You are on page 1of 197

PELATIHAN BAGI PELATIH

DETEKSI DINI
KANKER LEHER RAHIM
DAN KANKER PAYUDARA
BAGI DOKTER DAN BIDAN
DI FASILITAS KESEHATAN
TINGKAT PERTAMA

DIREKTORAT PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


PENYAKIT TIDAK MENULAR
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
TAHUN 2022
DAFTAR ISI

Materi Dasar 1
Kebijakan Program Penanggulangan Kanker Leher Rahim
dan Kanker Payudara ........................................................................................................ 3

Materi Dasar 2
Penguatan Capaian Deteksi Dini Kanker Payudara dan
Kanker Leher Rahim .......................................................................................................... 8

Materi Pembelajaran Inti 1


Kanker Payudara di Indonesia .......................................................................................... 19

Materi Pembelajaran Inti 2


Deteksi Dini Kanker Payudara ........................................................................................... 43

Materi Pembelajaran Inti 3


Kanker Leher Rahim di Indonesia .................................................................................... 55

Materi Pembelajaran Inti 4


Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dengan Metode IVA ..................................................... 73

Materi Pembelajaran Inti 5


Tindak Lanjut Lesi Pra Kanker Leher Rahim dengan Krioterapi atau TCA ............................ 104

Materi Pembelajaran Inti 6


Pencegahan Infeksi dan Perlindungan Spesifik ................................................................ 117

Materi Pembelajaran Inti 7


Promosi Kesehatan, dan Konseling Kanker Leher Rahim
dan Kanker Payudara ........................................................................................................ 135

Materi Pembelajaran Inti 8


Pencatatan dan Pelaporan Hasil Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
dan Kanker Payudara ........................................................................................................ 157

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi iii
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
MATERI DASAR 1
KEBIJAKAN PROGRAM PENANGGULANGAN
KANKER LEHER RAHIM DAN KANKER PAYUDARA
MATERI DASAR 1

KEBIJAKAN PROGRAM PENANGGULANGAN KANKER LEHER RAHIM


DAN KANKER PAYUDARA

I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini menjelaskan kepada peserta tentang Kebijakan Nasional sebagai dasar upaya
penanggulangan kanker leher rahim dan kanker payudara.

II. HASIL BELAJAR DAN INDIKATOR HASIL BELAJAR


A. Hasil Belajar
Setelah pembelajaran materi ini, peserta mampu menjelaskan situasi dan menganalisis
masalah kanker leher rahim dan kanker payudara, menjelaskan strategi penanggulangan
kanker leher rahim dan kanker payudara, dan menjelaskan kegiatan pokok penanggulangan
kanker leher rahim dan kanker payudara melalui 4 pilar.

B. Indikator Hasil Belajar


Peserta mampu:
1. Menjelaskan situasi dan masalah kanker leher rahim dan kanker payudara.
2. Menjelaskan strategi penanggulangan kanker leher rahim dan kanker payudara.
3. Menjelaskan kegiatan pokok penanggulangan kanker leher rahim dan kanker payudara
melalui 4 pilar.

III. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK


A. Materi Pokok
Kebijakan Program Penanggulangan Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara.

B. Sub Materi Pokok


1. Situasi Dan Masalah Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara
a. Epidemiologi kanker leher rahim dan kanker payudara.
b. Analisis masalah kanker leher rahim dan kanker payudara.
2. Strategi Operasional Penanggulangan Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara.
3. Kegiatan Pokok Penanggulangan Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Melalui
4 Pilar :
a. Promosi Kesehatan.
b. Perlindungan khusus.
c. Deteksi Dini.
d. Pengobatan.

IV. METODE
- Ceramah
- Tanya Jawab

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


⚫ Bahan tayang/slide
⚫ Modul
⚫ Laptop/komputer
⚫ LCD
⚫ ATK

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 3
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Agar langkah pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-langkah
sebagai berikut:

Langkah 1: penyiapan proses pembelajaran


A. Kegiatan fasilitator
1. Memastikan kesiapan perangkat komputer dan jaringan internet.
2. Fasilitator memulai kelas dengan menyapa dengan ramah dan hangat.
3. Melakukan presensi kehadiran peserta dan memastikan peserta hadir.
4. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran.

B. Kegiatan Peserta
1. Mempersiapkan perangkat komputer/handphone dan jaringan internet.
2. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan.
3. Mendengarkan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
4. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas melalui media
online yang disediakan.

Langkah 2 : penyampaian materi pembelajaran


A. Kegiatan fasilitator
a. Menyampaikan pokok bahasan secara garis besar sesuai dengan waktu yang disediakan.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas.
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.

B. Kegiatan peserta
a) Menyimak, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b) Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang diberikan.
c) Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

VII. URAIAN MATERI


SUB MATERI POKOK 1
1. Situasi Dan Masalah Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara
a. Epidemiologi kanker leher rahim dan kanker payudara
Kanker merupakan jenis penyakit yang menjadi penyebab kematian utama di dunia. Saat
ini beban penyakit kanker di dunia meningkat, yaitu terdapat 18,1 juta kasus baru dengan
angka kematian sebesar 9,6 juta setiap tahunnya dimana 1 dari 5 laki-laki dan 1 dari 6
perempuan di dunia mengalami kejadian kanker, serta 1 dari 8 laki-laki dan 1 dari 11
perempuan meninggal karena kanker.
Berdasarkan data Globocan 2020, terdapat 396.914 kasus baru dan 234.511 kematian
akibat kanker di Indonesia. Kanker payudara dan kanker leher rahim merupakan penyakit
kanker yang mempunyai angka kesakitan dan angka kematian terbesar di Indonesia,
dimana kanker payudara menempati urutan pertama jenis kanker terbanyak dengan
angka kejadian 44,0 per 100.000 penduduk dan kematian 15,3 per 100.000 penduduk,
sedangkan kanker leher rahim menempati urutan kedua dengan angka kejadian 24,4 per
100.000 penduduk dan angka kematian 14,4 per 100.000 penduduk.
Jumlah kasus baru kanker leher rahim diproyeksikan meningkat dari 570.000
menjadi 700.000 antara 2018 dan 2030, dengan jumlah kematian tahunan diproyeksikan
meningkat dari 311.000 menjadi 400.000. Penelitian yang dilakukan divisi onkologi

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
4 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
ginekologi, Departemen Obstetri Ginekologi FKUI di Rumah Sakit Dr. Cipto
Mangunkusumo mulai dari Januari 2006 sampai Desember 2010 didapatkan rentang
usia pasien dengan kanker serviks adalah 51,42 tahun (21 - 85 tahun). Sebagian besar
insidens terjadi pada kelompok usia 35 - 64 tahun (87,3%), dengan puncak pada kelompok
usia 40-59 tahun (71,3%), sedangkan usia 65-69 tahun (5,4%), usia 70-74 tahun
(2,5%). Berdasarkan hal ini, skrining dapat dilakuan pada usia 20 -74 Tahun.

b. Analisis masalah kanker leher rahim dan kanker payudara


Kanker leher rahim merupakan penyakit yang dapat dicegah dan juga dapat
disembuhkan apabila dilakukan deteksi dini dan mendapatkan pengobatan secara
memadai tetapi pada kenyataannya kanker leher rahim tetap menjadi salah satu kanker
penyebab kematian terbesar pada wanita di seluruh dunia.
Sementara itu, kanker payudara sebagian besar ditemukan pada stadium lanjut.
Selama 30 tahun terakhir, kasus baru kanker payudara yang datang ke pusat rujukan
tersier (yang memiliki dokter spesialis bedah konsultan onkologi) di Indonesia masih
didominasi (60-65%) oleh kanker payudara stadium III dan IV. Tingginya angka kasus
kanker payudara stadium lanjut sangat memengaruhi pembiayaan kesehatan.
Beban pembiayaan pengobatan dan perawatan penyakit kanker cukup besar. Menurut
BPJS, penyakit kanker menempati urutan ke 2 terbanyak setelah penyakit jantung.
Pembiayaan penyakit kanker pada tahun 2019 mencapai 4,1 triliun, sedangkan pada tahun
2020 pembiayaan kanker sebesar 3,6 triliun.
Tingginya angka kesakitan dan kematian yang terjadi, selain karena kurangnya
program penapisan, juga diperparah dengan rendahnya kemampuan dan aksebilitas
untuk pengobatan.

SUB MATERI POKOK 2


Strategi Operasional Penanggulangan Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara
Strategi penanggulangan penyakit kanker meliputi :
a. Promosi kesehatan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat tentang
kanker.
b. Perlindungan Khusus : imunisasi HPV untuk mencegah kanker leher rahim.
c. Deteksi dini meliputi pemeriksaan IVA dan papsmear pencegahan kanker leher rahim,
serta SADANIS (Periksa Payudara Klinis) untuk penemuan dini (down staging) kanker payudara
dan tindak lanjutnya.
d. Pengobatan sesuai standar.

SUB MATERI POKOK 3


Kegiatan Pokok Penanggulangan Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Melalui
4 Pilar :
a. Promosi Kesehatan
Kegiatan promosi kesehatan dilakukan kepada seluruh masyarakat dengan tujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kepedulian masyarakat tentang penanggulangan kanker
payudara dan kanker leher rahim. Promosi kesehatan dilakukan dengan strategi advokasi,
pemberdayaan masyarakat, dan kemitraan, baik oleh tenaga kesehatan, kader, individu, atau
kelompok masyarakat.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 5
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Kegiatan yang dilakukan meliputi :
⚫ Kampanye kenali kanker payudara dan kanker leher rahim serta faktor risikonya melalui
media sosial, media elektronik (TV dan radio).
⚫ Edukasi perubahan gaya hidup sehat dengan menghindari zat karsinogenik, dan tidak
mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan pengawet, pewarna, penyedap, dan
pemanis buatan.
⚫ Kolaborasi dengan lintas sektor dalam menayangkan iklan pencegahan faktor risiko
kanker payudara dan kanker leher rahim dan manfaat serta prosedur deteksi dini di
media sosial dan media elektronik.
⚫ Menggalang kemitraan dengan organisasi profesi dan penggiat kanker dalam
mendorong deteksi dini.
⚫ Melibatkan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat sebagai pionir dalam pengenalan
kanker payudara dan kanker leher rahim serta mendorong deteksi dini.
⚫ Menggunakan pendekatan kultur dalam penyampaian metode promosi kesehatan
dengan memperhatikan kebutuhan, potensi, dan sosial budaya setempat dalam
rangka meningkatkan cakupan deteksi dini.

b. Perlindungan khusus
Perlindungan khusus bertujuan untuk mencegah infeksi HPV sebagai penyebab dari kanker
leher rahim dengan memberikan kekebalan/imunisasi, dengan sasaran pada anak
perempuan usia kelas 5 (dosis pertama) dan 6 (dosis kedua) SD/sederajat. Kegiatan
imunisasi HPV dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan di FKTP yang terintegrasi dengan
program Bulan Imunisasi Anak Sekolah (BIAS).
Pemberian imunisasi HPV telah dilakukan melalui program demonstrasi imunisasi HPV
sejak tahun 2016-2019 kemudian dilanjutkan dengan perluasan di 5 provinsi dan 11 kab/kota
selama tahun 2020-2024.

c. Deteksi Dini
Deteksi dini dilakukan untuk menemukan lesi pra kanker serta stadium dini kanker leher
rahim dan kanker payudara serta tindaklanjutnya. Sasaran deteksi dini adalah perempuan
usia 30-50 tahun, khusus untuk kanker leher rahim dengan riwayat hubungan seksual.
Deteksi dini kanker payudara dapat dilakukan melalui metode SADARI dan SADANIS,
USG payudara, FNAB, mammografi. SADARI sebaiknya dilakukan setiap bulan pada hari
ke 7 hingga hari ke 10 menstruasi, sedangkan SADANIS dilakukan setiap 3 tahun sekali atau
lebih cepat apabila ditemukan kelainan pada SADARI. Pada perempuan dengan usia diatas
40 tahun dianjurkan dilakukan SADANIS setiap tahun. Sementara itu, mammografi dilakukan
pada perempuan usia 40-50 tahun setiap 2 tahun sekali dan pada perempuan usia di atas
50 tahun setiap 1 tahun sekali.
Untuk deteksi dini kanker leher rahim dilakukan dengan metode IVA, papsmear, tes HPV
sesuai dengan kemampuan fasilitas pelayanan kesehatan. Tindaklanjut deteksi dini kanker
leher rahim atau hasil IVA dengan temuan lesi pra kanker dilakukan dengan krioterapi, TCA,
LEEP (Loop Electrosurgical Excision Procedure), LLETZ (Large Loop Electrocauter of the
Transfomation Zone) atau metode lain.

d. Pengobatan
Hasil diagnosis kanker leher Rahim dan kanker payudara dilakukan pengobatan sesuai
dengan PNPK dan PPK yang berlaku.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
6 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
VIII. REFERENSI
⚫ UU No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan.
⚫ Perpres No 2 tahun 2015 tentang RPJMN tahun 2020-2024.
⚫ Permenkes 75.
⚫ Permenkes 34.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 7
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
MATERI DASAR 2

PENGUATAN CAPAIAN DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA


DAN KANKER LEHER RAHIM

I. DISKRIPSI SINGKAT
Modul ini menjelaskan kepada peserta tentang penguatan capaian deteksi dini kanker leher
rahim dan kanker payudara.

II. HASIL BELAJAR DAN INDIKATOR HASIL BELAJAR


A. Hasil Belajar
Setelah pembelajaran mata pelatihan ini, peserta mampu menjelaskan PANDU PTM/integrasi
program terkait kanker leher rahim dan kanker payudara; menjelaskan tindak lanjut PIS-PK;
dan menjelaskan rujukan UKBM.

B. Indikator Hasil Belajar


Setelah pembelajaran mata pelatihan ini, peserta mampu:
1. menjelaskan PANDU PTM/integrasi program terkait kanker leher rahim dan kanker
payudara.
2. menjelaskan tindak lanjut PIS-PK .
3. menjelaskan rujukan UKBM.

III. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK


a. Materi Pokok
Penguatan capaian deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara.
b. Sub Materi Pokok
1. Menjelaskan PANDU PTM/integrasi program terkait kanker leher rahim dan kanker
payudara.
2. Menjelaskan tindak lanjut PIS-PK.
3. Menjelaskan rujukan UKBM.

IV. METODE
- Ceramah
- Tanya Jawab

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


⚫ Bahan Tayang atau slide
⚫ Modul
⚫ Laptop
⚫ LCD
⚫ ATK

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Penyampaian materi secara virtual :
a. Fasilitator memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan sesi ini (5 menit).
b. Curah pendapat (5 menit).
c. Fasilitator menyampaikan materi dengan menggunakan power point (25 menit).
d. Tanya jawab dan penutupan (10 menit).

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
8 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
VII. URAIAN MATERI
1. PANDU PTM/integrasi program terkait kanker leher rahim dan kanker payudara.
Pandu PTM dilaksanakan secara komprehensif dan berkelanjutan dengan tetap mengacu
pada pedoman tata laksana penyakit yang berlaku.

a. Sasaran Pandu PTM Individu dan/atau kelompok masyarakat yang menjadi sasaran
pelayan terpadu PTM adalah pengunjung berusia 15 tahun ke atas yang datang ke
Puskesmas/FKTP untuk kunjungan sakit maupun kunjungan sehat.

b. Pandu PTM untuk memudahkan pelaksanaan Pandu PTM, maka dibuatlah algoritma
Pandu PTM yang berisi alur dan penjelasan tentang tata laksana bagi pengunjung
puskesmas usia 15 tahun keatas mulai dari identifikasi faktor risiko melalui anamnesis,
pengukuran dan pemeriksaan serta pemeriksaan prediksi risiko dan penegakan diagnosis
PTM (bila ada), rujukan bila diperlukan dan rujuk balik setelah kondisi stabil.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 9
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
ALGORITMA PANDU PTM
Pengunjung Puskesmas usia >18 tahun
Rujukan Posbindu PTM / Posyandu Lansia
Intervensi Lanjut PIS-PK
Pasien Rujuk Balik FKRTL
1

Anamnesis Faktor Risiko PTM


Pola makan tinggi gula, garam, dan lemak
Merokok
Kurang aktivitas fisik
BB berlebih
Kurang konsumsi sayur dan buah
Perempuan usia 30-50 tahun yang sudah menikah
atau pernah melakukan hubungan seksual 2

Pemeriksaan
Tekanan Darah
Gula Darah
PENILAIAN PREDIKSI IMT (BB, TB) Perempuan usia 30-50
RISIKO PTM Lingkar Perut (Obesitas Sentral) Bagi perokok tahun yang sudah
4
Inspekulo (khusus perempuan) ditambahkan menikah atau pernah
Hb Konseling UBM melakukan hubungan
3 seksual 3b

3a

Inspekulo
PTM 5 serviks
SADANIS
3b.2

Curiga kanker/
servisitis berat

Ya Tidak
5a 5b Tidak Ya
3a.1

Tes IVA
3b.1

Ada Tidak Ada


benjolan benjolan
Krioterapi/ Syarat 3b.2.1 3b.2.2
terapi lain sesuai HTA/ Ya Krioterapi Positif Negatif
konsensus/fasilitas terpenuhi 3b.1.1 3b.1.2

3b.1.1

Tidak

Diobati
6
Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat
Lanjut
Follow-up (FKTRL)
Pasien Rujuk
Balik 7

Penyampaian KIE

Merujuk pada media KIE PTM yang


Kontrol disusun oleh Direktorat P2PTM
9
dapat diakses pada :
http://www.p2ptm.kemkes.go.id/
8

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
10 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Tes IVA
Kanker leher rahim adalah keganasan yang terjadi pada leher rahim yang merupakan bagian
terendah dari badan rahim yang menonjol ke puncak liang vagina. Sejumlah faktor risiko
(ko-faktor) yang berhubungan dengan perkembangan kanker leher rahim diantaranya adalah:
- Memiliki pasangan seksual multiple (perempuan atau pasangannya).
- Pertama kali hubungan seksual saat usia muda < 20 tahun.
- Infeksi Menular Seksual (IMS) berulang, antara lain : Klamidia, gonore, dan sebagainya.
- Penderita HIV/AIDS.
- Merokok/terpapar asap rokok; dan atau
- Malnutrisi atau defisiensi beberapa vitamin anti-oksidan (vitamin C, E, dan lain-lain).

Skrining dan deteksi dini kanker leher rahim dapat dilaksanakan dengan cara atau metode
yang mudah dan dapat dilakukan oleh petugas kesehatan di tingkat dasar sekalipun dengan
pemeriksaan :
a) IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat); ATAU
b) Pap smear (sitologi).

Namun terkait rendahnya akurasi papsmear sebagai metode skrining tunggal yang berdampak
pada tingginya angka negatif palsu, maka lebih disarankan pemeriksaan IVA sebagai metode
skrining nasional karena sangat sensitif dan akurat, lebih praktis, dan sangat ekonomis,
sehingga akselerasi cakupan skrining di Indonesia dapat lebih cepat tercapai.

Sasaran skrining kanker payudara dan kanker leher rahim adalah kelompok perempuan usia
30-50 tahun yang sudah melakukan hubungan seksual. Pada hasil IVA yang negatif, disarankan
untuk pemeriksaan IVA ulang 3-5 tahun kemudian, sedangkan pada hasil IVA yang positif akan
dilakukan tindakan lanjutan (treat) berupa krioterapi atau TCA (Trichloroacetic Acid) sesuai
dengan fasilitas yang tersedia. Tindakan lanjutan (treat) ini dilakukan oleh dokter umum di
Puskesmas/FKTP.

Dengan kata lain, Puskesmas/FKTP dan jajarannya sebagai ujung tombak pelayanan dasar
di masyarakat dapat melakukan upaya skrining dan deteksi dini kanker leher rahim terhadap
kelompok perempuan usia 30-50 tahun tersebut dan melakukan tatalaksana pada kunjungan
yang sama (Single Visite Approach / Screen and Treat).

SADANIS
Kanker payudara adalah keganasan yang berasal dari sel kelenjar, saluran kelenjar, dan
jaringan penunjang payudara, tidak termasuk kulit payudara, yang penyebabnya tidak diketahui
secara pasti.

Pada kelompok risiko tinggi sangat penting untuk dilakukan deteksi dini berupa SADARI
(pemerikSAan payuDAra sendiRI), SADANIS (PemerikSAan PayuDAra secara KliNIS) oleh tenaga
medis, dan mamografi setiap tahun.

Deteksi dini kanker payudara dapat juga dilakukan secara terintegrasi dengan skrining kanker
leher rahim pada kelompok usia produktif (30-50 tahun) menggunakan alur:

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 11
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Skrining Kanker Leher Rahim

Mengajak semua perempuan berusia 30-50 tahun untuk


Tingkat Komunitas melakukan penapisan/skrining kanker leher rahim

Melakukan penyampaian KIE tentang segala hal seputar


Tingkat Yankes primer/sekunder
kanker leher rahim, mulai dari definisi penyebab dan faktor
risiko, upaya pencegahan termasuk skrining dan deteksi dini.

Pemeriksaan IVA

Normal / IVA Negatif IVA Positif Servisitis Berat Curiga Kanker

Diulang 3-5 tahun Lesi Loss


kemudian
Anjurkan Biopsi

Tidak Ya

Sarankan krioterapi/
TCA **

Penyampaian KIE

Setuju Menolak Klien memilih untuk dirujuk

Anjurkan pemeriksaan IVA


Rujuk
ulang 1 tahun lagi

Krioterapi Evakuasi :
Apakah terdapat tanda-tanda infeksi
atau peradangan. Jika ada, diobati
dengan antibiotik dan anti inflamasi yang
sesuai.
Kontrol ulang 2-4 minggu pasca krioterapi Apakah proses re-epitelisasi/
penyembuhan lesi baik atau tidak. Jika
re-epitelisasi baik, hubungan seksual
umumnya dapat dimulai 4-6 minggu
pasca krioterapi.

Pemeriksaan IVA ulang 3-6 bulan pasca krioterapi IVA Positif atau lesi prakanker

IVA Negatif

Pemeriksaan IVA ulang 1 tahun kemudian

IVA Negatif

IVA ulang 3 tahun kemudian

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
12 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Deteksi Dini Kanker Payudara

Mengajak ibu-ibu usia 30-50 tahun untuk melakukan penapisan kanker payudara

Melakukan penyampaian KIE tentang kanker payudara, faktor risiko

Tingkat Komunitas Menyusui

Ya Tidak

Kosongkan ASI

Menanyakan apakah ibu telah melakukan SADARI

Tingkat Yankes Primer Ya Tidak

Ajarkan SADARI

Adakah benjolan/kelainan lain

Ya Tidak

Lakukan Periksa Payudara Klinis (SADANIS)

Adakah benjolan/kelainan lain

Tingkat Yankes Sekunder Rujuk

< 35 tahun > 35 tahun

USG Mammografi

Normal Ada kelainan Normal

Radiologi Dokter Bedah Umum/Onkologi

Keterangan:
RS yang belum memiliki fasilitas mammografi, cukup dilakukan USG oleh Radiolog

2. Tindaklanjut PIS PK
Pelaksanaan Program Sehat dengan Pendekatan keluarga (PIS-PK) merupakan kegiatan
terintegrasi pendekatan akses pelayanan kesehatan, ketersediaan tenaga kesehatan,
pembiayaan serta sarana prasarana termasuk program upaya kesehatan masyarakat dan
perseorangan yang mencakup seluruh keluarga dalam wilayah kerja Puskesmas dengan
memperhatikan manajemen puskesmas. sehingga semua pihak bertanggung jawab terhadap
terlaksananya PIS-PK. Upaya intervensi lanjut yang dilakukan oleh tiap level dengan indikator
sebagai berikut:

a. Tingkat Provinsi
⚫ Adanya pertemuan pembahasan analisis perubahan IKS (dokumen pembuktian;
undangan, daftar hadir, notulen, hasil pembahasan) di tingkat Provinsi.
⚫ Adanya proses pengolahan dan penyajian analisis perubahan IKS di di tingkat Provinsi.
⚫ Tersedianya hasil ananlisis intervensi lanjut/perubahan IKS (perubahan indikator KS
tingkat Provinsi.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 13
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
⚫ Tersedianya rencana tindak lanjut analisis perubahan IKS (dokumen rencana TL, dokumen
perubahan rencana intervensi lanjut) di tingkat Provinsi

b. Tingkat Kabupaten/Kota
⚫ Adanya pertemuan pembahasan analisis perubahan IKS ( dokumen pembuktian;
undangan, daftar hadir, notulen, hasil pembahasan) di tingkat Kab/Kota
⚫ Adanya proses pengolahan dan penyajian analisis perubahan IKS di di tingkat Kab/Kota
⚫ Tersedianya hasil ananlisis intervensi lanjut/perubahan IKS (perubahan indikator KS
tingkat Kab/Kota
⚫ Tersedianya rencana tindak lanjut analisis perubahan IKS (dokumen rencana TL, dokumen
perubahan rencana intervensi lanjut) di tingkat Kab/Kota.

c. Tingkat Puskesmas
⚫ Adanya pertemuan pembahasan analisis perubahan IKS ( dokumen pembuktian;
undangan,daftar hadir,notulen,hasil pembahasan) di tingkat Puskesmas.
⚫ Adanya proses pengolahan dan penyajian analisis perubahan IKS di di tingkat Puskesmas
⚫ Tersedianya hasil ananlisis intervensi lanjut/perubahan IKS (perubahan indikator KS
tingkat keluarga, desa, Puskesmas.
⚫ Tersedianya rencana tindak lanjut analisis perubahan IKS (dokumen rencana TL, dokumen
perubahan rencana intervensi lanjut) di tingkat Puskesmas.

3. Rujukan UKBM
Peran aktif masyarakat dan swasta dalam penyelenggaraan UKM strata pertama diwujudkan
melalui berbagai upaya yang dimulai dari diri sendiri, keluarga sampai dengan upaya kesehatan
bersama yg bersumber masyarakat (UKBM). Saat ini telah berhasil dikembangkan berbagai
bentuk UKBM, seperti Posyandu, Posbindu, Polindes, Pos Obat Desa, Pos Upaya Kesehatan
Kerja, Dokter Kecil dalam Usaha Kesehatan Sekolah (UKS).
Dalam konteks pengembangan program UKBM melalui pendekatan UKM telah dilakukan
upaya melalui peran partisipasi masyarakat dan kerjasama lintas sektor dalam penanganan
program penyakit menular dan tidak menular.
Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat merupakan wahana pemberdayaan masyarakat
yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat dikelola oleh masyarakat dan untuk
masyarakat dengan bimbingan petugas puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait lainnya.
Pengunjung Puskesmas/FKTP yang berusia 15 tahun ke atas yang datang untuk
kunjungan sakit/berobat maupun kunjungan sehat lainnya. Pengunjung yang datang
ke Puskesmas/FKTP berasal dari rujukan UKBM seperti Posbindu PTM, Posyandu Lansia,
intervensi lanjutan PIS-PK dan pasien rujuk balik FKRTL.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
14 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
REFERENSI
⚫ Permenkes 71 tahun 2015 tentang Penanggulangan Penyakit Tidak Menular.
⚫ Permenkes No. 29 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 34
Tahun 2015 tentang Penanggulangan Kanker Payudara & Kanker Leher Rahim.
⚫ Buku Pedoman Pandu PTM, Kemenkes RI 2021.
⚫ Pedoman Monitoring dan Evaluasi PIS-PK, Kemenkes RI 2017.
⚫ Buku Acuan Pencegahan Kanker Payudara & Kanker Leher Rahim, Kemenkes RI, 2015.
⚫ Buku Pegangan Pelatih Pencegahan Kanker Payudara & Kanker Leher Rahim, Kemenkes RI, 2015.
⚫ Penguatan sistem pelayanan kesehatan, Bappenas 2019.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 15
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
MATERI PEMBELAJARAN INTI 1
KANKER PAYUDARA DI INDONESIA
MATERI PEMBELAJARAN INTI 1

KANKER PAYUDARA DI INDONESIA

I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini membahas tentang kanker payudara di Indonesia. Definisi, anatomi,
epidemiologi, faktor risiko, stadium, staging, tipe htologi, prosedur diagnosis, modalitas
terapi, rehabilitasi, pencegahan dan alur rujukan kanker payudara.
Penanggulangan terpadu harus dilaksanakan sejak dari Puskesmas. Kunci keberhasilan
program pengendalian kedua kanker adalah penapisan (screening) yang diikuti dengan
pengobatan yang adekuat. Hal ini berdasarkan fakta bahwa lebih dari 50% perempuan yang
terdiagnosa kanker tidak pernah melakukan penapisan.
Peran tenaga kesehatan sangat penting dalam melakukan penanggulangan terpadu dan
pengendalian kanker payudara serta kanker leher rahim terutama melalui penapisan (screening)
di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP).

II. HASIL BELAJAR DAN INDIKATOR HASIL BELAJAR

A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu menjelaskan tentang kanker payudara
di Indonesia.

B. Indikator Hasil Belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu :
1. Menjelaskan definisi dan epidemiologi kanker payudara.
2. Menjelaskan faktor risiko kanker payudara.
3. Menjelaskan prosedur diagnosis pada kanker payudara.
4. Menjelaskan modalitas terapi kanker payudara.
5. Menjelaskan upaya pencegahan dan alur rujukan kanker payudara.

III. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK


A. Materi Pokok
Kanker Payudara di Indonesia.
B. Sub Materi Pokok
1. Definisi dan epidemiologi kanker payudara.
2. Faktor risiko kanker payudara.
3. Prosedur diagnostik pada kanker payudara.
4. Modalitas terapi kanker payudara.
5. Upaya pencegahan dan alur rujukan kanker payudara.

IV. METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah:
1. Ceramah melalui daring.
2 Tanya jawab dan curah pendapat melalui daring.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 19
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
V. MEDIA DAN ALAT BANTU
Media dan alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran adalah:
1. Bahan tayang
2. Modul
3 Laptop/Komputer
4. LCD
5. ATK
6. Panduan diskusi kelompok.

VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Agar langkah pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-langkah
sebagai berikut:

1. Langkah 1: Penyiapan proses pembelajaran


a. Kegiatan fasilitator
a. Memastikan kesiapan perangkat komputer.
b. Memastikan tersedianya jaringan internet.
c. Fasilitator memulai kelas dengan menyapa dengan ramah dan hangat.
d. Melakukan presensi kehadiran peserta dan memastikan peserta hadir.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran.

b. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan perangkat komputer/handphone.
b. Memastikan tersedianya jaringan internet.
c. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan.
d. Mendengarkan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
e. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas melalui
media online yang disediakan.

2. Langkah 2 : Penyampaian materi pembelajaran


a. Kegiatan fasilitator
a. Menyampaikan pokok bahasan secara garis besar sesuai dengan waktu yang
disediakan.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas.
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.

b. Kegiatan peserta
a. Menyimak, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

3. Langkah 3 : Diskusi Kelompok


1. Kegiatan fasilitator
a. Membagi peserta menjadi 5 kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari
5 peserta yang diinstruksikan.
b. Membagikan lembar kasus deteksi kanker payudara kepada setiap kelompok.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
20 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
c. Memberi masukan/klarifikasi terhadap hal-hal yang masih dirasa kurang tepat dari
peserta.

2. Kegiatan peserta
a. Menganalisa, mendiskusikan, dan memberi tanggapan terhadap kasus.
b. Mempresentasikan hasil studi kasus.
c. Menanggapi hasil presentasi kelompok yang sedang mempresentasikan hasilnya.

VII. URAIAN MATERI

1. A. Definisi
Kanker payudara merupakan keganasan pada jaringan payudara yang dapat berasal dari
epitel, duktus maupun lobulusnya.

B. Embriologi dan Anatomi payudara


Payudara merupakan organ yang mulai tumbuh sejak minggu keenam masa embrio
berupa penebalan pada ectodermal sepanjang milk line yang terletak dari aksila sampai
pertengahan lipatan paha. Dalam perkembangannya pertumbuhan di milk line itu akan
menjadi rudimenter dan hanya menetap di daerah dada saja. Kelenjar payudara menjadi
fungsional saat pubertas dan akan memberikan respons terhadap estrogen pada
perempuan. Kelenjar payudara mencapai puncak perkembangan saat hamil dan
berfungsi memproduksi air susu setelah melahirkan. Selanjutnya payudara mengalami
involusi saat menopause.

2. C. Epidemiologi
Dari data WHO tahun 2020 penderita kasus baru kanker payudara mencapai 2,3 juta
perempuan, merupakan 11,7% dari kasus baru dari seluruh kanker (19,3 juta orang
kasus baru). Merupakan jenis kanker pertama tertinggi pada wanita, dengan kasus baru
24,5% dari seluruh kanker pada perempuan (9,2 juta perempuan kasus baru). Atau 1 dari 4
kasus baru kanker perempuan. Dengan angka kematian sebesar 682.000 orang (15,5%)
dan menjadikan 1 dari 6 perempuan sebagai penyebab kematian perempuan penderita
kanker di seluruh dunia (4,4 juta kematian akibat kanker). Kanker payudara merupakan
masalah yang cenderung meningkat pada negara dengan sumber daya terbatas dimana
insidensinya meningkat sebanyak 5% setiap tahun (Globocan,WHO,2020).

Di Indonesia kanker payudara merupakan kanker pertama tertinggi pada perempuan


dengan kasus baru kanker payudara mencapai 65.858 perempuan, merupakan 16,6%
dari kasus baru seluruh kanker di Indonesia (396.914 orang) dan menjadi 30,8% dari
seluruh kasus kanker baru pada perempuan (213.546 kasus kanker baru perempuan).
Dengan angka kematian 22.430 orang (9,6%) dari seluruh kematian akibat kanker
di Indonesia.(Globocan, WHO,Indonesia,2020).

Berdasarkan data SIRS (Sistem Informasi Rumah Sakit) dimana penderita kanker payudara
datang ke rumah sakit 60 -70% dalam stadium III – IV (Peraboi, Panduan Penatalaksanaan
Kanker Payudara, 2015).

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 21
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
D. Penyebab Dan Faktor Risiko Kanker Payudara
Kanker payudara merupakan suatu kondisi yang ditandai dengan terjadinya
pertumbuhan sel – sel abnormal secara tidak terkontrol pada kelenjar dan jaringan
payudara. Sel – sel tersebut membelah diri lebih cepat dan diluar kendali sehingga
jumlahnya berlebihan dan dapat menyebar ke organ tubuh lainnya.

Sampai saat ini patofisiologi kanker payudara masih belum diketahui secara pasti,
sehingga upaya deteksi dini yang dilakukan hanya bertujuan untuk menemukan penderita
kanker pada stadium yang masih awal.

Tidak seperti kanker leher rahim yang dapat diketahui etiologi dan perjalanan
penyakitnya secara jelas, penyakit kanker payudara belum dapat dijelaskan, tetapi
banyak penelitian yang menunjukkan adanya beberapa faktor yang berhubungan dengan
peningkatan risiko atau kemungkinan untuk terjadinya kanker payudara. Faktor-faktor itu
disebut faktor risiko. Perlu diingat, apabila seseorang perempuan mempunyai faktor risiko,
bukan berarti perempuan tersebut pasti akan menderita kanker payudara, tetapi faktor
risiko tersebut akan meningkatkan kemungkinannya untuk terkena kanker payudara.
Banyak perempuan yang mempunyai satu atau beberapa faktor risiko tidak akan pernah
menderita kanker payudara sampai akhir hidupnya.

Faktor risiko yang utama berhubungan dengan keadaan hormonal (estrogen


dominan) dan genetik. Penyebab terjadinya keadaan estrogen dominan dapat terjadi
karena beberapa faktor risiko tersebut di bawah ini dan dapat digolongkan berdasarkan:
1. Faktor yang berhubungan dengan diet yang berdampak negatif seperti:
a. Peningkatan berat badan yang berlebihan terutama setelah menopause.
b. Peningkatan tinggi badan yang tepat pada masa pubertas.
c. Makanan cepat saji yang banyak mengandung lemak jenuh dan gula.
d. Minuman beralkohol.

Faktor risiko yang mempunyai dampak positif seperti:


a. Peningkatan konsumsi serat.
b. Peningkatan konsumsi buah dan sayur.
2. Hormon dan Faktor Reproduksi
a. Menarche atau haid pertama pada usia mudah (kurang dari 12 tahun).
b. Melahirkan anak pertama pada usia lebih tua (di atas 35 tahun).
c. Menopause pada usia yang lebih tua (di atas 50 tahun).
d. Pemakaian kontrasepsi oral dalam waktu lama (>7 tahun).
e. Infertilitas.
f. Tidak menyusui.
3. Radiasi pengion pada saat pertumbuhan payudara.
4. Faktor genetik
Telah diketahui bahwa gen yang dikenali mempunyai kecenderungan untuk terjadinya
kanker payudara adalah gen BRCA1, BRCA2 dan juga diperiksa melalui pemeriksaan
histopatologi faktor proliferasi ”p53 germline mutation”

Adanya faktor genetik atau keturunan seperti :


Terdapat 3 orang atau lebih keluarga sedarah (saudara ibu atau bibi) yang terkena
kanker payudara atau ovarium.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
22 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
a. Dua atau lebih keluarga sedarah yang terkena kanker payudara atau ovarium pada
usia di bawah 40 tahun.
b. Adanya keluarga dari sisi yang sama terkena kanker payudara dan ovarium.
c. Adanya kanker payudara bilateral pada keluarga.
5. Pernah menderita kanker payudara.
Perempuan yang pernah menderita kanker insitu atau kanker invasif memiliki risiko
tertinggi untuk menderita kanker payudara. Setelah payudara yang terkena diangkat,
maka risiko terjadinya kanker pada payudara yang sehat meningkat sebesar
0,5-1% /tahun.
6. Riwayat adanya penyakit tumor jinak.

Gambar 1.1
Skema Faktor Risiko Kanker Payudara

Diet dan Faktor yang


Hormon dan faktor
berhubungan dengan diet:
reproduksi:
Peningkatan berat badan (post
Menarche pada usia muda
menopause)
Usia lebih tua pada saat
Peningkatan tinggi badan
melahirkan anak pertama
Diet ala barat
Nulipara
Alkohol Radiasi Pengion :
Usia lebih tua saat
Peningkatan konsumsi serat
Pada saat menopause
Peningkatan konsumsi buah
Kontrasepsi oral
dan sayur pertumbuhan
Infertilitas
payudara
Tidak menyusui

Riwayat Keluarga termasuk : Tumor Jinak Payudara


BRCA1, BRCA2, p53 germline
mutation Atipikal
Kanker Duktal hyperplasia
Payudara

Faktor risiko seperti yang tertera dalam skema di atas berhubungan dengan masa
reproduksi Ibu/klien. Peningkatan risiko berhubungan dengan menarche dini, nullipara atau usia
melahirkan anak pertama, usia menopause merupakan faktor hormonal endogen atau eksogen
misalkan penggunaan kontrasepsi oral jangka panjang dan terapi sulih hormon.

Faktor lain yang berhubungan dengan alur hormonal termasuk obesitas dan diet yang tidak
diimbangi dengan aktivitas fisik, tingginya lemak hewan total serta diet buruk saat pertumbuhan
payudara. Ibu/klien dengan lesi eptelial proliferatif seperti atipikal duktal atau lobular hyperplasia
dibandingkan dengan histologi normal mempunyai risiko kanker payudara 4-5 kali lebih tinggi.
Ibu/klien diperkirakan mempunyai potensi risiko tinggi kanker payudara bila terdapat riwayat:
1. Tiga (3) atau lebih keluarga (saudara ibu/klien atau bibi) dari sisi keluarga yang sama terkena
kanker payudara atau ovarium.
2. Dua (2) atau lebih keluarga dari sisi yang sama terkena kanker payudara atau ovarium usia
dibawah 40 tahun.
3. Adanya keluarga dari sisi yang sama terkena kanker payudara dan ovarium.
4. Adanya kanker payudara bilateral pada keluarga.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 23
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
5. Adanya kanker payudara pada pria dalam keluarga.
6. Adanya riwayat kanker payudara pada salah satu payudara ibu/klien, juga meningkatkan
kemungkinan ibu/klien itu untuk mendapatkan kanker payudara pada payudara sebelahnya.

E. Klasifikasi Stadium Kanker Payudara


Klasifikasi Stadium kanker payudara ditentukan berdasarkan sistem klasifikasi TNM American
Joint Committee on Cancer (AJCC) 2018, Edisi 8, untuk kanker payudara.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
24 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 25
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
26 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 27
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
28 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 29
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
F. Prosedur Diagnostik

F.1 Pemeriksaan klinis


1. Anamnesis:
a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya
⚫ Benjolan.
⚫ Kecepatan tumbuh.
⚫ Rasa sakit.
⚫ Nipple discharge.
⚫ Nipple retraksi dan sejak kapan.
⚫ Krusta pada areola.
⚫ Kelainan kulit: dimpling, peau d’orange, edema kulit, eritema.
⚫ ulkus, venektasis.
⚫ Benjolan ketiak.
⚫ Edema lengan.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
30 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
b. Keluhan di tempat lain berhubungan dengan metastasis, antara lain :
⚫ Sakit kepala hebat, muntah proyektil, gangguan penglihatan, penurunan
kesadaran.
⚫ Nyeri tulang belakang, pelvis dan tungkai.
⚫ Batuk dan sesak napas.
⚫ Rasa penuh di ulu hati.

c. Faktor risiko:
⚫ Usia penderita.
⚫ Usia melahirkan anak pertama.
⚫ Punya anak atau tidak.
⚫ Riwayat menyusukan.
⚫ Riwayat menstruasi.
o Menstruasi pertama pada usia berapa.
o Keteraturan siklus menstruasi.
o Menopause pada usia berapa.
⚫ Riwayat pemakaian obat hormonal.
⚫ Riwayat keluarga sehubungan dengan kanker payudara atau kanker lain,
terutama keluarga derajat pertama.
⚫ Riwayat pernah operasi tumor payudara atau tumor ginekologik.
⚫ Riwayat radiasi dinding dada pada usia muda.

2. Pemeriksaan fisik:
a. Status generalisata, cantumkan performance status (Status Karnofsky, ECOG).

b. Status lokalis :
⚫ Payudara kanan dan kiri harus diperiksa.
⚫ Massa tumor:
o lokasi.
o konsistensi.
o permukaan.
o Mobilitas, terfiksasi atau tidak ke kulit, otot pektoralis dan dinding dada.
o Bentuk dan batas tumor.
o Sensibilitas nyeri.
o Ukuran.
⚫ Perubahan kulit: kemerahan, peau d’orange, ulserasi, dimpling, edema,
nodul satelit.
⚫ Nipple: tertarik, erosi, krusta, discharge.

c. Status KGB
⚫ KGB aksila : jumlah, ukuran, terfiksir satu sama lain atau jaringan sekitar.
⚫ KGB infra klavikula: ada atau tidak.
⚫ KGB supra klavikula: ada atau tidak.

d. Pemeriksaan pada daerah yang dicurigai metastasis:


⚫ Lokasi organ (paru, tulang, hepar, otak).

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 31
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
3.F.2. Pemeriksaan radiodiagnostik/imaging
1. Ultrasonografi payudara
USG payudara dapat dilakukan sebagai metoda diagnostik awal pada wanita mulai
pubertas dengan keluhan di payudara serta evaluasi KGB regional. Gambaran
USG pada benjolan yang harus dicurigai ganas diantaranya:
⚫ Permukaan tidak rata.
⚫ Diameter vertikal > horizontal.
⚫ Echo interna heterogen.
⚫ Vaskularisasi meningkat (dengan doppler).

2. Mammografi
Mammografi dikerjakan pada wanita berusia di atas 40 tahun atau pada wanita
dengan densitas payudara tidak padat. Pada wanita yang memiliki risiko
sangat tinggi, mammografi disarankan dikerjakan 5 tahun lebih awal. Untuk
standarisasi penilaian dan pelaporan hasil mamografi digunakan BIRADS yang
dikembangkan oleh American College of Radiology.

Tanda primer berupa:


⚫ Densitas yang meninggi pada tumor.
⚫ Batas tumor yang tidak teratur oleh karena adanya proses infiltrasi ke jaringan
sekitarnya atau batas yang tidak jelas (comet sign).
⚫ Gambaran translusen disekitar tumor.
⚫ Gambaran stelata.
⚫ Adanya mikrokalsifikasi (ukuran <50 um), berkelompok (cluster) dan jumlah > 5
⚫ Ukuran klinis tumor lebih besar dari radiologis.

Tanda sekunder:
⚫ Retraksi atau penebalan kulit.
⚫ Bertambahnya vaskularisasi.
⚫ Perubahan posisi puting.
⚫ Terdapat pembesaran KGB aksila.
⚫ Keadaan daerah tumor dan jaringan fibroglandular tidak teratur.

Hasil pelaporan USG dan mamografi dilaporkan dalam Breast Imaging and Reporting
Data System (BIRADS), dari BIRADS 0-5. Tindakan biopsi mulai dikerjakan pada lesi
yang termasuk kelompok BIRADS 4 (risiko keganasan 20-40%) dan BIRADS 5
(risiko keganasan >95%). BIRADS 3 dipertimbangkan untuk biopsi.

3. MRI payudara
Pemeriksaan MRI payudara bukan pemeriksan rutin untuk diagnostik, dilakukan
apabila:
⚫ Terdapat diskrepansi antara pemeriksaan klinis, US mammae dan
mammografi.
⚫ Apabila dibutuhkan informasi infiltrasi lesi terutama ke arah posterior jaringan
payudara, termasuk dinding dada.
⚫ Pasien kanker payudara usia muda yang membutuhkan informasi adanya
multisentrisitas.
⚫ Dipertimbangkan pada lesi residif.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
32 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
4. Pemeriksaan penunjang untuk mencari metastasis
⚫ Pemeriksaan radiologi rutin
o Ultrasonografi abdomen.
o Foto toraks.
o Bone scan ( bila ada indikasi).
o Bila diperlukan dapat dilakukan CT scan, MRI atau PET scan).

F.3. Pemeriksaan histopatologi


a. Biopsi, pemeriksaan histopatologi untuk penentuan diagnosis. Biopsi tersebut
dapat berupa:
i. Biopsi core dengan panduan USG adalah adalah standar diagnostik terpilih
untuk evaluasi diagnostik massa pada payudara. Tindakan ini merupakan
prosedur invasi minimal menggunakan jarum 14G untuk mengambil sampel
jaringan dengan kesesuaiannya mencapai 90% dibandingkan biopsi terbuka.

ii. BAJAH dengan menggunakan jarum berukuran 19-25G untuk


mendapatkan aspirat.
⚫ BAJAH merupakan pemeriksaan sitologi dan tidak dapat dipakai sebagai
pemeriksaan tunggal untuk diagnosis definitif, karena sulit menentukan
subtipe tumor, grading, imunohistokimia dan akurasinya bervariasi.
⚫ Bajah digunakan sebagai diagnostik keganasan payudara sebagai bagian
dari tripel diagnostik (klinis, radiologi (USG mamma/ mammografi), dan
bajah)15,16.
iii. Biopsi eksisi merupakan teknik biopsi invasif melalui pembedahan terbuka yang
untuk mendapatkan seluruh sampel jaringan, yang dapat dikombinasikan
dengan pemeriksaan potong beku untuk mendapatkan diagnosa histopatologi
intraoperatif.
iv. Biopsi insisi merupakan teknik biopsi terbuka untuk mengambil sebagian dari
massa tumor yang dapat dikombinasikan dengan pemeriksaan potong beku
untuk mendapatkan diagnosa histopatologi intraoperatif.

b. Imunohistokimia
Pemeriksaan imunohistokimia yang dibutuhkan pada kanker payudara adalah ER,
PR, HER2, dan Ki67, Topoisomerase.
Profil biomarker ini dapat digunakan untuk menentukan prognosis serta panduan
pemilihan terapi sistemik.

4.F.4. Pemeriksaan laboratorium


Pemeriksaan laboratorium rutin dan pemeriksaan kimia darah sesuai
dengan perkiraan metastasis. Tidak ada peranan pemeriksaan tumor marker untuk
diagnostik kanker payudara.

5.G. Modalitas Terapi


Penentuan terapi utama pada kanker payudara dilakukan hanya setelah didapatkan
diagnostik definitif kanker meliputi diagnosis histopatologi, sifat biologi tumor serta
stadium yang tepat. Modalitas terapi pada kanker payudara:
⚫ Pembedahan.
⚫ Radiasi.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 33
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
⚫ Kemoterapi.
⚫ Terapi Hormonal.
⚫ Target Terapi.
⚫ Immunoterapi.

1. Operasi:
⚫ Mempertahankan jaringan payudara
o BCS (Breast Conserving Surgery).
⚫ Tidak mempertahankan jaringan payudara
o Mastektomi simpel.
o Mastektomi radikal modifikasi.
o Mastektomi radikal klasik.
o Skin sparing mastektomi.
o Nipple areola sparing mastektomi.

Tindakan-tindakan operasi tersebut diatas dapat disertai dengan prosedur onko


rekonstruksi untuk mengembalikan estetika payudara, antara lain:

⚫ Rekonstruksi :
Bisa berupa Flap, implant silicon atau free flap.

6.2. Radiasi:
Radiasi eksterna pada kanker payudara dapat memiliki tujuan sebagai terapi adjuvan
maupun paliatif.
Radiasi adjuvant dapat diberikan pada:
1. Pasca operasi BCS ( breast conserving surgery).
2. Pasca operasi mastektomi Radiasi paliatif diberikan :
1. Pasien metatasis tulang.
2. Menghentikan pendarahan.

7.3. Kemoterapi:
⚫ Kemoterapi pada kanker payudara dapat memiliki tujuan, antara lain:
o Adjuvan.
o Neoadjuvan.
o Sensitizer.
o Primer/paliatif.

8. Kemoterapi adjuvan
Kemoterapi adjuvan diberikan terutama pada kanker payudara stadium dini yang
termasuk dalam risiko tinggi. Stratifikasi risiko berdasarkan parameter klinikopatologi dan
sifat biologi kanker. Pasien yang termasuk kedalam risiko rendah diberikan terapi
hormonal.

Kemoterapi neoadjuvan
Kemoterapi neoadjuvan diberikan sebelum tindakan pembedahan definitif, yaitu pada:
kanker payudara stadium lokal lanjut dan rencana mengecilkan ukuran tumor untuk
tindakan BCS (Breast Conserving Surgery).

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
34 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Kemoterapi sensitizer
Kemoterapi yang diberikan untuk meningkatkan efikasi radiasi eksterna, umumnya
diberikan kemoterapi dosis rendah setiap minggu.

10. Kemoterapi primer/paliatif


Kemoterapi yang diberikan sebagai terapi utama pada kanker payudara dengan
metastasis jauh.

11.4. Terapi hormonal


Terapi hormonal diberikan pada kasus-kasus dengan hormonal positif (ER dan/
atau PR positif).
Kanker payudara resiko rendah tanpa kemoterapi.
1. Obat-obatan:
⚫ Tamoxifen.
⚫ Aromatase inhibitor.
⚫ Fulvestran.
⚫ Everolismus.
⚫ CDK 4/6 Inhibitor.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 35
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
2. Ovarium/ ovarian function suppression (OFS)
o Pembedahan : bilateral salphingoovarektomi.
o Medikamentosa : goserelin.
o Radiasi.

5. Target terapi:
- Diberikan bila : Her2 +3 atau Her2 : + 2 dengan CISH/FISH(+)
- Contoh obat target terapi :
⚫ Trastuzumab.
⚫ Pertuzumab.
⚫ Lapatinib.

H. Terapi kanker payudara berdasarkan stadium


1. Kanker payudara stadium 0
Dilakukan :
- BCS (operasi) + SLND (Sentinel Lymph Node Dissection) + radioterapi.
- Hormonal terapi.
2. Kanker payudara stadium dini dan stadium lokal lanjut operabel :
Dilakukan :
- BCS + SLND.
- Mastektomi dengan/tanpa delay reconstruction.
- Hormonal terapi.
- Kemoterapi dengan/ tanpa terapi target.
- Radiasi.
3. Inoperable Locally Advanced Breast Cancer (stadium klinis III A (kecuali
T3N1M0); III B dan III C)
⚫ Terapi inisial reseptor hormonal (+) maka diberi hormonal terapi.
⚫ Kemoterapi dengan/tanpa terapi target.
⚫ Terapi pembedahan pasca terdapatnya respon klinis dari kemoterapi dapat
berupa BCS atau mastektomi dengan/tanpa delay reconstruction.
⚫ Radiasi.
4. Kanker payudara lanjut dengan metastasis jauh
Prinsip: sifat terapi paliatif
⚫ Metastasis jauh dengan reseptor hormonal (-), diberikan kemoterapi dengan
atau tanpa target terapi.
⚫ Metastasis jauh dengan reseptor hormonal (+)
o Terapi utama adalah terapi hormonal.
o Kemoterapi hanya direkomendasikan pada pasien kanker payudara
metastasis jauh dengan visceral disease simptomatik atau krisis viseral dan
kelompok yang tidak mendapatkan manfaat setelah 3 sekuens terapi
hormonal.
o Terapi lokoregional (radiasi & bedah) hanya untuk kondisi paliatif.

12.I. Rehabilitasi dan FollowUp:


1. Rehabilitasi:
Pre operasi
⚫ Latihan pernafasan.
⚫ Latihan batuk efektif pasca operatif :

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
36 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
13. Pasca operasi.
14. Hari ke-1-2.

⚫ Latihan lingkup gerak sendi untuk siku pergelangan.


⚫ Tangan dan jari lengan daerah yang dioperasi.
⚫ Untuk sisi sehat latihan lingkup gerak sendi lengan.
⚫ Secara penuh.
⚫ Untuk lengan atas bagian operasi latihan esometrik.
⚫ Latihan relaksasi otot leher dan torak.
⚫ Aktif mobilisasi.

15. Hari ke-3-5


⚫ Latihan lingkup gerak sendi untuk bahu sisi operasi (bertahap).
⚫ Latihan relaksasi.
⚫ Aktif dalam sehari-hari dimana sisi operasi tidak dibebani.

16.Hari ke-6 dan seterusnya


⚫ Bebas gerakan.
⚫ Edukasi untuk mempertahankan lingkup gerak sendi dan usaha untuk
mencegah/menghilangkan timbulnya limfedema.

17.2. Follow up:


⚫ Pemeriksaan klinis setiap 1-4x/ tahun selama 5 tahun.
⚫ Mammografi setiap 1 tahun.
⚫ Pemeriksaan laboratorium (marker) dan imaging untuk skrining metastasis tidak
rutin dilakukan. Pemeriksaan tersebut dilakukan jika ada kecurigaan atau
ditemukan gejala dan tanda klinis metastasis.

J. Pencegahan:
1. Pencegahan Primer
⚫ Pentingnya edukasi tentang gaya hidup sehat dan bersih.
⚫ Menyampaikan bahaya karsinogenik seperti rokok dan alkohol.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan cara:
⚫ Penapisan (screening) melalui mammografi dan SADARI (PemerikSAan PayuDAra
SendiRI) yang dilakukan setiap bulan.
⚫ Penemuan dini (early diagnosis) dengan melakukan pemeriksaan mammografi,
Ultrasonografi dan SADANIS (PemerikSAan PayuDAra oleh TeNaga medIS) ketika
merasakan ada gejala atau minimal setiap 1 tahun sekali.
3. Pencegahan tersier.
Pencegahan tersier, meliputi:
⚫ Melakukan diagnosis dan terapi dimana standar untuk pengobatan kanker
meliputi; operasi, radiasi, kemoterapi dan hormonal yang disesuaikan dengan
indikasi patologi dan dokter ahli.
⚫ Melalui pelayanan paliatif untuk memastikan peningkatan kualitas hidup pasien
kanker.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 37
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
38 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
DAFTAR PUSTAKA

1. NCI dictionary of cancer terms: breast cancer United States: National Cancer Institute; [cited 2020
Jan 1]. Available from: https://www.cancer.gov/publications/dictionaries/cancer-terms/def/
breast-cancer. International Agency for Research on Cancer (IARC). Globocan, Lyon. 2020
2. Ferlay J, Soerjomataram I, Ervik M, Dikshit R, Eser S, Mathers C, et al. GLOBOCAN 2020v1.1,
Cancer Incidence and Mortality Worldwide France: International Agency for Research on Cancer;
2021. Available from: http://globocan.iarc.fr.
3. Bray F, Ferlay J, Soerjomataram I, Siegel RL, Torre LA, Jemal A. Global Cancer Statistics 2021:
GLOBOCAN Estimates of Incidence and Mortality Worldwide for 36 Cancers in 185 Countries. CA
Cancer J Clin. 2021;68:394-424.
4. AJCC cancer staging manual. 8th ed. Amin MB, Edge SB, Greene FL, Byrd DR, Brookland RK,
Washington MK, et al., editors. United States: American College of Surgeons; 2018.
5. PERABOI. Edisi II : Panduan Penatalaksanaan Kanker Payudara, Peraboi, Jakarta;1-44
6. Shin HJ, Kim HH, Cha JH. Current status of automated breast ultrasonography. Ultrasonography.
2015;34:165-72.
7. Siu AL. Screening for breast cancer: U.S. preventive services task force recommendation
statement. Ann Intern Med. 2016; 164(4): 279-97.
8. Rocha RD, Pinto RR, Tavares DPB, Goncalves CS. Step-by-step of ultrasound-guided core-needle
biopsy of the breast: review and technique. Radiol Bras 2013;46(4):234-41
9. Wibisana, IG. Biopsi tumor payudara. Dalam: Sobri FB, Azhar Y, Wibisana IGN Gunawan,
Rachman A. Manajemen Terkini Kanker Payudara. 2nd edition. Jakarta: CV Sagung
Seto;2018.h.122-43
10. Bleicher RJ. Management of the palpable breast mass. In: Harris JR, Lippman ME, Morrow M,
Osborne CK. Editors. Diseases of The
11. Breast. 5th edition. Philadelphia: Wolters Kluwer Healt; 2014.p.29-36
12. Kurnia A, Brahma B, Hernowo B, Khambri D, Purwanto DJ, Suprabawati DGA, et al. Panduan
petalaksanaan Kanker Payudara. Jakarta: PERABOI; 2015.
13. Hammond ME, Hayes DF, Dowsett M, et al. American Society of Clinical Oncology/College Of
American Pathologists guideline recommendations for immunohistochemical testing of estrogen
and progesterone receptors in breast cancer. J Clin Oncol 2010; 28:2784.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 39
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
MATERI PEMBELAJARAN INTI 2
DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA
MATERI PEMBELAJARAN INTI 2

DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA

I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini membahas mata pelatihan tentang deteksi dini kanker payudara dengan metode
PemerikSAan PayuDAra SendiRI (SADARI), dan dilanjutkan deteksi dini kanker payudara dengan
metode PemerikSAan PayuDAra KliNIS (SADANIS).

II. HASIL BELAJAR DAN INDIKATOR HASIL BELAJAR


A. Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu melakukan deteksi dini kanker payudara.
B. Indikator Hasil Belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu:
1. Melakukan deteksi dini kanker payudara dengan metode PemerikSAan PayuDAra SendiRI
(SADARI).
2. Melakukan deteksi dini kanker payudara dengan metode PemerikSAan PayuDAra KliNIS
(SADANIS).

III. MATERI POKOK DAN SUB MATERI POKOK :


A. Materi Pokok
Deteksi dini kanker payudara.
B. Sub Materi Pokok
a. Deteksi dini kanker payudara dengan metode PemerikSAan PayuDAra SendiRI (SADARI).
b. Deteksi dini kanker payudara dengan metode PemerikSAan PayuDAra KliNIS (SADANIS).

IV. METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah:
1. Ceramah melalui daring.
2. Tanya jawab dan curah pendapat melalui daring.
3. Pemutaran video.
4. Simulasi phantom payudara.
5. Praktek lapangan.

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


Media dan alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran adalah:
1. Bahan tayang/slide.
2. Modul.
3. Laptop/Komputer.
4. Aplikasi Kelas Online.
5. ATK.
6. Phantom payudara.
7. Video SADARI/SADANIS.
8. Panduan simulasi phantom payudara.
9. Panduan praktek lapangan.
10. Internet.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 43
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
VI. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Agar langkah pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-langkah
sebagai berikut :

1. Langkah 1: Penyiapan proses pembelajaran


a. Kegiatan fasilitator
a. Memastikan kesiapan perangkat komputer.
b. Memastikan tersedianya jaringan internet.
c. Fasilitator memulai kelas dengan menyapa dengan ramah dan hangat.
d. Melakukan presensi kehadiran peserta dan memastikan peserta hadir.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran.

b. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan perangkat komputer/handphone.
b. Memastikan tersedianya jaringan internet.
c. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan.
d. Mendengarkan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
e. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas melalui
media online yang disediakan.

2. Langkah 2 : Penyampaian materi pembelajaran


a. Kegiatan fasilitator
a. Menyampaikan pokok bahasan secara garis besar sesuai dengan waktu yang
disediakan.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas.
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.

b. Kegiatan peserta
a. Menyimak, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang diberikan.
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

3. Langkah 3 : Penyampaian Pemutaran Video


a. Kegiatan fasilisator
a. Pemutaran video deteksi dini kanker payudara.
b. Meminta peserta untuk memberi tanggapan terhadap tayangan video tersebut.
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.
d. Fasilitator memberikan klarifikasi dan kesimpulan terdapat terhadap tayangan video
tersebut.

b. Kegiatan peserta
a. Menyaksikan video SADARI dan SADANIS yang sudah dipersiapkan fasilitator.
b. Peserta memberi tanggapan terhadap tayangan video tersebut.
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
d. Menyimak klarifikasi dan kesimpulan terdapat terhadap tayangan video tersebut.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
44 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
4. Langkah 4 : Penyampaian Simulasi Phantom Payudara
a. Kegiatan fasilitator
a. Memperagakan langkah-langkah SADARI dan SADANIS.
b. Memberikan tanggapan terhadap hasil praktek setiap peserta.
c. Merangkum materi praktek yang disampaikan.

b. Kegiatan peserta
a. Peserta melakukan/ mempraktekkan langkah-langkah SADARI dan SADANIS.
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator.
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

5. Langkah 5 : Penyampaian Praktek Lapangan


a. Kegiatan Fasilitator dan peserta:
a. Tindakan Inspeksi
a. Mempraktekkan melihat bentuk dan ukuran payudara. Perhatikan apakah ada
perbedaan bentuk, ukuran, puting atau kerutan atau lekukan pada kulit payudara.
b. Mempraktekkan melihat puting susu dan perhatikan ukuran dan bentuknya serta
arah jatuhnya (misalnya apakah kedua payudara menggantung secara seimbang),
apakah terdapat ruam atau nyeri pada kulit dan apakah keluar cairan dari puting.
c. Mempraktekkan agar Ibu/klien untuk mengangkat kedua tangan ke atas kepala
kemudian menekan kedua tangan di pinggang untuk mengencangkan otot
dadanya. Pada setiap posisi, periksa ukuran, bentuk dan simetri, lekukan puting
atau kulit payudara dan lihat apakah ada kelainan (kedua posisi tersebut juga dapat
terlihat ceruk atau lekukan pada kulit jika ada). Kemudian minta Ibu/klien untuk
membungkukkan badannya ke depan untuk melihat apakah kedua payudara
tergantung secara seimbang.

- Palpasi
a. Mempraktekkan klien untuk berbaring di meja periksa.
b. Mempraktekkan dengan meletakkan sebuah bantal di bawah punggung pada sisi yang
akan diperiksa akan membuat jaringan ikat payudara menyebar sehingga dapat
membantu pemeriksaan payudara.
c. Mempraktekkan untuk letakkan lengan kiri Ibu ke atas kepala. Perhatikan payudaranya
untuk melihat apakah tampak sama dengan payudara sebelah kanan dan apakah
terdapat lipatan atau lekukan.
d. Mempraktekkan dengan menggunakan permukaan tiga jari tengah Anda, lakukan
palpasi payudara dengan menggunakan teknik spiral. Mulai pada sisi terluar
payudara. Tekan jaringan ikat payudara dengan kuat pada tulang rusuk setelah
selesai tiap satu putaran dan secara bertahap pindahkan jari-jari Anda menuju areola.
Lanjutkan sampai semua bagian selesai diperiksa. Perhatikan apakah terdapat
benjolan atau nyeri.
e. Dengan menggunakan Ibu jari dan jari telunjuk, tekan puting payudara dengan lembut.
Lihat apakah keluar cairan: bening, keruh, atau berdarah. Cairan keruh atau
berdarah yang keluar dari puting harus ditulis dalam catatan Ibu/klien. Walaupun cairan
keruh dari salah satu atau kedua payudara dianggap normal sampai selama 1 tahun
setelah melahirkan atau berhenti menyusui, hal tersebut jarang disebabkan karena
kanker, infeksi atau tumor atau kista jinak.
f. Mempraktekkan mengulangi langkah tersebut pada payudara sebelah kiri.
g. Peserta mencatat temuan.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 45
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
VI. URAIAN MATERI
1. Deteksi Dini kanker Payudara dengan metode PemerikSAan PayuDAra SendiRI
(SADARI).
Upaya deteksi dini kanker payudara adalah upaya untuk mendeteksi dan
mengidentifikasi secara dini adanya Kanker Payudara, sehingga diharapkan dapat diterapi
dengan teknik yang dampak fisiknya kecil dan punya peluang lebih besar untuk sembuh.
Upaya ini sangat penting, sebab apabila Kanker Payudara dapat dideteksi pada stadium
dini dan diterapi secara tepat maka tingkat kesembuhan yang cukup tinggi (80-90%).
Skrining pada negara maju seperti Amerika, Inggris, dan Belanda dilakukan dengan
menggunakan pemeriksaan ultrasonografi dan mamografi, karena sumber daya di negara-
negara itu cukup memadai untuk melakukan program tersebut, sedangkan di negara
berkembang seperti Indonesia, skrining secara massal dengan Ultrasonografi dan
Mammografi belum memungkinkan untuk dilakukan. Oleh karena itu pemeriksaan payudara
klinis oleh tenaga kesehatan terlatih yang dikuti dengan promosi dan edukasi tentang
pengobatan yang baik kepada masyarakat (bahwa Kanker Payudara bila ditemukan pada
stadium awal dan dilakukan operasi akan meningkatkan kemungkinan untuk sembuh dan
waktu untuk bertahan hidup lebih lama) sehingga pada akhirnya akan meningkatkan
pencapaian tujuan dari skrining yaitu menurunkan angka kesakitan dan kematian serta
meningkatkan kualitas hidup penderita Kanker Payudara. Selain skrining, penemuan
dini merupakan strategi lain untuk down staging. Penemuan dini dimulai dengan
peningkatan kesadaran masyarakat tentang perubahan bentuk atau adanya kelainan di
payudara mereka sendiri, dengan cara memasyarakatkan program SADARI bagi semua
perempuan dimulai sejak usia subur, sebab 85% kelainan di payudara justru pertama kali
dikenali oleh penderita bila tidak dilakukan skrining massal. SADARI sebaiknya dilakukan
setiap kali selesai menstruasi (hari ke-7-10, terhitung mulai hari-pertama haid). Pemeriksaan
dilakukan setiap bulan sejak umur 20 tahun (sumber: American Cancer Society).

Memeriksa payudara dilakukan sendiri dengan belajar melihat dan memeriksa


perubahan payudaranya sendiri setiap bulan. Dengan melakukan pemeriksaan secara
teratur akan diketahui adanya benjolan atau masalah lain sejak dini walaupun masih
berukuran kecil sehingga lebih efektif untuk diobati.

Sebaiknya pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dilakukan oleh setiap perempuan


tiap bulan dimulai pada usia 20 tahun atau sejak menstruasi. Pemeriksaan klinis oleh tenaga
kesehatan terlatih sebaiknya dilakukan pada perempuan berusia 30-50 tahun setiap 3 tahun
sekali, kecuali bagi mereka yang memiliki faktor risiko, pemeriksaan Mammografi dilakukan
2 tahun sekali pada perempuan usia 40-50 tahun dan 1 tahun sekali pada perempuan >50
tahun kecuali yang mempunyai faktor risiko. Pemeriksaan payudara dilakukan pada hari
ke-7-10 yang di hitung sejak hari ke-1 mulai haid (saat payudara sudah tidak mengeras dan
nyeri) atau bagi yang telah menopause pemeriksaan dilakukan dengan memilih tanggal yang
sama setiap bulannya (misalkan setiap tanggal 1 atau tanggal lahirnya).

Pemeriksaan awal dapat dilakukan dengan memeriksa payudaranya sendiri (SADARI)


dan pemeriksaan klinis dilakukan oleh tenaga kesehatan terlatih (SADANIS). Bila dibutuhkan,
akan dilakukan foto rontgen payudara yang disebut Mammografi dan pemeriksaan
Ultrasonografi (USG).

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
46 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
1. Cara Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI)
1.1. Perhatikan kedua payudara. Berdirilah di depan cermin dengan tangan di sisi tubuh dan lihat
apakah ada perubahan pada payudara. Lihat perubahan dalam hal ukuran, bentuk atau
warna kulit, atau jika ada kerutan lekukan seperti lesung pipi pada kulit.

Gambar 1.1

1.2. Perhatikan kembali kedua payudara sambil mengangkat kedua tangan di atas kepala,
dilanjutkan dengan meletakkan kedua tangan di pinggang sambil menekan agar otot dada
berkontraksi. Bungkukkan badan untuk melihat apakah kedua payudara menggantung
seimbang.

Gambar 1.2

1.3. Dengan lembut tekan masing-masing puting dengan ibu jari dan jari telunjuk untuk melihat
apakah ada cairan yang keluar. Kemudian, dilakukan perabaan payudara. Pemeriksaan ini
dapat dilakukan sambil berdiri atau berbaring. Jika memeriksa payudara sambil berbaring,
diletakkan sebuah bantal di bawah pundak sisi payudara yang akan diperiksa.

Gambar 1.3

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 47
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
1.4. Angkat lengan kiri ke atas kepala. Gunakan tangan kanan untuk menekan payudara kiri
dengan ketiga jari tengah (ujung jari telunjuk, tengah, manis). Mulailah dari daerah puting
susu dan gerakan ketiga jari tersebut dengan gerakan memutar di seluruh permukaan
payudara.

Gambar 1.4

1.5. Rasakan apakah terdapat benjolan atau penebalan. Pastikan untuk memeriksa daerah yang
berada di antara payudara, di bawah lengan dan dan di bawah tulang selangka. Angkat
lengan ke atas kepala dan ulangi pemeriksaan untuk payudara sebelah kanan dengan
menggunakan tangan kiri.

Gambar 1.5

1.6. Jika payudara biasanya memiliki benjolan, harus diketahui berapa banyak benjolan yang
teraba beserta lokasinya. Bulan berikutnya, harus diperhatikan apakah terdapat perubahan
ukuran maupun bentuk benjolan tersebut dibandingkan dengan bulan sebelumnya.

2. Deteksi Dini Kanker Payudara dengan Metode Pemeriksaan Payudara Klinis (SADANIS)
Pemeriksaan Payudara Klinis Oleh Tenaga Medis Terlatih (SADANIS).
- Pada perempuan sejak pertama mengalami haid dianjurkan melaksanakan SADARI,
sedangkan pada perempuan yang lebih tua dianjurkan SADANIS yang dilakukan setiap tiga
tahun sekali. Untuk perempuan yang mendapatkan kelainan pada saat SADARI dianjurkan
dilaksanakan SADANIS sehingga dapat lebih dipastikan apakah ada kemungkinan
keganasan.
- Pada perempuan berusia di atas 40 tahun, dilakukan SADANIS setiap tahun.
Dengan kemampuan dan kapasitas tenaga kesehatan di Puskesmas, apabila ditemukan
tumor pada payudara, petugas kesehatan harus merujuk ke pelayanan dengan fasilitas dan
kemampuan yang lebih tinggi seperti rumah sakit kabupaten/kota untuk mendapatkan
konfirmasi diagnosis dan tindak lanjut yang dIbutuhkan oleh pasien tersebut. Disadari bahwa
upaya skrining yang ideal yaitu dengan cara pemeriksaan payudara klinis (SADANIS) oleh
tenaga terlatih, dilanjutkan dengan pemeriksaan USG dan atau Mammografi. Tetapi dengan

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
48 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
sumber daya terbatas di Puskesmas, pada saat ini pemeriksaan payudara klinis oleh tenaga
kesehatan (dokter atau bidan) merupakan pilihan. Apabila petugas Puskesmas menemukan
benjolan yang dicurigai jinak atau ganas, maka petugas kesehatan harus merujuk ke fasilitas
yang lebih tinggi seperti rumah sakit kabupaten/kota atau provinsi untuk mendapatkan
pemeriksaan lebih lanjut dan terapi apabila dIbutuhkan. Pada saat melakukan pemeriksaan
klinis, petugas kesehatan juga melakukan motivasi dan edukasi terhadap klien agar dapat
melakukan pemeriksaan payudara sendiri secara benar dan teratur sebulan sekali setelah
menstruasi.

Tahapan dalam pemeriksaan payudara (Clinical Breast Examination)


- Tindakan Inspeksi
a. Lihatlah bentuk dan ukuran payudara. Perhatikan apakah ada perbedaan bentuk, ukuran,
puting atau kerutan atau lekukan pada kulit (Gambar 2.1). Walaupun beberapa perbedaan
dalam ukuran payudara bersifat normal, ketakberaturan atau perbedaan ukuran dan bentuk
dapat mengindikasikan adanya massa. Pembengkakan, kehangatan atau nyeri yang
meningkat pada salah satu atau kedua payudara dapat berarti adanya infeksi,
khususnya jika si Ibu sedang menyusui.

Gambar 2.1

b. Lihat puting susu dan perhatikan ukuran dan bentuknya serta arah jatuhnya (misalnya
apakah kedua payudara menggantung secara seimbang? Periksa juga apakah terdapat
ruam atau nyeri pada kulit dan apakah keluar cairan dari puting.
c. Minta Ibu/klien untuk mengangkat kedua tangan ke atas kepala, kemudian menekan kedua
tangan di pinggang untuk mengencangkan otot dadanya (pectoral) (Gambar 2.2). Pada
setiap posisi, periksa ukuran, bentuk dan simetri, lekukan puting atau kulit payudara dan
lihat apakah ada kelainan. (kedua posisi tersebut juga dapat terlihat ceruk atau lekukan
pada kulit jika ada.) Kemudian minta Ibu/klien untuk membungkukkan badannya ke depan
untuk melihat apakah kedua payudara tergantung secara seimbang.

Gambar 2.2

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 49
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
- Palpasi
a. Minta klien untuk berbaring di meja periksa.
b. Dengan meletakkan sebuah bantal di bawah punggung pada sisi yang akan diperiksa
akan membuat jaringan ikat payudara menyebar sehingga dapat membantu
pemeriksaan payudara.
c. Letakkan kain bersih di atas perut Ibu/klien.
d. Letakkan lengan kiri Ibu ke atas kepala. Perhatikan payudaranya untuk melihat apakah
tampak sama dengan payudara sebelah kanan dan apakah terdapat lipatan atau
lekukan.
e. Dengan menggunakan permukaan tiga jari tengah anda, lakukan palpasi payudara
dengan menggunakan teknik spiral. Mulai pada sisi terluar payudara (Gambar 2.3).
Tekan jaringan ikat payudara dengan kuat pada tulang rusuk setelah selesai tiap satu
putaran dan secara bertahap pindahkan jari-jari Anda menuju areola. Lanjutkan sampai
semua bagian selesai diperiksa. Perhatikan apakah terdapat benjolan atau nyeri
(tenderness).

Gambar 2.3

f. Dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk, tekan puting payudara dengan lembut
(Gambar 2.4). Lihat apakah keluar cairan: bening,keruh, atau berdarah. Cairan keruh
atau berdarah yang keluar dari puting harus ditulis dalam catatan Ibu/klien. Walaupun
cairan keruh dari salah satu atau kedua payudara dianggap normal sampai selama 1
tahun setelah melahirkan atau berhenti menyusui, hal tersebut jarang disebabkan karena
kanker, infeksi atau tumor atau kista jinak.

Gambar 2.4

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
50 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
g. Ulangi langkah tersebut pada payudara sebelah kiri.
h. Jika ada keraguan tentang temuan (misalnya apakah terdapat benjolan)
ulangi langkah-langkah dimana Ibu duduk dengan kedua lengan di sisi
badannya.
i. Untuk mempalpasi bagian pangkal payudara, minta Ibu duduk dan mengangkat
lengan kirinya setinggi bahu. Bila perlu, minta Ibu meletakkan tangannya di bahu Anda.
Tekan sisi luar dari otot dada sambil bertahap menggerakkan jari-jari ke pangkal ketiak
untuk memeriksa apakah terdapat pembesaran kelenjar getah bening (lymphnodes)
atau kekenyalan (Gambar 2.5). Penting untuk melakukan palpasi pada pangkal
payudara karena di sini biasanya terdapat kanker.

Gambar 2.5

j. Ulangi langkah tersebut untuk payudara sebelah kiri.


k. Setelah selesai melakukan pemeriksaan, minta Ibu untuk memakai pakaian kembali.
Jelaskan temuan kelainan dan, jika ada, hal yang perlu dilakukan. Jika pemeriksaan
sepenuhnya normal, katakan bahwa semua normal dan sehat dan waktunya untuk
kembali melakukan pemeriksaan (misalnya tiap tahun atau jika Ibu menemukan
adanya perubahan pada pemeriksaan payudara sendiri).
l. Peserta mencatat temuan: Perubahan ukuran dan bentuk payudara, lipatan atau
cekungan (dimple) pada kulit payudara, benjolan atau penebalan di dalam atau dekat
payudara atau daerah bawah lengan (jika benjolan halus atau seperti karet dan
bergerak di bawah kulit ketika ditekan dengan jari, tidak perlu khawatir. Tetapi, jika
benjolan keras, memiliki bentuk yang tak rata dan tidak terasa sakit, khususnya jika
benjolan tersebut hanya berada pada salah satu payudara dan tidak bergerak ketika
ditekan), jika terdapat benjolan maka catat berapa banyak benjolan yang teraba dan
lokasinya, ada atau tidak cairan dari puting yang tampak seperti darah atau nanah dan
temuan-temuan lainnya.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 51
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Daftar Pustaka

1. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Buku Acuan Pencegahan
Kanker Payudara dan Leher Rahim, Jakarta; Kemenkes RI; 2016.6-1, 6-4.

2. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Buku Saku Pencegahan
Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim, Jakarta: Kemenkes RI ; 2020.

3. YKPI, Kenali & hadapi kanker payudara, 2021, Jakarta, Indonesia.

4. Devita, Hellman, Rosenberg’s ;Cancer: Princeples &Practice of Oncology, 11th edition, New York,
Wollters Kluwer,2019,2242-2340.

5. Sobri FB , Azhar Y, Wibisana IG, Rachman A, Manajemen terkini kanker payudara, edisi I, Media
Aesculapius, 2017, Jakarta, Indonesia.

6. PERABOI, Panduan penatalaksanaan kanker payudara, 2015, Jakarta, Indonesia

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
52 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
MATERI PEMBELAJARAN INTI 3
KANKER LEHER RAHIM DI INDONESIA
MATERI PEMBELAJARAN INTI 3

KANKER LEHER RAHIM DI INDONESIA

1) Deskripsi singkat
Modul ini menjelaskan tentang: a) besaran masalah, epidemiologi kanker leher rahim di
Indonesia, dan strategi pencegahan (primer, sekunder dan tersier); dan b) penyakit kanker leher
rahim di Indonesia.

2) Hasil belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu memahami kanker leher rahim di Indonesia.

Indikator hasil belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat: a) menjelaskan besaran masalah,
epidemiologi kanker leher rahim di Indonesia, dan strategi pencegahan (primer, sekunder dan
tersier); b) menjelaskan penyakit kanker leher rahim di Indonesia.

3) Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


A. Materi pokok :
a. Besaran Masalah, Epidemiologi Kanker Leher Rahim Di Indonesia, dan Strategi
Pencegahan (primer, sekunder dan tersier).
b. Penyakit Kanker Leher Rahim.

B. Sub materi pokok :


a. Besaran Masalah, Epidemiologi Kanker Leher Rahim di Indonesia, dan Strategi
Pencegahan (primer, sekunder dan tersier).
b. Penyakit Kanker Leher Rahim.
1. Anatomi, Histologi dan Fisiologi.
2. Definisi, Penyebab dan Faktor Risiko, Patogenesis, Gejala dan Tanda (Symptoms and
Signs).
3. Perjalanan Penyakit (Natural History).
4. Metode Skrining dan Deteksi Dini.
5. Penegakan Diagnosis dan Tatalaksana Temuan Abnormal (Algoritma Tindak Lanjut IVA
Positif).
6. Sistem Rujukan.

4) Metode
- Ceramah Tanya Jawab (CTJ).

5) Media dan alat bantu


- Bahan tayang/slide
- Modul
- Laptop/ komputer
- LCD
- ATK

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 55
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
6) Langkah-langkah pembelajaran
Agar langkah pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-langkah
sebagai berikut :

Langkah 1: Penyiapan proses pembelajaran


C. Kegiatan fasilitator
1. Memastikan kesiapan perangkat komputer dan jaringan internet.
2. Fasilitator memulai kelas dengan menyapa dengan ramah dan hangat.
3. Melakukan presensi kehadiran peserta dan memastikan peserta hadir.
4. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran.

D. Kegiatan Peserta
1. Mempersiapkan perangkat komputer / handphone dan jaringan internet.
2. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan.
3. Mendengarkan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
4. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas melalui media
online yang disediakan.

Langkah 2 : Penyampaian materi pembelajaran


C. Kegiatan fasilitator
a. Menyampaikan pokok bahasan secara garis besar sesuai dengan waktu yang disediakan.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas.
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.

D. Kegiatan peserta
a. Menyimak, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang diberikan.
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

A. Kegiatan Peserta
a. Membentuk kelompok yang terdiri dari 6 peserta.
b. Secara berkelompok melakukan analisa, diskusi, dan memberi tanggapan dari aspek etika
dan medikolegal kedokteran terhadap kasus Deteksi Dini Kanker Leher Rahim yang
diberikan fasilitator.
c. Mempresentasikan hasil studi kasus tersebut.
d. Menanggapi hasil presentasi kelompok lain yang sedang mempresentasikan hasil
diskusinya.

7) Uraian materi
A. Besaran Masalah, Epidemiologi Kanker Leher Rahim di Indonesia
Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan yang penting bagi wanita di seluruh
dunia. Kanker ini adalah jenis kanker keempat yang paling umum pada perempuan. Menurut
WHO tahun 2018, tanpa mengambil tindakan pencegahan, jumlah tahunan kasus baru kanker
leher rahim diperkirakan akan meningkat dari 570.000 menjadi 700.000 antara 2018 dan 2030,
sementara jumlah kematian tahunan diproyeksikan meningkat dari 311.000 menjadi 400.000.
Berdasarkan data Globocan tahun 2020, di Indonesia kanker leher rahim merupakan
keganasan ke-2 terbesar pada wanita, dengan insidens 24,4 per 100.000 penduduk dengan
angka kematian 14,4 per 100.000 penduduk. Riskesdas tahun 2018 memperlihatkan bahwa

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
56 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
prevalensi kanker di Indonesia adalah sebesar 1.8 per 1000 penduduk dengan 12 provinsi
yang memiliki prevalensi diatas prevalensi nasional. Prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi
Yogyakarta yaitu 4.9 per 1000 penduduk.

Gambar 1. Prevalensi Kanker Berdasarkan Diagnosis


Dokter Menurut Provinsi (Per Mil)
Riskesdas 2013-2018

B. Strategi Pencegahan (primer, sekunder dan tersier)


Strategi pencegahan kanker leher rahim secara klinis meliputi:

1. Primer
Pencegahan primer bisa dilakukan melalui promosi dan edukasi masyarakat untuk
menghindari terpaparnya infeksi virus Human Papiloma Virus (HPV). Walaupun telah tersedia
vaksinasi HPV, di Indonesia belum bisa dilakukan melalui program imunisasi nasional, karena
harganya masih mahal, dan hanya dilakukan pada populasi tertentu.

Vaksinasi HPV
Infeksi HPV merupakan infeksi lokal intraepitel. HPV Masuk ke dalam epitel dan tidak
menembus membran basalis sehingga infeksi HPV tidak menimbulkan keluhan, tidak ada
viremia, tidak menyebabkan sel mati, tidak menimbulkan reaksi radang dan infeksi lokal
tersebut disertai produksi protein yang menekan sistem imun lokal.

Transmisi HPV yang utama adalah melalui hubungan seksual, sedangkan transmisi non
seksual diperkirakan berkisar kurang dari 10%. Infeksi HPV yang tidak mengalami regresi
spontan dapat menimbulkan terjadinya infeksi HPV persisten yang merupakan awal dari
karsinogenesis karena infeksi HPV.

Salah satu upaya pencegahan infeksi HPV yang mendasar adalah menjaga kebersihan
daerah yang memungkinkan sebagai sumber transmisi HPV. Kebersihan tangan, kebersihan
organ genital khususnya akan dapat menurunkan kejadian infeksi HPV.

Pencegahan primer adalah pencegahan terjadinya HPV dan dinilai lebih menguntungkan jika
dibanding pencegahan sekunder karena pencegahan primer tidak disertai morbiditas.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 57
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Vaksinasi HPV merupakan pencegahan primer kanker leher rahim (vaksinasi profilaksis HPV
16,18). Pemberian vaksin sebaiknya pada keadaan tidak terinfeksi HPV sehingga skrining
diperlukan sebelum pemberian vaksinasi agar tidak terjadi kesalahan berupa pemberian
vaksin profilaksis pada penderita lesi pra kanker ataupun penderita kanker leher rahim.
Pada perempuan yang sudah melakukan hubungan seksual, vaksinasi dapat diberikan setelah
diketahui tidak menderita infeksi HPV atau lesi prakanker ataupun kanker leher rahim.
Sedangkan perempuan yang belum melakukan hubungan seksual dapat diberikan vaksinasi
tanpa prosedur skrining.

HPV yang banyak dijumpai pada kanker leher rahim ataupun kanker lainnya seperti kanker
vulva, kanker vagina, kanker mulut, laring, kanker anus dan kanker penis adalah HPV tipe
16 dan 18. Sejumlah 70% kanker leher rahim disebabkan HPV tipe 16 dan 18. Sejak tahun
2016, Indonesia telah melaksanakan program nasional pemberian vaksinasi HPV untuk siswi
sekolah dasar kelas 5 dan 6 (usia 11 dan 12 tahun) di wilayah Jakarta, Bali, Yogyakarta,
Makasar dan Manado yang pencapaiannya hingga lebih dari 90%. Pemberian yang dilakukan
adalah vaksin quadrivalent yang diberikan dua dosis (dengan masing-masing dosis 0,5 ml).
Jenis vaksinasi HPV yang saat ini sudah tersedia di Indonesia adalah vaksin bivalen (tipe 16
dan 18) dan quadrivalent (tipe 6, 11, 16, 18).

Di beberapa negara maju telah tersedia pula vaksin nonavalen (tipe 6, 11, 16, 18, 31, 33, 42,
45, 58).

Penilaian efektivitas pada tahun ke-8, dijumpai efektivitas 100% untuk mencegah NIS-II atau
lesi yang lebih berat, baik yang disebabkan oleh HPV tipe 16 atau tipe 18.

Paling ideal pemberian vaksin dilakukan pada perempuan yang belum melakukan hubungan
seksual atau belum terinfeksi HPV. FDA menyetujui pemberian vaksin mulai usia 9 tahun,
sedangkan The Advisorry Committee on Immunization Practice (ACIP) dan Centers for
Disease Control Prevention (CDC) merekomendasikan pemberian vaksin HPV mulai usia
11 - 12 tahun. Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia (HOGI) – Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI) menetapkan bahwa vaksin dapat diberikan pada perempuan mulai usia
10 sampai 55 tahun dengan pengelompokan:
- 10-12 tahun (usia sekolah dasar).
- 13-15 tahun (usia sekolah menengah pertama).
- 6-25 tahun (usia sekolah menengah atas sampai perguruan tinggi).
- 26- 55 tahun.

Vaksin diberikan dengan suntikan intramuskuler dalam (pada lengan atas). Waktu interval
pemberian diberikan pada bulan 0, 1, 6 untuk vaksin bivalen dan waktu interval 0, 2, 6
bulan untuk vaksin quadrivalen dan nonavalen. Berdasarkan studi yang telah dilakukan hingga
saat ini, pemberian booster masih belum diperlukan, baik pada vaksin bivalen ataupun
quadrivalen. Efek samping yang sering terjadi adalah nyeri di tempat suntikan dengan derajat
nyeri yang masih dapat ditoleransi.

Penting sekali dilakukan konseling dalam prosedur vaksinasi, yang menjelaskan bahwa:
1. Vaksinasi HPV merupakan vaksin pencegahan, bukan untuk pengobatan.
2. Imunogenisitas terhadap vaksin HPV cukup bervariasi, antara lain ditentukan oleh riwayat
lesi prakanker atau infeksi HPV sebelumnya.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
58 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
3. Pemeriksaan skrining berkala dan atau deteksi dini tetap harus dilakukan, walaupun sudah
dilakukan vaksinasi.

2. Sekunder
Pencegahan sekunder adalah pencegahan terjadinya kanker leher rahim dengan melakukan
skrining untuk menemukan kelainan pada tahap prakanker. Dengan ditemukannya lesi
pra kanker yang kemudian dilanjutkan dengan terapi akan dapat mencegah berkembangnya
lesi pra kanker menjadi kanker. Tujuan program skrining adalah menurunkan morbiditas dan
mortalitas (angka kesakitan dan kematian). Dari sisi penyakit yang bisa dilakukan skrining,
penyakit tersebut harus memenuhi beberapa kriteria, yaitu:
- Prevalensi penyakit tinggi di populasi dan berakibat fatal.
- Diketahui perjalanan penyakit dan memerlukan waktu yang lama.
- Terdapat metode skrining yang cost effective.
- Jika ditemukan sedini mungkin, lebih mudah diobati dengan tingkat kesembuhan yang
lebih tinggi.

Terdapat beberapa kriteria dimana suatu metode pemeriksaan dapat digunakan sebagai
bagian dari program skrining, diantaranya adalah :
- Faktor biaya : sebaiknya serendah mungkin sehingga mampu dijangkau berbagai
kelompok masyarakat.
- Dapat mencapai golongan tidak mampu; dalam hal ini bukan hanya biaya murah, tetapi
tersedia program dan fasilitas yang bisa diakses kelompok masyarakat tidak mampu.

Pendekatan berdasarkan teknologi untuk program skrining bisa berbeda pada negara maju
dan pada negara dengan teknologi rendah (berkembang).
1. Pendekatan di negara maju:
- Skrining dengan tes HPV .
- Pembacaan hasil tes PAP secara otomatis (PAP net) .
- Tes PAP (konvensional dan berbasis cairan).
2. Pendekatan di negara berkembang:
Melihat leher rahim dengan mata telanjang (naked eyes), yaitu dengan tes IVA (Inspeksi
Visual dengan Asam Asetat) yang saat ini telah dikembangkan dengan dokumentasi
menggunakan kamera digital (Do-VIA/ Documented VIA). Adapun jenjang konsultasi dapat
dilakukan secara fleksibel dengan suatu portal TeleDoVIA.

Kebijakan interval skrining dipengaruhi oleh kebijakan setiap negara. Interval skrining menurut
rekomendasi WHO sebagai berikut:
Jika fasilitas terbatas : hanya 1x pada umur 35-40 tahun.
Jika fasilitas cukup : tiap 10 tahun pada umur 35-55 tahun.
Jika fasilitas lebih : tiap 5 tahun pada umur 35-55 tahun.
Ideal : tiap 3 tahun pada perempuan 25-60 tahun.

3. Tersier
Kegiatan pencegahan tersiermeliputi diagnosis, terapi definitif sampai terapi paliatif. Pencegahan
tersier lebih banyak dilakukan oleh rumah sakit yang mempunyai sumber daya yang lebih
lengkap seperti rumah sakit tipe A dan B.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 59
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
C. Kanker Leher Rahim

1. Anatomi, Histologi dan Fisiolog


Sistem reproduksi perempuan terdiri dari dua bagian utama, yaitu genitalia eksterna dan
interna. Vulva merupakan genitalia eksterna, meliputi antara lain labia, klitoris dan uretra.
Sedangkan yang termasuk genitalia interna adalah vagina, serviks/ leher rahim, korpus uteri,
tuba, dan ovarium. Vagina berfungsi sebagai alat kopulasi dan yang menghubungkan vulva
dengan serviks. Vagina juga berhubungan dengan kavum uteri melalui leher rahim, sementara
uterus berhubungan dengan kedua ovarium melalui tuba fallopii. Ovarium berfungsi
menghasilkan sel telur.

Normal

Badan rahim

Indung telur

Leher Rahim
(Serviks)

Vagina

Gambar 2. Anatomi Genitalia Interna

Anatomi Leher Rahim


Leher rahim merupakan organ genitalia interna yang berada di bagian terbawah
korpus uteri, yang menyempit dan bertemu dengan ujung proksimal vagina.
Bentuknya silindris atau menyerupai kerucut. Saluran di dalamnya disebut sebagai
kanalis endoservikalis. Leher rahim terbagi dua yaitu leher rahim bagian dalam
(endoserviks) dan leher rahim bagian luar (ektoserviks). Bagian dari leher rahim yang
dapat terlihat adalah bagian yang menjorok ke arah vagina (ektoserviks) dengan
panjang sekitar 3 cm dan lebar sekitar 2,5 cm. Untuk melihat leher rahim kita
melakukan pemeriksaan inspekulo dengan menggunakan spekulum cocor bebek.
Leher rahim akan terlihat sebagai suatu bulatan dengan bukaan kecil yang disebut
Ostium Uteri Eksternum (oue / mulut rahim). Pada perempuan yang belum pernah
melahirkan (nulipara), ostium tersebut berbentuk lubang kecil yang bulat
(rounded), sedangkan pada perempuan yang pernah melahirkan (multipara) akan
tampak pipih, menyerupai elips dengan ukuran dan bentuk yang bervariasi.

Gambar 3. Serviks Multipara Gambar 4. Serviks Nulipara

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
60 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Histologi dan Fisiologi Leher Rahim
Leher rahim terdiri dari epitel dan jaringan stroma di bawahnya. Epitel ektoserviks
adalah epitel gepeng berlapis (skuamosa) dan tidak berkeratin (nonkeratinizing
stratified squamous epithelium). Epitel skuamosa terdiri dari empat lapis sel, yaitu:
lapisan basal, parabasal, intermediet dan superfisial. Lapisan basal terdiri dari satu
lapis sel dan berada di atas membran basalis yang tipis. Mitosis aktif terjadi pada
lapisan ini. Lapisan parabasal dan intermediet bersama-sama menyusun prickle cell
layer. Lapisan superfisial bervariasi dalam ketebalannya, tergantung pada derajat
stimulasi estrogen. Respon epitel terhadap hormon seks adalah identik dengan
vagina. Stroma terdiri dari otot polos dan jaringan ikat, yang juga meliputi pembuluh
darah, limfatik, dan serabut-serabut saraf. Kista (ovula) nabothi sering dijumpai
di permukaan leher rahim pada zona transformasi.

1
Ektoserviks Normal

Uterus Lapisan
Superfisial

Prickje CeN Layer


(Lapisan parabasal dan
intermediate

Serviks Lapisan Basal


Membran
Vagina Stroma basalis

Gambar 5. Ektoserviks Normal

Endoserviks ditutupi oleh epitel kolumnar selapis yang mensekresi musin, yang
menutupi permukaan dan kelenjar-kelenjar di bawahnya. Kelenjar ini bukanlah
kelenjar sebenarnya, tetapi merupakan lipatan-lipatan yang mengarah kedalam
menyerupai celah (kriptus) dengan sejumlah kolateral menyerupai terowongan.

Sel-sel di Sel glandular

serviks

Sel epitel skuamosa

Gambar 2.7. Perbandingan epitel endoserviks dan ektoserviks

Gambar 6. Perbandingan epitel endoserviks dan ektoserviks

Sambungan Skuamo Kolumner (SSK)


Perbatasan atau garis pertemuan antara epitel skuamosa dari ektoserviks dan epitel
kolumnar endoserviks disebut dengan Sambungan Skuamo Kolumner (SSK) atau
Squamo Columnar Junction (SCJ). SSK merupakan marka sitologik dan kolposkopik
yang paling penting, karena lebih dari 90% neoplasia saluran genital bawah terjadi
di sini.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 61
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Sambungan
SkuamaKolumnar (SSK)
Sel
skuamosa
Zona
Transformasi

Sel Zona Transformasi


kolumnar

Gambar 7. Sambungan Skuamo Kolumnar (SSK) dan Zona Transformasi

SSK terdiri dari SSK lama (original) dan SSK baru (fungsional). SSK original
merupakan batas yang pertama kali terbentuk dan biasanya sudah tidak dapat terlihat
dengan pemeriksaan klinis, sedangkan SSK yang dapat terlihat pada pemeriksaan
ginekologi adalah SSK fungsional (baru) yang terbentuk karena proses metaplasia
skuamosa. Metaplasia skuamosa adalah suatu proses fisiologis terjadinya perubahan
epitel kolumnar endoserviks menjadi epitel skuamosa ektoserviks yang baru.
Berdasarkan teori reserve cell, proses tersebut dibentuk dari subcolumnar reserve
cells. Pada saat pubertas, adanya hormon estrogen menyebabkan endoserviks
terdorong keluar (eversi). Karena adanya pengaruh pH vagina yang asam terjadilah
proses adaptasi yang disebut sebagai metaplasia. Zona yang terbentuk di antara SSK
lama dan SSK baru itu disebut zona Transformasi (Transformation zone / T-zone).
Perubahan di zona transformasi penting dalam memahami kanker leher rahim. Pada
awal masa pubertas, sebagian besar sel dalam T- zone adalah sel-sel kolumnar.
Pergantian sel-sel tersebut dengan sel-sel skumosa baru hanya perubahan permulaan.
Pada masa ini sel-sel di dalam T-zone, khususnya sel-sel pada SSK berada pada masa
rentan terhadap perubahan yang berkaitan dengan kanker yang distimulasi oleh HPV
onkogenik, dan faktor risiko sebagai kofaktor. Proses metaplasia juga menyebabkan
terbentuknya ovula nabothi akibat tertutupnya kelenjar-kelenjar endoserviks oleh
sel metaplasia skuamosa yang terletak pada zona transformasi.

Gambar 8. Ovula Naboti

a. SSK Original
SSK original merupakan epitel skuamosa asli yang menutupi porsio vaginalis, yang
bertemu dengan epitel kolumner endoserviks.
b. SSK Fungsional (SSK Baru)
SSK fungsional merupakan daerah sambungan pertemuan epitel skuamosa
metaplastik dengan epitel kolumnar yang terbentuk dari proses metaplasia.
Pertemuan antar kedua epitel ini sebagai garis yang berbatas jelas, sebagai SSK
baru (umumnya disebut SSK saja).

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
62 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
c. Epitel Skuamosa Original
Epitel skuamosa original adalah epitel yang terbentuk dari hasil evolusi epitel
kolumner menjadi epitel skuamosa selama kehidupan fetal (18—20 minggu);
warnanya merah, tidak mempunyai lapisan keratin superfisial, mengandung
glikogen. Pada pemeriksaan histologi tampak bahwa epitel skuamosa
berdiferensiasi baik yang dapat menyerap yodium dan memberikan warna coklat
hitam.
d. Metaplasia Skuamosa
Metaplasia skuamosa adalah proses fisiologik epitel kolumner yang berubah
menjadi epitel skuamosa. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara
lain, karena rangsangan hormonal, trauma atau perubahan pH vagina. Secara
histologi, pada permulaan proses ini sel-sel skuamosa imatur mendorong sel-sel
kolumner.
e. Zona Transformasi
Zona transformasi adalah zona antara dua sambungan skuamokolumner (SSK),
yaitu batas antara epitel skuamosa dan epitel kolumner. Secara morfologi,
terdapat dua jenis SSK. Pertama adalah SSK original dengan epitel skuamosa asli
yang menutupi porsio vaginalis bertemu dengan epitel kolumner endoserviks.
Pertemuan antarkedua epitel ini berbatas tegas. Kedua adalah SSK fungsional atau
fisiologik dan terletak di antara epitel skuamosa baru pada zona transformasi dan
sel kolumner endoserviks. Daerah di antara kedua SSK tersebut disebut daerah
transformasi.

Leher rahim adalah organ yang tidak statis. Lokasi dan bentuk SSK bersifat individual
dan bervariasi, dipengaruhi oleh banyak faktor. Usia dan status hormonal adalah faktor
paling penting yang mempengaruhinya. Pada 18 sampai 20 minggu pertama
kehidupan embrio, sel kolumnar tinggi asli yang menghubungkan vagina dan leher
rahim secara bertahap digantikan oleh sel-sel skuamosa yang datar. Seperti terlihat
pada Gambar.9, pada masa kanak-kanak sampai masa pubertas, sel-sel pipih/
skuamosa bertemu sisa sel-sel kolumnar di sambungan skuamo kolumnar (SSK),
sebuah garis pertemuan tipis yang ada pada permukaan leher rahim.
Cervical os
Cervical os
Columnar
epithelium
Columnar
epithelium T-zone

Mature
squamous Original SCJ
epithelium

SCJ New SCJ

Gambar 9. Leher rahim saat masa pubertas Gambar 10. Leher rahim pada usia reproduktif

Dengan datangnya masa pubertas, yang ditandai dengan meningkatnya hormon


perempuan (estrogen dan progesteron), dan terus berlanjut sampai tahun-tahun masa
subur, sel-sel kolumnar di dalam SSK secara bertahap digantikan oleh sel-sel
skuamosa yang baru berkembang. Proses ini, disebut juga metaplasia skuamosa,
terjadi di zona transformasi (zona-T), yaitu bagian dari leher rahim antara SSK asli
(sebelum masa puber) dan SSK baru (Gambar 10). Zona-T dapat berupa area yang
luas atau sempit pada permukaan leher rahim, tergantung pada beberapa faktor,
seperti usia, paritas, infeksi sebelumnya dan paparan terhadap hormon perempuan.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 63
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Perubahan leher rahim yang tidak biasa (abnormal), seperti displasia (NIS) dan kanker,
hampir selalu muncul di bagian leher rahim tersebut. Oleh karena itu, upaya penapisan
seperti tes IVA, servikografi dan kolposkopi diarahkan pada pemeriksaan Zona-T dan,
khususnya SSK.

Cervical os

Columnar
epithelium

T-zone

Mature
squamous
epithelium
SCJ

Gambar 11. Leher rahim pada saat menopause

Terakhir, pada saat menopause, sel-sel skuamosa dewasa telah menutupi hampir
seluruh permukaan leher rahim, termasuk seluruh Zona-T, dan SSK, bila terlihat,
terdapat pada atau di dalam ostium uteri (Gambar 11).

2. Definisi, Penyebab dan Faktor Risiko, Patogenesis, Gejala dan Tanda (Symptoms and
Signs)

Definisi
Kanker leher rahim adalah keganasan primer dari leher rahim (kanalis servikalis dan atau
porsio). Tipe histologi yang sering dijumpai adalah karsinoma sel skuamosa,
adenokarsinoma, dan jenis campuran.

Penyebab
Kanker leher rahim disebabkan oleh infeksi persisten virus Human Papilloma
(HPV onkogenik. Proses karsinogenesis kanker leher rahim terjadi dalam rentang waktu
yang cukup panjang, yaitu 3 hingga 17 tahun, bahkan dapat mencapai 30 tahun lamanya.

Risiko sepanjang kehidupan (life time risk) seorang perempuan yang sudah melakukan
hubungan seksual terinfeksi HPV berkisar 80%, tetapi sangat sedikit yang akan
berkembang menjadi kanker leher rahim. Dalam masa 12 bulan setelah ditemukannya
infeksi, 70% tidak terinfeksi lagi dan sebelum 24 bulan hanya 9% saja yang masih
terinfeksi.

Infeksi HPV tipe risiko tinggi dapat mengakibatkan displasia berat atau karsinoma in situ
tanpa melalui tahapan displasia ringan. Suatu penelitian telah menunjukkan bahwa rerata
waktu terjadinya displasia berat setelah infeksi HPV adalah 26 bulan. Hanya sekitar 15%
displasia ringan akan menjadi displasia berat dalam waktu 2 tahun, tetapi sekitar
sepertiga displasia berat akan menjadi karsinoma invasif dalam waktu 10 tahun bila tidak
diterapi (Berek dan Hacker, 2015).

Berdasarkan sekuens genomik protein telah diidentifikasi lebih dari 200 tipe HPV.
Sekitar 40 tipe diantaranya terkait dengan lesi anogenital. Tipe HPV diklasifikasikan
ke dalam risiko tinggi atau risiko rendah, berdasarkan potensi onkogenik, atau
kecenderungan untuk menginduksi kanker.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
64 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Tipe HPV risiko rendah menyebabkan kutil anogenital. HPV tipe 6 dan 11 bertanggung
jawab atas lebih dari 90 persen kasus. Tipe HPV risiko tinggi menyebabkan sejumlah
kanker pada manusia, termasuk kanker leher rahim. Sebagian besar kanker leher rahim
yang berkembang di seluruh dunia berkaitan dengan HPV tipe 16 atau 18. Dari 50 tipe
HPV yang menginfeksi saluran reproduksi, 15 sampai 20 jenis terkait dengan kanker leher
rahim. Empat dari jenis tersebut—16, 18, 31, dan 45— adalah yang paling umum
terdeteksi pada kasus kanker leher rahim, dan tipe 16 merupakan penyebab dari
setengah jumlah kasus yang terjadi di seluruh dunia.

Faktor Risiko
Faktor risiko kanker leher rahim dibagi dalam dua katagori :

1. Risiko mayor
Infeksi HPV, terutama tipe 16 dan 18, merupakan penyebab utama (70%) kanker leher
rahim. HPV sendiri utamanya ditransmisikan melalui hubungan seksual.

2. Risiko minor
- Onset seksual pada usia muda (< 20 tahun)
- Memiliki banyak pasangan seksual (baik perempuan maupun pasangannya)
- IMS (Infeksi Menular Seksual) berulang, antara lain : chlamydia, gonorrhea
dan HIV/AIDS
- Merokok
- Defisiensi berbagai vitamin antioksidan A/C/D/E
- Penyakit atau kondisi yang menyebabkan imunosupresi, antara lain: HIV/AIDS dan
penggunaan kortikosteroid jangka panjang.

Patogenesis
Kanker leher rahim dapat menjadi salah satu contoh yang ideal tentang
bagaimana suatu infeksi yang disebabkan oleh virus dapat menyebabkan kanker. Pada
manusia dan hewan, pembelahan sel sebagian besar diatur oleh dua jenis protein, yang
dinamakan tumor supressor gene, yaitu pRb dan p53. Telah ditemukan bahwa
dua gen dalam HPV, yaitu gen E6 dan E7, memproduksi protein yang dapat mengikat
pRb dan p53 dan selanjutnya menghambat kerja mereka dalam mengatur pembelahan sel.
Ketika efek/kinerja tersebut dihambat, sel-sel yang terinfeksi bereproduksi tanpa
kendali. Walaupun virus tersebut hanya berfungsi sebagai kegiatan awal, setelah
beberapa waktu sebagian dari sel-sel yang berkembang secara tak terkendali
menyebabkan perubahan permanen pada struktur genetikanya sehingga tidak
dapat diperbaiki, dan dapat dikaitkan secara erat dengan perkembangan
pra kanker. Setelah perubahan genetika terjadi, sebagian dapat berubah menjadi
sel-sel kanker. Penting bahwa sel-sel yang terpengaruh juga menghasilkan protein-protein
yang tidak normal, dan protein tersebut dapat ditemukan baik pada sekresi leher rahim
dan pada sirkulasi yang berimplikasi pada perkembangan tes-tes selanjutnya.

Pada tahap-tahap awal, sel leher rahim yang terinfeksi virus mungkin hanya
menunjukkan perubahan kecil dalam ukuran dan bentuk ketika diperiksa
menggunakan mikroskop. Tetapi,seiring dengan waktu,sel-sel tersebut tidak
hanya berkembang dan menjadi lebih tak menentu, tetapi susunan baris dan
kolom yang rapi pada permukaan leher rahim juga rusak. Perubahan-perubahan tersebut

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 65
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
konsisten dengan perubahan displasia leher rahim atau NIS dengan tingkat
keparahan yang bervariasi. Tingkatan kelainan sel ini dinilai oleh dokter ahli
Patologi. Jika tidak diobati, sel-sel prakanker ini dapat mengalami progresi
menuju kanker invasif.

Gejala dan Tanda (Symptoms and Signs)


Kanker leher rahim stadium awal umumnya tidak memberikan gejala. Pada
stadium yang lebih berat pun terkadang masih belum memberikan gejala, apalagi
pada tahap prakanker (NIS). Gejala dan tanda kanker leher rahim stadium awal
umumnya tidak spesifik, misalkan keputihan berulang, kadang-kadang disertai
dengan perdarahan bercak. Pada umumnya tanda yang sangat minimal ini sering
diabaikan.

Pada kanker leher rahim tahap awal kemungkinan belum ada keluhan dan diagnosis
ditemukan secara kebetulan (skrining kesehatan penduduk).
Pada tahap lebih lanjut, dapat timbul keluhan-keluhan sebagai berikut :
- Perdarahan pervaginam diluar menstruasi
- Perdarahan kontak (perdarahan pasca senggama)
- Keputihan yang terus menerus yang dapat disertai perdarahan bercak
- Gangguan berkemih
- Gangguan defekasi
- Nyeri di perut bawah atau menyebar
- Bendungan pada tungkai (limfedema)

Pada stadium lanjut ketika tumor telah menyebar keluar dari leher rahim dan
melibatkan organ lain di rongga pelvis, dapat dijumpai tanda lain seperti
nyeri yang menjalar ke panggul atau kaki. Beberapa penderita mengeluhkan nyeri
berkemih, berkurangnya volume dan atau frekuensi berkemih, hematuria, BAB
berdarah (hematoskezia) sampai sulit berkemih dan buang air besar dengan derajat
yang bervariasi. Hal ini menandakan keterlibatan ureter hingga obstruksi terhadap ginjal,
yang dapat mengakibatkan uremia bila terjadi penyumbatan pada kedua ureter. Adanya
nyeri panggul menunjukkan keterlibatan dinding panggul dan atau nervus
iskhiadikus. Penyebaran ke kelenjar getah bening tungkai bawah menimbulkan
edema tungkai bawah.

3. Perjalanan Alami Penyakit (Natural History)


Dalam upaya melaksanakan skrining kanker leher rahim secara efektif dan efisien,
sangatlah penting memahami perjalanan alami penyakitnya (natural history). Hal ini
disebabkan oleh karena skrining didasarkan atas harapan penemuan kanker secara
dini sehingga dapat menurunkan mortalitas penyakit. Jika skrining ditujukan langsung
untuk menemukan prekursor atau penyebab, maka perkembangan ke arah
kanker leher rahim dapat dicegah. Dengan mengetahui perjalanan penyakit kanker leher
rahim maka kita akan dapat menentukan umur yang tepat untuk memulai skrining dan
frekuensi skrining ulangan bagi pasien yang hasil pemeriksaannya negatif.

Apabila HPV menyerang seorang perempuan, virus ini akan langsung melekat
pada sel yang berada pada lapisan basal dari epitel leher rahim. Virus tersebut
akan mengakibatkan terjadinya kelainan pada sel-sel leher rahim yang disebut sebagai

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
66 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
displasia. Displasia ini biasa juga disebut sebagai CIN (Cervical
Intraepithelial Neoplasia) atau NIS (Neoplasia Intraepitelital Leher
rahim). Berdasarkan kesepakatan, untuk mempermudah penilaian, NISdibagi
menjadi 3 (NIS 1, 2, 3) sesuai dengan peningkatan derajat keparahan displasia.
NIS adalah lesi pra kanker yaitu suatu kelainan yang merupakan awal terjadinya
kanker.

Secara riwayat malignansi leher rahim dapat diilustrasikan perjalanan alami kanker leher
rahim sebagai berikut :

Gambar 14. Perjalanan Alami Kanker Leher Rahim

Pada umumnya sekitar 60% perempuan yang telah terinfeksi dapat sembuh sendiri
sekalipun sudah lesi prakanker pada tahap NIS 1. Setelah 3-4 tahun sebanyak 15%
dari perempuan dengan NIS 1 akan mengalami progresi ke arah NIS 2-3 atau
karsinoma insitu. Dengan demikitan perlu sekitar 3-17 tahun sejak awal terjadinya
infeksi HPV hingga munculnya kanker leher rahim. Jangka waktu itu adalah masa
di mana kita bisa melakukan pencegahan terhadap kanker leher rahim dan perlu
dilakukan skrining untuk mendeteksi secara dini.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 67
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
4. Metode Skrining dan Deteksi Dini
Terdapat 3 metode utama dalam program skrining dan deteksi dini kanker leher rahim,
yaitu :
a. Tes IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat), merupakan metode skrining yang
sangat sederhana, mudah, murah, terjangkau, praktis dan nyaman
b. Pap smear, merupakan pemeriksaan sitologi untuk mendeteksi sel abnormal leher
rahim dengan mikroskop oleh ahli patologi.
c. Tes DNA HPV yang secara prosedur pengambilan spesimennya hampir sama
dengan pap smear, namun ditujukan untuk mengetahui adanya infeksi HPV. Tes ini
lebih akurat dibandingkan dua metode sebelumnya.

Pada pelatihan ini metode skrining lebih difokuskan pada tes IVA.

5. Penegakan Diagnosis Dan Tatalaksana Temuan Abnormal (Algoritma Tindak


Lanjut IVA Positif
Skrining dan deteksi dini kanker leher rahim dapat dilaksanakan dengan cara atau
metode yang mudah dan dapat dilakukan oleh petugas kesehatan di tingkat dasar
sekalipun dengan tes IVA.
❖ Sasaran skrining dan deteksi dini adalah perempuan usia 30-50 tahun yang
mempunyai riwayat hubungan seksual.
❖ Pada hasil IVA yang negatif, disarankan untuk pemeriksaan IVA ulang 3-5 tahun
kemudian.
❖ Pada IVA positif dengan lesi tidak luas (acetowhite < 75%), disarankan tindak lanjut
(treat) berupa krioterapi atau TCA (Trichloroacetic Acid). Terapi ini dapat dilakukan .
oleh dokter umum atau bidan terlatih di Puskesmas/FKTP sesuai dengan fasilitas
yang tersedia dan regulasi yang berlaku.
❖ Sedangkan pada IVA positif dengan lesi luas (acetowhite > 75% atau > 2 mm
dari tepi kriotip) atau curiga kanker, dilakukan rujukan ke Fasilitas Kesehatan
Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL).
❖ Dilakukan konseling sebagai bagian dari Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).
❖ Jika setuju tindakan krioterapi :
❑ Kontrol ulang 2-4 minggu pasca terapi dilakukan evaluasi :
- Apakah terdapat tanda-tanda infeksi atau peradangan. Jika ada, diobati
dengan antibiotik dan anti inflamasi yang sesuai
- Apakah proses pemulihan/penyembuhan lesi baik atau tidak. Jika re-
epitelisasi baik, hubungan seksual umumnya dapat dimulai 4-6 minggu
pasca terapi.
❑ Pemeriksaan IVA ulang untuk mengetahui respon terapi dilakukan pada 4-6
bulan pasca krioterapi/TCA:
- Apabila hasil IVA positif, maka dianggap respon terapi kurang baik. Pada
kasus ini perlu dirujuk ke FKRTL.
- Apabila hasil IVA negatif, dianjurkan pemeriksaan ulang 1 tahun kemudian
❑ Jika pada pemeriksaan IVA ulang 1 tahun kemudian tersebut:
- hasil IVA tetap negatif, dianjurkan pemeriksaan ulang 1 tahun kemudian
- hasil IVA positif, maka dirujuk ke FKRTL.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
68 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
❖ Jika menolak krioterapi/ TCA maka anjurkan untuk melakukan pemeriksaan IVA
ulang 4-6 bulan kemudian
❖ Setelah dilakukan konseling terkait beberapa pilihan terapi IVA positif, pasien
diperkenankan untuk menentukan pilihannya, misalkan langsung dirujuk ke FKRTL.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 69
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
DAFTAR PUSTAKA

1. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Buku Acuan Pencegahan
Kanker Payudara dan Leher Rahim, Jakarta; Kemenkes RI; 2016.

2. Female Cancer Program FKUI-RSCM, Buku Acuan Pelatihan Deteksi Dini Kanker Serviks Program
“See and Treat”, 2019, Jakarta, Indonesia.

3. Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Pedoman Pelayanan Terpadu
Penyakit Tidak Menular, Jakarta; Kemenkes RI; 2020.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
70 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
MATERI PEMBELAJARAN INTI 4
DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM
DENGAN METODE IVA
MATERI PEMBELAJARAN INTI 4

DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM DENGAN METODE IVA

I. DESKRIPSI SINGKAT
Mata pelatihan deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA membahas tentang deteksi
dini kanker leher rahim dengan metode IVA; dokumentasi hasil deteksi dini kanker leher rahim
(Dokumentasi IVA/ DoIVA); dan konsultasi hasil deteksi dini kanker leher rahim (TeleDoVIA).

II. TUJUAN PEMBELAJARAN


A. Tujuan Pembelajaran Umum:
Setelah mempelajari materi ini, peserta mampu melakukan deteksi dini kanker leher rahim
dengan metode IVA.
B. Tujuan Pembelajaran Khusus:
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu:
1. Melakukan deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA.
2. Melakukan dokumentasi hasil deteksi dini kanker leher rahim (Dokumentasi IVA/
DoIVA).
3. Melakukan konsultasi hasil deteksi dini kanker leher rahim (TeleDoIVA).

III. MATERI POKOK BAHASAN DAN SUB MATERI POKOK


Materi Pokok bahasan pada modul ini adalah:
1. Deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA
a. Anatomi serviks.
b. Proses metaplasia.
c. Prosedur.
d. Interpretasi hasil tes IVA.
2. Dokumentasi hasil deteksi dini kanker leher rahim
a. Gatotskopi.
b. Kamera digital dengan ketajaman tinggi.
c. Telepon selular berkamera.
3. Konsultasi hasil deteksi dini kanker leher rahim (TeleDoIVA)
a. Portal TeleDoVIA.
b. Koordinasi lintas daerah.
c. Koordinasi Nasional.

IV. METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah:
A. Ceramah tanya jawab (CTJ).
B. Pemutaran video.
C. Simulasi phantom panggul.
D. Praktek lapangan.

V. MEDIA DAN ALAT BANTU


Media dan alat bantu yang digunakan dalam pembelajaran adalah:
1. Bahan tayang/slide.
2. Komputer/ laptop dan perlengkapan pembelajaran daring.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 73
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
3. Modul
4. LCD
5. ATK
6. Alat dan bahan praktek (dry lab)
7. Phantom panggul
8. Video tes IVA
9. Panduan Simulasi phantom panggul
10. Panduan praktek lapangan

VI. LANGKAH-LANGKAH PELAKSANAAN PELATIHAN


Agar proses pelatihan dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-langkah
sebagai berikut:
A. Langkah 1: Penyiapan proses pelatihan
1. Kegiatan Fasilitator
a. Fasilitator memulai kegiatan dengan melakukan bina suasana melalui media daring
b. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat.
c. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran
2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan diri, alat tulis, dan alat pelatihan secara daring

B. Langkah 2: Penyampaian materi pelatihan


1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan Pokok Bahasan A sampai dengan C secara garis besar dalam
waktu yang singkat
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang
kurang jelas
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta
d. Menyimpulkan materi bersama peserta

2. Kegiatan Peserta
a. Mendengar, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

3. Praktik lapangan
a. Kegiatan Fasilitator
⚫ Membagi peserta ke dalam kelompok kecil ( Tiap kelompok: 4 – 5 orang)
⚫ Menjelaskan kepada peserta tentang praktek yang akan dilakukan
⚫ Memberikan penugasan kepada peserta untuk membaca latihan-latihan yang
ada di modul untuk didiskusikan dalam kelompok kemudian dipraktekkan
menggunakan phantom/pasien
b. Kegiatan peserta
⚫ Membagi diri dalam jumlah kelompok yang sudah ditentukan, mendengarkan
dan mencatat penjelasan fasilitator
⚫ Melakukan pemeriksaan dalam / panggul

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
74 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
4. Simulasi Phantom Panggul
1) Pelatih/Fasilitator memperagakan langkah-langkah TES IVA
2) Pelatih/Fasilitator memberikan kesempatan kepada setiap peserta untuk
melakukan/ mepraktekkan langkah-langkah TES IVA
3) Pelatih/Fasilitator memberikan tanggapan/ klarifikasi terhadap hasil praktek
setiap peserta
4) Melakukan evaluasi terhadap peserta dengan memberikan pertanyaan kepada
beberapa peserta secara acak
5) Merangkum materi yang disampaikan

VII. URAIAN MATERI


II. POKOK BAHASAN
A. Pemeriksaan Dalam / Panggul
Dalam melakukan pemeriksaan dalam / panggul langkah-langkah yang dilakukan:
1. Memeriksa abdomen dan pangkal paha;
2. Memeriksa genitalia luar;
3. Melakukan pemeriksaan spekulum dan bimanual; dan
4. Melakukan pemeriksaan rektovaginal bila perlu.

1. Pemeriksaan abdomen bawah dan pangkal paha


Pada bagian ini akan dipelajari:
i. Cara memeriksa parut abdominal, nyeri, massa atau abnormalitas lain,
ii. Cara memeriksa pangkal paha apakah terdapat nyeri, lymph nodes yang
membengkak, luka terbuka atau tanda IMS lain.

a. Persiapan
⚫ Pastikan ibu telah BAK.
⚫ Periksa apakah ibu telah membersihkan daerah abdomen dan genital dengan
sabun dan air jika kebersihan ibu kurang.
⚫ Minta ibu untuk menurunkan pakaian dalam bagian bawah.
⚫ Jika kain tidak tersedia, jangan meminta ibu melepas pakaian dalam bawah, tetapi
cukup memintanya melonggarkan pakaian dan melepas pakaian dalamnya.
⚫ Jika tersedia, letakkan perlak karet di meja periksa tepat di bawah bokong ibu.
⚫ Minta ibu berbaring telentang di meja periksa dengan lengan di samping tubuh.
⚫ Dengan meletakkan sebuah bantal kecil (jika tersedia) di kepala ibu dan bantal lain
di bawah lututnya dapat membantu ibu melemaskan otot perutnya. Jangan letakkan
kedua tangan ibu di atas kepala atau terlipat di dadanya. Hal tersebut dapat menarik
dan mengencangkan otot-otot perut, sehingga palpasi sulit dilakukan.
⚫ Bukaseluruh bagian abdomen, mulai tulang iga sampai tulang pelvik.
⚫ Lipat paha dapat terlihat, tetapi biarkan daerah luar genitalia tertutup.

b. Pemeriksaan Inspeksi Abdomen


⚫ Dengan berdiri pada salah satu sisi ibu, perhatikan abdomen ibu.
⚫ Perhatikan apakah abdomen rata, bundar, menggembung atau tenggelam.
⚫ Perhatikan lokasi dan kontur atau bentuk pusar (umbilikus). Perhatikan adanya
pembengkakan atau tonjolan yang menunjukkan kemungkinan adanya hernia

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 75
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
umbilicalis. Untuk memastikan tonjolan tersebut, minta ibu untuk mengencangkan
sedikit atau batuk.
⚫ Perhatikan apakah terdapat tonjolan atau massa yang terlihat pada abdomen yang
mungkin mengindikasikan kehamilan, tumor, organ yang membesar, atau adanya
cairan atau gas.
⚫ Periksa kulit untuk melihat.
⚫ Warna yang tak normal sepertu rona kuning, yang mungkin merupakan tanda sakit
kuning, rona kebiruan (sianosis) atau daerah kemerahan (inflamasi). Hal tersebut
mungkin tidak mudah terlihat pada ibu dengan kulit berwarna gelap.
⚫ Parut: Catat lokasinya dan apakah parut tersebut tidak bergerak atau dapat
bergerak dengan bebas.
⚫ Tanda peregangan (striae).
⚫ Ruam kulit dan lesi.

c. Palpasi
Sebelum melakukan palpasi abdomen, tanyakan apakah ibu mengalami nyeri atau
keluhan pada abdomennya.Jika ya, minta ibu menunjukkan dimana letaknya.Periksa
daerah tersebut terakhir.
Gunakan tekanan ringan untuk merasakan semua area abdomen (Gambar 1).
Abdomen harus terasa halus dan lembut.

Pada saat melakukan palpasi abdomen, perhatikan ekspresi wajah ibu dan gerakan
tubuhnya sebagai indikasi kemungkinan adanya ketegangan (tenderness).
⚫ Terus gunakan permukaan jari-jari tangan untuk mempalpasi seluruh daerah abdomen.
⚫ Gunakan palpasi yang lebih dalam untuk menentukan ukuran, bentuk, konsistensi,
mobilitas dan pergerakan dengan respirasi massa yang ditemukan.
⚫ Catat adanya massa, daerah yang tegang (tenderness) atau meningkatnya resistansi
otot, dan catat temuan dengan merujuk pada kuadran abdomen dimana temuan
berada.
⚫ Minta ibu untuk menarik nafas dalam-dalam untuk membantu melemaskan dinding
abdomen. Saat ibu mengeluarkan nafas, Anda dapat menekan abdomen lebih dalam.
⚫ Identifikasi daerah yang nyeri. Pertahanan atau rigiditas abdomen yang tak disengaja
(resistansi otot) terjadi ketika suatu area dipalpasi. Jika terdapat nyeri yang lebih parah,
ibu mungkin mengalami nyeri lepas. Pada keadaan tersebut ibu akan merasakan nyeri
yang tajam, menusuk ketika Anda melepaskan jari-jari Anda setelah palpasi yang
dalam.

Untuk memeriksa apakah terdapat nyeri lepas, lakukan tekan kuat dan perlahan
kemudian dengan cepat lepaskan jari-jari Anda.Nyeri saat ditekan dan nyeri saat saat

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
76 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
dilepas menunjukkan adanya abnormalitas di dalam abdomen (mis, penyakit radang
panggul atau kehamilan ektopik).
Bila palpasi yang dalam sulit dilakukan karena obesitas, resistansi otot atau sebab lain,
gunakan dua tangan, dengan satu tangan bertumpuk pada tangan lainnya.
Tekan ke bawah dengan tangan yang berada di atas sambil melakukan palpasi dengan
tangan yang berada di bawah.

d. Pemeriksaan pangkal paha


⚫ Jika ada luka terbuka, kenakan sepasang sarung tangan periksa yang masih baru atau
sarung tangan bedah yang telah di DTT sebelum memeriksa daerah pangkal paha.
⚫ Lakukan palpasi daerah selangkang untuk melihat apakah terdapat benjolan, kelenjar
getah bening yang membesar atau membengkak.
⚫ Jika memakai sarung tangan, celupkan kedua tangan yang masih memakai sarung
tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, lalu lepaskansarung tangan dengan membalik
sisi dalam menjadi di luar. Jika sarung tangan dibuang, letakkan ke dalam wadah tahan
bocor atau kantung plastik. Jika sarung tangan akan dipakai ulang, lakukan
dekontaminasi dengan merendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
Cuci tangan sampai bersih kemudian keringkan dengan kain yang bersih dan kering
atau dianginkan.

2. Pemeriksaan genital luar


Pada bagian ini, Anda akan belajar:
i. Bagaimana memeriksa labia, klitoris dan daerah perineum apakah terdapat lesi atau luka
parut (scars) atau luka (sores) atau Kuti/warts (kondiloma akuminata) dan rambut pubis
untuk melihat adanya telur kutu atau kutu pubis
ii. Bagaimana memeriksa ketegangan, pembengkakan, atau cairan dari kelenjar Bartholin’s
atau kelenjar Skene’s (paraurethral)
⚫ Persiapan
⚫ Jika Anda menggunakan meja dengan sandaran kaki, Bantu ibu meletakkan
tumitnya pada sandaran. Minta ibu untuk bergerak ke ujung meja periksa sampai
bokongnya mendekati ujung meja. Kemudian, minta ibu membuka lututnya dan
melemaskan bokongnya (Gambar 2).

Gambar 2. Ibu Ditempatkan untuk Pemeriksaan Dalam/Panggul di Meja yang


Memiliki Sandaran Kaki.

⚫ Jika tidak ada sandaran kaki, Bantu ibu menaruh kaki di pinggir meja dan letakkan
bokongnya dekat dengan kaki sehingga lututnya menekuk ke atas dan membuka
dengan nyaman (Gambar 3).

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 77
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Gambar 3. Ibu Ditempatkan untuk Pemeriksaan Dalam/Panggul di Meja Tanpa
Sandaran Kaki.

⚫ Jika ibu menginginkan, tutupi lututnya dengan duk. Duk juga dapat diletakkan
di atas abdomennya sehingga Anda dapat melakukan kontak mata dengan ibu
dan ibu dapat melihat apa yang sedang Anda lakukan.

⚫ Pemeriksaan Genitalia Eksternal


⚫ Cuci tangan sampai bersih dengan sabun dan air lalu keringkan dengan kain yang
bersih dan kering atau dianginkan sebelum memulai pemeriksaan.
⚫ Nyalakan lampu dan arahkan sehingga menerangi daerah genital.
⚫ Pakailah sepasang sarung tangan periksa yang masih baru atau sarung tangan
bedah yang telah di-DTT.
⚫ Duduk dengan nyaman hingga Anda dapat melihat genital luar dengan mudah.
⚫ Sentuhlah sisi dalam paha ibu dengan lembut sebelum menyentuh daerah genital
sehingga Anda tidak mengagetkannya.
⚫ Periksa daerah genital luar (Gambar 4).
❑ Lihat apakah terdapat ruam dan lesi pada paha.
❑ Lihat apakah terdapat kutu pada daerah pubis.
❑ Lihat lubang vagina dan perineum apakah terdapat ruam, luka/lecet, dan warts
(kondiloma akuminata).

Gambar 4. Genital Luar

Urethra
Mons Pubis
Muara
Kelenjar
Skene
Klitoris

Labia Minora

Muara Urethra

Muara Kelenjar
Skene

Labia Majora
Tepi Selaput
Dara

Muara Vagina

Muara Kelenjar
Bartholin

Perineum
Anus

⚫ Pisahkan labia majora dengan dua jari dan lihat labia minor, klitoris, muara urethra

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
78 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
dan mulut vagina (Gambar E-4).
❑ Palpasi labia minor diantara ibu jari dan jari telunjuk.
❑ Lihat apakah ada kemerahan tanda radang (inflamasi), keputihan, benjolan, luka
bernanah atau bisul.
❑ Raba apakah terdapat masa, benjolan

⚫ Periksa apakah terdapat keputihan dan nyeri pada kelenjar Skene’s dan uretra
(Gambar E-5).

❑ Lakukan hal tersebut pada masing-masing sisi uretra kemudian secara langsung
di bawah uretra.
❑ Jika terdapat keputihan, lakukan preparat apus untuk pewarnaan Gram’s dan
lakukan tes untuk menguji keberadaan gonorrhea danchlamydia (jika fasilitas
lab tersedia).

⚫ Periksa Kelenjar Bartholin’s (Gambar E-6).


❑ Dengan menggunakan telunjuk dan ibu jari, lakukan palpasi kedua sisi untuk
melihat apakah terdapat pembengkakan atau nyeri.
❑ Jika ada keputihan, lakukan preparat apus untuk pewarnaan Gram’s dan ujilah
apakah terdapat gonorrhea dan chlamydia (jikafasilitas lab tersedia).
Gambar E-6. Periksa Kelenjar Bartholin.

Clitoris
Urethra
Labia Minora

⚫ Minta ibu untuk menahan saat Anda membuka labia dan melihat adanya dinding
vagina anterior dan posterior yang menonjol. (dinding vagina anterior yang
menonjol mengindikasikan cystocele; dinding posterior yang menonjol disebabkan
oleh rectocele. Jika serviks menekan keluar ke mulut vagina (vaginal opening),
ini adalah prolaps uteri.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 79
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
❑ Perhatikan perineum.
❑ Permukaan harus tebal dan halus pada wanita yang belum pernah melahirkan
(nullipara); permukaan akan lebih tebal dan kasar pada wanita yang pernah
melahirkan (multipara).
❑ Kulit anus lebih berpigmen gelap dan mungkin tampak kasar. Seharusnya tidak
terdapat luka parut (scarring), lesi, inflamasi, benjolan, tanda peregangan,
kulit retak-retak atau sobek.
⚫ Jika ada luka terbuka di daerah tersebut, ganti sarung tangan sebelum melakukan
pemeriksaan spekulum dan bimanual. Dengan mengganti sarung tangan dapat
menghindari penularan mikroorganisme dari feses, khususnya E. coli, pada vagina.
⚫ Sarung tangan tadi tidak boleh dipakai ulang. Rendam kedua sarung tangan dalam
larutan klorin 0,5%, lepaskan sarung tangan dengan membalikkan bagian dalam
ke luar, lalu letakkan ke dalam wadah tahan bocor atau kantung plastik. Kemudian,
cuci dan keringkan kedua tangan sebelum memakai sarung tangan lain.

3. Pemeriksaan dengan spekulum


Pada bagian ini, Anda akan mempelajari:
i. Cara melihat apakah terdapat cairan/keputihan, luka, bisul atau abnormalitas lain seperti
lesi serviks (servisitis atau Kanker Leher Rahim).

ii. Cara mengambil spesimen untuk diagnosa (jika sesuai dan tersedia) Cara memeriksa
kondisi yang mungkin memerlukan penatalaksanaan (misalnya hilangnya benang IUD/
AKDR) atau untuk mengevaluasi hasil pengobatan (misalnya antibiotik untuk cervicitis)
a. Persiapan
⚫ Setelah ibu siap untuk menjalani pemeriksaan genitalia luar, tidak perlu persiapan
lebih lanjut.
⚫ Jika perlu untuk membuang sarung tangan setelah memeriksa genital luar, cuci
kedua tangan dengan air sabun dan keringkan dengan kain bersih atau dianginkan.
Pakai sarung tangan periksa atau sarung tangan bedah yang telah di-DTT.
⚫ Melakukan Pemeriksaan dengan Spekulum
⚫ Pilihlah spekulum bivalve terkecil yang memungkinkan Anda dapat melihat vagina
dan serviks secukupnya.
⚫ Sebelum memasang spekulum, tunjukkan kepada ibu dan jelaskan bahwa Anda
akan memasukkan bagian spekulum kedalam vaginanya.
⚫ Ketika memasang spekulum, minta ibu menghirup nafas dalam-dalam kemudian
menghembuskannya melalui mulut. Hal ini dapat membantu ibu agar santai dan
otot vagina tidak berkontraksi.
⚫ Untuk memasang spekulum:
⚫ Dengan lembut masukkan jari telunjuk ke dalam mulut vagina dan dorong
perineum kea rah rectum. (Hal ini membuat otot vagina menjadi relaks sehinnga
lebih mudah memasukkan spekulum.) Jika vagina terasa kering, lubrikasi mulut
spekulum dengan air sebelum dimasukkan.
⚫ Dengantanganlainnya,pegangspekulumyangtertutupsehinggacocorspekulum
berada dalam posisi vertikal dan berada pada sudut yang sedikit oblique angle
(Gambar E-7a).
⚫ Saat memasukkan spekulum dengan lembut ke dalam vagina dengan arah
posterior, lepaskan jari telunjuk (Gambar E -7b). Dengan melakukan hal tersebut
dapat menghindari tekanan pada uretra, yang bisa menyakitkan.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
80 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
⚫ Hati-hati agar tidak menarik rambut pubis atau mencubit labia dengan spekulum.
Gambar 7a dan b. Memasang Spekulum.

⚫ Saat spekulum dimasukkan lebih dalam, dengan lembut putar cocor dalam
posisi horizontal sehingga pegangan berada di bawah (Gambar 8). Pastikan
labia tidak melipat ke dalam saat memasukkan spekulum. Masukkan
sepenuhnya atau sampai terasa resistansi.

Gambar 8. Memutar Spekulum

⚫ Dengan lembut buka terlihat seluruhnya (dalam posisi terbuka cocor


(Gambar 9) sampai serviks dapat Gambar 10); kemudian pasang cocor
dengan mengencangkan kunci atas.
⚫ Jika mengalami kesulitan menemukan serviks, tarik spekulum sedikit, gerakkan
spekulum sehingga lebih mengarah secara posterior dan dengan lembut
dorong kembali spekulum. Buka cocor dengan perlahan untuk memeriksa
apakah serviks dapat terlihat.

Gambar 9. Membuka Spekulum Cocor Bebek

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 81
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Gambar 10. Spekulum Terpasang dengan Cocor Terbuka

⚫ Perhatikan dinding vagina:


⚫ Mukosa seharusnya berwarna merah muda (pink) dengan permukaan yang
lembab dan lembut atau berlipat (rugae). Perhatikan apakah terjadi inflamasi,
ulkus atau luka. Sekresi normal biasanya tipis, bening atau keruh, dan tidak
berbau.
⚫ Perhatikan apakah terdapat keputihan yang tak normal: cair, berbusa, berbau
“amis”, berwarna putih seperti “keju” atau abu-abu. Ambil sampel cairan vagina
untuk mengukur pH, saline atau jumlah KOH basah dan, jika mungkin, untuk
menilai hasil pewarnaan Gram’s (jika fasilitas lab tersedia).

⚫ Lihat serviks dan mulut serviks (os):


⚫ Serviks os dari wanita yang belum pernah melahirkan kecil dan bundar atau
oval. Os dari wanita yang pernah melahirkan biasanya memiliki celah
horizontal, tetapi mungkin tak beraturan dan terbuka.
⚫ Perhatikan warna serviks. Permukaan tampak halus dan berwarna pink,
dengan warna yang merata. Daerah serviks yang berubah warna dari merah
jambu ke merah adalah zona T, yang biasanya di bagian dalam ostium uteri
eksterna.
⚫ Perhatikan posisi serviks (anterior atau posterior); Jika terdapat polyp, nodul,
kista atau erosi atau jaringan ikat berwarna merah mengkilat di sekitar os
(ectropion ); atau jika berdarah atau keluar cairan bernanah. Sekresi serviks
yang normal berwarna bening atau krem dan tidak berbau.
⚫ Serviks dapat berdarah dengan mudah ketika disentuh dengan lembut
menggunakan swab berujung kapas.
⚫ Jika terdapat mukus atau jika serviks mudah berdarah, ambil spesimen untuk
memeriksa preparat apus dengan pewarnaan Gram’s dan melakukan tes
apakah terdapat gonorrhea dan chlamydia (jika fasilitas lab tersedia).
⚫ Setelah memperoleh specimen, lepaskan kunci cocor bebek spekulum dengan
ibu jari berada di tuas dan mengendurkan kunci spekulum Dengan cocor
bebek terbuka, putar spekulum 90°. Lepaskan spekulum secara perlahan
sehingga dinding vagina anterior dan posterior dapat terlihat (Gambar 11).

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
82 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Gambar 11. Melepas Spekulum

⚫ Saat spekulum ditarik/dikeluarkan, cocor bebek cenderung menutup.


Untuk mencegah agar cocor bebek tidak menutup dan menjepit mukosa atau
labia, letakkan ibu jari pada tuas spekulum.
⚫ Untuk mencegah ketidaknyamanan dan agar tidak menekan uretra,
pertahankan tekanan ringan ke bawah pada spekulum saat dikeluarkan.
⚫ Setelah dengan lembut mengeluarkan spekulum, dekontaminasi spekulum
dengan direndam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.

Pemeriksaan bimanual
Pada bagian ini, Anda akan mempelajari:
i. Cara menentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi dan mobilitas uterus
ii. Cara memeriksa apakah terdapat kehamilan, kelainan rahim (misalnya mioma) atau nyeri
rahim
iii. Cara menilai adneksa (tuba fallopi, ovarium dan ligamen lebar) untuk memeriksa apakah
terjadi pembesaran atau nyeri.
a. Persiapan
⚫ Setelah ibu dalam posisi untuk pemeriksaan spekulum, tidak perlu persiapan lain.

b. Melakukan pemeriksaan bimanual


⚫ Basahkan jari telunjuk dan jari tengah dengan air bersih atau sedikit sekresi vagina.
⚫ Pisahkan labia dengan dua jari dari tangan yang lainnya dan dengan perlahan dan
lembut masukkan ujung jari telunjuk dan jari tengah ke dalam vagina. Sambil
melakukan sedikit tekanan ke bawah (jauh dari kandung kemih) secara bertahap
masukkan kedua jari sepenuhnya sambil memutar tangan hingga telapak tangan
menghadap ke atas sampai menyentuh serviks. Pada titik ini, ibu jari harus menunjuk
secara anterior dengan jari manis dan kelingking terlipat ke dalam telapak tangan
(Gambar E-12).
⚫ Tangan yang dimasukkan ke dalam vagina biasanya adalah tangan kanan.
⚫ Dalam instruksi-instruksi di bawah ini, selanjutnya disebut tangan dalam.
⚫ Tangan yang tidak dimasukkan ke vagina disebut sebagai tangan luar.
⚫ Jangan meletakkan ibu jari pada klitoris ibu karena dapat membuat ibu merasa
tidak nyaman.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 83
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Gambar E-12. Memasukkan Jari ke Dalam Vagina

⚫ Ikuti jaringan ikat anterior vagina sampai serviks teraba (Gambar 12). Mulai lakukan
palpasi serviks dengan lembut.
⚫ Serviks pada ibu yang tidak sedang hamil terasa seperti ujung hidung. Pada saat hamil
serviks lebih lembut, lebih besar dan terasa seperti bibir.
⚫ Rasakan ukuran, panjang dan bentuk serviks. Perhatikan posisi dan konsistensinya.
⚫ Posisi serviks seringkali menunjukkan posisi korpus uteri. Serviks yang menghadap
ke atas biasanya berarti badan uterus mengarah secara posterior (retrofleksi),
sementara serviks yang mengarah ke bawah biasanya berarti uterus mengarah secara
anterior (antefleksi).
⚫ Gerakkan serviks secara lembut dari satu sisi ke sisi lain diantara kedua jari. Serviks
seharusnya dapat bergerak ke tiap sisi tanpa menimbulkan ketidaknyamanan atau
nyeri pada si ibu (Gambar 13a dan b).

Gambar 13a dan b. Memeriksa Gerakan Serviks

⚫ Jika ibu merasa nyeri pada saat serviks digerakkan, dapat menjadi indikasi adanya
infeksi pada uterus atau adnexa. Minta ibu untuk memberitahukan dimana nyeri terasa.
⚫ Untuk merasakan badan uterus, letakkan jari-jari tangan yang sedang berada didalam
panggul pada ruang di belakang serviks dengan telapak tangan menghadap ke atas
(Gambar 14). Lalu, letakkan tangan yang lain secara mendatar pada abdomen,
diantara umbilikus dan tulang pubis.
⚫ Perlahan-lahan geser jari yang berada diatas abdomen kearah symphysis pubis,
dengan menekan ke bawah dan ke depan (kea rahuterus) menggunakan permukaan
jari-jari.
⚫ Pada saat yang sama, tekan ke dalam dan ke atas menggunakan jari tangan yang
berada di dalam panggul, berusaha menangkap uterus diantara jari-jari kedua tangan.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
84 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Jika uterus bersifat anteversi , akan terasa fundus diantara jari-jari kedua tangan, sekitar
2–4 cm di atas tulang pubis.

Gambar 14. Palpasi Uterus yang Mengarah Secara Anterior

⚫ Ibu dapat mengencangkan otot-otot perut dan bokong. Dengan meminta ibu menarik
nafas dalam-dalam lalu menghembuskan dan melemaskan otot-otot bokong dapat
membantu agar uterus dapat lebih mudah terasa.
❑ Jika uterus tidak dapat dirasakan, mungkin arahnya horizontal atau, lebih mungkin,
retrofleksi.
⚫ Untuk memeriksa, lakukan salah satu langkah di bawah ini:
❑ Gerakkan uterus ke atas: letakkan kedua jari tangan periksa (yang ada dalam panggul)
di bawah serviks lalu secara lembut angkat (secara anterior) (Gambar 15), atau tekan
ke bawah lebih dalam dengan jari-jari tangan yanga berada di abdomen (abdominal
hand).

Gambar 15. Merasakan Uterus yang Retrofleksi

❑ Jika uterus masih tidak dapat dirasakan, gerakkan jari-jari ke sisi serviks dan tekan
sedalam mungkin tanpa menyebabkan ketidaknyamanan. Kemudian tekan ke
bawah menggunakan tangan yang lain sedalam mungkin.
❑ Jika manuver-manuver tersebut tidak membantu, mungkin perlu melakukan
pemeriksaan rektovaginal (lihat halaman 16).

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 85
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
⚫ Pada saat mempalpasi uterus, periksa hal-hal berikut:
❑ Ukuran: Uterus ibu yang tidak hamil memiliki ukuran panjangn sekitar 5–8 cm, lebar
3–5 cm dan tebal 2 cm. Jika membesar dan lunak, pertimbangkan kemungkinan
hamil.
❑ Bentuk: bentuk uterus seharusnya bundar dan menyerupai buah pear. Jika
bentuknya tak beraturan, dapat mengindikasikan adanya fibroids atau myoma; jika
berbentuk hati dapat mengindikasikan kelainan uterus, seperti uterus ganda/
double.
❑ Lokasi: uterus harus berada di garis tengah. Jika bagian atas (fundus) tertekan baik
ke kiri atau kanan, hal ini menunjukkan kemungkinan adanya jaringan parut
(adhesi), massaadnexal (tuba ovarium atau tuba fallopi) atau kehamilan (mungkin
ektopik).
❑ Konsistensi: uterus terasa halus dan kencang. Jika tidak semuanya lembut, curigai
adanya kehamilan.
❑ Mobilitas: uterus harus mudah digerakkan secara anterior atau posterior. Jika uterus
bersifat tetap (tidak bergerak), curigai terjadinya perlengketan (adhesi) atau
masalah lain.
❑ Nyeri (tenderness): biasanya, uterus tidak terasa nyeri bila digerakan atau dipalpasi.
Jika ada rasa nyeri, curigai adanya infeksi pada kavum uteri (endometritis).

⚫ Selanjutnya temukan ovarium. Ingatlah bahwa ovarium biasanya terletak di belakang


dan di kedua sisi uterus.
⚫ Untuk menemukan ovarium kanan, gerakkan jari telunjuk tangan periksa (tangan yang
ada dalam panggul) persis di bawah dan di samping serviks di dalam lateral fornix.
Gerakkan tangan yanga ada pada abdomen ke sisi yang sama dan searah dengan
uterus (Gambar E-16). Tekan (secara posterior) dengan tangan tersebut dan dorong
ke atas (secara anterior) dengan jari tangan periksa. Dengan lembut temukan jari-jari
kedua tangan dan gerakkan ke arah symphysis pubis. Ovarium dapat dirasakan
bergerak diantara jari-jari. Pegang ovarium dengan lembut karena tekanan pada
ovarium yang normal dapan menyebabkan rasa nyeri.

Gambar E-16. Menemukan Letak Ovarium

⚫ Seringkali lebih mudah merasakan ovarium pada sisi tubuh yang sama dengan tangan
yang berada dalam vagina (i.e., tangan kanan di dalam vagina dan ovarium kanan
seperti terlihat di atas).
⚫ Menemukan ovarium merupakan suatu ketrampilan yang memerlukan banyak latihan.
Selalu ingat kenyamanan ibu/klien. Jika Anda baru saja belajar, mungkin tidak akan
dapat merasakan ovarium pada tiap wanita. Ketidakmampuan merasakan ovarium atau

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
86 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
struktur adnex lain umumnya menunjukkan bahwa ovarium berukuran normal (panjang
sekitar 3 cm, lebar 2 cm dan tebal 1 cm), yang penting pula untuk diketahui.

⚫ Catat ukuran, bentuk, konsistensi, mobilitas, dan nyeri dari massa yang ada.
❑ Ulangi prosedur untuk ovarium lainnya.
❑ Sebuah massa adnex yang bersifat lunak pada seorang ibu yang mengalami
keterlambatan menstruasi, menstruasi yang tak teratur, tes kehamilan positif
(jika tersedia) atau tanda-tanda maupun gejala kehamilan lain menunjukkan adanya
kehamilan ektopik (unruptured ektopik pregnancy). Hal tersebut harus dievaluasi
segera, sebaiknya di Rumah Sakit yang memiliki fasilitas bedah. Jika Anda tidak pasti,
minta klinisi lain untuk memeriksa hasil temuan Anda,
❑ Sebelum mengeluarkan jari tangan periksa, dengan lembut tekan secara posterior
untuk memeriksa apakah ada nyeri atau massa pada cul-de-sac (ruang di belakang
uterus dan di depan rektum).

4. Pemeriksaan rektovaginal
Pada bagian ini, Anda akan belajar:
i. Cara memverifikasi temuan pemeriksaan bimanual (misalnya menentukan posisi atau
ukuran uterus atau memeriksa massa atau nyeri posterior terhadap uterus).
Pemeriksaan ini harus dilakukan hanya jika hasil temuan pemeriksaan bimanual
membingungkan (misalnya ketidakmampuan mempalpasi uterus pada ibu/klien yang
mengalami obesitas atau ada nyeri posterior terhadap serviks) atau jika memerlukan
informasi tambahan.
⚫ Persiapan
⚫ Karena pemeriksaan rektovaginal tidak nyaman bagi sebagian besar ibu/klien,
sebaiknya dilakukan secepat dan selembut mungkin.
⚫ Jelaskan kepada ibu/klien apa yang akan dilakukan dan bahwa pemeriksaan
tersebut mungkin membuat ibu merasa seperti ingin BAB—tetapi sebenarnya tidak
akan BAB.
⚫ Tanyakan apakah ibu/klien telah BAB pada hari itu. Jika belum, beri kesempatan
padanya sebelum menjalani pemeriksaan.
⚫ Jika anda mencurigai bahwa si ibu / klien mengalami infeksi vagina, mungkin perlu
mengganti sarung tangan periksa ( tangan yang ada dalam panggul ) untuk
menghindari penularan mikroorganisme dari vagina ke rektum. Jika harus
mengganti sarunt tangan, sebelum dilepas, masukkan kedua tangan yang masih
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5% kemudian lepaskan dengan
membalik sisi dalam menjadi di luar. Jika sarung tangan dibuang, letakkan pada
wadah tahan bocor atau kantung plastik. Jika sarung tangan akan dipakai ulang,
rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit untuk dekontaminasi.

⚫ Melakukan pamariksaan rektovaginal


⚫ Perlahan-lahan masukkan jari tengah tangan periksa ke dalam rectum dan jari
telunjuk ke dalam vagina (Gambar E-17). Saat melakukan minta klien untuk
bernafas melalui mulut; hal tersebut dapat membantu melemaskan otot-otot
rektum (anal sphincter) dan membuat Anda dapat merasakan dimana harus
memasukkan jari.
⚫ Melubrikasi kedua jari dengan air juga dapat mempermudah dalam memasukkan
jari tangan

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 87
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Gambar E-17. Melakukan Pemeriksaan Rektovaginal

⚫ Tissue diantara kedua jari disebut septum rektovaginal dan ukuran ketebalan tidak
lebih dari 2–4 mm (seperempat inci).
⚫ Tekan ke bawah dengan kuat dan dalam dengan tangan lainnya (tangan yang
berada pada abdomen) berada di atas tulang pubis sementara jari yang berada
dalam vagina menekan serviks secara anterior.
⚫ Gunakan jari yang berada dalam rektum untuk merasakan permukaan posterior
uterus dalam menentukan apakah mengarah ke rectum. Uterus seharusnya terasa
halus. Geser jari dalam rectum ke atas sampai fundus dapat terasa.
⚫ Periksa apakah ada nyeri atau massa diantara permukaan posterior dari uterus dan
rektum. Hal ini menunjukkan adanya endometriosis.
⚫ Setelah selesai melakukan pemeriksaan rektovaginal, keluarkan kedua jari secara
perlahan.

⚫ Selesai pemeriksaan
⚫ Setelah menyelesaikan pemeriksaan, masukkan kedua tangan yang masih
memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%. Lepas sarung tangan dengan
membalik sisi dalam keluar.
⚫ Jika sarung tangan akan dibuang, letakkan ke dalam wadah tahan bocor atau
kantung plastik.
⚫ Jika sarung tangan akan dipakai ulang, dekontaminasi dengan direndam dalam
larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
⚫ Jika dilakukan pemeriksaan rektovaginal, sarung tangan tidak dapat dipakai ulang.
Oleh karena itu, setelah memasukkan kedua tangan yang masih memakai sarung
tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, lepaskan dan buang ke dalam wadah tahan
bocor atau kantung plastik.
⚫ Cuci tangan dengan sabun dan air sampai benar-benar bersih kemudian keringkan
dengan kain yang bersih dan kering atau dianginkan.
⚫ Minta ibu untuk bergeser ke ujung meja dan bantu ibu dalam posisi duduk.
⚫ Jika lubrikasi telah digunakan untuk pemeriksaan bimanual atau rektovaginal,
atau jika ibu
⚫ Mendapat menstruasi atau keputihan, tawarkan tissue agar ibu dapat
membersihkan genitalia luar dan rectum sebelum berpakaian. Tunjukkan dimana
ibu bisa membuang tissue.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
88 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
⚫ Setelah ibu berpakaian, jika hasil pemeriksaan normal, katakana padanya bahwa
semua normal dan sehat, dan kapan ibu harus kembali untuk kontrol. Jika terdapat
temuan yang tidak normal, diskusikan dengan ibu dan jelaskan apa yang perlu
dilakukan, jika ada.
⚫ Jika alas karet digunakan, bersihkan dengan larutan klorin 0,5%.

⚫ Catat hasil temuan.


⚫ Setelah melakukan pemeriksaan dalam/panggul, tulis temuan-temuan Temuan
pada catatan ibu. Contoh temuan dari pemeriksaan normal ditunjukkan sebagai
berikut :

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 89
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
90 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Deteksi dini kanker leher rahim dengan metode IVA
Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang dapat
dilakukan oleh (dokter/bidan/paramedis) mengamati serviks yang telah diberi asam asetat/asam
cuka 3—5% secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata langsung (mata telanjang).
Pemeriksaan IVA pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1925) dengan cara memulas
serviks dengan kapas yang telah dicelupkan ke dalam asam asetat 3—5%. Pemberian asam
asetat itu akan mempengaruhi epitel abnormal, bahkan juga akan meningkatkan osmolaritas cairan
ekstraseluler. Cairan ekstraseluler yang bersifat hipertonik ini akan menarik cairan dari intraseluler
sehingga membran akan kolaps dan jarak antarsel akan semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika
permukaanepitelmendapatsinar,sinartersebuttidakakanditeruskankestroma,tetapidipantulkankeluar
sehingga permukaan epitel abnormal akan berwama putih, disebut juga epitel putih. Daerah
metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan berwarna putih juga setelah pemulasan dengan
asam asetat, tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat menghilang. Hal ini membedakannya
dengan proses prakanker yang epitel putihnya lebih tajam dan lebih lama menghilang karena asam
asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi protein lebih banyak. Jika makin putih dan
makin jelas, makin tinggi derajat kelainan histologiknya. Demikian pula, makin tajam batasnya, makin
tinggi derajat kelainan jaringannya. Dibutuhkan satu sampai dengan dua menit untuk dapat melihat
perubahan-perubahan pada epitel. Serviks yang diberi 5% larutan asam asetat akan berespons lebih
cepat daripada 3% larutan tersebut. Efek akan menghilang sekitar 50—60 detik sehingga dengan
pemberian asam asetat akan didapatkan hasil gambaran serviks yang normal (merah homogen) dan
bercak putih (mencurigakan displasia). Lesi yang tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan
merupakan epitel putih, tetapi disebut leukoplakia, biasanya disebabkan oleh proses keratosis.

Perbedaan IVA dan Tes Pap


Pemeriksaan skrining yang pada saat ini lazim digunakan untuk lesi prakanker serviks
adalah tes pap. Sebagai suatu pemeriksaan skrining altematif, pemeriksaan IVA memiliki
beberapa manfaat jika dibandingkan dengan uji yang sudah ada, yaitu : efektif (tidak jauh berbeda
dengan uji diagnostik standar), lebih mudah (simpel) dan murah, peralatan yang dibutuhkan lebih
sederhana, cakupannya lebih luas karena bisa dilakukan dimana saja, tidak perlu skriner karena tidakada
sediaan sitologi, Informasi hasil dapat diberikan segera (langsung). Keadaan ini lebih
memungkinkan dilakukan di negara berkembang, seperti Indonesia, karena hingga kini tenaga
skriner sitologi masih sangat terbatas. Data pada tahun 2003 tenaga skriner belum mencapai 100
orang. Demikian pula halnya dengan spesialis patologi, juga masih terbatas. Dengan IVA, peran
spesialis patologi dalam rangkaian upaya penapisan kanker serviks dapat didelegasikan sebagian
kepada tenaga kesehatan lain, misalnya bidan.

Mengenal Anatomi dan Histologi Serviks


Anatomi
Serviks adalah bagian uterus yang terendah dan menonjol ke vagina bagian atas; terbagi
menjadi dua bagian: bagian atas disebut bagian supravaginal dan bagian bawah disebut bagian
vaginal (porsio). Serviks merupakan bagian yang terpisah dari badan uterus dan biasanya berbentuk
silinder, dengan panjang 2,5 - 3 cm, yang mengarah ke belakang bawah. Bagian luarserviks disebut
ektoserviks dan berwarna merah muda. Di bagian tengah porsio terdapat satu lubang yang disebut
ostium uteri eksternum, yang berbentuk bundar pada perempuan yang belum pernah melahirkan dan
berbentuk bulan sabit pada yang sudah melahirkan.
Pembuluh darah serviks berada di bagian kanan kirinya; arteri utama berasal dari cabang
servikovaginalis cabang langsung dari arteri uterina. Karena otot lebih banyak terdapat di sekitar os-
tium uteri internum, inervasi di daerah tersebut lebih banyak daripada di ostium uteri eksternum. Serat

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 91
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
simpatis ternyata lebih banyak ditemukan daripada serat parasimpatis. Pada umumnya, biopsi pada
serviks dapat dilakukan tanpa pembiusan, sedangkan melebarkan endoserviks, terutama daerah
ostium uteri internum, kadang-kadang menimbulkan perasaan nyeri. Penurunan dan peninggian
suhu tidak selalu menimbulkan gangguan hebat, tetapi menjepit porsio dengan tenakulum akan
menimbulkan perasaan nyeri pada beberapa perempuan.

Histologi Epitel Serviks


Epitel serviks terdiri dari dua macam epitel: bagian ektoserviks yang dilapisi oleh sel-sel yang
sama dengan sel-sel pada vagina, yaitu epitel skuamosa, yang pada umumnya berwarna merah
muda dan tampak mengkilat. Bagian endoserviks atau kanalis servikalis dilapisi oleh epitel kolumner,
yang berbentuk kolom atau lajur, tersusun selapis dan terlihat berwarna kemerahan. Batas kedua
epitel tersebut disebut sambungan skuamokolumner (SSK). Terjadi perubahan fisiologik epitel
serviks, yaitu epitel kolumnar akan digantikan oleh epitel skuamosa. Pada proses metaplasia
terjadi proliferasi sel-sel cadangan yang terletak di bawah sel epitel kolumnar endoserviks dan secara
perlahan-lahan akan mengalami pematangan menjadi epitel skuamosa. Jourdan mengemukakan
bahwa terdapat tiga fase proses metaplasia, yakni sebagai berikut :

1. Fase Pertama
Sel cadangan subkolumnar berproliferasi menjadi beberapa lapis; sel-sel itu belum
berdiferensiasi dan proses ini biasanya dimulai dari puncak jonjot.
2. Fase Kedua Pembentukan beberapa lapisan sel yang belum berdiferensiasi meluas ke bawah
dan ke samping sehingga menjadi satu.
3. Fase Ketiga Penyatuan beberapa jonjot menjadi lengkap sehingga didapatkan daerah yang
licin permukaannya. Fase berikutnya adalah fase pematangan atau maturasi; sel-sel itu akan
mengalami pematangan dan stroma jonjot yang terdahulu akan menghilang sehingga
terbentuk epitel skuamosa metaplastik Sebagai akibat dari proses metaplasia ini, secara
morfogenetik terdapat dua sambungan skuamokolumnar. Pertama adalah SSK orisinal
dengan epitel skuamosa asli yang menutupi porsio vaginalis bertemu dengan epitel kolumner
endoserviks.

Pertemuan antar kedua epitel ini berbatasjelas. Kedua adalah SSK fungsional yang
merupakan pertemuan epitel skuamosa metaplastik dengan epitel kolumnar. Daerah di antara
kedua SSK tersebut disebut daerah transformasi.

Gambar 1. Serviks Normal

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
92 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Keterangan Gambar : Epitel Kolumnar
1. SSK Fungsional
2. SSK Orisinal
3. Epitel Skuamosa Orisinal
4. Epitel Kolumnar

Pembentukan daerah transformasi ini sebenarnya tidak saja melalui proses metaplasia tetapi
juga melalui proses pembentukan langsung dari epitel skuamosa yang berhubungan langsung
dengan epitel kolumnar. Pemeriksaan histopatologi, kolposkopi, dan mikroskop elektron
menunjukkan bahwa lidah-lidah epitel skuamosa asli tumbuh ke bawah dan menyusup
di antara sel-sel epitel kolumnar. Sel-sel tersebut selanjutnya mengalami maturasi dan secara bertahap
di antaranya akan menggantikan sel-sel epitel kolumnar

4.2 Terminologi Pandang Serviks


a. Epitel Kolumner
Epitel kolumner adalah epitel yang menghasilkan mukus; mempunyai permukaan yang
iregular dengan papil-papil stroma yang panjang berwarna merah tua karena pembuluh darah
stroma di bawahnya.

b. SSK Fungsional
SSK fungsional merupakan daerah sambungan pertemuan epitel skuamosa metaplastik
dengan epitel kolumnar yang terbentuk dari proses metaplasia. Daerah di antara kedua SSK
tersebut disebut daerah transformasi.

c. SSK Orisinal
SSK orisinal merupakan epitel skuamosa asli yang menutupi porsio vaginalis, yang bertemu
dengan epitel kolumner endoserviks. Pertemuan antar kedua epitel ini berbatas jelas.

d. Epitel Skuamosa Orisinal


Epitel skuamosa orisinal adalah epitel yang terbentuk dari hasil evolusi epitel kolumner
menjadi epitel skuamosa selama kehidupan fetal (18—20 minggu); warnanya merah, tidak
mempunyai lapisan keratin superfisial, mengandung glikogen. Pada pemeriksaan histologi
tampak bahwa epitel skuamosa berdiferensiasi baik yang dapat menyerap yodium dan
memberikan warna coklat hitam.

e. Metaplasia Skuamosa
Metaplasia skuamosa adalah proses fisiologik epitel kolumner yang berubah menjadi
epitelskuamosa. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain, karena
rangsangan hormonal trauma dan perubahan pH vagina. Secara histologi, pada permulaan
proses ini sel-sel skuamosa imatur mendorong sel-sel kolumner.

f. Zona Transformasi
Zona transformasi adalah sambungan skuamokolumner (SSK), yaitu batas antara epitel
skuamosa dan epitel kolumner. Secara morfologi, terdapat dua jenis SSK. Pertama adalah
SSK orisinal dengan epitel skuamosa asli yang menutupi porsio vaginalis bertemu dengan
epitel kolumner endoserviks. Pertemuan antarkedua epitel ini berbatas jelas. Kedua adalah
SSK fungsional atau fisiologik dan terletak di antara epitelskuamosa baru pada zona
transformasi dan sel kolumner endoserviks.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 93
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Persiapan Pemeriksaan IVA
a. Mempersiapkan Tempat dan Alat

Gambar Meja Tulis dan Kapas Lidi

Meja ginekologi (atau dapat juga MEJA TULIS yang diberi matras, seperti Gambar)
Sumber cahaya yang cukup
Asam asetat 3-5 %
Kapas lidi dengan kepala besar dan beberapa berkepala kecil
Sarung tangan bersih ( lebih baik steril)
Spekulum vagina

b. Mempersiapkan Larutan Asam Asetat


1. Bahan Cuka dapur (mengandung Asam Asetat 25%)
2. Larutan Asam Asetat 3 – 5%
Untuk membuat asam asetat 5% dengan cara mengambil 1 bag. cuka dapur + 4 bag. Air
Untuk membuat asam asetat 3% dengan cara mengambil 1 bag. cuka dapur + 7 bag. Air

Gambar Botol asam cuka


Tertulis (acetic acid 25%)

Prosedur IVA
Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah pemeriksaan yang
pemeriksanya (dokter/bidan/paramedis) mengamati serviks yang telah diberi asam asetat/asam cuka
3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata langsung (mata telanjang). Pemeriksaan IVA
pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1925) dengan cara memulas serviks dengan kapas yang
telah dicelupkan ke dalam asam asetat 3—5%. Pemberian asam asetat itu akan mempengaruhi epitel
abnormal, bahkan juga akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler yang
bersifat hipertonik ini akan menarik cairan dari intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak
antarsel akan semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut
tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel abnormal akan
berwama putih, disebut juga epitel putih.

Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan berwarna putih juga setelah
pemulasan dengan asam asetat, tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat menghilang. Hal
ini membedakannya dengan proses prakanker yang epitel putihnya lebih tajam dan lebih lama

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
94 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi protein
lebih banyak. Jika makin putih dan makin jelas, makin tinggi derajat kelainan histologiknya.
Demikian pula, makin tajam batasnya, makin tinggi derajat kelainan jaringannya. Dibutuhkan satu
sampai dengan dua menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada epitel. Serviks yang diberi
5% larutan asam asetat akan berespons lebih cepat daripada 3% larutan tersebut. Efek akan menghilang
sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapatkan hasil gambaran
serviks yang normal (merah homogen) dan bercak putih (mencurigakan displasia). Lesi yang
tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan merupakan epitel putih, tetapi disebut leukoplakia,
biasanya disebabkan oleh proses keratosis. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan
spekulum untuk menampilkan serviks dengan melakukan pulasan asam asetat 3-5% pada
serviks, kemudian tunggu beberapa saat sampai satu menit untuk melihat adanya tampilan bercak
putih. Cermati juga kelainan pada serviks, seperti servisitis, cervical wart, cairan keputihan abnormal,
polip, serviks oedema, hipertropi, pertumbuhan, atau adanya tukak. Temuan dicatat, juga sebaiknya
digambar skematik.

Empat Langkah Pemeriksaan IVA

Langkah 1, porslo tampak


Kanker? Tunjukkan!
TIDAK

Langkah 2, SSK (Sambungan


Skuamo Kolumnar) tampak? YA, tampak
Tunjukkan!

Langkah 3, jika SSK tampak,


lakukan pemeriksaan IVA dengan
memulas serviks dengan asam
asetat IVA Positif

Langkah 4, Jika temuan IVA


Pada serviks di atas
positif, apakah kasus tersebut YA, Dapat
dapat dilakukan Krioterapi?

Untuk memudahkan memahami, dapat dilakukan singkatan


1. Kanker?
2. SSK
KaSIVO
3. IVA
4. Krioterapi

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 95
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Inspekulo

1. Curiga Kanker Tidak Curiga Kanker

Biopsi 2. SSK

Tidak tampak SSK Tampak SSK

Tes pap 6 bulan 3. IVA


kemudian
atau Negatif Positif
IVA lebih cepat
jika ada keluhan
Ulangi IVA 1-3 4. KRIOTERAPI?
tahun kemudian

Gambar 4.5 ALUR PEMERIKSAAN IVA

Inspekulo Serviks

Normal Servisitis Positif : Bercak Putih Curiga Kanker

Rujuk

Ulang Terapi Terapi Krioterapi atau terapi Biopsi


Berkala sesuai dengan metode lainnya

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
96 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Klasifikasi IVA Temuan Klinis
Negatif Permukaan polos dan halus, berwarna merah jambu, ektropian,
polip, ovula nabothi
Servisitis Gambaran inflamasi, hiperemis
Ringan Hiperemis di sekitar ostium uterium eksterna, lebar < 1/3 lebar
portio
Sedang Hiperemis di sekitar ostium uterium eksterna, lebar 1/2 lebar portio
Hiperemis sekitar ostium uterima eksterna, permukaan tidak rata
dan terdapat pertumbuhan polipoid di sekitar SSK, lebar > 3/4
Berat lebar portio
portio
Positif Plak putih tebal atau ocetowhite epithelium, biasanya didekat SSK
Kanker serviks Massa sebagian besar mirip kembang kol (kecuali jika prosesnya
endofitik).
tukak menggaung, pertumbuhan mudah berdarah

Serviks Sebelum Dipulas Asam Asetat

Serviks Setelah Dipulas Asam Asetat


(Bercak putih di Porsio Atas)

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 97
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Dokumentasi Hasil Deteksi Dini Kanker Leher Rahim
(Dokumentasi dalam IVA)
(Documentation on VIA (Visual Inspection with Acetic Acid) – DOVIA)

Pengembangan Dokumentasi IVA (DoVia) dan Teledovia


Pada awalnya, salah satu kelemahan IVA adalah tidak adanya dokumentasi, sehingga hasil
yang didapatkan tidak bisa dinilai kembali di lain waktu oleh petugas kesehatan lainnya. Dengan
berkembangnya teknologi fotografi dan kamera digital saat ini, dokumentasi IVA dapat diupayakan
dengan alat-alat tersebut. Alat dokumentasi IVA yang digunakan adalah :

1. Gatotskopi
Gatotskopi adalah alat yang dikembangkan oleh institusi Divisi Onkologi Ginekologi
Departemen Obstetri dna Ginekologi RSCM dan Female Cancer Programme (FCP). Alat ini merujuk pada
servikografi dengan cara menggunakan ringlight pada kamera digital yang ada sehingga
pencahayaan optimal. Karen merupakan alat yang baru, ketersediaan alat gatotskopi secara luas
sedang diupayakan.

Gambar 2.45. Ringlight Gatotskopi

2. Kamera digital dengan ketajaman tinggi


Walaupun tanpa ringlight, dokumentasi IVA masih dapat diupayakan menggunakan kamera
digital dengan ketajaman tinggi. Saat ini banyak beredar, kamera digital dengan ketajaman diatas 10
megapixel yang memberi hasil baik dalam pendokumentasian serviks.

3. Telepon selular berkamera


Banyak telepon selular yang beredar saat ini memiliki built-in kamera dengan ketajaman tinggi
dan dapat pula digunakan untuk dokumentasi IVA.
Hasil yang didapatkan dari pendokumentasian ini kemudian dicetak dan disimpan bersama dengan
rekam medik pasien sehingga dapat dilakukan evaluai ulang bila dibutuhkan.

Jika ingin mendapatkan hasil dokumentasi IVA yang tercetak, dapat dilakukan langkah-langkah
berikut:
1. Pengambilan gambar dengan kamera
Tips pengambilan gambar :
a) Minta Izin dengan santun
b) Pengambilan gambar hanya fokus pada tampilan serviks, tidak vulva apalagi paha.
c) Menggunakan pencahayaan yang cukup yang pengambilan gambar sehingga gambar
dapat terlihat jelas. Disarankan menggunakan pencahayaan yang berasal dari telepon

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
98 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
seluler saat pengambilan gambar.
d) Jika foto dokumentasi final, akan dikirim/dicetak, tampilan serviks 80% dari ruang
e) Tidak menulis nama langsung digambar, cukup kode saja

Gambar 2.46. Ilustrasi pengambilan gambar, Gambar A: pengambilan gambar yang


benar karena hanya fokus pada serviks dan portio, Gambar B : pengambilan gambar
yang salah karena melibatkan organ selain portio dan serviks

Trik pengambilan foto DoVia


⚫ Pastikan cahaya yang menyoroti wilayah yang akan difoto cukup. Beberapa cara yang dapat
dilakukan disesuaikan dengan telepon genggam yang dipakai, berikut rinciannya :
a) Jika menggunakan kamera pada telepon genggam “iphone“ dapat melakukan foto
langsung fokus pada serviks, maupun download aplikasi (al. camera plus) untuk
mendapatkan fasilitas fill light.
b) Jika menggunakan kamera pada telepon genggam “android“ dapat melakukan foto
langsung pada serviks, maupun dengan pemasangan aplikasi (al. camscanner atau
sejenisnya) lalu menyetel tampilan senter di pengaturannya untuk mendapatkan
pencahayaan (light on) pada bidang yang akan difoto untuk mendapatkan fokus gambar
yang dibutuhkan.

⚫ Saat pengambilan gambar sebaiknya tidak menggunakan lampu sorot, tetapi menggunakan
lampu yang berasal dari telepon genggam itu sendiri saja.

2. Pencetakan

Gambar instrumen yang dibutuhkan dalam pencetakan dokumentasi IVA

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 99
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Hasil cetakan ini akan dimasukkan ke dalam rekam medis klien. Selain itu hasil pencetakan
dokumentasi IVA ini juga digunakan sebagai media konsultasi kepada para ahli dengan mengirim-
kan gambar beserta penjelasannya melalui aplikasi yang tersedia di telepon seluler saat ini. Metode
ini disebut dengan telemedicine of documentation of VIA (Visual Inspection with acetic acid) atau
disingkat TELEDOVIA.

Gambar Alur proses konsultasi menggunakan Tele-DoVIA

2. Konsultasi hasil deteksi dini kanker leher rahim (TeleDoIVA)


a. Portal TeleDoVIA
Semua hasil pemeriksaan klien di FKTP dapat dikrimkan ke no portal 0812-9330-0101
dan tenaga kesehatan dapat menunggu hasil dari Petugas yang sedang bertugas pada hari
tersebut. Pada kondisi sehari-hari atau bahkan pelatihan akan kesulitan melaksanakan
supervise jarak dekat pasca kegiatan sehingga dapat memanfaatkan DoVIA dan
Telemedicine (TeleDoVIA).

b. Koordinasi lintas daerah


Pelaksanaan TeleDoVIA harus memperhatikan spesifikasi alat yang digunakan sehingga tidak
menyulitkan bagi tim dokter yang sedang bertugas dalam pembacaan hasil. Misal: Samsung
(assestive light), Oppo (fill light), VIVO (fill light) dan lain – lain (senter, torch, camscaner dan
camera plus).

Pelaksanaan DoIVA dapat dibantu melalui aplikasi WhatsApp sehingga terwujud komunikasi
dan konsultasi dari pengirim foto dan tim dokter pembaca hasil. Pada hari yang sama ketika
seorang provider mengirimkan foto DoIVA untuk konsultasi maka dalam waktu sekejap
(kurang dari 1 jam) sudah dapat menerima jawaban konsultasi.

c. Koordinasi Nasional
TeleDoVIA disepakati sebagai solusi bagi FKTP dan pelayanan kesehatan yang memiliki
keterbatasan kepemilikan alat kolposkopi karena belum semua fasilitas kesehatan
di Indonesia memiliki alat tersebut.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
100 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Gambar Contoh konsultasi melalui TeleDoIVA

XI. REFERENSI
Bates B. 1983.A Guide to Physical Examination, Third edition. J.B.Lippincott
Company: Philadelphia, Pennsylvania.
Dorland’s Illustrated Medical Dictionary, Twenty-eighth edition. 1994.W.B.
Saunders Company: Philadelphia, Pennsylvania. International
Planned Parenthood Federation (IPPF). 1997. Family Planning Handbook
for Health Professionals: The Sexual andReproductive Health Approach. International
PlannedParenthood Federation: London.
Mishell Jr DR et al. 1997.Comprehensive Gynecology, Third edition. Mosby-Year
Book, Inc.: St. Louis, Missouri.
Seidel HM et al. 1995.Mosby’s Guide to Physical Examination. Third edition.
Mosby: St. Louis, Missouri.
Thomas CL (ed). 1997. Taber’s Cyclopedic Medical Dictionary, Eighteenth edition.
F.A. Davis Company: Philadelphia, Pennsylvania.
Tietjen L, W Cronin and N McIntosh. 1992. Infection Prevention for Family Planning
Service Programs: A Problem-Solving Reference Manual. JHPIEGO
Corporation: Baltimore, Maryland.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 101
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
MATERI PEMBELAJARAN INTI 5
TINDAK LANJUT LESI PRA KANKER LEHER RAHIM
DENGAN KRIOTERAPI ATAU TCA
MATERI PEMBELAJARAN INTI 5

TINDAK LANJUT LESI PRA KANKER LEHER RAHIM


DENGAN KRIOTERAPI ATAU TCA

1) Deskripsi singkat
Modul ini membahas tentang: a) pengobatan lesi pra kanker leher rahim; b) pengobatan lesi pra
kanker leher rahim dengan krioterapi; dan c) pengobatan lesi pra kanker leher rahim dengan
Trichloroacetate Acid (TCA).

2) Hasil belajar
Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu melakukan tindak lanjut lesi pra kanker leher
rahim dengan krioterapi dan TCA.

3) Indikator hasil belajar


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat: a) menjelaskan pengobatan lesi pra kanker
leher rahim; b) melakukan pengobatan lesi pra kanker leher rahim dengan krioterapi; dan c)
melakukan pengobatan lesi pra kanker leher rahim dengan TCA.

4) Materi pokok dan Sub Materi Pokok


A. Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
1. Pengobatan Lesi Pra Kanker Leher Rahim;
2. Pengobatan Lesi Pra Kanker Leher Rahim Dengan Krioterapi
3. Pengobatan Lesi Pra Kanker Leher Rahim dengan TCA

B. Sub materi Pokok


1. Pengobatan Lesi Pra Kanker Leher Rahim;
a. Terapi eksisi (LEEP/ LLETZ, konisasi, laser)
b. Ablasi (krioterapi, TCA, cold coagulation)

2. Pengobatan Lesi Pra Kanker Leher Rahim Dengan Krioterapi


a. Peralatan dan persiapan
b. Indikasi, kontra indikasi, efek samping/komplikasi dan penanganannya, serta
”informed consent”
c. Pemahaman alat dan bahan
d. Prosedur
e. Pemantauan/ follow up pasca krioterapi
f. Efektifitas dan evaluasi keberhasilan krioterapi

3. Pengobatan Lesi Pra Kanker Leher Rahim dengan TCA


a. Peralatan dan persiapan
b. Indikasi, kontra indikasi, efek samping/komplikasi dan penanganannya, serta
”informed consent”
c. Pemahaman alat dan bahan
d. Prosedur
e. Pemantauan/ follow up pasca TCA
f. Efektifitas dan evaluasi keberhasilan

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
104 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
5) Metode
- Ceramah Tanya Jawab (CTJ)
- Studi kasus
- Praktek lapangan

6) Media dan alat bantu


- Bahan tayang/ slide
- Modul
- Laptop/ komputer
- LCD
- ATK
- Kriogun dan tabung gas
- Alat dan bahan krioterapi dan TCA
- Panduan studi kasus
- Panduan praktek lapangan

7) Langkah-langkah pembelajaran
Agar langkah pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-langkah
sebagai berikut:

7. Langkah 1: Penyiapan proses pembelajaran


a. Kegiatan fasilitator
a. Memastikan kesiapan perangkat komputer
b. Memastikan tersedianya jaringan internet.
c. Fasilitator memulai kelas dengan menyapa dengan ramah dan hangat.
d. Melakukan presensi kehadiran peserta dan memastikan peserta hadir.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran.

b. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan perangkat komputer / handphone
b. Memastikan tersedianya jaringan internet.
c. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan.
d. Mendengarkan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
e. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas melalui
media online yang disediakan.

8. Langkah 2 : Penyampaian materi pembelajaran


a. Kegiatan fasilitator
a. Menyampaikan pokok bahasan secara garis besar sesuai dengan waktu yang
disediakan.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas.
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.

b. Kegiatan peserta
a. Menyimak, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 105
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
9. Langkah 3 : Penyampaian studi kasus
a. Kegiatan fasilitator
a. Menyiapkan beberapa soal studi kasus
b. Meminta setiap peserta untuk menganalisa, mendiskusikan, dan memberi tanggapan
terhadap kasus tersebut dari aspek etika dan medikolegal kedokteran
c. Memberi kesempatan kepada beberapa peserta untuk mempresentasikan hasil studi
kasus tersebut dan memberi kesempatan kepada peserta lain untuk menanggapi
d. Menilai hasil studi kasus dan memberi masukan / klarifikasi terhadap hal-hal yang masih
dirasa kurang tepat.

b. Kegiatan Peserta
e. Melakukan analisa, diskusi, dan memberi tanggapan dari aspek etika dan medikolegal
kedokteran terhadap studi kasus yang diberikan fasilitator.
f. Mempresentasikan hasil studi kasus tersebut

8) Uraian Materi
A. Pengobatan Lesi Pra Kanker Leher Rahim
Pengobatan lesi prakanker serviks merupakan satu kesatuan dari tindak lanjut hasil deteksi
dini kanker leher rahim, Sampai saat ini, pilihan pengobatan apa yang paling efektif telah
diperdebatkan. Sebuah uji coba klinis memberikan bukti kuat bahwa krioterapi, vaporisasi
laser dan LEEP tidak berbeda secara signifikan dalam hal efektifitasnya (angka keberhasilan
sekitar 74 sampai 83%). Untuk mengurangi bias dalam penelitian tersebut,semua pasien
dikelompokkan ke dalam besaran (area) dan jenis (tingkat histologis) dari lesi.

Faktor utama yang berkaitan dengan kegagalan pengobatan adalah besaran lesi, dan jelas
bahwa jika lesi yang ada berukuran besar (contohnya, lesi yang mungkin terlalu besar untuk
dicapai oleh krioprob), ketiga metode pengobatan (krioterapi, LEEP dan laser) lebih besar
kemungkinan akan gagal daripada jika ukuran lesi yang ada lebih kecil.

a. Terapi eksisi
1. LEEP/ LLETZ
a) LEEP (Loop Electrosurgical Exision Procedure)
b) LLETZ (Large Loop Exicion of Transformation Zone)

Eksisi jaringan lesi abnormal dan jaringan sehat sekitarnya menggunakan metal wire
loops. Jaringan yang diambil akan dievaluasi secara histologi, namun terkadang
muncul kesalahan pada tepi sayatan akibat pembakaran.Saat ini elektrokauter terdiri
dari dua macam yaitu LEEP (Loop Electrosurgical Exision Procedure) dan LLETZ (Large
Loop Exicion of Transformation Zone). Perbedaannya hanya terdapat pada seberapa
banyak jaringan yang diambl. Metode LLETZ akan mengambil jaringan yang lebih
besar dibanding LEEP sehingga dapat disesuaikan dengan ukuran lesi prakanker yang
ada. Keuntungan LEEP adalah, dapat dilakukan saat kolposkopi (see and treat setting),
akan membantu dari segi biaya dan waktu. Awalnya, terapi NIS III membutuhkan tiga
tahap, yaitu (1) pap smear, (2) kolposkopi dan biopsi dilakukan bila dijumpai kelainan,
dan (3) bila dijumpai kelainan histologik akan dilakukan terapi. Prosedur ini dapat
dipersingkat, dengan melakukan eksisi histologik saat kolposkopi. Dan hal ini
mengurangi jumlah pasien yang menghilang pasca diagnostik. LEEP dapat di

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
106 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
kombinasi dengan kauterisasi, dan LEEP dapat dilakukan di beberapa tempat berbeda
sehingga luasnya lesi bukan masalah. Lesi yang meluas ke dalam endoserviks dapat
dilakukan eksisi menyerupai eksisi konisasi (LLETZ). Keberhasilan elektrokauter untuk
lesi kecil maupun luas mencapai 90%. Saat ini elektrokauter sangat berkembang,
karena keuntungan yang dimilikinya.

2. Konisasi
Konisasi pisau (cold-knife cone) Beberapa indikasi konisasi pisau antara lain
pemeriksaan kolposkopi yang tidak memuaskan (unsatisfactory colposcopy finding),
kuret endoserviks yang positif, histologi biopsi dengan mikroinvasi, adenoplasia, dan
perbedaan konfirmasi biopsi dan histologi. Keberhasilan terapi konisasi berkisar 70-
92%. Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan (14-22%), namun dengan teknik
yang baik umumnya perdarahan dapat diatasi. Komplikasi lainnya adalah stenosis
osteum (17%). Untuk memasikan terapi tercapai, tepi sayatan harus bebas tumor
secara histologis. Tumor pada tepi sayatan berkisar 14,1%. Residif berkisar 19,2%
dengan jangka waktu 9 - 48 bulan (1-4 tahun) dengan rata-rata 18 bulan setelah
konisasi.

3. Laser
Penggunaan laser di Negara maju telah menggantikan krioterapi maupun konisasi.
Sinar laser (light amplication by stimulation emission of radiation), suatu muatan listrik
dilepaskan dalam suatu tabung yang berisi campuran gas helium, gas nitrogen,
dan gas CO2 sehingga akan menimbulkan sinar laser yang mempunyai panjang
gelombang 10,6u. 6,15 Perubahan patologis yang terdapat pada serviks dapat
dibedakan dalam dua bagian, yaitu penguapan dan nekrosis. Lapisan paling luar dari
mukosa serviks menguap karena cairan intraselular mendidih, sedangkan jaringan
yang mengalami nekrotik terletak di bawahnya. Volume jaringan yang menguap
sebanding dengan kekuatan dan lama penyinaran. Kelemahannya adalah tingginya
biaya yang dibutuhkan. Dari segi hasil, tidak berbeda dengan metode terapi lainnya.
Keberhasilan terapi sampai 94% pada lesi < 2,5 cm dan 92% untuk lesi > 2,5 cm.

c. Ablasi (krioterapi, TCA, cold coagulation)


Cold Coagulation
Cold coagulation adalah satu dari banyak metode ablasi yang bertujuan untuk
menghancurkan zona transformasi abnormal. Teknik ini telah sukses untuk pengobatan
noninvasive kondisi serviks sejak 1966. Metode pengobatan ini telah diperkenalkan untuk
praktek klinik pada pertemuan pertama oleh Kart Semm; Hal ini menjadi metode popular
untuk pengobatan CIN.

Cold coagulation menggunakan panas untuk menghancurkan jaringan serviks: epitel


superfisial menghilang setelah perawatan, dan yang digaris bawahi adalah krom stroma
dan glandular dihancurkan oleh pengeringan. Wawancara ahli mengungkapkan tidak ada
konsensus pada rejimen terapi, dengan preferensi untuk teknik single-burn dan
multipleburn. Dan dengan jangka waktu pengobatan berkisar antara 30 sampai 60 detik.

Keuntungan cold coagulation mudah dilakukan, hanya membutuhkan perangkat kecil dan
listrik. Model yang diperbarui hanya mencakup satu tip dengan diameter lebih besar dan
dapat digunakan untuk lesi dengan ukuran yang berbeda tanpa mengubah tip. Ujung

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 107
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
probe bisa didesinfeksi bukan disterilkan. Ketergantungan pada listrik sebagai sumber
tenaga adalah kekurangan dari cold coagulation . Suhu dan aplikasi optimal belum
ditentukan dan konsensus untuk menilai depth of necrosis (DON) dengan cold
coagulation masih kurang. Sebuah penelitian terhadap 80 pasien menemukan bahwa
kedalaman rata-rata kerusakan jaringan setelah satu aplikasi dengan tip datar berkisar
antara 2,6 mm (100 ° C selama 20 detik) sampai 3,5 mm (120°C selama 30 detik) .
Nyeri selama prosedur cold coagulation merupakan salah satu perhatian.

B. Pengobatan Lesi Pra Kanker Leher Rahim Dengan Krioterapi


Metode terapi dengan menggunakan krioterapi adalah prosedur yang relatif mudah
dikerjakan untuk manatalaksana lesi pra-kanker, dengan cara merusak sel pra-kanker
serviks uteri dengan menggunakan gas karbondioksida (CO2) atau nitritoksida (N2O).
Dasar metode krioterapi bahwa sel lesi pra-kanker akan rusak dan mati pada suhu di
bawah -20˚C. Dengan menggunakan gas CO2 atau N2O selama 5 menit dapat
menurunkan suhu serviks mencapai -60˚C s/d -80˚C. Metode krioterapi ini dapat
dikerjakan di poliklinik karena tidak memerlukan pembiusan, prosedurnya mudah dan
relatif aman. Dibandingkan dengan metode lain, metode krioterapi adalah metode yang
paling tepat untuk suatu daerah/wilayah yang mempunyai sumberdaya terbatas, karena
metodenya mudah dan murah, selain itu metode ini tidak harus dikerjakan oleh dokter
tetapi dapat dikerjakan oleh bidan yang terlatih. Salah satu kelemahan dari krio terapi
adalah kita tidak mendapatkan jaringan sample serviks untuk dilakukan pemeriksaan
histopatologi untuk kepastian diagnosis.

Gambar 1. Alat Krioterapi

Indikasi:
- IVA Positif
- LSIL (NIS 1)
- HSIL (NIS 2, NIS 3)
- Disarankan krioterapi dilakukan hanya pada lesi prakanker serviks dengan SSK yang
dapat ditampakkan.
- Untuk dilayanan primer, sebaiknya hanya pada lesi yang luasnya < 75 %.

Persiapan pasien dan alat :


1. Pastikan penderita tidak hamil, tidak sedang menstruasi
2. Berikan KIE (komunikasi, informasi, edukasi)
3. Meja ginekologi, bisa dengan meja biasa dengan tambahan alas matras
4. Gas CO2/N20 dalam tabung yang benar dan tekanan yang cukup (posisi hijau max)
5. Alat krioterapi terpasang dengan baik, tidak bocor
6. Spekulum vagina (jika diperlukan sediakan kondom dipotong ujungnya)
7. Perlengkapan pemeriksaan IVA dan jelly netral

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
108 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
8. Disinfektan.
Krioterapi dapat dilakukan di klinik yang memiliki peralatan dan sarana sebagai berikut:
⚫ Meja periksa
⚫ Sumber cahaya yang memadai
⚫ Spekulum Cocor Bebek (Cusco atau Graves) Nampan atau wadah peralatan
⚫ Unit Krioterapi
⚫ Pasokan CO2 atau NO2 yang teratur

Meja periksa harus memungkinkan petugas memasukkan spekulum dan memeriksa


serviks.Cahaya dari jendela biasanya tidak cukup untuk melihat serviks, jadi gunakanlah
lampu, seperti lampu leher angsa atau senter, jika tersedia.Cahaya tersebut harus cukup
kuat agar petugas dapat melihat vagina bagian dalam dimana serviks berada.Pemeriksaan
tidak bisa dilakukan jika tidak ada cukup cahaya untuk melihat serviks.Penting juga untuk
menjaga agar sumber cahaya tidak terlalu panas. Lampu yang terlalu panas akan
membuat ibu dan petugas tidak nyaman. Senter yang berkualitas tinggi memberi cukup
cahaya tanpa panas berlebihan. Selain itu, lampu senter tidak membutuhkan listrik, mudah
dibawa dan dapat diletakkan dalam posisi apa pun agar dapa melihat serviks dengan baik.

Spekulum cocor bebek (Cusco atau Graves) lebih disukai karena memiliki bukaan yang
lebih lebar (sehingga krioprob dapat melaluinya), tetapi baik spekulum Graves maupun
Cusco dapat diatur dan dibiarkan terbuka ketika serviks sedang diperiksa atau diobati.
Dengan demikian tangan petugas dapat bebas membersihkan serviks, mengatur lampu
dan memanipulasi serviks dan spekulum untuk dapat melihat sepenuhnya. Spekulum
Simms tidak dianjurkan.

Unit krioterapi memungkinkan gas terkompresi bertekanan tinggi mengalir dari tabung gas
ke dalam ruang pendingin dari krioprob. Unit ini terdiri dari:
- Regulator dengan pengatur tekanan dan pegangan kriogun
- Selang fleksibel untuk menghubungkan regulator dengan kriogun.
- Cryogun dengan pegangan dan pemicu untuk membekukan (freeze)/ mencairkan
(defrost).
- Kriotip berbahan besi yang dirancang agar pas mengenai serviks dan sepenuhnya
menutupi area sekitar SSK dan area yang berpenyakit.

Unit Krioterapi dirancang agar dapat disambungkan ke tabung gas terkompresi. Timer
dengan detik juga dibutuhkan.
Lubang Penggantung
Alat Krio Petunjuk
Kriotip Tekanan
Regulator
Probe

Saluran
Pembuang
Katup
Pengaman
Pemantik
Pemantik Defrost
Freez

Tabung Gas

Pipa Penghubung

Gambar 2. Unit Krioterapi

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 109
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
membekukan dan menghancurkan sel-sel serviks.CO2 adalah gas yang umum, murah,
dan aman dengan harga 50% lebih murah daripada NO2. Gas ini harus digunakan “bone
dry” atau “medical grade” karena gas yang tercemar dapat mempengaruhi daya beku dari
alat cryosurgical. NO2 mempunyai suhu beku lebih rendah (rata-rata -89oC [- 128.2oF]
versus -68oC [-90.4oF] untuk CO2) dan, oleh karena itu, membutuhkan waktu pengobatan
yang lebih singkat. Tekanan minimum pada pengatur tekanan harus sebesar 40–70 kg/
cm2. Suhu minimum pada ujung probe agar dapat bekerja efektif minimal harus
bersuhu -60oC (- 76oF).

Cryogun dirancang untuk digunakan dengan berbagai macam kriotip.An exocervical


kriotip, yang mempunyai ujung bundar dan lancip, dianjurkan untuk digunakan pada saat
memberikan pengobatan kanker leher rahim (Gambar 5-5).Lapisan pelindung berbahan
plastik bening, yang mencegah agar batang kriotip tidak bersentuhan dan membekukan
jaringan ikat vagina, disediakan pada sebagian unit krioterapi.

Teknik Krioterapi
1. Pasien berbaring pada posisi litotomi pada meja ginekologi.
2. Pasang spekulum.
3. Mengidentifikasi zona transformasi dari serviks .
4. Mengidentifikasi kembali lesi dengan teknik IVA.
5. Mempersiapkan alat (cryodevice) dan oleskan jelly netral pada cryotip.
6. Tempelkan cryodevice-cryotip pada lesi.
7. Tekan tombol freeze untuk mengaktikan cryodevice.
8. Mulai Dihitung waktunya setelah terlihat bunga es dari jelly pada samping cryotip.
9. Dilakukan krioterapi double freeze 3 – 5 – 3 :

Lakukan freeze selama 3 menit


Lalu istirahat selama 5 menit
Lalu lakukan freeze lagi 3 menit

10. Kemudian setelah bunga es lepas (tidak habis/hilang) probe ditarik secara perlahan

Gambar 3. Proses Krioterapi

Edukasi pasca krioterapi


- Jangan bersenggama selama satu bulan
- Kunjungan selanjutnya pada 1 bulan kemudian untuk menilai efek samping, dan
6 bulan kemudian untuk evaluasi hasil dari terapi. Bila ada keluhan dapat kontrol
lebih awal.

Efek Samping Krioterapi


Penderita akan merasakan ketidaknyamanan yang ringan, nyeri atau merasa kram kira-kira
2-3 hari pasca tindakan. Kadang-kadang disertai pusing, gangguan sirkulasi dan rasa

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
110 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
panas selama tindakan atau segera setelah tindakan. Efek samping yang sering dialami
adalah keputihan setelah tindakan kira-kira selama 4 minggu. Komplikasi dari tindakan
krioterapi minimal. Perdarahan banyak dan pelvic inflamatory disease (PID) dilaporkan
kurang dari 1%.

Penyebab kegagalan :
⚫ Lesi sudah menginvasi mencapai endoservik.
⚫ Lesi grade III yang cukup luas.
⚫ Usia pasien : semakin tua pasien semakin dalam CIN-Kriptoinvolvement.
⚫ Freezing yang tidak adekuat.

Efek samping dan komplikasi


Penderita akan merasakan ketidaknyamanan ringan, nyeri atau rasa kram kira kira 2-3 hari
pasca tindakan. Kadang-kadang disertai pusing, gangguan sirkulasi dan rasa panas
selama tindakan atau segera setelah tindakan. Efek samping yang sering dialami adalah
keputihan setelah tindakan kira-kira selama 4 minggu. Komplikasi dari tindakan krioterapi
minimal. Perdarahan banyak dan PID dilaporkan kurang dari 1%.

Postcryotheraphy--- 1 hour after


Immediately after
Frozen white “iceball”
1 hour after treatment
Immediately after
treatment. Entire cervix
composed of frozen Cervical mucus visible
“iceball.” Tissue appears behind
white due to disruptive
effect of freezing on Areas of cervical tissue
cellular structure of tissue. beginning to “thaw”

Gambar 4. Foto serviks pasca krioterapi

C. Pengobatan lesi pra kanker leher Rahim dengan TCA


Saat ini berkembang salah satu bahan keratolitik yang sering digunakan yaitu TCA
(tricholoroacetic acid). TCA sebagai agen keratolitik kuat, mampu mengkoagulasi protein kulit
dan membunuh seluruh struktur hidup sampai ke retikular dermis. TCA akan menyebabkan
lapisan paling atas kulit (epidermis) mengering dan terkelupas dalam waktu beberapa hari
sampai beberapa minggu. Saat kulit mengelupas, regenerasi akan terjadi dan menghasilkan
lapisan baru. TCA dengan penetrasi sedang menyebabkan nekrosis pada epidermis serta
bagian papilar dari dermis, melalui reaksi inflamasi yang terjadi diatas lapisan reticular dermis.
Makin tinggi kadar larutan TCA yang digunakan, makin dalam penetrasi zat tersebut.
Pengelupasan yang terjadi pada aplikasi TCA pada kulit sangat tergantung dari kadar yang
digunakan. Pada pengelupasan sel serviks, didapatkan bahwa pemberian TCA dengan kadar
50% dapat menyebabkan pelupasan hingga 500µm pada epitel serviks. Beberapa studi
menunjukkan bahwa TCA sangat potensial sebagai terapi IVA positif, karena memiliki
efektivitas yang cukup tinggi, praktis, sangat ekonomis, mudah diperoleh, tidak memerlukan
alat khusus, tidak memiliki efek samping sistemik, dan aman digunakan pada kehamilan. TCA
juga terbukti efektif dalam mengobati kondisi lain seperti kondiloma akuminata, neoplasia
intraepitel vaginal dan anal.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 111
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Mekanisme Kerja
Prinsip kerja TCA pada terapi lesi prakanker leher rahim adalah denaturasi protein
(keratokoagulasi) yang akan terlihat sebagai lapisan putih yang meliputi seluruh permukaan
epitel leher Rahim. Pengolesan TCA dilakukan selama 1-3 menit.

Indikasi
IVA positif (Lesi prakanker leher rahim).
1. Alat dan bahan
Alat :
- Wadah/botol kaca
- Gelas ukur
- Timbangan
- Pengaduk magnetik
- Sarung tangan

Bahan :

- Kristal TCA
- Aquades
- Kapas lidi

2. Cara pembuatan larutan TCA 85% (Jika tidak tersedia larutan TCA 85% yang siap pakai)
- Pakai sarung tangan
- Hidupkan timbangan, letakkan wadah di atas timbangan
- Ambil TCA 85 gram yang sudah ditimbang
- Tuang 100 ml aquades ke dalam gelas ukur
- Campurkan, aduk sampai homogen, lalu tuang ke dalam botol
- Larutan TCA sudah siap pakai
- Untuk kebutuhan 1 pasien dibutuhkan 6-7 ml larutan TCA, sehingga dengan 100 ml
dapat digunakan untuk 14-16 pasien.
Untuk cara pembuatan TCA dapat dilihat pada link berikut : https://bit.ly/VideoCara
MembuatLarTCA85persen.

3. Penyimpanan
- Larutan TCA yang dibuat sendiri dan tidak habis digunakan dapat disimpan dalam
wadah botol kaca/beling dengan tutup botol berbahan non plastik.
- Wadah diletakkan pada suhu ruangan yang terhindar dari paparan sinar matahari
langsung dan suhu ekstrim.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara
112
Bagi Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Langkah-langkah Terapi dengan TCA
1. Pra terapi (Deteksi Dini/Skrining dengan IVA)
- Pastikan klien tidak hamil, dan atau tidak sedang menstruasi
- Lakukan konseling terkait hasil IVA positif, pilihan terapi dan tindak lanjutnya sebagai
bagian dari KIE (komunikasi, informasi, edukasi)
- Meja ginekologi, bisa dengan meja biasa dengan tambahan alas matras
- Larutan TCA siap pakai
- Spekulum cocor bebek
- Perlengkapan pemeriksaan IVA dan jelly netral
- Desinfektan

2. Prosedur
- Pasien berbaring di atas meja ginekologi dengan posisi litotomi
- Pasang spekulum
- Identifikasi zona transformasi
- Lakukan tes IVA untuk mengidentifikasi lesi kembali
- Teteskan 6-7 ml TCA ke lidi kapas yang berujung besar hingga membasahi ujung lidi
kapas. Tempelkan lidi kapas pada area lesi di leher rahim selama 1-3 menit sampai
terlihat warna putih, ulangi tindakan hingga mencakup seluruh lesi
- Buat foto untuk dokumentasi.

- Keluarkan spekulum
- Buang sarung tangan, kapas, dan bahan sekali pakai lainnya ke dalam kontainer/
tempat sampah yang tahan bocor. Untuk alat-alat yang dapat digunakan kembali,
rendam dalam larutan klorin 0,5% minimal selama 10 menit untuk dekontaminasi.

3. Pasca terapi
- Tunda senggama minimal satu minggu
- Kontrol pada satu minggu kemudian untuk menilai pemulihan (wound healing/
recovery) leher rahim dan efek samping jangka pendek (infeksi, perdarahan).
- Bila terdapat keluhan yang mengganggu, dianjurkan kontrol lebih awal.

Efek Samping dan Komplikasi


- Efek samping TCA adalah keluarnya cairan dari vagina/discharge, rasa nyeri, panas
dan atau perih yang dapat ditoleransi
- Komplikasi yang jarang terjadi adalah perdarahan di luar siklus haid, nyeri pasca
senggama, dan atau nyeri panggul
- Beberapa gejala atau keluhan yang harus diperhatikan sehingga diharapkan pasien
dapat kontrol lebih awal adalah nyeri terus menerus, perdarahan bercak atau banyak
yang disertai cairan yang berbau, perdarahan setiap kali senggama.

Pemantauan dan Evaluasi


Pemeriksaan IVA 3-6 bulan pasca terapi TCA.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 113
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Daftar Pustaka

Nuranna, L., Purwoto, G. (2019). Buku Acuan Pelatihan Deteksi Dini Kanker Serviks Program
“See and Treat” untuk Dokter dan Bidan. PT Bina Pustka Sarwoni Prowirohardjo, Jakarta.

Suwartono, H. (2019). Efikasi penggunaan Trichloroacetic Acid (TCA) sebagai terapi pada IVA Positif
dibandingkan dengan Cryotherapy = Efficacy of Trichloroacetic Acid (TCA) compared
to cryotherapy in treating patients with positive IVA result. Tugas Akhir. Universitas
Indonesia Jakarta.

Suwartono, H. & Andrijono. (2020). Efficacy of Trichloroacetic Acid (TCA) Compared to Cryotherapy
in Treating Patients with Positive VIA Result. Indonesian Journal of Obstetrics and Gynecology,
8(4), 249–253. https://doi.org/10.32771/inajog.v8i4.1382.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara
114 Bagi Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
MATERI PEMBELAJARAN INTI 6
PENCEGAHAN INFEKSI DAN PERLINDUNGAN SPESIFIK
MATERI PEMBELAJARAN INTI 6

PENCEGAHAN INFEKSI DAN PERLINDUNGAN SPESIFIK

I. DISKRIPSI SINGKAT
Penyakit menular, seperti sepsis puerperal, tuberkulosis dan kolera, menjadi penyebab utama
kematian di seluruh dunia. Tenaga kesehatan serta klien dan pasien yang dilayani berisiko
terkena penyakit tersebut. Penyebaran infeksi di fasilitas kesehatan sebagian besar karena
kelalaian tenaga kesehatan untuk mencuci tangan sebelum dan setelah kontak dengan klien atau
pasien — sebuah pelajaran berharga lebih dari 100 tahun lalu (BMJ 1999). Penyebaran epidemik
dari penyakit yang ditularkan melalui darah, termasuk hepatitis B, C, dan D dan HIV/AIDS,
menambah pentingnya keselamatan tenaga kerja. Sebagai akibatnya, strategi pencegahan
infeksi harus menekankan pada:
⚫ Pencegahan penularan infeksi kepada klien dan pasien, dan
⚫ Perlindungan bagi tenaga kesehatan di semua tingkatan dengan menyediakan lingkungan
kerja yang aman.

Sebagian besar infeksi dapat disebarkan sebelum muncul gejala-gejala. Oleh karena itu,
paparan darah atau cairan tubuh lain dari klien atau pasien, karena tertusuk jarum atau luka lain
atau percikan ke mata dan mulut (selaput mukosa), memberi risiko infeksi. Banyak tenaga
kesehatan yang hanya samar-samar memahami risiko yang mereka hadapi di tempat kerja;
sebagian masih percaya bahwa hanya sedikit yang dapat dilakukan untuk melindungi mereka.

Pada era Pandemi Covid-19, penggunaan alat pelindung diri menjadi hal yang sangat penting
bagi tenaga kesehatan di Fasilitas Kesehatan. Penggunaan Alat Pelindung diri berdasarkan
tingkat perlindungannya dianjurkan pada pelaksanaan pemeriksaan deteksi dini kanker payudara
dan kanker leher rahim.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 117
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
III. TUJUAN PEMBELAJARAN
1. Tujuan Pembelajaran umum :
Setelah mengikuti materi ini, peserta mampu melakukan pencegahan infeksi dan
perlindungan spesifik.
2. Tujuan pembelajaran khusus :
Setelah mengikuti materi ini, peserta latih mampu:
a. Mampu menjelaskan siklus penularan penyakit.
b. Mampu menjelaskan besaran risiko infeksi akibat kerja di fasilitas kesehatan
c. Mampu menjelaskan bagaimana membuat tenaga kesehatan aman dari penularan infeksi
d. Mampu melakukan proses pencegahan infeksi yang dilakukan jika terpapar

IV. POKOK BAHASAN


1. Pokok bahasan A : Pencegahan Infeksi
2. Pokok bahasan B : Perlindungan Spesifik

V. METODE
Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran adalah:
1. Ceramah tanya jawab
2. Demontrasi via daring/online.
3. Praktek di kelas
4. Praktek lapangan

VI. MEDIA DAN ALAT BANTU


Media:
1. Bahan Tayang/ Slide
2. Modul
3. ATK
4. Bahan Praktek
5. Panduan praktek di kelas
6. Panduan praktek lapangan

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
118 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Alat Bantu:
1. Komputer /laptop/ handphone
2. Jaringan internet

VII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN


Agar langkah pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-langkah
sebagai berikut:

1. Langkah 1: penyiapan proses pembelajaran


1. Kegiatan fasilitator
a. Memastikan kesiapan perangkat komputer
b. Memastikan tersedianya jaringan internet.
c. Fasilitator memulai kelas dengan menyapa dengan ramah dan hangat.
d. Melakukan presensi kehadiran peserta dan memastikan peserta hadir.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran.

2. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan perangkat komputer / handphone
b. Memastikan tersedianya jaringan internet
c. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan.
d. Mendengarkan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
e. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas melalui
media online.

2. Langkah 2 : penyampaian materi pembelajaran


1. Kegiatan Fasilitator
a. Menyampaikan pokok bahasan secara garis besar sesuai dengan waktu yang
diberikan.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas.
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan. Peserta.

2. Kegiatan Peserta
a. Menyimak, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting.
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang diberikan.
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.
d. Melaksanakan tugas mandiri yang diberikan oleh fasilitator.

3. Langkah 3 : penyampaian panduan praktek dikelas


1. Kegiatan Fasilitator dan peserta :
a. Mempraktekkan pencegahan infeksi dalam pemprosesan alat, sarung tangan bedah,
dan bahan lain melalui 3 langkah dasar yaitu dekontaminasi, pencucian, sterilisasi.
b. Mempraktekkan cara membuat larutan klorin 0,5% dengan menggunakan produk
pemutih (bayklin) yang berkonsentrasi 5% (1bagian) + air 9 bagian.
c. Mempraktekkan spekulum direndam dalam wadah plastik berisi larutan klorin 0,5%
selama 10 menit, semua permukaan (meja,lampu) yang mungkin terkontaminasi harus
dekontaminasi dengan menggunakan lap yang telah dibasahi dengan larutan kloriin
d. Mempraktekkan tangan yang masih memakai sarung tangan dicelupkan ke dalam
ember berisi larutan Klorin 0,5% kemudian sarung tangan dilepas dengan membalik

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 119
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
bagian dalam keluar, jika sarung tangan akan dipakai lagi rendam dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
e. Mempraktekkan pencucian sampai benar-benar bersih dengan air sabun dan
memakai sikat
f. Mempraktekkan desinfeksi tingkat tinggi dengan merebus atau mengukus selama
20 menit, perlakuan ini digunakan pada alat spekulum dengan hasil IVA positif.

4. Langkah 4 : penyampaian panduan praktek lapangan.


1. Kegiatan Fasilitator dan peserta :
a. Mempraktekkan pencegahan infeksi dalam pemprosesan alat, sarung tangan bedah,
dan bahan lain melalui 3 langkah dasar yaitu dekontaminasi, pencucian, sterilisasi.
b. Mempraktekkan cara membuat larutan klorin 0,5% dengan menggunakan produk
pemutih (bayklin) yang berkonsentrasi 5% (1bagian) + air 9 bagian.
c. Mempraktekkan spekulum direndam dalam wadah plastik berisi larutan klorin 0,5%
selama 10 menit, semua permukaan (meja,lampu) yang mungkin terkontaminasi harus
dekontaminasi dengan menggunakan lap yang telah dibasahi dengan larutan kloriin
d. Mempraktekkan tangan yang masih memakai sarung tangan dicelupkan ke dalam
ember berisi larutan Klorin 0,5% kemudian sarung tangan dilepas dengan membalik
bagian dalam keluar, jika sarung tangan akan dipakai lagi rendam dalam larutan klorin
0,5% selama 10 menit.
e. Mempraktekkan pencucian sampai benar-benar bersih dengan air sabun dan
memakai sikat
f. Mempraktekkan desinfeksi tingkat tinggi dengan merebus atau mengukus selama
20 menit, perlakuan ini digunakan pada alat spekulum dengan hasil IVA positif.

VIII. URAIAN MATERI

POKOK BAHASAN A. PENCEGAHAN INFEKSI

1. Pentingnya Pencegahan Infeksi dan Siklus Penularan Penyakit


Mengajarkan tenaga kesehatan tentang cara melindungi diri mereka dan pasien lebih penting
dari apapun. Jika mereka tahu cara melindungi diri dan menggunakan upaya-upaya
Pencegahan Infeksi secara konsisten, mereka juga dapat melindungi pasiennya. Langkah
pertama dalam proses ini adalah memahami cara penyebaran penyakit. Mengetahui siklus
penularan penyakit penting bagi tenaga kesehatan untuk:
⚫ mencegah penyebaran infeksi pada saat tindakan bedah dan medis,
⚫ mengajarkan kepada yang lain tentang faktor-faktor yang diperlukan untuk terjadinya
penularan, dan yang paling penting
⚫ mengajarkan rekan yang lain bagaimana cara memotong proses penularan tersebut.

Mikroorganisme hidup dimana saja di sekeliling kita. Manusia biasanya membawa


mikroorganisme pada kulit dan pada saluran pernafasan bagian atas, saluran intestinal
dan genital. Mikroorganisme ini disebut flora normal. Mikroorganisme juga hidup pada hewan,
tumbuhan, tanah, udara dan air. Sebagian mikroorganisme lebih bersifat patogen
dibandingkan yang lain, sehingga lebih mungkin menimbulkan penyakit. Namun demikian,
pada keadaan yang tepat semua mikroorganisme dapat menyebabkan infeksi.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
120 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Agar bakteri, virus dan agen lain penyebab infeksi dapat bertahan hidup dan menyebar, harus
ada faktor-faktor atau kondisi tertentu. Faktor-faktor penting dalam penularan mikroorganisme
(patogen) yang menyebabkan penyakit dari orang ke orang digambarkan dan didefinisikan
dalam Gambar 8-1 dibawah ini.

AGEN

Mikro organisme penyebab penyakit


seperti hepatitis B dan virus AIDS

PEJAMU
YANG RESERVOIR
RENTAN
Tempat agen hidup, seperti di dalam pada
Orang yang dapat berinfeksi
manusia, hewan, tumbuhan, tanah, udara atau

JALAN TEMPAT
MASUK KELUAR

Dimana agen me masuki pejamu berikutnya Dimana agen meninggalkan pejamu


(biasanya sama dengan jalan keluar pejamu
yang ditinggalkannya)

CARA
PENULARAN
Cara agen berpindah dari satu tempat
ke tempat lain (dari orang ke orang lain)

Gambar 8-1. Siklus Penularan penyakit

Memutus siklus tersebut adalah tujuan dari praktik-praktik PI. Sebagian besar praktik-
praktik PI bertujuan melindungi tenaga kesehatan (misal memakai sarung tangan atau
pelindung mata) membatasi akses ke tempat-tempat. Cuci tangan dan tindakan untuk
memproses obyek tak hidup dapat menghalangi metoda penularan dengan menghilangkan
mikroorganisme. Terakhir, vaksin dapat mengurangi kerentanan pejamu, dan mencegah
penyakit bahkan jika pejamu terpapar.

2. Membuat Program pencegahan Infeksi dapat berjalan


Penerapan strategi yang efektif untuk menjamin agar tenaga kesehatan mengikuti panduan
PI merupakan hal penting dalam mencegah penyebaran infeksi. Pendidikan dan upaya lain yang
bertujuan membuat fasilitas kesehatan lebih aman harus diarahkan ke semua tenaga
kesehatan—bukan hanya dokter dan perawat. Di beberapa negara petugas pemprosesan alat
dan pembuangan sampah mempunyai angka luka tertusuk jarum tertinggi kedua setelah staf
kamar operasi. Hal ini sebagian besar disebabkan karena jarum bekas pakai tidak dibuang
dengan benar dan petugas tersebut tidak diajarkan cara melindungi dirimereka (Tietjen et al.
1992).

Kepatuhan pada panduan PI dapat ditingkatkan jika ada dukungan yang konsisten dari pengelola
program terhadap upaya meningkatkan keselamatan. Dukungan tersebut termasuk memastikan
bahwa praktikpraktik yang berbahaya dihilangkan, kelemahan yang ditemui diperbaiki, dan staf
secara aktif didorong untuk mau memberikan saran mengenai praktik keselamatan yang lebih
baik. Penting juga bagi supervisor untuk memberikan umpan balik dan penghargaan untuk
praktik PI yang tepat, dan yang menjadi tauladan, khususnya dokter dan staf senior, mendukung
praktik PI yang dianjurkan dan memberi contoh perilaku yang sesuai (Lipscomb and Rosenstock
1997). Terakhir, program-program pendidikan diarahkan untuk pemecahan masalah—tidak
hanya memberikan informasi—dan mengatasi faktor-faktor psikososial (mengurangi stress,
gangguan emosional dan masalah interpersonal) dapat menambah kepatuhan dan

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 121
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
meningkatkan keselamatan tenaga kesehatan (Rogers 1997).

POKOK BAHASAN B. PERLINDUNGAN SPESIFIK

1. MEMBUAT TENAGA KESEHATAN LEBIH AMAN


Sebagian besar agen infeksius ditularkan melalui kontak dengan darah dan cairan tubuh, dan
sebagian besar infeksi dapat disebarkan sebelum muncul gejala. Oleh karena itu, sangat penting
bagi tenaga kesehatan untuk memperlakukan semua klien dan pasien seakan terinfeksi
(Blumenthal and McIntosh 1996). Kewaspadaan di bawah ini harus selalu digunakan oleh semua
tenaga kesehatan:
⚫ Cuci tangan rutin selama 10-15 detik sebelum dan setelah kontak dengan klien atau
pasien—satu cara yang paling praktis untuk mencegah penyebaran infeksi.
⚫ Pakai sarung tangan ketika menyentuh yang basah—kulit pecah, selaput mukosa, darah atau
cairan tubuh lain (sekresi atau ekskresi), peralatan dan sarung tangan yang terkontaminasi,
dan sampah medis.
⚫ Gunakan alat pelindung diri (pelindung mata, pelindung wajah dan dan Apron atau Hazmat
yang tidak tembus air).
⚫ Gunakan praktik kerja yang aman seperti memberikan alat tajam dengan aman; membuang
sampah medis dengan benar; dan tidak menutup kembali, mematahkan, atau
membengkokkan jarum, atau melepas jarum dari alat suntuk sebelum dibuang.

Tips Pencegahan Infeksi


Kewaspadaan PI harus menjadi bagian dari setiap prosedur. Pada klinik KIA dan KB,
contohnya, tindakan ginekologi, pemeriksaan dalam, dapat menyebabkan petugas terpapar
cairan tubuh. Di bawah ini adalah daftar praktik PI yang harus diikuti pada saat melakukan tes IVA
atau krioterapi:
⚫ Cuci tangan dengan sabun dan air secara merata setiap akan melakukan pemeriksaan.
⚫ Bila mungkin, minta klien membersihkan bagian genitalnya sebelum dilakukan pemeriksaan
dalam.
⚫ Gunakan peralatan dan sarung tangan DTT (atau steril). Sebagai alternatif, sarung tangan
periksa yang masih baru dapat digunakan.
⚫ Buang sampah dengan benar (kassa, kapas, sarung tangan sekali pakai).
⚫ Dekontaminasi peralatan dan bahan pakai ulang segera setelah digunakan
⚫ Cuci tangan dengan sabun dan air secara merata setelah melepas sarung tangan.

Apa yang harus dilakukan ketika terpapar


Jika terjadi paparan darah atau cairan tubuh lain, langkah-langkah berikut dapat mengurangi
risiko infeksi HBV, HIV dan patogen lain yang ditularkan melalui darah.
⚫ Untuk paparan pada kulit atau selaput mukosa, cuci bagian yang terpapar segera dengan
sabun dan air, kemudian bilas sampai bersih untuk menghilangkan partikel yang berpotensi
menularkan.
⚫ Jika terjadi luka tusuk atau tersayat, biarkan darah mengalir. Bersihkan dan bilas luka dengan
air dan sabun. (Irigasi dengan saline, alkohol atau iodine belum terbukti dapat menurunkan
risiko infeksi HBV atau HIV, dan bahkan dapat menyebabkan iritasi dan bekas luka.)
⚫ Untuk paparan pada mata, cuci mata segera dengan air, kemudian lakukan irigasi selama
30 menit dengan saline normal.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
122 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Tenaga kesehatan yang terpapar darah atau cairan tubuh lain harus diberi informasi lengkap
tentang pilihan pengobatan sehingga mereka bisa melakukan pilihan. Jika tersedia, agen
antiretroviral, seperti zidovudine (ZDV atau AZT), harus diberikan dalam waktu 1–2 jam setelah
paparan dengan risiko penularan tertinggi. Tenaga kesehatan harus mengetahui agen
antiretroviral apa yang tersedia dan dimana bisa memperolehnya.

Pusat Kendali Penyakit AS (Centers for Disease Control) menganggap paparan berisiko
tinggi jika:
⚫ Luka pada tenaga kesehatan cukup dalam,
⚫ Jelas terlihat darah pada alat yang menyebabkan luka, atau
⚫ Luka tersebut disebabkan karena alat tersebut sebelumnya diletakkan di vena atau arteri klien.

Pengobatan harus dilanjutkan selama empat minggu. Semua petugas yang mungkin terpapar
harus segera dites minimal 6 (enam) minggu setelah terpapar, jika memungkinkan. Untuk
paparan yang tidak terlalu berisiko, profilaksis tidak dianjurkan.

Menjaga Tempat Kerja yang nyaman


Menjaga lingkungan kerja yang ama dan bebas infeksi merupakan proses terus menerus yang
memerlukan supervisi ketat dan perlu sering diingatkan kepada petugas kesehatan. Dengan
menerapkan praktikpraktik yang dianjurkan dan telah dijabarkan dalam bab ini, sebagian besar
infeksi dan penularan penyakit, seperti hepatitis B dan HIV/AIDS, dapat dihindari. Tetapi,
praktik-praktik tersebut harus senantiasa diterapkan sebelum, selama dan setelah melakukan tiap
tindakan. Kelalaian dalam menerapkan praktik rutin dapat menimbulkan dampak yang
membahayakan keselamatan tenaga kesehatan dan klien serta pasien mereka.

1. Pengertian
Alat Perlindungan Diri (APD) adalah dalah perlengkapan yang wajib digunakan untuk
melindungi pekerja dari bahaya yang bisa menyebabkan cedera atau penyakit serius terkait
pekerjaannya. Alat pelindung diri telah didesain khusus sesuai dengan jenis pekerjaannya.

2. Unsur yang harus dipatuhi dalam penggunaan APD :


Ada 4 (empat) unsur yang harus dipatuhi dalam penggunaan APD, yaitu:
a. Tetapkan indikasi penggunaannya dengan mempertimbangkan ;
⚫ Resiko terpapar
⚫ Dinamika transmisi
b. Cara memakai yang “BENAR”
c. Cara melepas yang “BENAR”
d. Cara mengumpulkan (disposal) setelah dipakai.

3. Standar APD pada pelayanan IVA SADANIS


Untuk pelayanan IVA yang APD yang digunakan mengacu pada Standat APD untuk
penanganan covid-19 di Indonesia, yaitu:
a. Kelompok Tenaga Kesehatan
⚫ Dokter
⚫ Perawat
⚫ Petugas laborat.
b. Lokasi/cakupan
Pengambilan sampel non pernafasan yang tidak menimbulkan aerosol.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 123
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
c. Jenis APD:
⚫ Masker 3 Ply
⚫ Gown
⚫ Pelindung mata (pada resiko percikan cairan sampel)
⚫ Sarung tangan karet sekali pakai
⚫ Headcap
⚫ Sepatu Pelindung

d. Cara Pemakaian APD


⚫ Ganti baju dengan baju kerja / Srub suit
⚫ Kenakan sepatu pelindung
⚫ Pakai Gown/jubah bersih
⚫ Gunakan masker bedah/masker N95
⚫ Pasang goegles
⚫ Pasang pelindung kepala (bila perlu pasang faceshield)
⚫ Pasang sarung tangan

e. Cara pelepasan APD


⚫ Buka sarung tangan
⚫ Buka gown(jubah)
⚫ Buka pelindung kepala (faceshield)
⚫ Buka goegles
⚫ Buka pelindung sepatu (sepatu boots)
⚫ Buka masker bedah / masker N95
⚫ Buka sarung tangan

4. Skema pemasangan dan Pelepasan APD COVID-19

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
124 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
2. PROSES PENCEGAHAN INFEKSI
Ada 3 langkah dasar untuk pemrosesan alat, sarung tangan, sarung tangan bedah dan bahan
lain:
⚫ Dekontaminasi
⚫ Pencucian, dan
⚫ Sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT)

Urutan langkah tiap proses sebagai berikut:

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 125
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
b) Disinfeksi Tingkat Tinggi
Disinfeksi tingkat tinggi dengan merebus, mengukus, atau menggunakan bahan kimia dapat
diterima untuk pemrosesan akhir alat-alat dan sarung tangan yang telah digunakan untuk IVA
atau krioterapi. Peralatan bedah (yang terbuat dari besi) dan sarung tangan bedah harus dikukus
atau direbus selama 20 menit kemudian dianginkan hingga kering. Peralatan dapat direndam
selama 20 menit dalam larutan klorin 0,1% yang disiapkan dengan air yang telah dimasak,
glutaraldehid 2 – 4%, atau formaldehid² 8%, dibilas hingga bersih dalam air masak dan
dikeringkan dengan dianginkan. Segera gunakan atau simpan maksimal selama 1 minggu dalam
wadah yang telah di DTT dan ditutup rapat.

c) Sterilisasi
Peralatan dan sarung tangan bedah dapat disterilisasi dengan otoklaf. Jika perlu, peralatan
berbahan metal dapat disterilisasi dengan panas kering. Sterilisasi uap/otoklaf: 121°C (250 °F)
dengan tekanan 106 kPa (15 lb/in2) selama 20 menit untuk alat/bahan yang tidak dibungkus;
30 menit untuk alat/bahan yang dibungkus. Biarkan semua alat/bahan hingga benar-benar kering
sebelum dikeluarkan.

Panas kering (Dry heat):


⚫ 1700C (3400F) selama 60 menit (total siklus waktu-dengan menaruh alat kedalam oven,
dipanaskan hingga 1700C, hitung waktu selama 1 jam kemudian di dinginkan – adalah
2 sampai 22 jam atau,
⚫ 1600C (3200F) selama 2 ja (total siklus waktu adalah 3 sampai 32 jam)

Catatan : Sterilisasi panas kering (1700C selama 60 menit) dapat digunakan hanya untuk
peralatan berbahan metal.
Penyimpanan : peralatan yang tidak dibungkus harus digunakan segera atau di simpan dalam
wadah steril dan kering (hanya 1 minggu).Peralatan yang dibungkus, seperti
sarung tangan bedah, dapat disimpan maksimal selama 1 minggu jika paket
tetap kering dan utuh dan maksimal selama 1 bulan jika disimpan rapat dalam
kantung plastik.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
126 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Proses Pencegahan Infeksi
1. DEKONTAMINASI
Dekontaminasi membuat alat/bahan lebih aman ditangani oleh staf sebelum dibersihkan.
Dekontaminasi adalah langkah pertama dalam menangani peralatan bedah dan bahan lain yang
telah terkontaminasi. Penting untuk mendekontaminasi alat dan bahan yang mungkin telah
kontak dengan darah atau cairan tubuh. Setelah digunakan, segera letakkan peralatan dan bahan
lain ke dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Langkah ini dengan cepat dapat
menonaktifkan HBV dan HIV sehingga lebih aman untuk ditangani.

Membuat larutan Klorin


World Health Organization (WHO) menganjurkan larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi
alat sebelum dibersihkan atau jika air matang tidak tersedia untuk membuat larutan (WHO 1989).
Untuk DTT, larutan klorin 0,1% sudah cukup, selama air masak digunakan untuk campuran.

BAGIAN AIR
% KLORIN BERBANDING 1
JENIS/MERK PEMUTIH
YANG BAGIAN PEMUTIH a
(NEGARA)
TERSEDIA
0,5% 0,1% b
JIK (Kenya), Robin Bleach 3,5% 6 34
(Nepal)
Household bleach (USA, 5% 9 49
Indonesia), ACE (Turkey), Eau
de Javal (France) (15 o
chlorum c)
Blanquedor, Cloro (Mexico) 6% 11 59
Lavandina (BoliIVA) 8% 15 79
Chloros (UK) 10% 19 99
Chloros (UK), Extrait de Javel 15% 29 149
(France) (48 ochlorum )c

Tabel 8-1.
Mempersiapkan larutan klorin dari larutan pemutih (Larutan sodium Hypoclhoride)
untuk dekontaminasi dan DTT.

Jika alat/bahan tidak dapat dibersihkan segera setelah didekontaminasi, bilas dengan air untuk
mencegah perubahan warna dan korosi (karat) dan untuk menghilangkan materi organik yang
terlihat. Petugas harus memakai sarung tangan saat menangani peralatan yang kotor, bahkan
setelah didekontaminasi. Sarung tangan rumah tangga yang murah dapat dipakai dengan baik.

Permukaan (khususnya meja tindakan) yang mungkin telah kontak dengan cairan tubuh juga
harus didekontaminasi. Melap permukaan yang luas dengan disinfektan yang tepat seperti
larutan klorin 0,5% sebelum dipakai kembali, bila tampak kotor atau minimal setiap hari, adalah
cara yang mudah dan murah untuk mendekontaminasi.

2. PENCUCIAN
Pencucian merupakan langkah penting dalam memberikan peralatan dan perlengkapan yang
aman dan bebas infeksi. Pencucian sampai benarbenar bersih dengan air dan sabun cair
atau deterjen secara fisik dapat menghilangkan materi organik seperti darah dan cairan
tubuh. Materi organik yang telah mongering dapat menyimpan mikroorganisme dalam residu

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 127
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
sehingga melindunginya dari sterilisasi atau DTT. Materi organik juga dapat menonaktifkan bahan
disinfektan, sehingga mengurangi efektifitasnya (Porter 1987).

Sarung tangan rumah tangga harus dipakai pada saat membersihkan peralatan dan
perlengkapan. Buang sarung tangan jika robek atau rusak; kalau tidak dibuang, bersihkan dan
keringkan untuk digunakan keesokan hari. Selain pemakaian sarung tangan, perlu perhatian
khusus untuk mencegah agar tidak terjadi luka tusuk atau sayatan/gores.

Petugas harus memakai kaca mata pelindung atau goggles, jika tersedia, saat membersihkan
peralatan dan bahan lain. Hal ini dapat melindungi petugas agar percikan air yang terkontaminasi
tidak mengenai mata.

Bersihkan peralatan dengan sikat (sikat gigi bekas dapat digunakan) dan air sabun. Perhatikan
secara khusus gerigi, sambungan atau baut dimana materi organik biasanya tertinggal. Setelah
dibersihkan, bilas alat/bahan dengan air hingga benar-benar bersih untuk menghilangkan sisa
deterjen, yang dapat mengganggu proses disinfeksi dengan bahan kimia.

Jika alat suntik hypodermik (atau jarum dan alat suntik) akan digunakan kembali, lepaskan hanya
setelah didekontaminasi; kemudian cuci dengan air sabun, perhatikan khususnya pada bagian
sambungan. Bilas minimal tiga kali dengan air bersih, dengan menyemprotkan air dari jarum
ke wadah lain sehingga tidak mengkontaminasi air pembilas, kemudian dikeringkan.

Disinfeksi Tingkat Tinggi


Jika sterilisasi tidak mungkin dilakukan, DTT adalah satu-satunya pilihan yang dapat diterima
sebagai langkah terakhir dalam pemrosesan alat. Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) membunuh
semua mikroorganisme, termasuk virus yang menyebabkan hepatitis B dan AIDS, tetapi tidak
dapat membunuh semua bakteri endospora. DTT dapat dicapai dengan merebus dalam air,
mengukus atau direndam dalam bahan disinfektan kimiawi seperti larutan klorin 0,1%,
glutaraldehyde 2–4% atau formaldehyde 8%. Karena perebusan dan pengukusan hanya
membutuhkan peralatan yang tidak mahal, biasanya mudah didapat, kedua metode tersebut
sesuai untuk klinik kecil atau yang berada di pedalaman. Tetapi, metode apapun yang dipilih, DTT
hanya efektif jika peralatan dan bahan lain dicuci lebih dahulu sampai benar-benar bersih
kemudian dibilas sebelum di DTT.

a) Disinfeksi Tingkat Tinggi dengan Merebus


Buka atau pisahkan semua bagian peralatan dan bahan-bahan lain. Rendam dalam air dan
ditutup. Rebus selama 20 menit. Waktu dihitung sejak air mulai mendidih dan semua alat
harus benar-benar terendam dalam air. Tidak boleh menambahkan apapun ke dalam wadah
setelah air mulai mendidih. Setelah direbus selama 20 menit, keluarkan alat-alat dengan
menggunakan korentang/forceps yang telah di-DTT, letakkan ke dalam wadah yang telah
di-DTT kemudian biarkan hingga dingin dan keringkan dengan dianginkan.

Gunakan alat dan bahan lain segera atau biarkan dalam wadah yang tertutup, kering,
dan telah di DTT. (Wadah yang digunakan untuk mengeringkan alat hanya dapat dipakai
untuk menyimpan jika tidak ada air di dasar wadah tersebut.) Simpan paling lama 1 minggu.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
128 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
b) Disinfeksi Tingkat Tinggi dengan Mengukus
Mengukus sarung tangan bedah telah digunakan sebagai langkah terakhir dalam
pemrosesan sarung tangan selama beberapa tahun di Indonesia dan di negara-negara lain
di Asia Tenggara. Pada tahun 1994 sebuah penelitian yang dilakukan oleh McIntosh et al.
memastikan efektifitas pemrosesan tersebut.

Dalam penelitian tersebut, alat pengukus (dandang) yang digunakan terdiri dari:
⚫ Dandang bagian paling bawah (diameter sekitar 31 cm) untuk merebus air;
⚫ Satu, dua atau tiga susun panci pengukus yang berlubang dasarnya agar uap dapat
menembus dan air kembali jatuh ke dasar dandang; dan
⚫ Tutup dandang di bagian paling atas.

Tutup

Air Mendidih
Gambar 8-1.
Alat pengukus yang digunakan untuk DTT

c) Disinfeksi Tingkat Tinggi dengan Menggunakan larutan Kimia.


Saat ini, hanya empat bahan kimia yang diijinkan untuk digunakan dalam DTT di seluruh
dunia:
⚫ klorin,
⚫ glutaraldehid,
⚫ formaldehid (formalin), dan
⚫ hydrogen peroxide

Walaupun alkohol dan iodophors tidak mahal dan mudah didapat, keduanya tidak lagi
dianggap sebagai bahan disinfeksi tingkat tinggi (Rutala 1997). Alkohol tidak membunuh
beberapa virus, dan spesies Pseudomonas telah diketahui dapat berkembang di dalam
iodophors.
Bahan-bahan kimia tersebut hanya digunakan untuk disinfeksi jika bahan DTT yang tersebut
di atas tidak tersedia atau tidak sesuai.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 129
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
3. STERILISASI
Peralatan dan bahan lain, seperti jarum atau scalpel, yang langsung kontak dengan jaringan
ikat di bawah kulit, harus disterilisasi setelah didekontaminasi dan dicuci, dibilas sampai
benar-benar bersih dan dikeringkan. Proses sterilisasi dapat membunuh semua mikroorganisme,
termasuk bakteri endospora. Bakteri endospora terutama sulit dibunuh karena kulit/pelindungnya
yang keras. (Bakteri yang membentuk endospora termasuk clostridia tetani, yang menyebabkan
tetanus.) Sterilisasi dapat dicapai dengan munggunakan otoklaf (mesin uap tekanan tinggi),
panas kering atau kimiawi (“sterilisasi dingin”).

a) Sterilisasi Panas
⚫ Mesin uap tekanan tinggi (otoklaf) atau panas kering (dengan oven udara panas) adalah
metode yang paling mudah didapat untuk sterilisasi. Sterilisasi uap biasanya metode yang
dipilih untuk sterilisasi peralatan dan bahan lain yang digunakan di fasilitas kesehatan dan
KB. Di fasilitas yang tidak memiliki listrik, peralatan dapat disterilisasi menggunakan otoklaf
tanpa listrik menggunakan minyak tanah sebagai sumber panas.
⚫ Sterilisator Panas kering sesuai untuk iklim lembab tetapi memerlukan pasokan listrik yang
tetap, sehingga tidak praktis digunakan di daerah pedesaan. Selain itu, sterilisasi panas
kering hanya dapat digunakan untuk obyek yang terbuat dari gelas atau metal—bahan
lain, seperti plastik dan karet dapat meleleh dan terbakar. (Jarum dan peralatan lain
dengan ujung tajam yang disterilisasi panas kering tidak boleh melebihi suhu 160°C/320°F;
jika tidak, alat tersebut dapat menjadi tumpul.)

b) Sterilisasi Kimiawi
Alternatif selain sterilisasi uap dan panas kering adalah sterilisasi kimiawi dengan merendam
alat selama 8 sampai 10 jam dalam larutan glutaraldehid 2–4% atau minimal 24 jam dalam
larutan formaldehid 8%.

Glutaraldehid, seperti Cidex®, seringkali kehabisan pasokan dan mahal, tetapi Glutaraldehid
dan formaldehid adalah cairan kimia sterilisasi yang praktis yang dapat digunakan untuk
sterilisasi alat seperti laparoskop yang tidak bisa dipanaskan. Karena glutaraldehid dan
formaldehid perlu penanganan khusus dan meninggalkan residu pada peralatan, disarankan
untuk membilasnya dengan air steril (yang hanya bisa didapat dengan otoklaf). (Karena
perebusan tidak menonaktifkan sebagian endospora, penggunaan air matang dapat
mengkontaminasi alat yang telah steril.)

Walaupun formaldehid lebih murah daripada glutaraldehid, tetapi lebih menyebabkan


iritasi kulit, mata dan jalur pernafasan. Ketika menggunakan formaldehid ataupun
glutaraldehid, pakai sarung tangan,pelindung mata dari percikan, batasi waktu paparan, dan
hanya digunakan di ruangan berventilasi udara yang baik.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
130 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
IX. REFERENSI
Kementrian Kesehatan RI. 2016. Buku Acuan Pencegahan Kanker Payudara dan Kanker
Leher Rahim.D 2-22.
Bagg J, S Jenkins and GR Barker. 1990. A laboratory assessment of the antimicrobial
effectiveness of glove washing and re-use in dental practice. Journal of Hospital
Infection 15(1): 73–82.
Block SS. 2000. Disinfection, Sterilization and Preservation, Fifth edition. Lippincott
Williams & Wilkins: Baltimore, Maryland.
Daschner F. 1993. The hospital and pollution: Role of the hospital epidemiologist in
protecting the environment, in Prevention and Control of Nosocomial Infections,
Second edition. Wenzel RP (ed). Williams & Wilkins: Baltimore, Maryland.
Department of Health and Human Services (DHHS). 2000. Ninth Report on Carcinogens.
DHHS: Washington, DC.
Favero M. 1985. Sterilization, disinfection and antisepsis in the hospital, in Manual of
Clinical Microbiology, Fourth edition. Lennette EH et al.(eds). American Society
for Clinical Microbiology: Washington, DC.
IPAS. 1993. Boiling IPAS Cannulae to Achieve High Level Disinfection. IPAS: Carrboro,
North Carolina.
Martin MV et al. 1988. A physical and microbial evaluation of the re-use of non-sterile gloves.
British Dental Journal 165(9): 321–324.
McIntosh N et al. 1994. Practical Methods for High Level Disinfection of Surgical Gloves.
Paper presented at American Public Health Association Annual Meeting.
Washington DC, 31 October–4 November.
Perkins JJ. 1983. Principles and Methods of Sterilization in Health Sciences, Second edition,
338–402. Charles C. Thomas: Springfield, Illinois.
Porter CW. 1987. Prevention of infection in voluntary surgical contraception. Biomedical
Bulletin 6(1): 1–7.
Rutala WA. 1997. Disinfection, sterilization and waste disposal, in Prevention and Control of
Nosocomial Infections, Third edition. Wenzel RP (ed). Lippincott Williams & Wilkins
Baltimore, Maryland.
Salle AJ. 1973. Fundamental Principles of Bacteriology, Seventh edition. McGraw-Hill Book
Company: New York.
Sorensen KC and J Luckman. 1979. Basic Nursing: A Psychophysiologic Approach, 934–938.
WB Saunders Co.: Philadelphia, Pennsylvania.
Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Indonesia.2020.Standar alat Pelindung
Diri (APD) untuk Penanganan COVID-19. Jakarta, Indonesia.
Direktorat Jenderal Pelayanan Kesehatan RI. 2020. Petunjuk Teknis penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD) dalam menghadapi wabah Covid-19. Jakarta, Indonesia.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 131
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
MATERI PEMBELAJARAN INTI 7
PROMOSI KESEHATAN, DAN KONSELING KANKER
LEHER RAHIM DAN KANKER PAYUDARA
MATERI PEMBELAJARAN INTI 7

PROMOSI KESEHATAN, DAN KONSELING KANKER


LEHER RAHIM DAN KANKER PAYUDARA

I. DESKRIPSI SINGKAT
Mata pelatihan ini membahas tentang: a) promosi kesehatan deteksi dini kanker leher rahim dan
kanker payudara; b) konseling sebelum pemeriksaan deteksi dini kanker leher rahim dan kanker
payudara; dan c) konseling hasil deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara

II. HASIL BELAJAR


Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu melakukan promosi kesehatan, dan
konseling kanker leher rahin dan kanker payudara

III. INDIKATOR HASIL BELAJAR


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta dapat: a) melakukan promosi kesehatan deteksi dini
kanker leher rahim dan kanker payudara; b) melakukan konseling sebelum pemeriksaan deteksi
dini kanker leher rahim dan kanker payudara; dan c) melakukan konseling hasil deteksi dini
kanker leher rahim dan kanker payudara.

IV. MATERI POKOK


Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
a) Promosi Kesehatan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara
b) Konseling Sebelum Pemeriksaan Deteksi Dini
c) Konseling

V. METODE
A. CTJ
B. Pemutaran Video
C. Studi Kasus
D. Bermain Peran
E. Praktek Lapangan

VI. MEDIA DAN ALAT BANTU


a. Jaringan Internet
b. Bahan tayang/Slide
c. Komputer/ laptop
d. LCD
e. ATK
f. Lembar Balik
g. Video Konseling
h. Panduan Studi kasus
i. Skenario bermain peran
j. Panduan Praktek Lapangan

VII. WAKTU PEMBELAJARAN


Alokasi waktu: 7 JPL, dengan rincian T=2; P=3; PL=2

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 135
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
VIII. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN
Agar langkah pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-langkah
sebagai berikut:
Langkah 1: Penyiapan Proses Pembelajaran
a. Kegiatan fasilitator
a. Memastikan kesiapan perangkat komputer
b. Memastikan tersedianya jaringan internet.
c. Fasilitator memulai kelas dengan menyapa dengan ramah dan hangat.
d. Melakukan presensi kehadiran peserta dan memastikan peserta hadir.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran.

b. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan perangkat komputer / handphone
b. Memastikan tersedianya jaringan internet.
c. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan.
d. Mendengarkan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
e. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas melalui media
online yang disediakan.

Langkah 2 : Penyampaian Materi Pembelajaran


1. Kegiatan fasilitator
a. Menyampaikan pokok bahasan secara garis besar sesuai dengan waktu yang disediakan.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang jelas.
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.

2. Kegiatan peserta
a. Menyimak, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang diberikan.
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

Langkah 3 : Pemutaran Video

Langkah 4 : Bermain Peran


Tujuan:
Setelah mengikuti bermain peran ini, peserta mampu melakukan komunikasi, informasi, dan
edukasi.

Petunjuk:
1. Pelatih/instruktur membagi peserta menjadi 5 kelompok
2. Setiap peserta dalam kelompok diminta untuk membagi peran menjadi:
a. 1 peserta menjadi dokter umum
b. 1 peserta menjadi pasien
c. Peserta lain dalam kelompok tersebut menjadi keluarga pasien
3. Instruktur/ pelatih meminta setiap peserta untuk memainkan perannya sebagai
dokter umum dalam melakukan KIE kepada pasien dan keluarganya selama per peserta
secara bergantian.
4. Instruktur/ pelatih melakukan penilaian terhadap peserta yang sedang berperan sebagai
dokter umum dengan menggunakan checklist yang telah dibuat.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
136 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
5. Pelatih/instruktur memberi klarifikasi dan merangkum hasil seluruh proses bermain peran
yang dilakukan oleh peserta, serta memberi kesempatan kepada setiap peserta untuk
mengulang atau melengkapi kekurangan per peserta.

Waktu: 2 x 45 menit = 90 menit


SKENARIO BERMAIN PERAN

Peran:
1. Dokter umum
2. Pasien
3. Keluarga 1
4. Keluarga 2
5. Keluarga 3

Alur Cerita:
Pasien Nn. A 40 tahun diantar oleh keluarganya dengan keluhan demam 5 hari, sakit Ketika
buang air kecil dan ada keputihan disertai bau tidak sedap. Hal ini disadari pasien sejak
2 minggu yang lalu. Pasien 3 bersaudara dan semua wanita. Ibu pasien telah meninggal
dunia 3 tahun lalu dengan Riwayat kanker leher rahim.

Pasien : (cemas dengan benjolan di payudara )


Dokter umum X:
⚫ Menerima pasien
⚫ Memperkenalkan diri pada pasien dan keluarga
⚫ Menggali riwayat penyakit pasien
⚫ Menjelaskan keluhan di payudara yang dialami pasien
⚫ Memberi kesempatan kepada keluarga pasien untuk bertanya

Keluarga : Keluarga masih bingung dengan penjelasan dari dokter. Keluarga bertanya
beberapa hal terkait penyakit dan perawatan pasien.

Dokter umum X:
⚫ Menjelaskan ulang mengenai keluhan dan kemungkinan penyakit yang dialami pasien.
⚫ Menjelaskan edukasi terhadap pemeriksaan penyakit yang dialami pasien.
⚫ Menjelaskan edukasi tentang langkah-langkah yang akan dilakukan oleh pasien untuk
diagnosis dan terapi.
⚫ Mengevaluasi hasil edukasi tentang pemahaman pasien.

Keluarga : Paham dengan penjelasan dokter umum X

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 137
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
138 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Keterangan Nilai
0 : Jika peserta tidak melakukan komponen penilaian
1: Jika peserta melakukan komponen penilaian

Perhitungan Nilai
(Jumlah skor/total skor) x 100=………….

Langkah 5 : Praktek Lapangan


a. Praktek Pelaksanaan Promosi Kesehatan
Tujuan Pembelajaran
Setelah selesai praktek pelaksanaan promosi kesehatan peserta mampu melakukan
promosi kesehatan sesuai tahapan berikut ini:
1) Persiapan Praktek Promosi Kesehatan
2) Pelaksanaan Praktek Promosi Kesehatan
3) Evaluasi Pelaksanaan Praktek Promosi Kesehatan

Langkah-Langkah
1) Persiapan
a. Persiapkan mental dan fisik anda untuk praktek promosi kesehatan ini
dihadapan audience/sasaran.
b. Perbanyak bahan/media promosi kesehatan untuk dibagikan pada sasaran/
audience yang diambil dari anggota kelompok/teman sesama peserta lain
sesuai jumlah yang telah direncanakan.
c. Antisipasi keadaan, anda mungkin akan menemui hal-hal di luar dugaan saat
pelaksanaan praktek promosi kesehatan dilaksanakan.
d. Siapkan bahan evaluasi yang dikoordinasikan dengan fasilitator
e. Gunakan Teknik komunikasi sesuai usia sasaran, akan lebih baik jika andapun
menyiapkan rewards, jika objek/sasaran sesuai dengan kriteria yang
diharapkan.
f. ”Berlatihlah sebelum bertempur”, Tampilkan performa terbaik anda!!
g. Jika memungkinkan, rekamlah proses tampilan diri anda selama melakukan
praktek.

2) Pelaksanaan
a. Tentukan orang/peserta lain yang akan anda jadikan model sasaran pada
praktek promosi kesehatan. Minta mereka berperan sesuai keadaan sasaran
dimaksud.
b. Lakukan tugas anda menampilkan praktek promosi kesehatan dengan
performa terbaik pada sasaran terpilih dan dihadapan fasilitator.
c. Kesesuaian penampilan praktek dan SAP yang anda buat akan menjadi critical
point bagi observer/fasilitator
d. Anda memiliki waktu tampil 10 menit (persiapan tampil-evaluasi)
e. Tugas fasilitator pada tahap ini adalah mengobservasi jalannya praktek selama
peserta tampil dan melakukan umpan balik serta penilaian terhadap peserta di
akhir waktu.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 139
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Evaluasi Pelaksanaan
Teknik Evaluasi, bisa berdasarkan:
a. hasil obeservasi langsung di hadapan fasilitator, atau
b. tidak langsung berdasarkan rekaman video yang dikirim oleh peserta yang
bersangkutan.

b. Praktek Pelaksanaan Konseling Kesehatan

Tujuan Pembelajaran
Setelah selesai praktek pelaksanaan konseling kesehatan, peserta mampu melakukan
konseling sesuai tahapan berikut ini:
1) Persiapan Praktek Konseling
2) Pelaksanaan Praktek Konseling
3) Evaluasi Pelaksanaan Konseling

Langkah-Langkah
1) Persiapan
a. Persiapkan ruangan yang memadai untuk kepentingan hak privasi sasaran/
klien/pasien,
b. Antisipasi keadaan, untuk menghadapi hal-hal di luar dugaan saat pelaksanaan
praktek konseling dilaksanakan.
c. Siapkan mental untuk mampu bersikap toleransi terhadap umat beragama lain,
dengan saling menghormati dan memelihara hak dan kewajibannya
masing-masing.
d. Gunakan Teknik komunikasi sesuai usia sasaran, dan tunjukan empati yang
dalam sehubungan dengan masalah kesehtan yang dihadapi sasaran/klien/
pasien.
e. Siapkan bahan evaluasi yang dikoordinasikan dengan fasilitator

2) Pelaksanaan
a. Tentukan orang/peserta lain yang akan anda jadikan model sasaran/klien/
pasien pada praktek konseling. Minta peserta lain berperan sesuai keadaan
sasaran dimaksud.
b. Lakukan tugas anda menampilkan praktek konseling dengan performa terbaik
pada sasaran terpilih dan dihadapan fasilitator.
c. Anda memiliki waktu tampil 10 menit (persiapan tampil-evaluasi)
d. Fasilitator melakukan observasi jalannya praktek selama peserta tampil dan
melakukan umpan balik serta penilaian terhadap peserta di akhir waktu.

3) Evaluasi Pelaksanaan
Teknik Evaluasi, bisa berdasarkan:
a. hasil obeservasi langsung di hadapan fasilitator, atau
b. tidak langsung berdasarkan rekaman video yang dikirim oleh peserta yang
bersangkutan.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
140 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 141
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
142 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
IX. URAIAN MATERI

A. KONSEP DAN PRINSIP PROMOSI KESEHATAN


Proses pemberdayaan perorangan, kelompok dan masyarakat, untuk dapat memelihara dan
meningkatkan kesehatannya (Health promotion is the proces of enabling people to control
over and improve their health. (WHO, 1986).

Promosi Kesehatan adalah proses pemberdayaan masyarakat agar mampu memelihara


dan meningkatkan kesehatannya (Pusat Promkes Depkes). Proses pemberdayaan tersebut
dilakukan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat. Artinya proses pemberdayaan tersebut
dilakukan melalui kelompok-kelompok potensial di masyarakat, bahkan semua komponen
masyarakat. Proses pemberdayaan tersebut dilakukan sesuai sosial budaya setempat,
artinya sesuai dengan keadaan, permasalahan dan potensi setempat.

Pendidikan kesehatan (health education) yang penekanannya pada perubahan/perbaikan


perilaku melalui peningkatan kesadaran, kemauan dan kemampuan.Pemasaran sosial
(social marketing), yang penekanannya pada pengenalan produk/ jasa melalui kampanye.
Upaya promosi kesehatan (upaya komunikasi dan informasi) yang tekanannya pada
penyebaran informasi.Upaya peningkatan (promotif) yang penekanannya pada upaya
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan.

Upaya advokasi di bidang kesehatan yaitu upaya untuk mempengaruhi lingkungan atau
pihak lain agar mengembangkan kebijakan yang berwawasan kesehatan (melalui upaya
legislasi atau pembuatan peraturan, dukungan suasana dan lain-lain di berbagai bidang/
sektor, sesuai keadaan).Pengorganisasian masyarakat (community organization),
pengembangan masyarakat (community development), penggerakkan masyarakat (social
mobilization), pemberdayaan masyarakat (community empowerment), dan lain-lain.

7 Prinsip Strategi Global Promosi Kesehatan (WHO, 1984)


a. Perubahan Perilaku (behavior change;
b. Perubahan Sosial (social change);
c. Perubahan Lingkungan Fisik (environment change);
d. Pengembangan Kebijakan (policy development);
e. Pemberdayaan (empowerment);
f. Partisipasi Masyarakat (community participation);
g. Membangun Kemitraan (building partnership).

Pemberdayaan masyarakat, yaitu upaya untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian


semua komponen masyarakat untuk dapat hidup sehat.Pengembangan kemitraan, yaitu
upaya untuk membangun hubungan para mitra kerja berdasarkan kesetaraan, keterbukaan
dan saling memberikan manfaat.Upaya advokasi, yaitu upaya untuk mendekati,
mendampingi, dan mempengaruhi para pembuat kebijakan sacara bijak, sehingga mereka
sepakat untuk memberi dukungan terhadap pembangunan kesehatan.

Pembinaan suasana, yaitu kegiatan untuk membuat suasana atau iklim yang mendukung
terwujudnya perilaku sehat dengan mengembangkan opini publik yang positif melalui media
massa, tokoh masyarakat, “public figur”, dll.Pengembangan Sumber Daya Manusia, yaitu
kegiatan pendidikan, pelatihan, pertemuan-pertemuan, dll untuk meningkatkan wawasan,
kemauan, dan keterampilan baik petugas kesehatan maupun kelompok-kelompok potensial
masyarakat. Pengembangan iptek, yaitu kegiatan untuk selalu mengembangkan ilmu

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 143
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
pengetahuan dan teknologi dalam bidang promosi, informasi, komunikasi, pemasaran,
advokasi, dan lain-lain yang selalu tumbuh dan berkembang. Pengembangan media dan
sarana, yaitu kegiatan untuk “mempersenjatai” diri dengan penyediaan media dan sarana
yang diperlukan untuk mendukung kegiatan promosi kesehatan.Pengembangan
infrastruktur, yaitu kegiatan penunjang promosi kesehatan: sekretariat, tim promosi, serta
berbagai perangkat keras dan perangkat lunak yang diperlukan.

RESUME
Essensi promosi kesehatan adalah pemberdayaan masyarakat. Sedangkan pemberdayaan
adalah upaya untuk membuat daya sehingga mampu memelihara dan meningkatkan
kesehatannya sendiri. Untuk itu tentu diperlukan upaya untuk merubah, menumbuhkan atau
mengembangkan perilaku positif. Hal ini merupakan bidang garapan utama pendidikan
kesehatan.

Promosi Kesehatan juga mencakup Penyuluhan Kesehatan, karena dalam rangka


pemberdayaan, tentu diperlukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran,
di samping pengetahuan, sikap, dan perbuatan. Untuk itu tentu diperlukan upaya
penyediaan dan penyampaian informasi, yang merupakan bidang garapan promosi
kesehatan kesehatan. Makna asli promosi kesehatan sendiri adalah pemberian penerangan
dan informasi.

Promosi Kesehatan sejalan dengan Komunikasi, Informasi dan Edukasi. Oleh karena itu,
untuk melakukan pemberdayaan masyarakat tentu diperlukan upaya untuk membuka jalur
komunikasi, yang selanjutnya diisi dengan penyampaian dan dimantapkan dengan edukasi.
Promosi Kesehatan juga menampung aspirasi pemasaran sosial, karena promosi juga berarti
mengenalkan produk (yaitu perilaku hidup sehat) secara luas kepada masyarakat sehingga
mereka dapat menerima dan memanfaatkannya (mempraktekkannya) dalam kehidupan
sehari-hari.

Promosi Kesehatan mengandung pengertian mobilisasi publik karena dalam promosi


kesehatan diperlukan adanya advokasi kebijakan sehingga kebijakan yang ada dapat
memberikan dukungan bagi pengembangan perilaku dan lingkungan sehat. Hal ini
merupakan “law enforcement” yang dapat “memaksa” atau memobilisasi masyarakat untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Selain itu pembentukan opini publik yang merupakan
salah satu upaya promosi kesehatan juga dapat diartikan sebagai upaya memobilisasi
masyarakat untuk memilih perilaku hidup sehat.

B. KONSELING SEBELUM PEMERIKSAAN DETEKSI DINI

Definisi Konseling
American Counseling Association mendefinisikan konseling sebagaihubungan profesional
yang memberdayakan keberagaman individu, keluarga, dan kelompok untuk mencapai
kesehatan mental, kesehatan, pendidikan, dan tujuan karir.

Menurut Mappiare konseling (counseling), kadang disebut juga dengan promosi kesehatan
yang merupakan suatu bentuk bantuan. Di dalam konseling membutuhkan kemampuan
profesional pada pemberi layanan yang sekurangnya melibatkan pula orang kedua, pemberi
layanan yaitu orang yang sebelumnya merasa ataupun tidak dapat berbuat banyak yang
kemudian setelah mendapat konseling menjadi dapat melakukan sesuatu.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
144 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Definisi lain menurut Division of counseling Psychology, konseling adalah proses yang dapat
membantu individu untuk mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya dan untuk
mencapai perkembangan kemampuan pribadi yang dimilikinya secara optimal.

Tujuan Konseling
Ada beberapa tujuan konseling diantaranya adalah:
1. Membantu seorang individu mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan tahap
perkembangan, tuntutan positif lingkungannya dan predisposisi yang dimilikinya seperti
kemampuan dasar dan bakatnya, dalam berbagai latar belakang yang ada seperti
keluarga, pendidikan, atau status ekonomi.
2. Membuat seseorang mengenali dirinya sendiri dengan memberi informasi kepada
individu tentang dirinya, potensinya, kemungkinankemungkinan yang memadai bagi
potensinya dan bagaimana memanfaatkan pengetahuan sebaik-baiknya.
3. Memberi kebebasan kepada individu untuk membuat keputusan sendiri serta memilih
jalurnya sendiri yang dapat megarahkannya.
4. Dalam menjalani hidup menjadikan individu lebih efektif, efisien dan sistematis dalam
memilih alternatif pemecahan masalah.
5. Konseling membantu individu untuk mengahapus / menghilangkan tingkah laku
maladaptif (masalah) menjadi tingkah laku baru yaitu tingkah laku adaptif yang diinginkan
klien.

Prinsip – Prinsip Konseling


Prinsip-prinsip konseling sebagai paduan kajian teoritik dan lapangan untuk menjadi
pegangan dan pedoman dalam bimbingan konseling. Beberapa prinsip-prinsip konseling,
diantaranya adalah:
1. Prinsip-prinsip berkenan dengan sasaran pelayanan Bimbingan konseling memberikan
perhatian utama kepada perbedaan atau yang menjadi orientasi pokok pelayanannya,
memperhatikan sepenuhnya tahap-tahap dan aspek perkembangan, tanpa memandang
umur, jenis kelamin, suku, bangsa, agama, dan status sosial ekonomi melayani semua
individu, serta berurusan dengan sikap dan tingkah laku yang komplek dan unik.
2. Prinsip-prinsip berkenaan dengan masalah individu Perhatian utama yang menjadi faktor
timbulnya masalah dalam pelayanan bimbingan konseling diantaranya kesenjangan
sosial, ekonomi dan budaya. Berurusan dengan pengaruh lingkungan terhadap kondisi
mental dan fisik klien terhadap penyesuaian diri di rumah, sekolah, kontak sosial, dan
pekerjaan.
3. Prinsip-prinsip berkenaan dengan program pelayanan Bimbing konseling merupakan
bagian integral dari pendidikan dan pengembangan, sehingga bimbingan harus
disesuaikan dan dipadukan dengan program pendidikan serta pengembangan peserta
didik. Program bimbingan dan konseling harus fleksibel, sesuai dengan kebutuhan
individu, masyarakat, dan kondisi lembaga. Program bimbingan dan konseling disusun
secara berkelanjutan dari jenjang pendidikan terendah sampai yang tertinggi.

Keterampilan Konseling
Seorang konselor harus mempunyi berbagai keterampilan dasar konseling sebagai fasilitator
penyelenggaraan konseling agar mencapai tujuan konseling yang efektif. Keterampilan
konseling meliputi :

1. Keterampilan attending : usaha konselor untuk membangun kondisi awal, mulai dari upaya
menunjukkan sikap empati, menghargai, dan mengetahui apa yang dibutuhkan klien.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 145
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
2. Keterampilan mengundang pembicaraan yang terbuka : membantu memulai wawancara
serta menguraikan masalah.
3. Keterampilan parafrase : mengungkapkan kembali esensi atau inti dari ungkapan
konseling.
4. Keterampilan refleksi perasaan : merespon keadaan perasaan klien terhadap situasi yang
sedang dihadapi.
5. Keterampilan konfrontasi : untuk pemberian tanggapan terhadap pengungkapan
kontradiksi dari klien.

Asas – Asas Kosenling


Dalam penyelenggaraan bimbingan dan konseling selain terdapat fungsi dan prinsip, juga
terdapat kaidah-kaidah didalamnya yang dikenal dengan asasasas bimbingan konseling.
Dalam pemenuhan asas-asas tersebut dapat melancarkan pelaksanaan dan keberhasilan
layanan atau kegiatan lebih terjamin, sebaliknya jika asas-asas tersebut terlalaikan dapat
menghambat atau bahkan menggagalkan pelaksanaan, serta mengurangi atau
mengaburkan hasil layanan bimbingan dan konseling itu sendiri. Adapun beberapa
asas-asas bimbingan dan konseling yang dimaksud adalah :

1. Asas kerahasiaan
Bimbingan konseling adalah melayani individu-individu yangbermasalah, namun banyak
orang yang tidak mau memberitahukan masalah yang mereka hadapi selain diri mereka
sendiri. Oleh karena itu, sudah sepatutnya sebagai konselor menjaga kerahasiaan individu
tersebut, hal itu juga termasuk dalam asas kerahasiaan yang merupakan kunci dalam
bimbingan konseling.

2. Asas kesukarelaan
Ketika kerahasiaan telah dijaga oleh konselor, dalam asas kesukarelaan ini diharapkan
klien yang mengalami masalah secara sukarela membawa konselor kepada masalah
yang ia hadapi.

3. Asas Keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan dan promosi kesehatan yang efisien dimana berlangsung
dalam situasi keterbukaan, bukan hanya dalam sikap penerimaan saran melainkan juga
bersedia membuka diri untuk promosi kesehatan tersebut baik dari pihak konselor mau
pun klien.

4. Asas Keinginan
Masalah klien yang ditanggulangi dalam upaya bimbingan konseling merupakana
masalah-masalah yang dirasakan oleh klien saat ini, bukan masalah yang lampau
atau masalah yang akan datang. Pencegahan dapat dilakukan untuk menghindari
kemungkinan buruk dimasa yang akan datang.

5. Asas Kegiatan
Sebagai sasaran layanan diharapkan klien dapat berpartisipasi aktif dalam melakukan
layanan bimbingan konseling. Usaha lain dilakukan oleh konselor dimana konselor harus
mendorong dan memotivasi klien untuk dapat aktif dalam bimbingan konseling yang
dilakukan.

6. Asas Kemandirian
Dalam asas kemandirian ini tertuju pada tujuan dan sasaran dari bimbingan dan konseling

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
146 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
dimana klien diharapkan menjadi individu yang mandiri dengan ciri mengenal diri sendiri
dan lingkungannya, mampu mengambil keputusan, mengarahkan serta mewujudkan diri
sendiri. Dalam hal ini, konselor mampu mengarahkan klien kearah kemandirian.

7. Asas Kekinian
Bimbingan dan konseling yang dilakukan adalah membahas tentang permasalahan klien
pada masa yang sekarang dialaminya.

8. Asas Keterpaduan
Dalam asas ini dibutuhkan kerjasama antara konselor dan klien dimana satu sama lain
saling menunjang, harmonis, dan saling terpadukan.

KONSELING SEBELUM PEMERIKSAAN PAYUDARA DAN TES IVA


Setelah ibu setuju untuk diperiksa, jelaskan pemeriksaan payudara dan test IVA dengan lebih
detail dan langkah-langkah yang akan dilakukan jika ditemukan kelainan/komplikasi
(lihat Gambar 4-1).
Gambar 4-1. Diagram Alur untuk Pencegahan Kanker Leher Rahim

Mengajak ibu-ibu dalam kelompok usia 30-50 tahun untuk melakukan


TINGKAT KOMUNITAS penapisan kanker leher rahim

TINGKAT YANKES Melakukan konseling tentang kanker leher rahim, faktor risiko dan pencegahannya
PRIMER/SEKUNDER

Melakukan IVA

IVA (-) IVA (+) Kanker

Diulang 5 tahun yang akan datang Lesi luas*

Tidak Iya

Sarankan Krioterapi

Konseling

Servikis bukan
kontraindikasi Setuju Menolak Ibu memilih
untuk dirujuk
krioterapia Anjurkan untuk ulangi IVA
Ada servisitis?
1 tahun yang akan datang
RUJUK
Ya
Krioterapi
Tidak
Obati

Tunggu 2 minggu untuk krioterapi

Evaluasi
- apakah sudah bisa melakukan hubungan
Kembali 1 bulan pasca krioterapi - lesi sudah sembuh

6 bulan I
Kembali 6 bulan pasca krioterapi Acetawhite (-) atau
lesi prakanker
6 bulan II

IVA (-) Ulangi setelah 5 tahun

Keterangan :
* lesi >75% meluas ke dinding vagina atau lebih
dari 2 mm dari diameter krioprobe atau ke dalam
saluran diluar jangkauan krioprobe
6 bulan I : 6 bulan pasca krio pertama
6 bulan II : 6 bulan pasca krio kedua

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 147
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Jelaskan bahwa pengobatan berbagai jenis lesi pra-kanker yang mungkin teridentifikasi
dapat dilakukan segera, jika dia menginginkannya. Ibu yang tertarik menjalani pemeriksaan
payudara dan tes IVA harus diberikan informasi mengenai hal-hal sebagai berikut:

⚫ Sifat dari kanker leher rahim sebagai penyakit dan konsekuensi bila terinfeksi HPV
⚫ Faktor risiko penyakit tersebut
⚫ Peranan dan pentingnya melakukan pemeriksaan payudara dan tes IVA
⚫ Konsekuensi jika tidak melakukan pemeriksaan
⚫ Pilihan pengobatan jika hasil IVA ada kelainan
⚫ Perlunya rujukan jika ditemukan adanya kelainan pada payudara yang mencurigakan
kanker.

Pada saat melakukan pemeriksaan payudara dan tesIVA,selalu yakinkan ibu dan
beritahukan hasil temuan, termasuk apakah perlu segera dilakukan pengobatan dengan
krioterapi. Jika hasil pemeriksaan payudara dan tes IVA negatif, berikan promosi kesehatan
tentang arti dari hasil tes dan kapan harus kembali untuk pemeriksaan selanjutnya. Lamanya
waktu sampai ibu melakukan pemeriksaan kembali harus sesuai dengan panduan lokal
ataupun nasional.

KONSELING SEBELUM KRIOTERAPI


Semua perempuan mempunyai hak untuk memutuskan dengan bebas apakah dia mau
mendapat pengobatan atau tidak. Di beberapa negara, diperlukan persetujuan tindakan
tertulis untuk semua perlakuan/tindakan pengobatan. Tenaga kesehatan yang memperoleh
persetujuan verbal dari ibu untuk menjalani krioterapi harus mengikuti langkah-langkah
berikut:
⚫ Jelaskan tindakan krioterapi secara rinci mengenai risiko, manfaat, kemungkinan
keberhasilan dan pilihan lain, dengan cara yang tidak menakutkan dan dalam bahasa yang
mudah dimengerti oleh ibu. (Tabel 7-1).

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
148 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
⚫ Berikan waktu dan dorong ibu untuk bertanya dan membahas keadaan dirinya.
⚫ Tanyakan apakah ibu memberi persetujuan untuk pengobatan.

Seorang ibu yang terbukti mengalami perubahan serviks pra-kanker (tes IVA positif) harus
mendapat informasi tersebut di atas dan informasi tambahan tentang IMS dan cara
mencegahnya. Berbicara dengan Ibu/Klien mengenai Kanker Leher Rahim 7-8 Panduan
Pencegahan Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim untuk Fasilitas dengan Sumberdaya
Terbatas.

KONSELING SETELAH MENJALANI KRIOTERAPI


Sebelum meninggalkan fasilitas kesehatan, ibu/pasien harus mendapat konseling mengenai:
⚫ Rincian asuhan/perawatan pribadi di rumah,
⚫ Keadaan yang mengharuskan ibu kembali ke klinik segera di luar jadwal kunjungan
(Gambar 7-2),
⚫ Perlunya menghindari hubungan seksual selama 4 minggu setelah pengobatan dan
sediakan kondom selama 2 bulan seandainya tidak mungkin menghindari hubungan
seksual, (Karena perempuan yang seropositif untuk HIV mungkin memiliki shedding
virus HIV yang meningkat setelah pengobatan dan selama proses penyembuhan, abstinence
selama 4 minggu sangat dianjurkan bagi semua perempuan). dan;
⚫ Kapan dia harus kembali untuk jadwal kunjungan berikutnya.

PERTANYAAN TENTANG PENCEGAHAN KANKER LEHER RAHIM YANG SERING DIAJUKAN


OLEH IBU
⚫ J : Mengapa saya harus menjalani tes penapisan ini?
⚫ P : Kanker leher rahim merupakan masalah kesehatan yang serius bagi perempuan yang
tinggal di negara-negara sedang berkembang. Penyakit ini adalah penyebab utama
kematian kanker pada perempuan berusia antara 30 sampai 50 tahun. Perempuan
yang menderita kanker leher rahim seringkali memiliki gejala seperti menstruasi atau
nyeri perut bagian bawah. Bila gejala tersebut muncul, kanker biasanya sudah tahap
lanjut dan pengobatan sudah terlambat. Tetapi kanker leher rahim dapat dicegah
dengan mudah melalui tes sederhana seperti IVA untuk mendeteksi sel-sel tak

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 149
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
normal pada leher rahim. Dengan memeriksa leher rahim sebelum muncul gejala,
abnormalitas dapat ditemukan dan pengobatan yang efektif dapat diberikan sehingga
kanker dapat dicegah.
⚫ P : Apa yang disebut kanker leher rahim, dan bagaimana saya dapat terkena?
⚫ J : Kanker leher rahim diakibatkan oleh adanya infeksi menularseksual (IMS). Hal ini
berarti leher rahim telah terpajan oleh satu atau lebih jenis HPV yang menyebabkan
kanker sehingga, setelah beberapa waktu, telah menyebabkan perubahan abnormal
pada sel-sel pada leher rahim. HPV ditularkan melalui hubungan seksual. Kadang kala
kehadiran virustersebut dalam bentuk warts, baik di bagian luar atau di dalam daerah
genital, seperti pada leher rahim. Bila ada sel-sel abnormal pada leher rahim dan tidak
diobati, sel-sel tersebut dapat menjadi kanker dan pada akhirnya menyebar ke seluruh
leher rahim dan organ panggul (pelvik).Jika tidak didiagnosa dan ditangani lebih awal,
kanker tersebut dapat menyebabkan kematian.
⚫ P : Saya seorang perokok. Apakah hal itu dapat meningkatkan risiko kanker leher rahim?
⚫ J : Merokok merupakan salah satu faktor risiko terkena kanker leher rahim. Walaupun cara
kerja sesungguhnya belum jelas, perempuan perokok tampaknya mempunyai risiko
yang lebih tinggi terkena kanker leher rahim, serta kanker lainnya, dibandingkan yang
tidak merokok. Alasannya mungkin terkait dengan efek dari nikotin dan produk lain dari
rokok, yang terkonsentrasi pada mukosa leher rahim dan mengurangi kemampuan
leher rahim untuk menolak infeksisalah satu atau lebih jenis HPV. Tentunya, salah satu
cara mengurangi risiko tersebut adalah dengan berhenti merokok!
⚫ P : Bagaimana cara kerja IVA?
⚫ J : Dengan mengoleskan asam cuka, tenaga kesehatan dapat melihat perbedaan antara
leher rahim yang tampak sehat dan yang tidak normal. Asam cuka merubah warna
sel-sel abnormal menjadi berwarna putih.
⚫ P : Jika hasil tes saya positif, apakah berarti saya terkena kanker?
⚫ J1: Tidak. Tetapi, jika terlihat ada sel-sel yang tidak normal dan tidak diobati, maka ada
kemungkinan timbul kanker. Agar hal tersebut tidak terjadi, dapat diberikan
pengobatan yang hampir 90% efektifdapat menyembuhkan masalah tersebut untuk
5 tahun mendatang atau lebih.
⚫ J2: Kadang kala hasil tes positif (berarti menurut tenaga kesehatan leher rahim tidak
normal) tetapi, jika dilakukan tes-tes lain, hasilnya kadang kala hasil tes positif
(berarti menurut tenaga kesehatan leher rahim tidak normal) tetapi, jika dilakukan
tes-tes lain, hasilnya mungkin tidak menunjukkan area yang tidak normal. Sehingga,
ada kemungkinan ditawarkan untuk dilakukan pengobatan bahkan jika sebenarnya
mungkin tidak ada penyakit. Jika ibu mempunyai faktor-faktor risiko yang dapat
menyebabkan kanker leher rahim, seperti merokok, mempunyai riwayat IMS,
mempunyai banyak pasangan seksual, atau pernah mendapat hasil test (tes Pap)
abnormal, maka lebih besar kemungkinan ibu mendapat penyakit tersebut. Dalam
kasus seperti itu, lebih besar kemungkinannya bahwa jika menurut Petugas kesehatan
hasil tes adalah positif, maka memang benar positif.
⚫ J3: Jika terbukti atau dicurigai adanya kanker, dan bukan hanya perubahan pra-kanker,
ibu harus dirujuk ke Rumah Sakit untuk menentukan stadium kanker tersebut
dan mendapat pengobatan yang tidak tersedia di fasilitas setempat. Pengobatan
tersebut termasuk tindakan pembedahan atau tindakan lain untuk menilai besarnya
penyakit yang ada atau untuk mengangkat jaringan ikat yang berpenyakit sebanyak
mungkin.
⚫ P : Apakah pengobatan yang diberikan jika ada sel-sel (prakanker) yang tak normal?

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
150 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
⚫ J : Pengobatan dilakukan dengan membekukan jaringan ikat leher rahim yang tak normal.
Tindakan tersebut dikenal sebagai krioterapi, dan merupakan tindakan rawat jalan yang
sederhana. Untuk melakukan krioterapi, sebuah alat, yang sangat dingin, diletakkan
pada leher rahim dan sel-sel leher rahim akan dibekukan. Setelah sel-sel tersebut
beku, kemudian akan mati dan lepas dari leher rahim. Ibu akan melihatnya dalam
bentuk semacam keputihan yang banyak selama 4 sampai 6 minggu setelah
pengobatan.
⚫ P : Seberapa efektifkah pengobatan ini?
⚫ J : Krioterapi sekitar 90% efektif dalam menyembuhkan masalah ini sampai minimal
5 tahun mendatang.
⚫ P : Apakah terasa sakit saat diobati?
⚫ J : Pada saat pengobatan, ibu mungkin akan merasa sedikit kram dan rasa dingin pada
vagina dan perut bagian bawah. Kram tersebut akan segera hilang setelah 15 sampai
30 menit dan mudah diobati dengan meminum obat penghilang rasa sakit. Selama
beberapa hari kemudian ibu mungkin mengalami kram ringan dimana ibu bisa
meminum obat penghilang rasa sakit yang biasa diminum jika kram saat menstruasi.
⚫ P : Apa saja efek samping dari pengobatan tersebut? J: Efek samping yang paling umum
dari krioterapi adalah mengalami keputihan selama 4-6 minggu. Hampir semua orang
yang mendapat pengobatan ini mengalami keputihan (discharge). Sebagian
perempuan mungkin juga mengalami menstruasi ringan atau kram. Pada saat
tersebut, ibu tidak boleh menaruh apapun ke dalam vagina. Hal ini berarti ibu tidak
boleh berhubungan seksual, menyemprot (douche) atau menggunakan tampons.
Jika sangat tidak mungkin menghindari hubungan seksualselama 4 minggu setelah
pengobatan, sangat penting agar ibu atau pasangan menggunakan kondom.
⚫ P : Apa yang akan terjadi jika saya tidak memakai kondom?
⚫ J : Pengobatan dengan membekukan menyebabkan “luka” pada leher rahim, sehingga
perlu waktu untuk sembuh. Pada saat penyembuhan luka tersebut, ibu lebih rentan
terkena atau menularkan IMS, seperti chlamydia, gonorrhea atau HIV/AIDS. Itulah
sebabnya penggunaan kondom sangat penting.
⚫ P : Apa kelebihan dari pengobatan tersebut jika saya mungkin sebenarnya tidak
mempunyai penyakit? J: Kelebihan dari pengobatan tersebut adalah kemungkinan
besar ibu tidak akan mengalami kanker leher rahim selama 10 tahun mendatang.
Bahkan bila tidak terlihat adanya jaringan ikat yang tak normal, bentuk awal dari
penyakit mungkin sudah ada. Dengan menjalani pengobatan inisel-sel yang sehat
dapat tumbuh pada leher rahim, sehingga mengurangi kemungkinan munculnya
kanker.

PERTANYAAN YANG SERING DIAJUKAN DALAM PENCEGAHAN KANKER PAYUDARA


⚫ P : Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan payudara?
⚫ J : Pemeriksaan payudara adalah memeriksa ukuran dan bentuk kedua payudara, meraba
jaringan ikat payudara dan memeriksa apakah ada cairan yang keluar dari puting
payudara. Selain itu pemeriksaan payudara juga dapat dilakukan dengan
menggunakan alat rontgen yang dikenal dengan nama mammografi atau dapat juga
dengan menggunakan ultrasonografi
⚫ P : Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan payudara? :
⚫ J : Mamografi adalah pemeriksaan payudara dengan menggunakan sinar rontgen,
untuk menemukan tumor payudara sedini mungkin. Tetapi bila alat tersebut tidak ada,
maka pemeriksaan payudara dapat dilakukan oleh ibu secara berkala dan oleh

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 151
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
petugas kesehatan terlatih.
⚫ P : Mengapa perlu memeriksa payudara?
⚫ J : Pemeriksaan payudara untuk memastikan bahwa payudara ibu masih normal.
Pemeriksaan payudara juga membantu petugas kesehatan menemukan kondisi medis
tertentu (seperti infeksi ataupun tumor) yang dapat menjadi serius jika tidak diobati.
Banyak petugas kesehatan menyarankan agar ibu melakukan pemeriksaan payudara
secara rutin sejak seorang ibu/klien mulai aktif secara seksual atau sejak usia 20 tahun.
⚫ P : Seberapa sering melakukan pemeriksaan payudara ?
⚫ J : Pemeriksaan payudara sendiri (SADARI) dapat dilakukan sendiri oleh ibu setiap saat.
Akan lebih baik apabila dilakukan juga pemeriksaan klinis(CBE) untuk ibu/klien usia
20-30 tahun setiap 3 tahun satu kali dan diatas 40 tahun satu tahun satu kali, kecuali
apabila ibu memiliki faktor risiko, pemeriksaan dilakukan 1 tahun sekali.
⚫ P : Seberapa umumkah kanker payudara?
⚫ J : Kanker payudara merupakan salah satu penyebab utama kematian yang diakibatkan
oleh kanker pada ibu/klien di seluruh dunia (angka standar untuk populasi dunia adalah
13/100.0003 ). Faktor- faktor yang tampaknya dapat meningkatkan kemungkinan
berkembangnya kanker payudara antara lain:
❑ Usia di atas 40
❑ Ibu atau saudara ibu/klien yang memiliki kanker payudara
❑ Menstruasi pertama kali sebelum usia 12 tahun
❑ Tidak memiliki anak atau memiliki anak setelah usia 30 tahun
❑ Tidak pernah menyusui
❑ Riwayat biopsi payudara
❑ Kelebihan berat badan
⚫ P : Apa saja tanda-tanda yang harus diwaspadai?
⚫ J : Tanda-tanda yang terlihat dengan memperhatikan payudara antara lain:
❑ Penambahan yang tak biasa pada ukuran payudara
❑ Salah satu payudara menggantung lebih rendah dari biasanya
❑ Lekukan seperti lesung pipit kulit payudara
❑ Cekungan atau lipatan pada puting atau areola
❑ Pembengkakan pada lengan bagian atas
❑ Perubahan penampilan puting payudara
❑ Cairan seperti susu atau darah dari salah satu puting

Perubahan yang dapat ditemukan dengan pemeriksaan payudara:


❑ Benjolan pada payudara
❑ Pembesaran kelenjar getah bening (lymph nodes) pada axilla atau leher.
⚫ P : Apakah pemeriksaan payudara menyakitkan?
⚫ J : Pemeriksaan payudara tidak menyakitkan. Selain merasa tidak nyaman karena orang
lain menyentuh payudara ibu, tidak ada rasa sakit atau nyeri.
⚫ P : Saya takut melakukan pemeriksaan payudara. Apakah ibu/klien lain merasakan hal
yang sama?
⚫ J : Normal bila ibu merasa kurang nyaman, malu atau takut pada saat pemeriksaan.
Banyak ibu yang mengatakan bahwa bagian yang paling memalukan dari pemeriksaan
adalah saat harus menunjukkan payudara kepada petugas kesehatan. Perlu diingatkan
bahwa petugas kesehatan adalah orang yang sangat terlatih dalam melakukan
pemeriksaan tersebut. Agar ibu merasa lebih nyaman, ibu bisa didampingi oleh ibu
atau teman dekat ibu pada saat pemeriksaan.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
152 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
⚫ P : Apakah saya harus melepas pakaian?
⚫ J : Ibu akan diminta melepas pakaian luar, termasuk bra, dari pinggang ke atas. Ibu
dapat melepaskannya di ruang tertutup dan menutupi tubuh dengan kain sebelum
petugas kesehatan masuk untuk melakukan pemeriksaan.
⚫ P : Dapatkah saya melihat apa yang terjadi selama pemeriksaan payudara?
⚫ J : Ya, ibu perlu melihat bagaimana payudara ibu diperiksa dan menyimak baik-baik apa
yang dikatakan petugas kesehatan. Ibu juga akan mendapat kesempatan untuk
mempelajari cara melakukan pemeriksaan payudara sendiri.
⚫ P : Berapa lama pemeriksaan payudara berlangsung?
⚫ J : Biasanya pemeriksaan payudara berlangsung tidak lebih dari 2–3 menit. Perlu
tambahan 5–10 menit untuk mengajarkan ibu cara melakukan pemeriksaan payudara
sendiri.
⚫ P : Apa yang dimaksud dengan pemeriksaan payudara sendiri?
⚫ J : Pemeriksaan payudara sendiri yaitu belajar melihat dan memeriksa payudara ibu
sendiri setiap bulan. Dengan melakukannya secara teratur ibu dapat lebih yakin bahwa
ibu dalam keadaan sehat.
⚫ P : Mengapa pemeriksaan payudara tiap bulan penting dilakukan?
⚫ J : Dengan melakukan pemeriksaan payudara sendiri, ibu juga lebih mungkin mengetahui
adanya benjolan atau masalah lain sejak dini (mis.,saat masih berukuran kecil), dan jika
diobati, bila perlu, akan lebih efektif dan lebih mudah dilakukan.

Seperti ditunjukkan di bawah ini (Gambar 7-2): Ibu yang telah dilatih melakukan pemeriksaan
payudara sendiri dapat mendeteksi benjolan kecil daripada ibu yang tidak terlatih.

Gambar 7-2. Ukuran Rata-rata Benjolan yang Terdeteksi

Mammografi setiap
0,2 sentimeter
tahun

Mammografi pertama
0,6 sentimeter
kali

1,2 sentimeter SADARI teratur

SADARI
2,75 sentimeter
tidak teratur

SADARI
3,75 sentimeter
tidak terlatih

Sumber : Spence 1994.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 153
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
REFERENSI

1) BBPSDMK Kemenkes RI. (2016). Modul Bahan Ajar Cetak Keperawatan Promosi Kesehatan.
Jakarta: BBPSDMK Kemenkes RI.
2) Dr. dr. Laila Nuranna, Sp.OG(K), Buku Acuan Pelatihan Deteksi Dini Kanker Serviks Program
“See and Treat” untuk Dokter dan Bidan, Female Cancer Program – FKUI/RSCM, 2019
3) http:/eprints.undip.ac id>Kamelia_Husein_22010, 2017. Konseling
4) Huezo CM and C Carignan.1997. Medical and Service Delivery Guidelines, Second edition.
5) Planning Appropriate Cervical Cancer Control Programs. PATH: Seattle, Washington.
Burns AA et al. 1997. Where Women Have No Doctor: A Health Guide for Women.
The Hesperian Foundation: Berkeley, California. Do It Yourself: Monthly Breast Self-Exam.
1987. Wyeth-Ayerst Laboratories: Philadelphia, Pennsylvania.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
154 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
MATERI PEMBELAJARAN INTI 8
PENCATATAN DAN PELAPORAN HASIL DETEKSI DINI
KANKER LEHER RAHIM DAN KANKER PAYUDARA
MATERI PEMBELAJARAN INTI 8
PENCATATAN DAN PELAPORAN HASIL DETEKSI DINI
KANKER LEHER RAHIM DAN KANKER PAYUDARA

I. DESKRIPSI SINGKAT
Modul ini menjelaskan kepada peserta Training of Trainer (ToT) Deteksi Dini Kanker Payudara
dan Kanker Leher Rahim untuk memahami dan mampu melakukan:
a) Pencatatan dan pelaporan hasil deteksi dini kanker leher Rahim
b) Pencatatan dan pelaporan hasil deteksi dini kanker payudara.

II. HASIL BELAJAR


Setelah mengikuti mata pelatihan ini peserta mampu melakukan pencatatan dan pelaporan hasil
deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara

III. INDIKATOR HASIL BELAJAR


Setelah mengikuti mata pelatihan ini, peserta mampu:
a) melakukan pencatatan dan pelaporan hasil deteksi dini kanker leher rahim; dan
b) melakukan pencatatan dan pelaporan hasil deteksi dini kanker payudara.

IV. MATERI POKOK


Materi pokok pada mata pelatihan ini adalah:
⚫ pencatatan dan pelaporan hasil deteksi dini kanker leher rahim
⚫ pencatatan dan pelaporan hasil deteksi dini kanker payudara

V. METODE
⚫ Ceramah Tanya Jawab (CTJ)
⚫ Latihan pencatatan dan pelaporan

VI. ALAT BANTU


⚫ Bahan tayang/ slide
⚫ Modul
⚫ Laptop/ komputer
⚫ LCD
⚫ Panduan latihan
⚫ Form monitoring

VII. WAKTU PEMBELAJARAN


Alokasi waktu: 4 JPL, dengan rincian T=2; P=2; PL=0

VIII. REFERENSI
Permenkes No 34 Tahun 2015 tentang Penanggulangan Kanker Payudara dan Kanker Leher
Rahim.
Buku Acuan Pengendalian Penyakit Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim, Kemenkes RI,
2015.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 157
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
IX. LAMPIRAN
1. Form B (CM 1 & 2)
2. Form C
3. Form D
4. Form E
5. Form F
6. Form I
7. Form J

X. LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PEMBELAJARAN

A. Agar langkah pembelajaran dapat berhasil secara efektif, maka perlu disusun langkah-
langkah sebagai berikut:

2. Langkah 1 : penyiapan proses pembelajaran


a. Kegiatan fasilitator
a. Memastikan kesiapan perangkat komputer
b. Memastikan tersedianya jaringan internet.
c. Fasilitator memulai kelas dengan menyapa dengan ramah dan hangat.
d. Melakukan presensi kehadiran peserta dan memastikan peserta hadir.
e. Menyampaikan ruang lingkup bahasan dan tujuan pembelajaran.

b. Kegiatan Peserta
a. Mempersiapkan perangkat komputer / handphone
b. Memastikan tersedianya jaringan internet.
c. Mempersiapkan diri dan alat tulis yang diperlukan.
d. Mendengarkan dan mencatat hal-hal yang dianggap penting.
e. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator bila ada hal-hal yang belum jelas melalui
media online yang disediakan.

3. Langkah 2 : penyampaian materi pembelajaran


a. Kegiatan fasilitator
a. Menyampaikan pokok bahasan secara garis besar sesuai dengan waktu yang
disediakan.
b. Memberikan kesempatan kepada peserta untuk menanyakan hal-hal yang kurang
jelas.
c. Memberikan jawaban jika ada pertanyaan yang diajukan peserta.

b. Kegiatan peserta
a. Menyimak, mencatat dan menyimpulkan hal-hal yang dianggap penting
b. Mengajukan pertanyaan kepada fasilitator sesuai dengan kesempatan yang
diberikan.
c. Memberikan jawaban atas pertanyaan yang diajukan fasilitator.

B. Langkah – langkah pembelajaran sebagai berikut :


1. Fasilitator memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan sesi pembelajaran ( 5 menit).
2. Curah pendapat (5 menit)
3. Fasilitator menyampaikan materi dengan menggunakan power point ( 35 menit)
4. Fasilitator memandu praktik pencatatan & pelaporan ( 45menit )

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
158 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
C. Langkah – langkah Pembelajaran
Penyampaian TEORI (SM) Waktu = 90 menit/ 2 JP
1. Fasilitator memperkenalkan diri
2. Menggali pemahaman peserta terhadap materi yang akan disampaikan
3. Mengulas materi sesuai dengan pokok bahasan mata pelatihan pencatatan dan pelaporan
sesuai kurikulum.
4. Memberikan kesempatan tanya jawab dengan peserta secara langsung maupun
melalui room chat.
5. Merangkum materi yang disampaikan

Metode : Latihan
Waktu : 90 Menit/2 JP (SM)

1. Pada sesi SM, peserta mempraktekan hal-hal yang disampaikan fasilitator pada sesi
penjelasan teori berupa link web yang dapat diakses untuk pengolahan data surveilans.
2. Peserta praktek Surveilans hasil deteksi dini kanker leher rahim dan kanker payudara
menggunakan komputer jinjing/laptop pribadi.
3. Peserta menggunakan data hasil praktek deteksi dini kanker leher rahim dan kanker
payudara yang telah dilakukan pada praktek materi inti sebelumnya.
4. Masing-masing peserta belajar melakukan enteri data, analisis dan penyajian data deteksi
dini kanker leher rahim dan kanker payudara serta Monitoring dan Evaluasi menggunakan
aplikasi yang ada di portal web Direktorat Pencegahan dan Pengendalian PTM.
5. Pelatih/Fasilitator mendampingi dan memberikan review terhadap hasil pengolahan data
peserta dalam praktek surveilans terpadu PTM.

IX. URAIAN MATERI


a. DEFINISI
a. Pencatatan deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim adalah
pendokumentasian kegiatan deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim dalam
bentuk tulisan, bisa berupa tulisan, gambar, grafik atau suara, di atas kertas, file, usb,, pita
suara atau media lainnya.
b. Pelaporan merupakan akhir dari pelaksanaan kegiatan. Pelaporan deteksi dini kanker
payudara dan kanker leher rahim adalah catatan yang memberikan informasi kegiatan
deteksi dini kanker payudara dan kanker leher Rahim dan hasilnya disampaikan kepada
pihak yang berwenang / berkepentingan.

Berdasarkan pengertian di atas pencatatan dan pelaporan deteksi dini kanker payudara dan
kanker leher rahim merupakan:
- Suatu kegiatan mencatat dan melaporkan
- Kegiatan administrasi yang harus dilaksanakan petugas
- Dapat dipertanggungjawabkan
- Sebagai alat komunikasi yang memuat informasi kegiatan deteksi dini kanker payudara
dan kanker leher Rahim.

Pencatatan dan pelaporan memiliki 3 unsur:


1. Pencatatan dan pelaporan
2. Analisa data
3. Pemanfaatan data

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 159
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
b. MANFAAT PENCATATAN DAN PELAPORAN
Adapun manfaat dari pencatatan dan pelaporan deteksi dini kanker payudara dan kanker
leher rahim adalah:
1. Memberikan informasi
2. Bukti dari suatu kegiatan / aktifitas
3. Bahan proses belajar dan penelitian
4. Bentuk pertanggungjawaban kegiatan / aktifitas
5. Bahan pembuatan laporan
6. Bukti hukum
7. Sebagi media komunikasi
8. Dasar pembuatan perencanaan, monitoring dan evaluasi

c. FREKUENSI PENCATATAN DAN PELAPORAN


Frekuensi pencatatan pelaporan deteksi dini kanker payudara dan kanker leher Rahim
sebagai berikut:
1. Laporan harian
2. Laporan mingguan
3. Laporan bulanan
4. Laporan Tribulanan
5. Laporan semesteran
6. Laporan Tahunan

d. SASARAN & TARGET


a. Rencana Strategis (Renstra) Kementerian Kesehatan RI Tahun 2020 – 2024
- Sasaran:
Semua Wanita Usia Subur (WUS) usia 30 – 50 tahun yang telah melakukan kegiatan
seksual dan belum menopause menjadi sasaran pemeriksaan deteksi dini kanker
payudara dengan SADANIS dan kanker Leher Rahim dengan metode IVA
- Target:
Minimal 80% dari total sasaran WUS usia 30 – 50 tahun, diperiksa setiap tahunnya
di fasilitas pelayanan kesehatan dengan tenaga kesehatan terlatih
- Perhitungan Pencapaian Target:
Jumlah WUS usia 30 – 50 th yang telah diperiksa dalam setahun
X 100%
Total sasaran WUS usia 30 – 50 th dalam tahun yang sama

b. Buku Acuan Pengendalian Penyakit Kanker Payudara dan Kanker Leher Rahim,
Kemenkes RI, 2015
- Sasaran:
Semua Wanita Usia Subur (WUS) usia 30 – 50 tahun yang telah melakukan kegiatan
seksual dan belum menopause menjadi sasaran pemeriksaan deteksi dini kanker
payudara dengan SADANIS dan kanker Leher Rahim dengan metode IVA.
- Target:
Total sasaran WUS usia 30 – 50 tahun dicapai dalam 5 (lima) tahun.
- Perhitungan Pencapaian Target:
Dengan langkah sebagai berikut:
1. Menentukan sasaran dalam setahun dengan cara membagi total WUS usia 30 -50
tahun yang telah melakukan kegiatan seksual dan belum menopause dalam
5 tahun.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
160 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
2. Menghitung pencapaian target dengan:
Jumlah WUS usia 30 – 50 th yang telah diperiksa dalam setahun
X 100%
Total sasaran WUS usia 30 – 50 th dalam tahun yang sama
(hasil perhitungan dari langkah No. 1)

e. ALUR PELAPORAN
KEMENKES

Keterangan:

DINKES PROVINSI Laporan


(K,L)
Umpan Balik

RS RUJUKAN Merujuk
DINKES KAB/KOTA
(I,J)

PUSKESMAS
(C,F)

PEMERIKSA
(B,D,E)

f. SISTEM PENCATATAN DAN PELAPORAN


1. Secara Manual
Yang dimaksud pencatatan dan pelaporan secara manual adalah pencatatan dan
pelaporan dengan mempergunakan format hard copy dan format exel. Adapun format
pencatatan dan pelaporan deteksi dini kanker payudara dan kanker leher Rahim dengan
metode IVA sebagai berikut:
a). Kementerian Kesehatan
⚫ Menerima laporan bulanan, triwulan dan tahunan dari Dinkes Provinsi
⚫ Merekap laporan dari Dinkes Provinsi (bulanan, triwulan dan tahunan)
b). Dinas Kesehatan Provinsi
⚫ Menerima laporan bulanan, triwulan dan tahunan Dinkes Kab/Kota
⚫ Merekap ke Laporan dari Dinkes Kab/Kota
⚫ Melaporkan ke Kemkes (Subdit Kanker) bulanan, triwulan dan tahunan
c). Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
⚫ Menerima laporan bulanan, triwulanan dan tahunan dari Puskesmas
⚫ Merekap laporan bulanan, triwulan dan tahunan
⚫ Melaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi bulanan, triwulan dan tahunan

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 161
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
d). Puskesmas
a. Mencatat data individu klien
b. Hasil deteksi dini diberikan kepada klien, utk kontrol
c. Data direkap bulanan dan dilaporkan ke Dinkes Kab/Kota

e). Petugas Pemeriksa


a. Melakukan pemeriksaan IVA-SADANIS dengan menggunakan format Catatan Medik
(1 dan 2) yang telah ditentukan (terlampir).
b. Data individu dimasukkan dalam register harian, direkap setiap bulan
c. Untuk klien dengan hasil pemeriksaan IVA positif, dipantau menggunakan form.....
d. Berkoordinasi dengan petugas pengelola Penyakit Tidak Menular (PTM) untuk
validasi data pemeriksaan IVA-SADANIS.
2. Dengan Menggunakan Website
Kementerian Kesehatan RI telah melakukan pembaharuan sistem pencatatan dan
pelaporan deteksi dini kanker payudara dan kanker leher rahim dengan melalui aplikasi
website yang disebut dengan Sistem Informasi Penyakit Tidak Menular (SIPTM). Sistem
aplikasi ini diinput oleh Pengelola PTM di tingkat kabupaten/kota dengan menggunakan
password dan username yang telah ditentukan. Adapun website tersebut dapat diakses
melalui alamat www.htpps://surveilans-pptm.kemkes.go.id. Adapun tampilan website
sebagai berikut:

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
162 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Oleh karena itu, semua data pemeriksaan IVA-SADANIS dicatat dengan format yang telah
ditentukan kemudian dilaporkan ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota agar dapat diinput.
Data yang telah diinput ke aplikasi SIPTM ini langsung dapat diakses secara otomatis oleh
Dinas Kesehatan Provinsi dan Kementerian Kesehatan RI. Pembahasan tentang aplikasi
SIPTM akan dilaksanakan terpisah dengan pelatihan deteksi dini kanker payudara dan
kanker leher Rahim dengan metode IVA.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 163
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
164 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
PANDUAN PENUGASAN
MATERI PEMBELAJARAN 8
Pencatatan dan Pelaporan Hasil Deteksi Dini
Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara

PANDUAN LATIHAN PENCATATAN DAN PELAPORAN


PANDUAN PENUGASAN
MATERI PEMBELAJARAN INTI 8
Pencatatan dan Pelaporan Hasil Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara
PANDUAN LATIHAN PENCATATAN DAN PELAPORAN

Persiapan Aplikasi
Aplikasi ini berbasis Web base dan Open source:
⚫ Menggunakan Browser untuk menjalankan aplikasi ini misalkan dengan Google Chrome, Opera
atau Mozilla yang di install di server maupun di klien.
⚫ Installasi Microsoft Excel tahun 2010 untuk membaca Reporting yang bisa di Export dan import File
Excel ke dalam aplikasi ini.
⚫ Sinkronisasi data offline menggunakan format tanggal YYYY-MM-DD.
⚫ Aplikasi ini dapat diakses dengan membuka link sebagai berikut : http://siptmv2.p2ptm.id/
⚫ Login aplikasi merupakan tahapan paling awal untuk user memulai aplikasi sebelum masuk
kedalam modul dan sub modul yang ada di dalam aplikasi.
⚫ Setelah melakukan login aplikasi maka akan masuk kedalam menu utama dari Aplikasi Sistem
Informasi PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) 2020. Di dalamnya terdapat modul dan sub modul
yang memiliki masing-masing fungsi yang akan dijelaskan secara detail dibawah ini.

Tahapan Login Aplikasi PENYAKIT TIDAK MENULAR (PTM) 2020


1. Masukan Username, username yang sudah terdaftar oleh sistem.
2. Masukan Password yang sudah terdaftar dalam sistem.
3. Klik Masuk untuk masuk ke dalam aplikasi.

Halaman Deteksi Dini


Halaman yang menampilkan data Rekapitulasi Deteksi Dini dan bisa di lihat kedalam bentuk laporan
Web View, PDF dan Excel.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 167
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
168 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Langkah – langkah untuk melihat data Rekapitulasi Deteksi Dini:
1. Cek di bagian modul Dashboard PTM, kemudian klik Deteksi dini
2. Pilih Deteksi Dini
3. Pilih Provinsi
4. Pilih Tahun
5. Pilih Output
6. Kemudian Klik Submit

Rekap Renstra Leher Rahim dan Payudara


Halaman yang menampilkan Laporan Rekap Renstra Leher Rahim & Payudara yang
bisa di lihat ke dalam bentuk laporan Web View, PDF dan Excel.

Langkah – langkah untuk melihat data rekap renstra leher rahim dan payudara:
1. Cek di bagian modul Leher Rahim & Payudara, kemudian klik Rekap Renstra Leher Rahim &
Payudara
2. Pilih Provinsi
3. Pilih Tahun
4. Pilih Output
5. Kemudian Klik

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 169
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
170 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 171
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
FORMULIR C

KARTU DETEKSI DINI


KANKER LEHER RAHIM DAN
KANKER PAYUDARA

Puskesmas / Polindes / Pustu ........................


No. Register :
Nama :
Alamat :
Tanggal Pemeriksaan :

Hasil Penapisan Leher Rahim


Normal
IVA (+)
Curiga Kanker Leher Rahim
Kelainan Ginekologi Lain .....................................

Hasil Penapisan Payudara


Normal
Benjolan
Kelainan Payudara Lain

Tindak Lanjut
Kontrol Ulang
Ke-1 Ke-2 Ke-3 Ke-4

Terapi : ...................................................................................................
Dirujuk Ke : ...................................................................................................

Nama Petugas : .........................................................................


No. Kontak Person Petugas : .........................................................................

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
172 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
FORMULIR D
FORMULIR REGISTER DETEKSI DINI
KANKER PAYUDARA DAN KANKER LEHER RAHIM
PUSKESMAS
Puskesmas : ......................................
Kabupaten : ......................................
Provinsi : ......................................
Bulan : ......................................
Hasil Pemeriksaan Payudara Hasil Pemeriksaan Leher Rahim
No. Dirujuk Dirujuk
No. Tgl Nama Klien Umur Nama Suami Alamat IVA
Register Kel. IVA
Normal Tumor/ Curiga Negatif Kel.
Payudara Positif Lesi Curiga Ginekologi Papsmear
benjolan Kanker (Normal) Luas Kanker
Lain Lain
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] [16] [17]
Buku Panduan ToT Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara

1
2
3
Bagi Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

4
5
6
7
8
9
10
Dst
TOTAL
........................................,..............................

Kepala Puskesmas ......................................


173
174
Bagi Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan ToT Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara

FORMULIR E
FORMULIR REGISTER IVA POSITIF
DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM
DI PUSKESMAS / RS
Puskesmas/RS : ......................................
Kabupaten : ...................................... Bulan : ......................................
Provinsi : ...................................... Tahun : ......................................

Krioterapi Kunjungan Ulang


IVA ulang Pra
IVA
Krio IVA Pasca Krio IVA Pasca
No. No. Register Nama Klien Umur Nama Suami Alamat pertama Hari Hari yang Keterangan
Ada 6 bln Krio 1 tahun
(tgl) yang berbeda
Keluhan
Positif Negatif sama (tgl)
Positif Negatif Positif Negatif
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14] [15] [16]

TOTAL
........................................,..............................

Kepala Puskesmas ...................................... /


FORMULIR F
FORMULIR REGISTER IVA POSITIF
DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM
DI PUSKESMAS / RS

Puskesmas : ...................................... Bulan : ......................................


Kabupaten/Kota : ...................................... Tahun : ......................................
Provinsi : ......................................

Hasil Pemeriksaan PAYUDARA


Hasil Pemeriksaan LEHER RAHIM Krioterapi
(dirujuk)

No. Kelompok Umur Diperiksa Kelainan Dirujuk Keterangan


Tumor / Curiga Hari yang Hari yang
Payudara IVA Positif Kelainan
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Bagi

benjolan Kanker Curiga Pap sama berbeda


Lainnya Ginekologi
kanker Lainnya Smear
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13]
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

1 Usia <30 tahun


2 Usia 30 - 39 tahun
3 Usia 40 - 50 tahun

4 Usia >50 tahun

Total

........................................,..............................
Keterangan :
Kepala Puskesmas ......................................
Target 5 tahun (30 - 50 tahun) : ............. Orang
Target 1 tahun (30 - 50 tahun) : ............. Orang
Cakupan IVA & CBE bulan / tahun ini (30 - 50 tahun) : ( ....... % dari target 1 tahun)
.......................................................
NIP
175
176
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Bagi

FORMULIR G
REKAPITULASI DETEKSI DINI KANKER LEHER RAHIM
RUMAH SAKIT

RS : .................................... Bulan : ......................................


Kabupaten/Kota : .................................... Tahun : ......................................
Provinsi : ....................................

Rujukan Puskesmas Non Rujukan

Pemeriksaan LEHER RAHIM Hasil Pemeriksaan Tindakan

Displasia/lesi Kanker Krioterapi


No. Kelompok Umur Diperiksa Kel. Keterangan
Kolposko IVA Papsmear prakanker IVA LEEP Operasi
Leher Ginekolo Hari yg Hari yg
pi
Positif Rahim gis lain
sama berbeda
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14]

1 Usia <30 tahun


2 Usia 30 - 39 tahun
3 Usia 40 - 50 tahun
4 Usia >50 tahun

Total

Catatan : ........................................,...................................
Data Non Rujukan : Klien yang datang sendiri ke RS,
Kepala Bagian ...................................................
berasal dari wilayah puskesmas yang melaksanakan program deteksi dini

.............................................................
NIP
FORMULIR H
REKAPITULASI DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA
RUMAH SAKIT

RS : .................................... Bulan : ......................................


Kabupaten/Kota : .................................... Tahun : ......................................
Provinsi : ....................................

Rujukan Puskesmas Non Rujukan

Pemeriksaan
Hasil Pemeriksaan Tindakan
PAYUDARA
No. Kelompok Umur Diperiksa Kelainan Keterangan
Mammo Kelainan
USG Tumor payudara Operasi
grafi payudara
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Bagi

lainnya
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10]
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

1 Usia <30 tahun


2 Usia 30 - 39 tahun
3 Usia 40 - 50 tahun
4 Usia >50 tahun

Total

Catatan : ........................................,...................................
Data Non Rujukan : Klien yang datang sendiri ke RS, Kepala Bagian ...................................................
berasal dari wilayah puskesmas yang melaksanakan program deteksi dini

.............................................................
NIP
177
178
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Bagi

FORMULIR I
REKAPITULASI DETEKSI DINI
KANKER PAYUDARA DAN KANKER LEHER RAHIM
KABUPATEN/KOTA

Kabupaten/Kota : ...................................... Bulan : ......................................


Provinsi : ...................................... Tahun : ......................................

Hasil pemeriksaan PAYUDARA Hasil pemeriksaan LEHER RAHIM Krioterapi


Puskesmas RS Puskesmas RS
No. Kelompok Umur Diperiksa Hari yg Hari yg Keterangan
Tumor / Curiga Kelainan Kanker Kelainan Kanker
benjolan Kanker Payudara Payudara IVA Positif Curiga Ginekologi Leher sama berbeda
Lainnya Kanker Lainnya Rahim
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14]

1 Usia <30 tahun


2 Usia 30 - 39 tahun
3 Usia 40 - 50 tahun
4 Usia >50 tahun
Total

Keterangan : ........................................,...................................
Target 5 tahun (30 - 50 tahun) : .......... Orang Kepala Dinas Kesehatan ..................................
Target 1 tahun (30 - 50 tahun) : .......... Orang Kab/Kota.............................................
Cakupan IVA & CBE bulan / tahun ini (30 - 50 tahun) : .......... Orang
( ..... % dari target 1 tahun) .............................................................
NIP. ......................................................
FORMULIR J
REKAPITULASI TAHUNAN
DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA DAN KANKER LEHER RAHIM
KABUPATEN/KOTA

KABUPATEN/KOTA : ...................................... PROVINSI : ......................................

TARGET 5 TARGET 1 CAPAIAN SKRINING TOTAL


NO. PUSKESMAS 2015 2016 2017 2018 2019 ? %
TAHUN TAHUN
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %

1 PKM A (lama)
2 PKM B (lama)
3 PKM C (lama)
4 PKM D (lama)
SUB TOTAL

5 PKM E (pengembangan I)
6 PKM F (pengembangan I)
7 PKM G (pengembangan I)
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Bagi

8 PKM H (pengembangan I)
SUB TOTAL

9 PKM I (pengembangan II)


Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

10 PKM J (pengembangan II)


11 PKM K (pengembangan II)
12 PKM L (pengembangan II)
SUB TOTAL

13 PKM M (pengembangan III)


14 PKM N (pengembangan III)
15 PKM O (pengembangan III)
16 PKM P (pengembangan III)
SUB TOTAL

GRAND TOTAL

Keterangan : % pada kolom tahun adalah % berdasar target tahunan ........................................,...................................


% pada kolom total adalah % berdasarkan target 5 tahun Kepala Dinas Kesehatan ..................................
Provinsi................................................

.............................................................
NIP. ..... ................................................
179
180
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Bagi

FORMULIR K
REKAPITULASI DETEKSI DINI
KANKER PAYUDARA DAN KANKER LEHER RAHIM
PROVINSI

Provinsi : ................................... Bulan : ............................ Tahun : ..............................

Hasil Pemeriksaan PAYUDARA Hasil Pemeriksaan LEHER RAHIM Krioterapi


Puskesmas RS Puskesmas RS
No. Kelompok Umur Diperiksa Hari yg Hari yg Keterangan
Kelainan IVA Kelainan Kanker
Tumor / Curiga Kanker Curiga sama berbeda
Payudara Ginekologi Leher
benjolan Kanker Payudara Positif Kanker
Lainnya Lainnya Rahim
[1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] [8] [9] [10] [11] [12] [13] [14]
1 Usia <30 tahun
2 Usia 30 - 39 tahun
3 Usia 40 - 50 tahun
4 Usia >50 tahun
Total

Keterangan : ........................................,...................................
Target 5 tahun (30 - 50 tahun) : .......... Orang Kepala Dinas Kesehatan
Target 1 tahun (30 - 50 tahun) : .......... Orang Provinsi ..............................................
Cakupan IVA & CBE bulan / tahun ini (30 - 50 tahun) : .......... Orang
( .......% dari target 1 tahun)
.............................................................
NIP. ......................................................
FORMULIR L
REKAPITULASI TAHUNAN
DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA DAN KANKER LEHER RAHIM
PROVINSI

PROVINSI : ......................................

TARGET 5 TARGET 1 CAPAIAN SKRINING TOTAL


NO. PUSKESMAS 2015 2016 2017 2018 2019 ? %
TAHUN TAHUN
Jml % Jml % Jml % Jml % Jml %

1 Kabupaten A
2 Kabupaten B
3 Kabupaten C
4 Kabupaten D
SUB TOTAL

5 Kab. E (pengembangan I)
6 Kab. F (pengembangan I)
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Bagi

7 Kab. G (pengembangan I)
8 Kab. H (pengembangan I)
SUB TOTAL
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

9 Kab. I (pengembangan II)


10 Kab. J (pengembangan II)
11 Kab. K (pengembangan II)
12 Kab. L (pengembangan II)
SUB TOTAL

13 Kab. M (pengembangan III)


14 Kab. N (pengembangan III)
15 Kab. O (pengembangan III)
16 Kab. P (pengembangan III)
SUB TOTAL

GRAND TOTAL

Keterangan : % pada kolom tahun adalah % berdasar target tahunan ........................................,...................................


% pada kolom total adalah % berdasarkan target 5 tahun Kepala Dinas Kesehatan ..................................
Provinsi................................................

.............................................................
181

NIP. .............................................. .......


182
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Bagi

FORMULIR M
REKAPITULASI DETEKSI DINI
KANKER PAYUDARA DAN KANKER LEHER RAHIM
NASIONAL

Bulan : .............................. Tahun : ..................................

Hasil Pemeriksaan PAYUDARA Hasil Pemeriksaan LEHER RAHIM Krioterapi


Puskesmas RS Puskesmas RS
No. Kelompok Umur Diperiksa Hari yg Hari yg Keterangan
Kelainan Kelainan Kanker
Tumor / Curiga Kanker IVA Curiga sama berbeda
Payudara Ginekologi Leher
benjolan Kanker Payudara Positif Kanker
Lainnya Lainnya Rahim
[1] [2] [3] [12] [13] [14] [5] [6] [7] [8] [10] [15]
1 Usia <30 tahun
2 Usia 30 - 39 tahun
3 Usia 40 - 50 tahun
4 Usia >50 tahun
Total

Keterangan : ........................................,...................................
Target 5 tahun (30 - 50 tahun) : .......... Orang Kepala Subdit Penyakit Kanker
Target 1 tahun (30 - 50 tahun) : .......... Orang Kemenkes
Cakupan IVA & CBE bulan / tahun ini (30 - 50 tahun) : .......... Orang
( ...... % dari target 1 tahun)
.............................................................
NIP. ......................................................
FORMULIR N
REKAPITULASI TAHUNAN
DETEKSI DINI KANKER PAYUDARA DAN KANKER LEHER RAHIM
NAIONAL

TARGET 5 TARGET 1 CAPAIAN SKRINING TOTAL


NO. PUSKESMAS 2015 2016 2017 2018 2019 ? %
TAHUN TAHUN
? % ? % ? % ? % ? %

1 Provinsi A (lama)
2 Provinsi B (lama)
3 Provinsi C (lama)
4 Provinsi D (lama)
SUB TOTAL

5 Provinsi E (pengembangan I)
6 Provinsi F (pengembangan I)
7 Provinsi G (pengembangan I)
8 Provinsi H (pengembangan I)
SUB TOTAL
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Bagi

9 Provinsi I (pengembangan II)


10 Provinsi J (pengembangan II)
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

11 Provinsi K (pengembangan II)


12 Provinsi L (pengembangan II)
SUB TOTAL

13 Provinsi M (pengembangan III)


14 Provinsi N (pengembangan III)
15 Provinsi O (pengembangan III)
16 Provinsi P (pengembangan III)
SUB TOTAL

GRAND TOTAL

Keterangan : % pada kolom tahun adalah % berdasar target tahunan ........................................,...................................


% pada kolom total adalah % berdasarkan target 5 tahun Kepala Dinas Kesehatan ..................................
Provinsi................................................

.............................................................
NIP. ................................... ..................
183
LAMPIRAN II PEMERIKSAAN IVA

Petunjuk langkah demi langkah

Assesment Client dan Persiapan

Langkah 1 : Sebelum melakukan tes IVA, diskusikan tindakan dengan ibu/klien.


Jelaskan mengapa tes tersebut dianjurkan dan apa yang akan terjadi
pada saat pemeriksaan.

Langkah 2 : Pastikan semua peralatan dan bahan yang diperlukan tersedia,


termasuk spekulum steril atau telah di DTT, kapas lidi dalam wadah
bersih, botol berisi larutan asam asetat dan sumber cahaya yang
memadai. Tes sumber cahaya untuk memastikan apakah masih
berfungsi.

Bawa ibu ke ruang pemeriksaan. Minta dia untuk Buang AIr Kecil jika
belum dilakukan. Jika tangannya kurang bersih, minta ibu
membersihkan dan membilas daerah kemaluan sampai bersih.
Minta ibu untuk melepas pakaian (termasuk pakaian dalam)
sehingga dapat dilakukan pemeriksaan panggul dan tes IVA.

Langkah 3 : Bantu ibu memposisikan dirinya di atas meja ginekologi, tutup badan
ibu dengan kain, nyalakan lampu/senter dan arahkan ke vagina ibu.

Langkah 4 : Cuci tangan secara merata dengan sabun dan air, kemudian
keringkan dengan kain bersih dan kering atau dianginkan.
Lakukan palpasi perut.

Langkah 5 : Pakai sarung tangan periksa yang baru atau sarung tangan bedah
yang telah di-DTT.

Langkah 6 : Atur peralatan dan bahan pada nampan yang telah di DTT, jika
belum dilakukan.

TES IVA

Langkah 1 : Periksa kemaluan bagian luar, kemudian periksa mulut uretra apakah
ada keputihan. Lakukan palpasi Skene’s and Bartholin’s Glands.
Katakan pada ibu bahwa spekulum akan dimasukkan dan ibu
mungkin merasakan beberapa tekanan.

Langkah 2 : Dengan hati-hati masukkan spekulum sepenuhnya atau sampai terasa


ada penolakan kemudian perlahan-lahan membuka bilah/cocor untuk
melihat serviks. Atur spekulum sehingga seluruh serviks dapat terlihat.
Hal tersebut mungkin sulit pada kasus-kasus dimana serviks
berukuran besar atau sangat anterior atau posterior. Mungkin perlu

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
184 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
menggunakan kapas lidi, spatula atau alat lain untuk mendorong
serviks dengan lembut ke atas atau ke bawah agar dapat dilihat.

Catatan : Jika dinding vagina sangat lemas, gunakan kapas lidi atau
spatula kayu untuk mendorong kembali jaringan ikat yang menonjol
diantara bilah / cocor spekulm. cara lainnya, sebelum
memasukkan spekulum, kondom dapat dipasang pada kedua bilah
cocor dan ujung kondom dipotong. Saat spekulum dimasukkan dan
cocor dibuka, kondom dapat mencegah agar dinding-dinding vagina
tidak memasuki rongga anatar cocor.

Langkah 3 : Bila serviks dapat dilihat seluruhnya, kunci cocor spekulum dalam
posisi terbuka sehingga akan tetap ditempat saat melihat serviks.
Dengan melakukan hal tersebut provider paling tidak mempunyai satu
tangan yang bebas.

Catatan : Selama proses tindakan, mungkin perlu terus menerus


menyesuaikan baik sudut pandang pada serviks atau sumber cahaya
agar dapat melihat serviks dengan baik.

*Bila tersedia tambahan sarung tangan, gunakan sarung tangan kedua sehingga bila perlu mengatur lampu sarung tangan yang luar bisa
dilepas dan mengatur lampu dengan sarung tangan yang bersih.

Langkah 3a : Jika menggunakan sarung tangan luar, celupkan kedua ujung


tangan ke dalam larutan klorin 0.5% kemudian lepas sarung tangan
dengan sisi dalam berada di luar. Jika ingin membuang sarung
tangan, buang sarung tangan ke dalam wadah tahan bocor atau
kantung plastik. Jika sarung tangan bedah akan digunakan kembali,
dekontaminasi dengan merendam ke dalam larutan klorin 0.5%
selama minimal 10 menit.

Langkah 4 : Pindahkan sumber cahaya agar serviks dapat terlihat dengan jelas.

Langkah 5 : Amati serviks dan periksa apakah ada infeksi (Cervicitis) seperti
cairan putih keruh (Mucopus), ektopi (Ectropion), tumor yang
terlihat atau kista Nabothian, nanah atau lesi “Strawberry” (infeksi
Trichomonas).

Langkah 6 : Gunakan kapas lidi untuk membersihkan cairan yang keluar, darah
atau mukosa dari serviks. Buang kapas lidi ke dalam wadah tahan
bocor atau kantung plastik.

Langkah 7 : Identifikasi cervical os dan SSK dan area sekitarnya.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 185
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Langkah 8 : Basahkan kapas lidi ke dalam larutan asam asetat kemudian
oleskan pada serviks. Bila perlu, gunakan kapas lidi bersih untuk
mengulang pengolesan asam asetat sampai serviks benar-benar
telah dioleskan asam secara merata. Buang kapas lidi yang telah
dipakai.

Langkah 9 : Setelah serviks dioleskan dengan larutan asam asetat, tunggu


1 menit agar dapat diserap dan sampai muncul reaksi acetowhite.

Langkah 10 : Periksa SSK dengan teliti. Lihat apakah serviks mudah berdarah.
Cari apakah ada plak putih yang menebal atau epithel acetowhite.

SSK harus benar-benar terlihat untuk dapat menentukan apakah


serviks normal atau abnormal.

Langkah 11 : Bila perlu, oleskan kembali asam asetat atau usap serviks dengan
kapas lidi bersih untuk menghilangkan mukosa, darah atau debris
yang terjadi pada saat pemeriksaan dan yang mengganggu
pandangan. Buang kapas lidi yang telah dipakai.

Langkah 12 : Bila pemeriksaan visual pada serviks telah selesai, gunakan kapas
lidi yang baru untuk menghilangkan asam asetat yang tersisa pada
serviks dan vagina. Buang kapas lidi yang telah dipakai.

Langkah 13 : Lepaskan speculum secara halus. Jika hasil tes IVA negatif,
letakkan speculum ke dalam larutan klorin 0.5% selama 10 menit
untuk dekontaminasi. Jika hasil tes IVA positif dan, setelah
konseling, pasien menginginkan pengobatan segera, letakkan
spekulum pada nampan atau wadah agar dapat digunakan pada
saat krioterapi.

Langkah 14 : Lakukan pemeriksaan bimanual dan pemeriksaan rectovaginal (jika


perlu). Periksa kelembutan gerakan serviks; ukuran, bentuk dan
posisi uterus; kehamilan atau abnormalitas dan pembesaran uterus
atau kepekaan (tenderness) adneksa.

Langkah-langkah Pasca IVA


Langkah 1 : Bersihkan lampu dengan lap yang dibasahi larutan klorin 0.5% atau
alkohol untuk menghindari kontaminasi silangantar pasien.

Langkah 2 : Celupkan kedua sarung tangan yang masih dipakai ke dalam


larutan klorin 0.5%. Lepas sarung tangan dengan membalik sisi
dalam keluar. Jika membuang sarung tangan, buang kedalam
wadah tahan bocor atau kantung plastik. Jika telah melakukan
pemeriksaan rektovaginal, sarung tangan harus dibuang. Jika
sarung tangan bedah akan dipakai ulang, rendam sarung tangan
tersebut kedalam larutan klorin 0.5% selama 10menit untuk
dekontaminasi.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
186 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Langkah 3 : Cuci tangan secara merata dengan sabun dan air kemudian
keringkan dengan kain bersih dan kering atau dianginkan.

Langkah 4 : Jika hasil tes IVA negatif, minta ibu untuk mundur dan bantu ibu
untuk duduk. Minta ibu agar berpakaian.
Langkah 5 : Catat hasil tes IVA dan temuan-temuan lain seperti bukti adanya
infeksi (cervicitis); ektropion; tumor yang tampak kasar; atau kista
Nabothian, ulkus atau “strawberry serviks.” Jika terjadi perubahan
acetowhite yang merupakan ciri dari serviks yang berpenyakit,
catatlah pemeriksaan serviks sebagai abnormal. Gambarkan sebuah
“peta”serviks dan area yang berpenyakit pada formulir catatan
(lihat Gambar 4-2).

Langkah 6 : Diskusikan hasil tes IVA dan pemeriksaan panggul bersama si ibu.
Jika hasil tes IVA negatif, katakan kapan ibu harus kembali untuk
melakukan tes IVA berikutnya.

Langkah 7 : Jika hasil tes IVA positif atau diduga ada kanker, katakan pada si ibu
langkah selanjutnya yang dianjurkan. Jika pengobatan dapat segera
diberikan, diskusikan kemungkinan tersebut bersamanya. Jika perlu
rujukan untuk tes atau pengobatan lebih lanjut, aturlah proses rujukan
dan berikan formulir dan petunjuk yang diperlukan oleh ibu sebelum
meninggalkan klinik. Jika mungkin membuat janji, ini adalah waktu
yang tepat.

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 187
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
188
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Bagi

REKAPITULASI DETEKSI DINI


KANKER PAYUDARA DAN KANKER LEHER RAHIM
PUSKESMAS
Nama Provinsi/
Kabupaten/Kota : ......................................... Bulan : .............................. Tahun : ..................................

Hasil Pemeriksaan LEHER RAHIM Hasil Pemeriksaan PAYUDARA Krioterapi


Puskesmas RS Puskesmas RS
No. Kelompok Umur Diperiksa Hari yg Hari yg Keterangan
IVA Curiga Kelainan Kanker Kelainan
Tumor / Curiga Kanker sama berbeda
Positif Kanker Ginekologi Leher Payudara
benjolan Kanker Payudara
Lainnya Rahim Lainnya
[1] [2] [3] [12] [13] [14] [5] [6] [7] [8] [10] [15]
1 Usia <30 tahun
2 Usia 30 - 39 tahun
3 Usia 40 - 50 tahun
4 Usia >50 tahun
Total

Keterangan : ........................................,...................................
Target 5 tahun (30 - 50 tahun) : .......... Orang Kepala Dinas Kesehatan
Target 1 tahun (30 - 50 tahun) : .......... Orang Kabupaten/Kota .................................
Cakupan IVA & CBE bulan / tahun ini (30 - 50 tahun) : .......... Orang
( ....... % dari target 1 tahun)
.............................................................
FORMULIR D
REKAPITULASI DETEKSI DINI
KANKER PAYUDARA DAN KANKER LEHER RAHIM
KABUPATEN/KOTA
Nama Provinsi/
Kabupaten/Kota : ......................................... Bulan : .............................. Tahun : ..................................

Hasil Pemeriksaan LEHER RAHIM Hasil Pemeriksaan PAYUDARA Krioterapi


Puskesmas RS Puskesmas RS
No. Kelompok Umur Diperiksa Hari yg Hari yg Keterangan
IVA Curiga Kelainan Kanker Kelainan
Tumor / Curiga Kanker sama berbeda
Positif Kanker Ginekologi Leher Payudara
benjolan Kanker Payudara
Lainnya Rahim Lainnya
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker Payudara Bagi

[1] [2] [3] [12] [13] [14] [5] [6] [7] [8] [10] [15]
1 Usia <30 tahun
2 Usia 30 - 39 tahun
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

3 Usia 40 - 50 tahun
4 Usia >50 tahun
Total

Keterangan : ........................................,...................................
Target 5 tahun (30 - 50 tahun) : .......... Orang Kepala Dinas Kesehatan
Target 1 tahun (30 - 50 tahun) : .......... Orang Kabupaten/Kota .................................
Cakupan IVA & CBE bulan / tahun ini (30 - 50 tahun) : .......... Orang
(....... % dari target 1 tahun)
.............................................................
189
IM PENYUSUN

Penasehat:
dr. Cut Putri Arianie, M.H. Kes

Penanggungjawab:
dr. Aldrin Neilwan Pancaputra, Sp.AK, MARS, M.Biomed, M.Kes, SH

Kontributor:
Prof. Dr. dr. Laila Nuranna, SpOG(K)
Dr. dr. Tofan Widya Utami, SpOG(K)
dr. Walta Gautama, Sp.B (K) Onk
dr. Iskandar, SpB(K)Onk
dr. Fristika Mildya, MKKK
dr. Sylviana Andinisari, MSc
dr. Rainy Fathiyah
Aryanti Natalia, SKM
dr. Tiersa Vera Junita, M. Epid
dr. Junita Rosa Tiurma
Dian Kiranawati, S. Kep, Ners
Nengsih Hikmah S, SKM, MKM
Merlida Sitinjak, SKM
La Ode Hane, SKM
Yulia Armenda, SKM

Tim Pembahas:
⚫ Masnapita, SKM, MKM Puslat SDM Kesehatan
⚫ drg.Leni Kuswandari, MKM

Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi 191
Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
Buku Panduan Deteksi Dini Kanker Leher Rahim dan Kanker PayudaraBagi
192 Dokter dan Bidan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
@p2ptmkemenkesRI

@p2ptmkemenkesri

@p2ptmkemenkesRI

www.p2ptm.kemkes.go.id

Direktorat P2PTM Kemenkes RI

You might also like