terguncang, pasar keuangan
Indonesia juga bisa terpengaruh secara signifikan. Berubahnya struktur keuangan global,
secara langsung atau tidak langsung akan membawa dampak pada sistem keuangan domestik
suatu negara, artinya apabila terjadi goncangan (shock) pada keuangan global, dampaknya akan
menyebar pada sistem keuangan seluruh dunia. Seperti Krisis global yang terjadi pada tahun
2008 di Amerika Serikat, perang dan terorisme di suatu negara.

b. Ketergantungan Terhadap Modal Asing


Meskipun akses ke modal asing adalah positif, terlalu banyak ketergantungan pada
modal asing dapat membuat sektor keuangan rentan terhadap perubahan sentimen investor
asing. Investor asing dapat mengalokasikan dana mereka ke berbagai negara secara cepat,
tergantung pada perkiraan risiko dan peluang. Ini dapat menghasilkan fluktuasi besar dalam
aliran modal ke dalam dan keluar dari suatu negara. Ketika investor asing mendapatkan sinyal
negatif tentang kondisi ekonomi suatu negara, mereka dapat menarik dana mereka dengan
cepat. Ini dapat menciptakan tekanan pada mata uang negara tersebut dan memicu krisis
keuangan.

c. Perubahan Regulasi Globalisasi


Globalisasi membawa negara-negara bersama dalam kerangka ekonomi global yang
lebih besar. Ketika sebuah negara semakin terlibat dalam aktivitas ekonomi global, perubahan
regulasi seringkali diperlukan untuk memfasilitasi perdagangan internasional, investasi, dan
aliran modal, memastikan kepatuhan dengan standar internasional dan menjaga stabilitas
sektor keuangan. Ini termasuk peraturan keuangan, akuntansi, perlindungan investor, dan
banyak aspek lainnya. Upaya untuk mencocokkan aturan dengan standar internasional dapat
membutuhkan waktu, biaya, dan sumber daya yang signifikan.

2. Kelemahan Strukturan dalam Sistem Keuangan

a. Pengertian Sistem Keuangan


Peraturan Bank Indonesia Nomor 16/11/PBI/2014 Tentang Pengaturan dan Pengawasan
Makroprudensial menjelaskan pengertian sistem keuangan sebagai berikut : “Sistem Keuangan
adalah suatu sistem yang terdiri atas lembaga keuangan pasar keuangan, infrastruktur
keuangan, serta perusahaan non keuangan, dan rumah tangga, yang saling berinteraksi dalam
pendanaan dan/atau penyediaan pembiayaan perekonomian.” Berdasarkan penjelasan tersebut
dapat disimpulkan bahwa sistem keuangan adalah suatu komponen sistem keuangan yang
mendominasi dan berpengaruh pada kondisi ekonomi suatu negara yang apabila mengalami
gangguan, maka gangguan ini akan mempengaruhi sistem keuangan yang lain dan dapat
mempengaruhi kegiatan perekonomian. Sistem keuangan dalam perekonomian merupakan
pendukung dan beroperasi secara berdampingan dengan sektor riil atau beragam industri baik
besar maupun kecil yang menghasilkan barang atau jasa.
Sistem keuangan yang stabil diperlukan untuk menjaga kestabilan setiap komponen
dalam sistem kuangan. Sistem keuangan tersusun atas tiga komponen yang saling bekerja sama
yaitu: lembaga keuagan, lembaga pengawasan dan pendukung, dan infrastruktur keuangan.

1) Lembaga keuangan yaitu badan usaha atau lembaga yang bergerak di bidang
keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat, dan menyalurkan kembali dana
dari masyarakat dalam bentuk kredit/pinjaman/pembiayaan dana atau dalam bentuk
aset riil dan aset untuk berinvestasi.
2) Lembaga pengawas dan pendukung yaitu lembaga yang berfungsi untuk mengawasi
dengan melakukan audit secara rutin dan menetapkan standar pada lembaga
keuangan sesuai bidangnya masing-masing. Misalnya OJK pada bidang perbankan,
Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) di pasar modal, dll.
3) Infrastruktur keuangan berupa teknologi informasi, perangkat hukum, dan
sarana/tempat perdagangan. Contohnya seperti ATM, internet banking, dll.

b. Pengertian Kelemahan Struktural dalam Sistem Keuangan


Kelemahan struktural mengacu pada masalah atau kekurangan yang mendasar dalam
struktur atau desain sistem keuangan yang dapat menyebabkan masalah atau risiko dalam
jangka panjang. Ini bisa berarti bahwa ada ketidaksempurnaan, celah, atau aspek-aspek tertentu
dalam sistem keuangan yang rentan terhadap gangguan atau kerentanan terhadap perubahan
ekonomi, perubahan pasar, atau faktor lain yang dapat memengaruhi stabilitas dan kinerja
sistem keuangan. Contoh-contoh kelemahan structural yaitu:

Contoh-contoh kelemahan struktural dalam sistem keuangan bisa mencakup:

1) Ketidakseimbangan sektor ekonomi: Ketika sistem keuangan terlalu bergantung


pada sektor ekonomi tertentu, fluktuasi dalam sektor tersebut dapat berdampak
besar pada stabilitas keseluruhan sistem keuangan.
2) Kelebihan utang: Jika banyak entitas dalam sistem keuangan terlalu terbebani oleh
utang, maka kenaikan suku bunga atau penurunan nilai aset bisa mengakibatkan
kesulitan keuangan yang berantai.
3) Ketergantungan pada lembaga keuangan tertentu: Jika sistem keuangan sangat
bergantung pada beberapa lembaga keuangan besar, kebangkrutan atau kegagalan
salah satu dari mereka dapat mengganggu seluruh sistem.

c. Penyebab kelemahan struktural dalam sistem keuangan

Penyebab utama kelemahan struktural dalam sistem keuangan meliputi:

1) Kemunduran Ekonomi
Penurunan tajam dalam pertumbuhan ekonomi, resesi, atau depresi dapat menciptakan
ketidakstabilan dalam sistem keuangan. Contohnya jika terjadi resesi, Dalam resesi, terjadi
penurunan pertumbuhan ekonomi, yang dapat mencakup penurunan produktivitas, penurunan
pendapatan nasional, peningkatan pengangguran, dan penurunan harga aset seperti saham dan
property sehingga memungkinkan bank dan lembaga keuangan lainnya dapat mengalami
peningkatan kredit macet.

2) Krisis Perbankan
Salah satu penyebab utama krisis perbankan adalah ketidakpercayaan nasabah terhadap
keadaan bank. Ini bisa dipicu oleh berita negatif tentang kesehatan keuangan bank, rumor, atau
kekhawatiran tentang likuiditas dan stabilitas bank tersebut. Nasabah yang khawatir tentang
kemampuan bank untuk memenuhi kewajibannya dapat mulai menarik dana mereka. Hal
tersebut bisa menyebabkan bank-bank mungkin mengalami kekurangan likuiditas yang parah,
yang dapat mengganggu aliran kredit dan kegiatan ekonomi.

3) Perkembangan yang tidak terduga


Perkembangan yang tidak terduga adalah peristiwa atau situasi yang tidak dapat
diprediksi dengan mudah dan seringkali berada di luar kendali lembaga keuangan atau
pemerintah. Contohnya Bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, banjir, badai, dan lain-
lain, dapat menyebabkan kerusakan fisik pada aset dan infrastruktur, termasuk aset-aset yang
dimiliki oleh lembaga-lembaga keuangan. Bencana semacam ini dapat memicu klaim asuransi
besar dan kerugian signifikan bagi lembaga keuangan. Lalu, seperti peristiwa global yang tidak
terduga seperti krisis geopolitik, konflik bersenjata, atau gejolak di pasar luar negeri juga dapat
memengaruhi sistem keuangan secara tidak terduga. Misalnya, sanksi internasional atau
perubahan dalam hubungan perdagangan internasional dapat mempengaruhi eksposur lembaga
keuangan terhadap risiko luar negeri.

d. Mengatasi Kelemahan Struktural


Upaya regulasi dan pengawasan memiliki peran kunci dalam mengatasi kelemahan
struktural dalam sistem keuangan. Ini melibatkan peran pemerintah dan otoritas keuangan
untuk menjaga stabilitas keuangan.

1) Peran Pemerintah dalam Mengatasi Kelemahan Struktural

a) Penetapan Regulasi dan Kebijakan


Pemerintah memiliki peran utama dalam menetapkan regulasi dan kebijakan yang
mengatur lembaga-lembaga keuangan dan pasar keuangan. Ini mencakup pembuatan dan
penegakan aturan yang dirancang untuk mengurangi risiko sistemik, menghindari praktik
bisnis yang berisiko tinggi, dan menjaga integritas sistem keuangan.

b) Pengawasan Keuangan
Pemerintah mengawasi dan mengatur lembaga-lembaga keuangan melalui otoritas
pengawasan keuangan. Mereka memastikan bahwa lembaga-lembaga tersebut mematuhi
peraturan yang berlaku dan menjalankan operasi mereka dengan cara yang stabil dan aman.
Pemerintah juga dapat memberikan pedoman dan pengawasan yang ketat terkait dengan risiko
tertentu seperti kredit, likuiditas, dan pasar.

c) Penanggulangan Krisis
Pemerintah harus siap untuk menghadapi situasi krisis keuangan dan memiliki
mekanisme untuk menangani krisis ketika mereka terjadi. Ini mungkin termasuk penyelamatan
lembaga-lembaga keuangan yang terancam kebangkrutan, penyediaan jaminan simpanan
nasabah, dan langkah-langkah stimulus ekonomi untuk mengatasi penurunan aktivitas ekonomi
selama krisis.

2) Peran Otoritas Keuangan

a) Pengawasan Lembaga Keuangan


Otoritas keuangan, seperti bank sentral dan badan pengawas keuangan, memiliki peran
langsung dalam pengawasan lembaga-lembaga keuangan. Mereka memeriksa kepatuhan
lembaga-lembaga keuangan terhadap regulasi, memantau risiko yang mungkin muncul, dan
memberikan peringatan dini jika ada tanda-tanda ketidakstabilan.
b) Manajemen Risiko dan Krisis
Otoritas keuangan bertanggung jawab untuk mengembangkan dan
mengimplementasikan kerangka kerja manajemen risiko yang memadai. Mereka juga terlibat
dalam mengidentifikasi dan mengelola risiko sistemik serta merancang rencana respons krisis
jika diperlukan.

c) Penerapan Kebijakan Moneter dan Fiskal


Bank sentral, sebagai bagian dari otoritas keuangan, bertanggung jawab untuk
mengimplementasikan kebijakan moneter yang sesuai dengan kondisi ekonomi. Selain itu,
pemerintah dan bank sentral dapat bekerja sama dalam mengembangkan kebijakan fiskal dan
moneter yang dirancang untuk menjaga stabilitas ekonomi dan keuangan.

3. Tiga Aspek Mempromosikan Stabilitas Keuangan

a. Stabilitas Sistem Keuangan (SSK)

1) Definisi
Deutsche Bundesbank (2003) menggambarkan stabilitas keuangan sebagai keadaan
seimbang sistem keuangan sehingga berfungsi efi sien dalam alokasi sumber dan mengelola
risiko dan menjalankan fungsi pembayaran, mampu mengatasi kejutan ekonomi, kebangkrutan
dan perubahan struktural yang mendasar. Sementara Chant (2003) menyatakan instabilitas
adalah keadaan pasar yang merugikan perekonomian yang mengancam kinerja ekonomi
sehingga melumpuhkan kondisi keuangan rumah tangga, perusahaan dan pemerintah dan
membuat arus dana terbatas. Keadaan juga mengganggu fungsi dan operasi lembaga keuangan.
Crockett (1996) mendefinisikan stabilitas keuangan sebagai ketiadaan instabilitas sebagai
situasi ekonomi yang terganggu karena fluktuasi harga aset keuangan yang besar atau ketika
lembaga keuangan gagal memenuhi kewajiban yang sudah diperjanjikan.
Mishkin (1999) menyatakan instabilitas keuangan terjadi ketika kejutan terhadap
sistem keuangan karena masalah arus informasi sehingga sistem keuangan tidak mampu
menjalankan fungsinya menyalurkan dana ke dalam investasi produktif. Sementara itu,
Schinasi (2006) mendefinisikan stabilitas keuangan sebagai kondisi di mana sistem keuangan:
(1) secara efisien memfasilitasi alokasi sumber daya dari waktu ke waktu, dari deposan ke
investor, dan alokasi sumber daya ekonomi secara keseluruhan; (2) dapat menilai/mengidentifi
kasi dan mengelola risiko-risiko keuangan; (3) dapat dengan baik menyerap gejolak yang
terjadi pada sektor keuangan dan ekonomi. Dari semua definisi di atas dapat diringkas secara
sederhana kestabilan keuangan adalah tidak adanya krisis yang berarti situasi di mana
ketahanan sistem keuangan terhadap guncangan perekonomian, sehingga fungsi intermediasi,
sistem pembayaran dan penyebaran risiko tetap berjalan dengan semestinya.Stabilitas Sistem
Keuangan (SSK) sebenarnya belum memiliki definisi baku yang telah diterima secara
internasional. Oleh karena itu, muncul beberapa definisi mengenai SSK yang pada intinya
mengatakan bahwa suatu sistem keuangan memasuki tahap tidak stabil pada saat sistem
tersebut telah membahayakan dan menghambat kegiatan ekonomi.
Sistem keuangan yang stabil adalah sistem keuangan yang kuat dan tahan terhadap
berbagai gangguan ekonomi sehingga tetap mampu melakukan fungsi intermediasi,
melaksanakan pembayaran dan menyebar risiko secara baik. Stabilitas sistem keuangan adalah
suatu kondisi dimana mekanisme ekonomi dalam penetapan harga, alokasi dana dan
pengelolaan risiko berfungsi secara baik dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Arti stabilitas
sistem keuangan dapat dipahami dengan melakukan penelitian terhadap faktor-faktor yang
dapat menyebabkan instabilitas di sektor keuangan.
Ketidakstabilan sistem keuangan dapat dipicu oleh berbagai macam penyebab dan
gejolak. Hal ini umumnya merupakan kombinasi antara kegagalan pasar, baik karena faktor
struktural maupun perilaku. Kegagalan pasar itu sendiri dapat bersumber dari eksternal
(internasional) dan internal (domestik). Risiko yang sering menyertai kegiatan dalam sistem
keuangan antara lain risiko kredit, risiko likuiditas, risiko pasar dan risiko operasional.
Meningkatnya kecenderungan globalisasi sektor finansial yang didukung oleh
perkembangan teknologi menyebabkan sistem keuangan menjadi semakin terintegrasi tanpa
jeda waktu dan batas wilayah. Selain itu, inovasi produk keuangan semakin dinamis dan
beragam dengan kompleksitas yang semakin tinggi. Berbagai perkembangan tersebut selain
dapat mengakibatkan sumber-sumber pemicu ketidakstabilan sistem keuangan meningkat dan
semakin beragam, juga dapat mengakibatkan semakin sulitnya mengatasi ketidakstabilan
tersebut. Identifikasi terhadap sumber ketidakstabilan sistem keuangan umumnya lebih bersifat
forward looking (melihat kedepan).

2) Pentingnya SSK Dalam Sistem Perekonomian


Houben, Kakes & Schinasi (2004) menyatakan tiga alasan SSK penting:
a) Stabilitas moneter hanya dapat terwujud dengan adanya stabilitas keuangan, karena
sistem keuangan merupakan transmisi kebijakan moneter;
b) Perkembangan ekonomi ditandai dengan meningkatnya risiko bagi perekonomian suatu
negara di antaranya adalah perkembangan sektor keuangan yang sangat signifikan
dibanding perkembangan ekonomi, proses financial deepening sangat cepat yang
ditandai dengan berubahnya komposisi aset dalam sistem keuangan di mana pangsa
monetary assets (agregat) semakin turun sementara pangsa non-monetary assets
sehingga semakin meningkatkan monetary base;
c) Keterkaitan terjadinya kenaikan transaksi antar industri dan antar pasar antar negara
membuat makin terintegrasinya pasar keuangan sehingga kegagalan satu pasar di luar
negeri biasa menjadi sumber krisis di dalam negeri;
d) Sistem keuangan makin kompleks di mana unsur menyembunyikan risiko, keragaman
aktivitas dan investasi serta siapa yang menanggung risiko akhir makin tidak jelas.

Dari keempat alasan tersebut terlihat bahwa stabilitas keuangan makin rawan karena
sistem keuangan berkembang lebih cepat dari ekonomi riil dan bahkan cenderung terjadi
pemisahan (decoupling), terjadinya kenaikan kedalaman keuangan (financial deepening) dan
komposisi aset yang berubah serta pasar yang makin luas dan terkait menyebabkan proses
penularan (contagion) berjalan makin cepat. Sistem keuangan yang stabil akan menjadi
fondasi berjalannya aktivitas ekonomi keuangan yang efisien. Sistem keuangan yang stabil
menciptakan kepercayaan dan lingkungan yang mendukung bagi nasabah penyimpan dan
investor untuk menanamkan dananya pada lembaga keuangan, termasuk menjamin
kepentingan masyarakat terutama nasabah kecil. Pada akhirnya mendorong fungsi
intermediasi keuangan yang efisien sehingga pada akhirnya mendorong investasi dan
pertumbuhan ekonomi. Dari sisi efisiensi alokasi, stabilitas sistem keuangan yang terjaga juga
mendorong beroperasinya pasar dan memperbaiki alokasi sumber daya perekonomian.
Dalam mencapai stabilitas sistem keuangan, MacFarlane (1999) menyatakan ada
beberapa syarat yang harus ada yaitu:
a) Stabilitas lingkungan makroekonomi yang dicirikan dengan rendah dan stabilnya
inflasi, stabilnya suku bunga dan kuatnya keseimbangan internasional;
b) Kesehatan kondisi lembaga keuangan terkait aspek prudensial, efi siensi dan tata kelola;
c) Efisiensi pasar keuangan yang ditandai dengan bekerjanya lembaga keuangan secara
efisien;
d) Pengawasan yang baik dan pruden oleh otoritas pengawas keuangan;
e) Sistem pembayaran yang aman dan akurat.

b. Stabilitas Moneter
1) Definisi
Didefinisikan sebagai stabilitas harga dimana perekonomian mengalami inflasi dalam
jumlah yang relatif kecil yaitu 1-2% setahun. Deflasi juga ancaman terhadap stabilitas moneter
namun karena isu deflasi sangat jarang terjadi maka kurang menjadi perhatian. Tugas Bank
Indonesia yaitu menjaga stabilitas nilai rupiah maka secara singkat merupakan upaya
mengurangi inflasi menjadi dasar bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang
berkelanjutan (sustainable economic growth).

2) Peran Bank Indonesia dalam Stabilitas moneter


Sebagai otoritas moneter, perbankan dan sistem pembayaran, tugas utama Bank
Indonesia tidak saja menjaga stabilitas moneter, namun juga stabilitas sistem keuangan
(perbankan dan sistem pembayaran). Keberhasilan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas
moneter tanpa diikuti oleh stabilitas sistem keuangan, tidak akan banyak artinya dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Stabilitas moneter dan stabilitas
keuangan ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Kebijakan moneter memiliki
dampak yang signifikan terhadap stabilitas keuangan begitu pula sebaliknya, stabilitas
keuangan merupakan pilar yang mendasari efektivitas kebijakan moneter. Sistem keuangan
merupakan salah satu alur transmisi kebijakan moneter, sehingga bila terjadi ketidakstabilan
sistem keuangan maka transmisi kebijakan moneter tidak dapat berjalan secara normal.
Sebaliknya, ketidakstabilan moneter secara fundamental akan mempengaruhi stabilitas sistem
keuangan akibat tidak efektifnya fungsi sistem keuangan. Inilah yang menjadi latar belakang
mengapa stabilitas sistem keuangan juga masih merupakan tugas dan tanggung jawab Bank
Indonesia.

c. Dua Pendekatan: Makroprudensial dan Mikroprudensia

1) Definisi
Hilbers, Kruenger & Moretti (2000) menyatakan macroprudential indicator (MPI)
adalah indikator tentang kesehatan dan stabilitas sistem keuangan sehingga dapat membantu
suatu negara untuk menilai apakah sistem keuangan mereka rawan krisis. Indikator MPI
memberikan nilai objektif kesehatan suatu sistem dan dapat dibandingkan antar negara. Namun
demikian kendala dari penerapan MPI adalah belum seragamnya sistem akuntansi dan statistik,
kualitas data dan inovasi keuangan melalui derivatif dan off balance sheet.
Ryback (2006) menyatakan sebenarnya makroprudensial hanya nama baru untuk
pengelolaan ekonomi yang berhati-hati. Ada beberapa aspek tujuan yang terkait dengan
kebijakan makroprudensial yaitu membatasi distress pada seluruh sistem keuangan bukan
individual bank, berusaha mencegah krisis dan biaya krisis yang besar, mengidentifi kasi risiko
dari sistem bukan lembaga individu dan mengkaji risiko menyeluruh sebagai akibat dari
interaksi lembaga keuangan dan sistem keuangan.
Secara umum, sumber instabilitas dapat dibagi dua yaitu risiko endogen dan risiko
eksogen. Risiko eksogen yaitu risiko yang timbul di luar sektor keuangan, seperti gangguan
karena ekonomi makro atau risiko kejadian seperti adanya bencana alam. Risiko endogen yaitu
risiko yang berada di dalam sektor keuangan itu sendiri seperti dari perbankan seperti risiko
kredit, risiko pasar, dan risiko operasional. Pemantauan dan penilaian terhadap ketahanan
sistem keuangan dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu makroprudensial dan
mikroprudensial.

2) Pendekatan Makroprudensial Merupakan Perbaikan dari Kebijakan Pengawasan


Pendekatan makroprudensial muncul akibat kegagalan pendekatan mikroprudensial
dalam mengantisipasi krisis keuangan. Beragumen bahwa asumsi yang mendasari pendekatan
mikroprudensial mengalami kekeliruan komposisi (fallacy of composition). Pendekatan
mikroprudensial menganggap bahwa apabila pengawasan dilakukan terhadap masing-masing
lembaga keuangan, maka risiko-risiko yang hanya terlihat pada tingkat sistem. Kompleksitas
proses timbulnya risiko sistemik menuntut fokus yang lebih luas yang mencakup keseluruhan
lembaga keuangan, instrumen, pasar, dan infrastruktur. Penerapan dan penguatan kebijakan
makroprudensial bertujuan untuk membentuk keseimbangan kebijakan dengan kebijakan
mikroprudensial untuk menciptakan stabilitas keuangan.
DAFTAR PUSTAKA

Batunanggar S. 2004. Indonesia’s Banking Crisis Resolution: Prosess, Issues and


Lessons Learnt. Financial Stability Review, May, Bank Indonesia.

Deutsche, Bundesbank. 2003. Report on The Stability of The German Financial


System. Monthly Report, December.

Linggar. 2023. Memahami Sektor Industri Jasa Keuangan dan Tren 2023.
https://employers.glints.com/id-id/blog/sektor-industri-jasa-
keuangan/#Industri_jasa_keuangan_perbankan. Diakses tanggal 14 Oktober
2023.

Nisaputra. 2017. Kelemahan Strukturan Ekonomi Indonesia, Menurut


Fitchrating. https://infobanknews.com/kelemahan-struktural-ekonomi-
indonesia-menurut-fitch-rating/. Diakses tanggal 17 Oktober 2023.

Vanya Karunia. 2022. Dampak dan Pengaruh Globalisasi Ekonomi bagi


Indonesia.
https://www.kompas.com/skola/read/2022/09/30/080000969/dampak-dan-
pengaruh-globalisasi-ekonomi-bagi-indonesia. Diakses tanggal 15 Oktober
2023.

You might also like