Professional Documents
Culture Documents
Kultur Tumbuhan
Kultur Tumbuhan
PENDAHULUAN
KAJIAN PUSTAKA
METODE PENELITIAN
Berdasarkan data dari tabel tersebut, pembuatan media sederhana dilakukan pada
hari rabu 14 Februari 2018. Media yang dibuat sebanyak 141 media. Setelah
disterilisasi dan diinkubasi selama satu minggu, 141 media tersebut tidak mengalami
kontaminasi. Media sederhana dengan bahan tambahan air kelapa sebanyak 41 botol,
tidak mengalami kontaminasi. Media sederhana dengan bahan tambahan jus alpukat
dihasilkan sebanyak 50 botol, tidak mengalami kontaminasi. Media sederhana yang
dihasilkan dengan bahan tambahan jus tomat sebanyak 50 botol, tidak mengalami
kontaminasi.
4.1.2 Pembuatan Media Murashige dan Skoog
Berdasarkan pembuatan media Murashige dan Skoog yang telah dilakukan,
didapatkan data sebagai berikut.
Tabel 2. Tabel Hasil Pembuatan Media Murashige dan Skoog
Keterangan :
(-) : Belum tumbuh (K) : Tumbuh kalus (A) : Tumbuh akar
(T) : Tumbuh tunas (X) : Kontaminasi
Berdasarkan data hasil isolasi dan inokulasi eksplan daun pada media sederhana,
eksplan yang digunakan adalah anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) dapat diketahui
pada tanggal 23 Febuari 2018 memulai inokulasi dengan menggunakan media air
kelapa, jus tomat dan jus alpukat. Pada media air kelapa dan media jus tomat tidak
mengalami pertumbuhan sampai pada tanggal 25 Febuari 2018 dan terjadi kontaminasi
pada tanggal 26 Febuari 2018. Sedangkan pada media jus alpukat tidak mengalami
pertumbuhan dari tanggal 24 Febuari 2018 sampai tanggal 14 Fbeuari 2018.
4.1.4 Isolasi dan Inokulasi Eksplan Embrio Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) pada
Media Murashige dan Skoog (MS)
Berdasarkan praktikum isolasi dan inokulasi eksplan embrio kacang merah
(Phaseolus vulgaris L.) pada media Murashige dan Skoog (MS) diperoleh data hasil
pengamatan pada Tabel 4. Berdasarkan data yang diperoleh pertumbuhan pada embrio
kacang merah didapatkan hasil yanng berbeda-beda, sedangkan inokulasi dilakukan
pada tanggal 23 Maret 2018. Pada media pertumbuhan 1 ppm NAA dan 3 ppm BAP
(media berlabel A) dari tanggal 24 Maret 2018 sampai 3 April 2018 belum tumbuh dan
terjadi kontaminasi pada tanggal 2 April 2018 sampai 13 April 2018 (akhir
pengamatan). Pada media pertumbuhan 2 ppm NAA dan 2 ppm BAP (media berlabel
B) dari tanggal 24 April sampai tanggal 10 April 2018 tidak mengalami perumbuhan,
tumbuhan tumbuh kalus pada tanggal 11 April 2018 sampai 13 April 2018. Pada media
pertumbuhan 3 ppm NAA dan 1 ppm BAP (media berlabel C) dari tanggal 24 April
sampai 6 Mei 2018 belum tumbuh, setelah itu tanggal 7 Mei 2018 tumbuh kalus sampai
tanggal 13 Mei 2018.
Tabel 4. Hasil Isolasi dan Inokulasi Eksplan Embrio Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) pada Media Murashige dan
Tanggal Tanggal pengamatan
Jenis
No ZPT inokulas 24 25 26 27 28 29 30 31 1/ 2/ 3/ 5/ 6/ 7/ 8/ 9/ 10 11 12 13/
eksplan
i /3 /3 /3 /3 /3 /3 /3 /3 4 4 4 4 4 4 4 4 /4 /4 /4 4
A
Embrio
NAA: 23-3-
1 Kacang - - - - - - - - - X X X X X X X X X X X
BAP 2017
Merah
1:3
B Embrio
NAA: Kacang 23-3-
2 - - - - - - - - - - - - - K K K
BAP Merah 2017
2:2
C Embrio
NAA: Kacang 23-3-
3 - - - - - - - - - - - - - K K K K K
BAP Merah 2017
3:1
Skoog (MS)
Keterangan :
4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembuatan Media Sederhana
Berdasarkan hasil dan analisis data di atas dapat diketahui bahwa merupakan
pembuatan media sederhana dalam kultur jaringan. Terdapat berbagai macam
kandungan energi yang berguna bagi perkembangan tumbuhan. Selain itu
pembutan media sederhana dangatlah mudah karena memanfaatkan bahan-bahan
sederhana yang ada disekitar lingkungan tempat tinggal. Unsur yang paling utam
adalah ZPT sebagai unsur perkembangan tumbuhan.
Penggunaan air kelapa di dalamnya terdapat kandungan berupa auksin dan
sitokininuntuk merangsang tunas tumbuh dan berkembang (Gunawan, 1988). Buah
alpukat jenis unggul berbentuk lonjong, bola atau bulat telur dan bulat tidak
simetris, panjang 9 – 11,5 cm, memiliki massa 0,25 – 0,38 kg, berwarna hijau atau
hijau kekuningan, berbintik – bintik ungu, buahnya memiliki kulit yang lembut dan
memiliki warna yang berbeda-beda. Biasanya warna buah alpukat bervariasi dari
warna hijau tua hingga ungu kecoklatan. Buah alpukat berbiji satu dengan bentuk
seperti bola berdiameter 6,5 – 7,5 cm, keping biji berwarna putih kemerahan. Buah
alpukat memiliki biji yang besar berukuran 5,5 x 4 cm.
Tomat (Solanum lycopersicum) merupakan salah satu tanaman yang sangat
dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun pemanfaatannya hanya sebatas sebagai
lalap dan bahan tambahan dalam masakan. Kandungan senyawa dalam buah tomat
di antaranya solanin (0,007 %), saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat,
bioflavonoid (termasuk likopen, α dan ß-karoten), protein, lemak, vitamin, mineral
dan histamin (Canene-Adam, dkk., 2005).
Tumbuhan dialam bebas mencukupi kebutuhan gula dengan mengasimilasi
CO2 pada proses fotosintesa, dengan pertolongan klorofil dan sinar matahari,
dijadikan glucose kemudian dijadikan pati, selulose dan
persenyawaanpersenyawaan lain. Pada kultur in vitro, sel dan jaringan tumbuhan
belum sempurna dalam melakukan asimilasi fotoautotrof, sehingga diperlukan gula
sebagai sumber karbon dan enersi. Selain sebagai sumber enersi bagi sel dan
jaringan, gula juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan tekanan osmotik
potensial didalam medium. Gula pada umumnya diberikan pada medium kultur
berupa sukrosa atau komponen-komponennya seperti monosakarida glukosa atau
fruktosa. Sukrosa pada medium kultur ditambahkan sebanyak 30 gr/l. Glukosa atau
D-glukosa biasanya ditambahkan dengan konsentrasi 20 - 30 gr/l, tergantung dari
jenis eksplan. Sukrosa ternyata lebih berpengaruh dalam perkembangan kalus,
sedangkan pengaruhnya terhadap organogenesis belum dapat dipastikan (George
dan Sherrington, 1984). Pada kultur mikrospora beberapa spesies tanaman
digunakan maltosa, maltosa dihidrolisis lebih lambat dibandingkan dengan sukrosa,
ini memberi pengaruh yang lebih baik pada mikrospora yaitu dapat memacu
embryogenesis (Gunawan. 1987).
Indole-3-acetic acid (IAA) merupakan auksin alamiah yang terdapat pada
sebagian besar tumbuhan. Disintesis dari tryptophane terutama di primordia daun,
daun muda dan pada kecambah. IAA ditransport dari sel ke sel dengan arah
basipetal (dari pucuk ke akar). IAA berperan dalam mempengaruhi pemanjangan
sel; pembelahan sel; diferensiasi jaringan faskuler; inisiasi pembentukan akar;
mempengaruhi dominasi apikal; zona absisi pada daun dan buah; pembungaan;
pemasakan buah, dll. IAA mudah larut dalam alkohol. Penggunaan IAA pada
medium kultur kerap kali kurang menguntungkan karena mudah rusak oleh cahaya,
oksidasi ensimatik dan pemanasan pada saat proses sterilisasi dengan autoclave.
Penggunaan auksin sintetik lebih menguntungkan karena lebih stabil. Auksin
sintetik yang umum digunakan pada medium adalah: 2,4-dichlorophenoxyacetic
acid (2,4-D); 1-naphthaleneacetic acid (NAA) dan indole-3-butyric acid (IBA).
Beberapa persenyawaan seperti dicamba (3,6-dichloro-O-anisic acid) dan picloram
(4-amino-3,5,6-trichloro-2-pyridinecarboxilic acid) pada konsentrasi tinggi
merupakan herbisida, digunakan sebagai auksin substitusi. Kultur in vitro
tumbuhan yang pada mulanya memerlukan auksin eksogen untuk pertumbuhannya,
secara gradual atau bahkan secara tiba-tiba dapat hilang dan tidak memerlukan
auksin lagi, hal yang demikian disebut sebagai habituasi terhadap auksin.
Penggunaan auksin secara tunggal pada umumnya sudah cukup mampu untuk
menginduksi pembentukan dan pertumbuhan kalus, tetapi untuk beberapa tanaman
yang rekalsitran akan lebih membantu jika menggunakan lebih dari satu jenis
auksin secara simultan. Pada kultur jaringan tanaman monokotil, terutama rumput-
rumputan dan palem, juga pada kultur in vitro umbi akar wortel, memerlukan
auksin sintetik seperti 2,4-D dengan dosis yang cukup tinggi. Penghilangan atau
pengurangan kadar auksin pada sub kultur berikutnya dapat memacu produksi
embrio somatik atau organ adventiv. Pertumbuhan kultur juga dapat dipacu dengan
penambahan substansi yang dapat mengatur tingkatan IAA endogen misalnya,
dopamine dapat menghambat aktifitas IAA oksidase sehingga tidak terjadi oksidasi
terhadap IAA, akibatnya pertumbuhan jaringan dan organ pada kultur in vitro
menjadi lebih baik. Penghambat sintesis auksin seperti 5-hydroxy-nitrobenzyl
bromide (HNB) dan 7- azaindole memacu embryogenesis somatik pada kultur kalus
citrus yang telah mengalami habituasi.
Sitokinin adalah derivat dari adenin, kinetin (6-furfurylaminopurin) dan zeatin
adalah sitokinin alami yang umum digunakan secara meluas pada medium kultur.
Sitokinin disintesis melalui modifikasi biokimia dari adenin, terjadi pada ujung akar
dan biji yang tumbuh. Kebalikan dari auksin, sitokinin ditransport melalui xylem
dari akar ke pucuk. Sitokinin hanya aktip jika ada auksin, pemberian sitokinin
bersama auksin pada medium kultur dapat memacu pembelahan sel dan
morfogenesis. Sitokinin mempengaruhi transport auksin, pertumbuhan kuncup
lateral (mematahkan dominasi apikal), perkembangan daun, menghambat proses
penuaan daun dan mempengaruhi perkembangan kloroplas. Sitokinin sintetik
seperti N6-benzylaminopurine (BAP) lebih sering digunakan pada medium kultur
jaringan. Phenylurea, substansi aktip yang terdapat pada air kelapa mempunyai efek
yang sama dengan zeatin, penggunaannya memerlukan konsentrasi yang lebih
tinggi. Thidiazuron (N-phenyl-N-l,2,3-thiazol-5-ylurea), yang secara komersial
digunakan sebagai defoliant, karena kemampuannya untuk menstimulasi produksi
ethylene, dapat digunakan untuk memacu pembentukan dan proliferasi tunas in
vitro. Substansi lain yang mempunyai aktifitas seperti sitokinin adalah endosperm
cair pada kecambah jagung. Diferensiasi selular dan morfogenesis in vitro terutama
dikendalikan oleh interaksi antara konsentrasi auksin dan sitokinin yang diberikan
pada medium kultur. Manipulasi rasio auksin: sitokinin dapat mempengaruhi
organogenesis, pada perbandingan auksin/sitokinin tinggi memacu pembentukan
akar, perbandingan yang sebaliknya akan memacu pembentukan tunas. Jika
perbandingan auksin sitokinin seimbang hanya terbentuk kalus.
4.2.2 Isolasi dan Inokulasi Eksplan Daun Anggrek Bulan
Berdasarkan hasil dan analisis data, dapat di ketahui bahwa dengan
menggunakan metode isolasi dan innokulasi eksplan. Ekasplan merupakan salah
satu faktor yang menentukan keberhasilan program kultur jaringan tanaman.
Beberapa hal yang harus diperhatikan yang berkaitan dengan eksplan atau
bahan tanaman yang akan digunakan., yaitu genotipe, umur dan kondisi
fisiologis eksplan tersebut. Meskipun tanaman dapat diperoleh dari sejumlah
besar genotipe, kemampuan regenerasi setiap genotipe berbeda. Pengaruh genotipe
terhadap poliferasi sel dapat dilihat pada kemampuan regeneratifnya. Hasil yang
sama juga diperoleh dalam kultur jaringan krena jaringan muda yang sedang aktif
tumbuh dan jaringan ini merupakan sumber eksplan yang paling baik. Konsidi
fisiologis eksplan memiliki peranan penting bagi keberhasilan teknik kultur
jaringan. Kondisi fisiologis dari suatu tanaman bervariasi secara alami, sejalan
dengan pertumbuhan tanaman yang melewati fase - fase yang berbeda dan
perubahan lingkungan.
1) Hara anorganik
Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan
beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk
pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur – unsur penting ini harus
dimasukkan dalam media kultur.
2) Hara organik
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat
mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro
dapat mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan
vitamin dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau
lebih vitamin mesti ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang
penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan.
Selain bahan organik tersebut, bahan kompleks seringkali ditambahkan,
termasuk ekstrak ragi,casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, pisang, dan lain
– lain. Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak
terdefinisi
3) Sumber karbon
Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena
mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus
ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energy bagi
pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi
molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh. Biasanya sukrosa
pada konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber karbon
lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika
sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan fruktosa
yang dapat digunakan lebih efisien oleh tanaman dalam kultur.
4) Agar
Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel
dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel.
Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi
tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga
difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco
BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang
mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang –
kadang digunakan pada lab komersial. Gel sintetis diketahui dapat
menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan problem fisiologis
yang terjadi pada kultur.
5) pH
Media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda
mungkin memerlukan pH yang berbeda untukpertumbuhan optimum. Jika pH
lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang
dari 5.2, agar tidak dapat memadat.
6) Zat pengatur tumbuh
Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat Pengatur
Tumbuh (ZPT) sangat penting dalam pembutan media kultur jaringan. Zat
pengatur tumbuh adalah suatu persenyawaan organik yang dalam jumlah
sedikit (1 mM) dapat merangsang, menghambat atau mengubah pola
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.Dalam kultur jaringan ZPT penting:
sitokinin (Kinetin, BA, Zeatin, 2iP, Thidiazuron), auksin (IAA, NAA, IBA,
2.4-D, 2.4.5-T, Dicamba, Picloram). Kedua ZPT ini mempunyai fungsi
masing-masing yang berbeda, sitokinin mempengaruhi pembelahan sel serta
pembentukan organ seperti pucuk dan pembentukan embrio somatik. Auksin
dipakai untuk menginduksi pembentukkan sel dan akar. Kombinasi antara
auksin dan sitokinin berfungsi untuk menginduksi pertumbuhan kalus. Selain
auksin dan sitokinin digunakan juga giberelin(menginduksi pemanjangan tunas
dan perkecambahan embrio, dan menghambat pengakaran) dan retardan (untuk
menghambat pertumbuhan tunas) seperti pachlobutrazol.
7) Aquades
Distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab
menggunakan aquabides (air destilata ganda).
8) Pemilihan Media
Jika tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan media MS
(Murashige dan Skoog 1962). Media ini mengandung konsentrasi garam dan
nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan
pada berbagai tanaman dikotil. Untuk inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke
media dengan konsentrasi 1 – 5 mgL-1. Untuk multiplikasi tunas, sitokinin
seperti BAP ditambahkan dan juga diberi auksin, seperti NAA pada konsentrasi
yang rendah. Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 – 2 mgL-1
ditambahkan.
4.2.4 Isolasi dan Inokulasi Eksplan Embrio Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)
pada Media Murashige dan Skoog (MS)
Berdasarkan hasil dan analisis data, dapat di ketahui pada pada label A
kontaminasi mulai terlihat. Sedangkan pada label B C mulai tumbuh kalus. Pada
kultur embrio, keberhasilan perkecambahan in vitro juga ditentukan oleh komposisi
media dan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media untuk
menggantikan peran endosperma. Pengecambahan embrio yang lengkap biasanya
tidak memerlukan formulasi media yang rumit, bahkan pada beberapa jenis
tanaman, embrio dapat tumbuh pada media dasar tanpa zat pengatur tumbuh, seperti
pada embrio hasil persilangan S. khasianum dan S. capsicoides (Handayani 1995).
Amilah dan Yuni Astuti. 2006. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Taoge dan Kacang Hijau
pada Media Vacin dan Went (VW) terhadap Pertumbuhan Kecambah Anggrek
Bulan (Phalaenopsis amabilis, L). Junal Bulletin 09: 1-20
Bechtcl, H.,P. Cribb, dan E. Launert. 1992. The Manual of Cultivated Orchids Species.
Canene-Adams K., Clinton, S. K., King, J. L., Lindshield, B. L., Wharton C., Jeffery, E.
& Erdman, J. W. Jr. 2004. The growth of the Dunning R-3327-H transplantable
prostate adenocarcinoma in rats fed diets containing tomato, broccoli, lycopene,
or receiving finasteride treatment. FASEB J. 18: A886 (591.4).
Hemsphire. 23-26.
George, E.F. and Sherrington, P.D. 1984. Plant Propagatin by Tissue Culture. Handbook
George, E.F. and Sherrington, P.D. 1993. Plant Propagatin by Tissue Culture. 12nd (ed).
Gunawan, L.W., 1987. Teknik Kultur Jaringan, Laboratorium Kultur Jaringan PAU
Hartmann, H.T., kester, D.E., Davies, F.T., and Geneve R.L., 2002. Plant Propagation
Principles and Practiese, 6th Ed. New Delhi: Prentice Hall oh Insia Private
Limited.
Hu, C.Y. and P.J. wang. 1983. Meristem Shoot Tip and Bud Cultures. In D.A Evan,
Hu and Wang, P. 1986. Embryo Culture Technique and Application In: Hand
Iswanto H. 2010. Pupuk Hayati BNR untuk Perumbuhan dan Adaptasi Tanaman di Lahan
Karjadi, A.K. dan Buchory A. 2008. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Jaringan Meristem Kentang Kultivar
Granola. J. Hort. 18(4): 380-384
Martin, K.p and Madassery, J. 2006. Rapid in vitro propagation of Dedrobium Hybrids
through direct shoot formatiom from exsplants, and protocorm like bodies. Sci
Hort 108:95-99
Nugroho, A dan H. Sugianto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Tehnik Kultur Jaringan.
Penebar Swadaya, Jakarta.
Puspitaningtyas, Dwi Murti, Sofi Mursidawati dan Suprih Wijayanti. 2006. Study
Puspitaningtyas, D.M. dan Mursidawati. 2010. Koleksi Anggrek Kebun Raya Bogor. UPT
Ramadiana, S., A.P. Sari, Yusnita dan Mursidawti, 2010. Koleksi Kebun Raya Bogor.
Saad, A.I.M., dan A.M. Elshahed. 2012. Capter II: Plant Tissue Culture Media. Intech,
pp 29-40.
Sarwono, B., 2002. Mengenal dan Membuat Anggerk Hibrida. Jakarta: AgroMedia
Pustaka
Sugeng, S.S 1997. Mengenal dan Bertanam Anggrek. Semarang: CV Aneka Ilmu
Sriyanti, Daisy P. dan Ari Wijayani. 2002. Teknik Kultur Jaringan : Pengenalan dan
Walkel, B. & J. Burke. 1988. Fertilyty of Species Orchids in Self and Interclonal
Pollination.In: Adam, P.B. (ed). Reproductive Biology of Species Orchids:
Principles and Practice. Melbourn: School of Botany, The University of
Melbourn-Orchid Spesies Society of Victoria
Withner, C.L. 1959. The Orcids: A scientific Survey. John Wiley and Sons, New York.
648pp
Press.
Yusnita, 2003. Kultur Jaringan Cara memperbanyak Tanaman Secara Efisien. P.T
Yusnita, 2004. Kultur Jaringan Cara memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta:
Umami, N. 2012. Efficient Nursery Production and Multiple Shoot Clumps Formation
from Shoot Tiller Derived Shoot Apices of Dwarf Napier Grass (Pennisetum
purpureum Schumach). JWARAS 55 (2) : 121-127.
LAMPIRAN
1. Pembuatan Media Sederhana dan Inokulasi Media Sederhana
Mengambil media yang telah jadi dan Eksplan daun anggrek bbulan yang
dipindahkan kedalam botol media telah dinokulasi pada media sederhana
Eksplan yang mengalami kontaminasi
Disusun oleh :
Wahyu Krisminanti Putri
16030244019