You are on page 1of 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kultur jaringan sering disebut juga dengan tissue culture. Kultur adalah
budidaya dan jaringan adalah sekolompok sel yang memepunyai bentuk dan fungsi
yang sama. Kultur jaringan adalah metode untuk menginokulasi bagian dari tanaman,
seperti sel, sekelompok sel, jaringan dan organ, serta menumbuhkan dalam kondisi
aseptik, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan bergenerasi
menjadi tanaman yang lengkap (Hartman et al, 2002). Penyediaan bibit dengan teknik
kultur jaringan dapat menghasilkan tanaman yang seragam, baik dari bentuk maupun
umur tanaman, dan juga dapat dihasilkan bibit yang bebas patogen (George dan
Sherrington, 1984).
Penggunaan media dasar Murashige dan Skoog (MS0 memiliki peranguh
yang baik untuk pertumbuhan eksplanpada kultur jaringan beberapa varietas
tanaman. Menurut Saad dan Elshahed (2012), melaporkan bahwa pada media MS
mengandung nitrat, amonium, kalsium serta unsur mikro dan makro lain yang dapat
memengaruhi pertumbuhan eksplan. Salah satu zat pengatur tumbuh yang berperan
dalam meningkatkan tunas pada eksplan adalah sitokinin (Kasutjianingati dan Boer,
2013).
Penggunaan media MS dapat mempengaruhi pertumbuhan anggrek dan
lengkeng. Lengkeng termasuk famili Sapidaceai merupakan tanaman keras yang
berasal dari daratan rendah Asih. Produksi lengkeng di Indonesia masih rendah,
akibat terbatasnya populasi tanaman yang disebabkan oleh kurangnya peremajaan
tanaman. Selain itu terdapat tanaman anggrek sudah menjadi komoditas perdangan
yang penting. Anggrek memiliki potensi ekonomi sebagai komoditas ekspor non
migas, yang dapat menabah devisa negara. Permintaan akan anggrek meningkat
menunjukkan bahwa potensi pemasaran bunga anggrek cukup besar. Salah satu jenis
anggrek yang terdapat di Indonesia yaitu, anggrek Phalaenopsis merupakan salah
satu anggrek kebanggaan nasional. Phalaenopsis adalah salah satu genus anggrek
yang memiliki kurang lebih 40-60 spesies. Jumlah varietasnya sekitar 140 jenis, 60
diantaranya terdapat di Indonesia (Amilah, 2006).
Tanaman dari hasil kultur in Vitro harus melalui tahapan aklimatisasi, karena
tahapan ini merupakan suatu hal penting agar tanaman yang sebelumnya tumbuh
didalam botol kultur dengan suplai media yang lengkap untuk dapat hidup secara
mandiri dan berfotosintesis pada kondisi internal. Dalam hal ini aklimatisasi
dilakukan pada tanaman anggrek. Tanaman yang hidup dalam botol kultur akan
tumbuh dengan subur karene kebutuhan nutrisi yang tercukupi dan kondisi
lingkungan yang sesuai. Aklimatisasi dibutuhkan untuk memindahkan anggrek dari
kondisi lingkungan yang steril dipindahkan pada kondisi lingkungan yang sebenarnya
(lingkungan eksternal).
Setelah proses aklimatisasia anggrek berhasil dilakukan langkah selanjutnya
adalah usaha peningkatan anggrek secara kualitas dapat dilakukan dengan usaha
perbaikan genetika memalui persilangan, sedangkan kultur in Vitro merupakan
perbanyakan peningkatan secara kuantitas dengan menambah jumlah anakan yang
relatif lebih singkat di lakukan. Oleh karena itu, pemuliaan anggrek diupayakan untuk
memperluas keragaman genetik pada bentuk dan warna yang unik, disenangi
konsumen, frekuensi berbunga tinggi dan tahan terhadap patogen penyebab penyakit
serta cekaman ligkungan. Pada tanaman anggrek persilangan ditunjukkan untuk
mendapatkan varietas baru dengan warna dan bentuk yang menarik, mahkota bunga
kompak dan bertesktur tebal sehingga dapat tahan lama sehingga bunga potong,
jumlah kuntum banyak dan tidak ada kuntum bunga yang gugur dini akibat kelainan
genetis serta produksi bunga tinggi (Hartati, 2005)
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan
bebrapa masalah sebagi berikut:
1. Bagaimana membuat media sederhana?
2. Bagaimana teknik isolasi dan inokulasi eksplan pada media sederhana?
3. Bagaimana cara pembuatan Murrashige dan Skoog (MS)?
4. Bagaimana teknik isolasi dan inokulasi eksplan pada media Murrashige dan
Skoog (MS)?
5. Bagaimana cara dan teknik aklimatisasi anggrek?
6. Bagaimana cara teknik penyilangan anggrek?
1.3 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dilakukannya penelitian ini sebagai berikut:
1. Mengetahui cara pembuatan media sederhana.
2. Mengetahui teknik isolasi dan inokulasi eksplan pada media sederhana.
3. Mengetahui cara pembuatan Murrashige dan Skoog (MS).
4. Mengetahui teknik isolasi dan inokulasi eksplan pada media Murrashige dan
Skoog (MS).
5. Mengetahui cara dan teknik aklimatisasi anggrek.
6. Mengetahui cara teknik penyilangan anggrek.
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kultur Jaringan Tanaman


Metode kultur jaringan dikembangkan untuk membantu memperbanyak
tanaman, khusus untuk tanaman yang sulit dikembangan secara generatif, salah
satunya tanaman anggrek. Menurut sarwono (2002) tanaman yang diperbanyak
melalui kultur jaringan dapat diperoleh beribu-ribu bibit anggrek dari tanaman
tunggal dalam waktu relatif singkat melalui salah satu jaringan meristem. Selain itu
terdapat beberapa kelebihan teknik kultur jaringan yaitu dengan menggunakan teknik
kultur jaringan tidak membutuhkan tempat yang luas, dapat dilakukan sepanjang
tahun tanpa mengenal musim, bibit yang dihasilkan lebih sehat dan dapat
memanipulasi genetik dan biaya pengangkutan bibit lebih murah (Pranomo, 2007).
Berbagai macam jaringan meristem yang bisa dipakai untuk kultur jaringan meristem
yang bisa dipakai untuk kultur jaringan antara lain adalah ujung tunas, tunas samping,
ujung batang, ujung daun dan tunas apikal.
Keberhasilan budidaya kultur jaringan dipengaruhi oleh media tanamannya.
Media kultur jaringan pada umumnya dibagi menjadi dua yaitu media dasar dan
media perlakukan. Media yang lebih sering digunkan adalah media dasar. Media
dasar adalah media yang mengandung zat hara esensial (makro dan mikro), sumber
energi dan vitamin (Kartikasari, 2009). Penamaan resep media dasar pada umumnya
diambil dari nama penemunya atau peneliti yang menggunakan pertama kali dalam
kultur khusus dan memperoleh suatu hasil yang penting artinya.
Media bukan hanya sebagai penyedia tampat tumbuh tetapi juga sebagai
penyedia unsur hara dan zat-zat lain yang diperlukan eksplan untuk tumbuh.
Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis tanaman yang akan
diperbanyak. Secara umum bahan yang digunakan dalam pembuatan media yaitu
garam mineral, vitamin, dan hormon. Zat pengatur tumbuh (hormon) yang
ditambahkan bervariasi tergantung pada tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan.
Media yang sudah dibuat dimasukkan kedalam botol-botol kaca dan dilaukan proses
sterilisasi dengan memasukkannya pada autoklaf (Suryowinoto, 1991).
Sebelum membuat media, terlebih dahulu dilakukan oembuatan larutan stok
dengan tujuan untuk memudahkan pengambilan bahan-bahan kimia yang dibutuhkan
dalam jumlah kecil. Larutan stok dapat disimpan dalam lemari pendingin agar tidak
mudah rusak dan mencegah terdegradasinya bahan-bahan kimia oleh mikroba
kontaminasi (yusnita, 2003).
Dalam kultur jaringan pembuatan media bukan berasal dari unsur murni,
tetapi dari senyawa berbentuk garam. Sebelum dicampurkan dalam media tumbuh,
terlebuh dahulu dilarutkan dalam konsentrasi tertentu sehingga dalam media tumbuh
nantinya jumlah tiap gram benar sesuai dengan ketentuan sebagai pelarut yang
dipakai aquades. Untuk memenuhi faktor pertumbuhan tanaman, media kultur
jaringan yang baik mengandung :
1. Hara Organik
Tanamn yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat
mensintesa semua kebutuhan bahan organknya. Merkipun tanaman in vitro dapat
mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan vitamin dalam
jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu lebih vitamin mesti
ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang penting selain itu asam
nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan termsduk ekstrak ragi,
casein hydrolysate, air kelapa, jus tomat, jus alpukat dan lain-lain. Penambahan
bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak terdefinisi. Dengan penelitian
yang cukup, semestinya bahan kompleks dapat diganti dengan zat tertentu
mungkin tambahan suatu vitamin atau asam amino
2. Hara Anorganik
Terdapat 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan
beberapa hara yang memengaruhi pertumbuhan invitro untuk pertumbuhan normal
dalam kultur jaringan, unsur-unsur penting ini harus dimasukkan dalam media
kultur.
3. Sumber Karbon
Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena mereka
tidak cukup mensintesis kebuhtahn karbonnya, maka harus ditambahkan kedalam
media. Sumber karbon ini menyediakan energi bagi pertumbuahan tanaman dan
juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi molekul yang lebih besar
yang diperlukan untuk tumbuh. Biasanya sukrosa pada konsentrasi 1-5%
digunakan sebagai sumber karbon tetapi sumber karbon lain seperti glukosa,
maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika sukrosa di autoclaf, terjadi
hidorlisis untuk menghasilkan glukosa dan fruktosa yang dapat digunakan lebih
efisien oleh tanaman dalam kultur.
4. Agar
Umumnya jaringan dikultur pada media padat yang dsebut seperti gel dengan
menggunakan agar atau pengganti agar seperti Gelrite atau Phytagel. Konsentrasi
agar yanng digunakan berkisar antara 0,7-1,0%. Pada konsentrasi tinggi agar
menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia. Sehingga difusi hara ke
tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tingggi seperti Difco BiTek mahal
harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lainnya yang mungkin
menggannggu perumbuhan.
5. pH
Media biasanya diatur pada kisaran 5,6-5,8, tetapi tanaman yang berbeda
mungkin memerlukan pH yang bereda untuk pertumbuhan optimum. Jika pH lebih
tinggi dari 6,0 media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang dari 5,2
agar tidak dapat memadat.
6. Zat Pengatur Tumbuh
Pada media umumnya ditambahan zat pengatur tumbuh atau biasa disebut
dengan ZPT. Terdapat beberapa jenis ZPT antara lain: auksin, sitokinin, giberelin,
asam absisat, etilin dan sebaginya. Jenis dan konsentrasi ZPT yang digunakan
tergantung pada jenis tanaman dan tujuan dari kultur tersebut. Dalam kultur
jaringan terdapat 2 golongan ZPT yang sangat penting, yaitu sitokinin dan auksin.
Zat pengatur tumbuh ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam
kultur jaringan. ZPT yang dugunakan untuk merangsang pembentukan akar
biasanya menggunkana ZPT auksin, yang sering digunakan adalah IBA dan NAA
(Nugroho, 1997). Selain itu auksin digunakan untuk memperpanjang sel,
pembentukan akar adventif dan menghambat pembentukan tunas adventif dan
tunas ketiak (Karjadi dan Buchory, 2008).
Sitokinin adalah senyawa turunan adenine dan perperan dalam pengaturan
pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin digunakan untuk merangsang
terbentuknya tunas, berpengaruh dalam metebolisme dan merangsang sel dorman
serta aktivitas umumnya adalah mendorong pembelahan sel. Menurut Hu dan
Wang (1983), George dan Sherington (1993), pada kultur jaringan sitokinin
berperan dalam mendorong pembelahan sel atau jaringan yang digunakan sebagai
eksplan dan merangsang perkembangan pucuk-pucuk tunas. Dalam perbanyakan
in vitro, sitokinin digunakan untuk mengatasi dormansi apikal dan mempertinggi
percabangan tunas lateral dan ketiak daun.
BAP merupakan salah satu sitokinin yang sering digunakan dalam penelitian
kultur jaringan. Murashige (1974) menyatakan bahwa 2-ip merupakan sitokinin
yang paling efektif dibandingkan dengan sitokinin lainnya. Perbedaan jenis
tanaman dan asal eksplan akan mempengaruhi keefektifan ZPT yang digunakan.
7. Air
Distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan dan banyak laboratorium
menggunakan aquabides (air destilasi ganda). Beberapa laboratorium
menggunakan air hujan denga alasan ekonomis, hal ini akan mengakibatkan sulit
mengontrol kandungan bahan organik dan non-organik pada media.

1.1.2 Macam-macam Kultur Jaringan

Kultur jaringan (tissue culture) digunakan sebagai suatu istilah


umum yang meliputi pertumbuhan kultur secara aseptik dalam
wadah yang umumnya tembus cahaya. Sering kali kultur aseptik
disebut juga kultur in vitro yang artinya kultur dalam gelas. Dalam
pelaksanaannya dijumpai beberapa tipe-tipe kultur, yaitu:
1) Kultur biji atau seed culture adalah kultur yang bahan
utamanya menggunakan biji. Kultur embrio diterapkan untuk
menyekamatkan hasil persilangan, mikropropagasi, mengatasi
sterilisasi dan dormansi biji (Wu dan Wang). Kultur embrio
dilakukab secara in vitro dengan tujuan memperoleh tanaman
secara lengkap. Jenis kultur embrio dapat digolongkan menjadi
dua macam yaitu kultur embrio muda (Immature Embryo
Culture) dan kultur embrio dewasa (Mature Embryo Culture).
Pada kultur embrio muda membutuhkan nutrisi media yang
lebih kompleks dibandingkan kultur embrio tua.
2) Kultur organ atau organ culture adalah budidaya dengan
menggunakan organ seperti: ujung akar, pucuk aksilar, tangkai
daun, helai daun, bunga, buah muda, akar, batang, dll
3) Kultur kalus atau callus adalah kultur yang menggunakan
jaringan (sekumpulan sel) biasanya berupa jaringan parenkim
sebagai bahan eksplannya
4) Kultur suspensi sel atau suspension culture adalah kultur yang
menggunakan media cair dengan pengocokan yang terus-
menerus menggunakan shaker dan menggunakan sel atau
agregat sel sebagai bahan eksplannya.
5) Kultur protoplasma yaitu eksplan yang digunakan adalah sel
yang telah dilepas bagian dinding selnya menggunakan
bantuan enzim.
6) Kultur haploid adalah kultur yang berasal dari bagian
reproduktif tanaman, yakni: kepalasari, tepungsari, ovule,
sehingga dapat dihasilkan tanaman yang haploid (Gunawan,
1987)
1.1.3 Prinsip Kultur Jaringan

Pada dasarnya kultur jaringan memanfaatkan prinsip


perbanyakan tumbuhan secara vegetatif. Perbanyakan tumbuhan
secara vegetatif menggunakan teknik aseptis di dalam botol kultur
dengan medium dan kondisi tertentu. Karena itulah teknik seperti ini
dinamakan teknik in vitro. Teknik in vitro adalah suatu jaringan yang
dibiakkan dalam botol kultur dengan medium dan kondisi tertentu.

1.1.4 Landasan Kultur Jaringan Tanaman

Terdapat beberapa landasan dalam melakukan kultur jaringan


yang harus diketahui, yakni:

1. Totipotensi adalah kemampuan dari sebuah sel untuk tumbuh


dan berkembang manjadi tanaman secara utuh jika
distimulasikan dengan benar dan sesuai. Teori ini mempercayai
bahwa setiap bagian tanaman dapat berkembangbiak karena
seluruh bagian tanaman terdiri atas jaringan hidup. Oleh karena
itu semua organisme baru memiliki sifat yang sama dengan
induknya (Gunawan, 1987)
2. Rediferensi adalah kemampuan sel-sel masak (mature) kembali
menjadi ke kondisi meristematik dan berkembang dari satu titik
pertumbuhan baru yang diikuti oleh rediferensiasi yang mampu
melakukan reorganisasi mnajadi organ baru.
3. Kompetensi menggambarkan potensi endo dari sel jaringan
untuk tumbuh dan berkembang dalam satu jalur tertentu.

1.1.5 Tahapan Kultur Jaringan Tanaman

Menurut Yusnita (2004), terdapat beberapa tahapan yang


dilakukan dalam melakukan perbanyakan tanaman dengan
menggunakan teknik kultur jaringan, yakni:
1. Pembuatan media
Pembuatan media kulur merupakan salah satu faktor
penunjang keberhasilan dalam perbanyakan tanaman secara
kultur jaringan. Komponen media kultur yang lengkap sebagai
berikut: aquades, hara-hara miktro dan makro, gula umumnya
sukrosa sebagai sumber energi, vitamin, asam amino dan bahan
organik lain, sat pengatur tumbuh, suplemen berupa bahan-
bahan alami jika diperlukan, agar-agar atau gelrite sebagai
pemadat media (Yusnita, 2004).
2. Inisiasi
Inisiasi adalah pengambilan eksplan dari bagian tanaman yang
akan dikultur. Bagian tanaman yang sering digunakan untuk
kegiatan kultur jaringan adalah kalus.
3. Sterilisasi
Sterilisasi dalah pembersihan alat, tempat maupun eksplan yang
akan digunakan agar terhindar dari berbagai nikroba yang dapat
mengganggu kelancaran selama proses pengukuran. Cara untuk
membebaskan ruangan, alat maupun media eksplan dari
berbagai masing-masing menggunakan cara-cara yang sangat
berbeda. Secara fisik, sterilisasi dilakuakn dengan menggunakan
udara kering dan panas, menngunakan uap air bertekanan,
menggunakan sinar UV atau sinar gamma, menggunakan filtrasi
serta dapat menggunakan panggangan. Secara kimiawi,
sterilisasi dilakukan dengan menggunakan senyawa-senyawa
kimia. Sebagai aseptik senyawa kimia yang digunakan sebagai
berikut: etilen, alkohol, spiritus dan hipoklorit. Sedangakan
sebagain antibiotik, senyawa kimia yang digunakan adalah
kanamisin dan kmisitin. Sterilisasi alat dilakuakan dengan
menggunakan pemanasan oven, uap air panas, autoklaf dan sinar
UV. Sedangakan untuk alat-alat yang berasal dari logam,
digunakan sterilisasi dengan pengapian.
4. Multiplikasi
Multiplikasi merupakan kegiatan dalam memperbanyak
calon tanaman dengan ekasplan pada media. Kegiatan ini
dilakuakn di laminar flow untuk menghindari adanya
kontaminasi yang menyebabkan gagalnya pertumbuahan
eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekasplan diletakkan
pada rak-rak dan diletakkan di tempat yang steril dengan suhu
kamar.
5. Pengakaran
Pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan
adanya pertumbuahan akar yang menandai bahwa proses kultur
jaringan yang dilakukan mulai bekerja dengan baik. Pengamatan
sebaiknya dilakuakan setiap hari untuk melihat perkembangan
akat yang tumbuh serta mengetahui jika terjadinya kontaminasi.
6. Aklimatisasi
Aklimatisasi adalah kegiatan memindahkan eksplan keluar
dari ruangan aseptik ke habitat aslinya. Pemindahan dilakuakn
secara bertahap, dengan menggunakan penutup untuk
melindungi bibir dari udara luar dan serangan hama penyakit.
2.2 Tanaman Anggrek
Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman varietas dan jenis
tanaman holikultura antara lain tanaman anggrek (Ramadiana et al, 2008). Anggrek
merupakan tanaman hias yang banyak disenangi oleh masyarakat luas, selain
memiliki bunga yang menarik anggrek memiliki nilai jual yang tinggi sehingga dapat
menarik banyak peminat. Produksi anggrek terutama anggrek bulan di Indonesia
masih jauh tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lainnya seperti Thailand,
Taiwan, Singapura dan Australia (Purwati, 2012).
Klasifikasi bunga anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis (L) BI) dalam sistem
klasifikasi Cronquist (1981) dan APG II adalah sebagai berikut:
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Bangsa : Asparagales
Suku : Orchidaceae
Marga : Phalaenopsis
Jenis : Phalaenopsis amabilis (L) BI
Anggrek bulan memiliki warna bunga putih bersih dengan sedikit variasi
kuning dan bintik kemerahan di bibir bunga. Bibir kedua cuping samping tegak
melebar dan bagian tepi depannya berwarna kuning dengan garis kemerahan
(Puspitaningtyas dan Mursidawati, 2010)
Phalaenopsis amabilis (L) BI merupakan peringkat pertaman dari 10 besar
pasar bunga potong Internasional, dikarenakan anggrek bulan merupakan tanaman
hias anggota suku Orchidaceae yang banyak disukasi oleh konsumen di seluruh dunia
dan bernilai ekonomis tinggi baik sebagai tanaman pot atau sebagai bunga potong.
Nilai ekonomis bunya anggrek ditentukan dari warna, bentuk, keindahan, ukuran dan
keseringan berbunga serta anggrek bulan menduduki peringkat pertama dari 10 besar
pasar bunga potong Internasional tersebut (Martin dan Madassety, 2006).
Keistimewaan lain dari anggrek bulan ini adalah berbunga sepanjang tahun dengan
masa rata-rata berbunga selama satu bulan (Iswanto, 2010).
2.3 Aklimatisasi Anggrek
Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil pembiakan pada kultur
jaringan (In-vitro) yang semula kondisinya terkendali kemudian berubah pada
kondisi lapangan yang kondisinya tidak terkendali lagi. Aklimatisasi juga merupakan
proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika pengakaran dilakuakan secara ex
vitro) di lingkungan baru yang aseptik di luar botol, dengan media tanah atau pakis
sehingga planlet dapat bertahan dan terus menjadi benih yang siap ditanamn di
lapangan (Yusnita, 2004). Selain itu tanaman juga harus mengubah pola hidupnya
dari tanaman hetetrop ke tanaman autotrop (Kartikasari, 2009).
Masa aklimatisasi merupakan masa yang kritis karena pucuk atau planlet yang
diregerasikan dari kultur in vitro menunjukan beberapa sifat yang kurang
menguntungkan, seperti lapisan lilin (kutikula tidak berkembang dengan baik,
kurangnya lignifikasi batang, jaringan pembuluh dari akar ke pucuk kurang
berkembang dan stomata sering kali tidak berfungsi (tidak menutup ketika penguapan
tinggi). Keadaan itu menyebabkan pucuk-pucuk in vitro sangat peka terhadap
transpirasi, serangan cendawan dan bakteri, cahaya dengan intensitas tinggi dan suhu
tinggi. Oleh karena itu, aklimatisasi pucuk-pucuk in vitro memerlukan penanganan
khusus, bahkan diperlukan modifikasi terhadap kondisi lingkungan terutama dalam
kaitannya dengan suhu, kelembapan dan intensitas cahaya. Disamping itu, medium
tumbuh pun memiliki peranan yang khususnya bila pucuk-pucuk mikro yang
diaklimatisasikan belum membentuk sistem perakaran yang baik (Hartanti dkk,
2014).
2.4 Penyilangan Anggrek
Penyilangan adalah taknikk penyerbukan bunga dengan meletakkan pollen
(serbuk sari) pada stigma (kepala putik). Pada tanaman anggrek biasanya dilakukan
oleh serangga atau dengan bantuan manusia, dalam arti penyilangan terkendali.
Beberapa anggrek dijumpai memiliki sifat cleistogamousi(penyerbukan
sendiri).penyilangan dapat dilakukan pada beberapa genus yang mudah mengadakan
persilangan antargenus, namun persilangan tersebut hanya terjadi dalam kelompok
tanaman yang memiliki kemiripan sifat dan karakter (Davidson, 1994).
Persilangan anggrek untuk medapatkan varietas baru tidak saja hanya
dilakukan pada anggrek alam atau spesies, tetapi juga banyak dilakukan pada anggrek
hibrid. Anggrek hibrid unggul biasanya telah memiliki karakter-karakter lebih unggul
sehingga akan menghasilkan karakter yang lebih baik dan beragam pada
keturunannya. Menurut Davidson (1994), persilangan yang dilakukan beberapa kali,
sifat-sifat yang tidak diharapkan muncul dapat ditekan atau dikurangi.
Pemilihan induk jantan dan betina yang akan disilangkan harus
mempertimbangkan sifat-sifat kedua induk tersebut, misalnya ukuran bunga, warna
dan bentuk bunga yang merupakan sifat dominan, akan muncul kembali pada
progeninya. Agar persilangan tidak mengalami kegagalan, dalam memilih induk
betina sebaiknya dipilih bunga yang kuntumnya kuat, tidak cepat layu atau gugur,
mempunyai style (tangkai putik) dan ovary (bakal buah) lebih pendek agar pollen
tube mudah mencapai embryo sac (kantong embrio) yang terdapat pada bagian bawah
ovary (Stubbings, 2006). Pollinia dari bunga yang berukuran kecil jika diserbukkan
pada stigma bunga yang berukuran besar biasanya mengalami kegagalan, karena
pollen tube tidak dapat mencapai embryo sac sehingga fertilisasi tidak terjadi dan biji
tidak terjadi. Bunga dari tanaman yang bersifat triploidi biasanya steril, namun masih
dapat dimanfaatkan sebagai induk betina apabila memiliki sifat dominan dalam
kerajinan berbunga.
Menurut Hee et al (2009) pada proses penyilangan anggrek dapat dilakukan
melalui beberapa tahap yaitu:
1. Melakukan polinasi dan pematangan biji.
2. Penyebaran biji secara in vitro, perkembangan protocorm dan
pertumbuhan planlet.
3. Bertumbuhan tanaman muda mennjadi dewasa secara in vivo.
4. Penilaian karakter dan kualitas bunga

Bunga yang telah mengalami polinasi akan mengalami kelayuan pada


perianthium (perhiasan bunga). Zigot yang terbentuk setelah pembuhan (fertilisasi)
akan berkembang menjadi embrio di dalam biji. Apabila zigot terbentuk pada saat itu
pula dapat disemai atau ditumbuhkan secara in vitro. Waktu terjadinya fertilisasi pada
anggrek sangat bervariasi bergantung pada jenis anggrek dan varietasnya, dihitung
sejak mulai dilakukan penyerbukan sampai terjadinya pembuahan. Pada anggrek
Phalaenopsis fertilisasi sampai terbentuk buah dapat terjadi lebih dari 4 bulan,
sedangkan pada Dendrobium 3-4 bulan (Davidson, 1994).
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan, Gedung C9, FMIPA
Unesa. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Maret hingga April 2018.
3.2 Alat dan Bahan
1. Pembuatan Media Sederhana
Alat yang digunakan terdiri dari kompor gas, panci stainless dan
pengaduk, pH universal gulungan, beaker glass 500 ml, gelas ukur 50 ml dan
100 ml, timbangan digital, botol media/kultur 150 botol, sepet 10 ml 3 buah,
dan autoklaf. Bahan yang digunakan untuk praktikum yaitu aluminium foil,
LPG, agar – agar Swallow putih 3 bungkus, air kelapa 75 ml, ekstrak tomat 75
ml, ekstrak alpukat 75 ml, gula 45 gram, aquadest, pupuk cair (Greener)
sesuai dosis, kertas label, HCl 1 M, dan KOH 1 M.
2. Isolasi dan Inokulasi Eksplan Daun Nona
Alat yang digunakan terdiri dari Laminar Air Flow (LAF), entkas, cawan
petri 2 buah, gunting, pinset, gagang scalpel ukuran 4, mata pisau scalpel
ukuran 20 cm, botol saos 2 buah, botol selai untuk sterilisasi 8 buah, dan
sprayer. Bahan yang digunakan untuk praktikum yaitu alkohol 70% dan 90%,
chlorox 5% dan 10%, dettol atau sabun cair, fungisida, formalin tablet, tissue,
kertas saring, kertas label, kapas, aquadest 1,5 liter, kertas bekas, plastik pp,
plastik wrap, dan daun nona.
3. Pembuatan Media Murrashige and Skoog (MS)
Alat yang digunakan terdiri dari kompor gas, panci stainless dan
pengaduk, pH universal gulungan, beaker glass 500 dan 1000 ml, gelas ukur
10 ml dan 100 ml, timbangan digital, botol media/kultur 150 botol, sepet 10
ml 3 buah, pipet tetes, dan autoklaf. Bahan yang digunakan untuk praktikum
yaitu aluminium foil, LPG, agar – agar Swallow putih 3 bungkus, gula 90
gram, aquadest 1,5 liter (untuk tiga perlakuan), kertas label, zat organik (Myo-
inositol, Thiamine HCl, Asam Nikotinat, Pyridoxine HCl, Glisin), Stok A, B,
dan G (25 ml), stok C, D, E, dan F (7,5 ml), zat pengatur tumbuh (NAA dan
BAP), HCl 1 M, dan KOH 1 M.
4. Isolasi dan Inokulasi Eksplan Embrio Kacang Merah
Alat yang digunakan terdiri dari Laminar Air Flow (LAF), entkas, cawan
petri 2 buah, gunting, pinset, gagang scalpel ukuran 4, mata pisau scalpel
ukuran 20 cm, botol saos 2 buah, botol selai untuk sterilisasi 8 buah, dan
sprayer. Bahan yang digunakan untuk praktikum yaitu alkohol 70% dan 90%,
chlorox 5% dan 10%, dettol atau sabun cair, fungisida, formalin tablet, tissue,
kertas saring, kertas label, kapas, aquadest 1,5 liter, kertas bekas, plastik pp,
plastik wrap, dan embrio kacang merah.
5. Aklimatisasi Anggrek Dendrobium sp.
Alat yang digunakan terdiri dari nampan plastik, pengaduk kawat U, gelas
beaker 1 buah, baskom, pot komunitas 1 buah, kantung plastik 1 buah, jarum,
dan sprayer. Bahan yang digunakan untuk praktikum yaitu bibit anggrek
Dendrobium sp. dalam botol 1 buah, kertas koran 1 eksemplar, arang, serabut
kelapa, moss, dan fungisida 1 liter.
6. Penyilangan Anggrek Dendrobium sp var. hijau >< Anggrek Dendrobium sp
var. hijau
Alat yang digunakan terdiri dari tusuk gigi, kawat, dan pensil. Bahan
yang digunakan untuk praktikum yaitu tanaman anggrek yang berbunga dan
kertas label.
A. Prosedur Penelitian
1. Pembuatan Media Sederhana
a) Memasukkan aquades ke dalam gelas piala (beaker glass) 500 ml
sebanyak 300 ml kemudian menambahkan gula sukrosa 45 gram
sambil diaduk sampai semua larut.
b) Menambahkan air kelapa 75 ml dan menambahkan pupuk cair sesuai
dosis.
c) Menambahkan aquades hingga volumenya mencapai 500 ml.
d) Mengukur pH berkisar 6,5 dengan pH meter. Jika terlalu basa,
ditambahkan HCl 1 M. Jika terlalu asam ditambah KOH 1 M.
e) Menambahkan aquades dalam larutan hingga volumenya mencapai
500 ml.
f) Menuangkan larutan ke dalam panci, kemudian menambahkan agar-
agar Swallow putih 1 bungkus.
g) Media kemudian dipanaskan dengan kompor gas sambil diaduk
hingga agar-agar larut dan homogen.
h) Setelah agar-agar larut, media dituang ke dalam gelas piala (beaker
glass) 500 ml dan dimasukkan ke dalam botol kultur yang telah
disterilisasi, dengan volume tiap botol 10 ml diberi label nama untuk
membedakan masing-masing perlakuan.
i) Botol yang telah berisi media ditutup dengan alumunium foil lalu
disterilisasi dalam autoklaf pada tekanan 1,5 kg/cm2 dan temperatur
1210 C selama ±15 menit.
j) Melakukan metode yang sama pada media ekstrak alpukat dan
ekstrak tomat seperti media air kelapa.
k) Botol dikeluarkan dari autoklaf dan diinkubasi selama tiga hari, jika
tidak terjadi kontaminasi media siap digunakan.
2. Isolasi dan Inokulasi Eksplan Daun Nona
a) Menyiapkan alat (pinset, mata pisau scalpel, gagang pisau scalpel,
cawan petri yang berisi kertas saring), bahan (alkohol 70% dan 90%,
chlorox 5% dan 10%, akuades) dan botol kultur yang telah berisi
media sederhana yang semuanya telah disterilkan. Sterilisasi dan
inokulasi eksplan dilakukan di Laminar Air Flow Cabinet.
b) Mencuci tangan menggunakan sabun cair kemudian dikeringkan
dengan lap bersih.
c) Mencuci eksplan daun sirih hitam dengan sabun cair dan disikat
secara perlahan dan hati-hati agar tidak merusak eksplan kemudian
dibilas dengan air mengalir hingga sabun hilang.
d) Eksplan tersebut selanjutnya direndam ke dalam fungisida selama 30
menit kemudian dicuci dengan menggunakan air mengalir.
e) Eksplan dibawa ke dalam Laminar Air Flow Cabinet.
f) Eksplan direndam dengan akuades steril selama 5 menit sambil
digoyang-goyangkan.
g) Merendam eksplan dengan alkohol 70% untuk mensterilkan eksplan
selama 5 detik, sambil digoyang-goyang.
h) Eksplan dicuci dengan akuades steril selama 5 menit.
i) Eksplan direndam dengan chlorox 5% selama 10 menit.
j) Eksplan dicuci dengan akuades steril selama 5 menit.
k) Eksplan direndam dengan chlorox 10% selama 5 menit.
l) Membilas eksplan dengan akuades steril selama 5 menit. Langkah ini
diulang sebanyak tiga kali.
m) Menempatkan eksplan pada cawan petri yang sudah diberi alas kertas
saring steril.
n) Memotong eksplan (minimal sebanyak 3 potong perbotol), bagian
eksplan yang dipotong adalah bagian tepi yaitu bagian yang rusak
atau kontak dengan bahan kimia. Eksplan dipotong dengan ukuran
±0,5 cm menggunakan pinset dan pisau scalpel.
o) Mengambil potongan eksplan dengan pinset dan memasukkannya ke
dalam botol kultur yang telah berisi media.
p) Botol yang telah ditanami diletakkan dalam ruang inokubasi dan
dilakukan pengamatan.
3. Pembuatan Media Murrashige and Skoog (MS)
a) Memasukkan aquades ke dalam beaker glass 1000 ml sebanyak 600
ml kemudian menambahkan gula sukrosa 90 gram sambil diaduk
sampai semua larut.
b) Menambahkan zat organik myo-inositol 0,15 gram, thiamine HCl
0,00015 gram, asam nikotinat 0,00075 gram, pyridoxine HCl
0,00075 gram dan glisin 0,003 gram.
c) Memasukkan stok A, B dan G masing-masing sebanyak 20 ml.
Kemudian menambahkan stok C, D, E dan F masing-masing
sebanyak 5 ml.
d) Mengukur pH berkisar 6,5 dengan pH universal. Jika terlalu basa,
ditambahkan HCl 1 M. Jika terlalu asam, ditambahkan KOH 1 M.
e) Menuangkan larutan ke dalam 3 beaker glass 500 ml masing-masing
sebanyak 200 mL lalu ditambahkan dengan aquades hingga volume
larutan mencapai 500 ml.
f) Menuangkan larutan media pada tiap beaker glass ke dalam panci
kemudian menambahkan agar bubuk 6 gram/l.
g) Media kemudian dipanaskan dengan kompor gas sambil diaduk
hingga agar larut dan homogen.
h) Setelah agar-agar larut, media dituang kembali ke dalam beaker glass
500 ml. Terdapat 3 media pada 3 beaker glass yang dikelompokkan
menjadi 3 perlakuan, yaitu A, B dan C.
i) Menambahkan ZPT NAA dan BAP ke dalam media sesuai
perlakuan.
j) Memasukkan media ke dalam botol kultur yang telah disterilisasi,
dengan volume tiap botol 10 ml dan diberi label nama untuk
membedakan masing-masing perlakuan.
k) Botol yang telah berisi media ditutup dengan aluminium foil lalu
disterilisasi dalam autoklaf pada tekanan 1 atm, temperatur 121oC
selama ±15 menit.
l) Botol dikeluarkan dari autoklaf dan diinkubasi selama tiga hari. Jika
tidak terjadi kontaminasi, media siap digunakan.
4. Isolasi dan Inokulasi Eksplan Embrio Kacang Merah
a) Menyiapkan alat (pinset, mata pisau skalpel, ganggang pisau skalpel,
cawan petri yang berisi kertas saring, alumunium foil), bahan
(alkohol 70% dan 90%, chlorox 5% dan 10%, aquades) dan botol
kultur yang telah berisi media MS yang semuanya telah disterilkan.
Sterilisasi dan inokulsi eksplan embrio biji dilakukan di LAFC atau
entkas yang terlebih dahulu di sterilkan dengan sinar UV selama ± 2
jam.
b) Mencuci tangan menggunakan sabun cair kemudia dibilas dengan air
mengalir hingga sabun hilang dan bersih.
c) Mencuci eksplan biji kacang merah dengan sabun cair dettol
kemudian di bilas dengan air mengalir sampai sabun hilang dan
bersih.
d) Eksplan biji direndam dalam desinfektan selama 30 menit. Kemudian
dicuci dengan air mengalir sampai bersih dan tidak boleh tersentuh
tangan.
e) Eksplan biji dibwa ke dalam LAFC
f) Eksplan biji direndam dengan aquades steril selama 2-3 menit sambil
digoyangkan.
g) Merendam eksplan dengan alkohol 70% selama 5 detik sambil
digoyangkan.
h) Eksplan dicuci dengan aquades steril selama 2-3 menit sambil
digoyangkan.
i) Eksplan direndam dengan larutan chlorox 10% selama 2-3 menit
kemudian setelah itu direndam larutan chlorox 5% selama 2-3 menit.
j) Eksplan dicuci dengan aquades selama 2-3 menit sambil
digoyangkan dan diulangi 3 x pencucian.
k) Menempelkan eksplan biji pada cawan petri yang sudah diberi alas
kertas saring steril.
l) Eksplan biji dibuang kulit ari kemudian dibelah dan diambil
embrionya dan dipotong sedikit bagian ujung embrio dengan
menggunakan pisau skalpel dan pinset.
m) Eksplan embrio yang telah siap kemudian di tanam diatas media MS
dan jangan sampai melukai media.
n) Menutup botol media dengan alumunium foil dan dibalut dengan
plastik wrap kemudian disemprot alkohol 70%.
o) Membi label nama serta tanggal inokulasi.
p) Botol kultur diletakkan pada ruang inkubasi dan diamati
perkembangannya.
5. Aklimatisasi Anggrek Dendrobium sp.
a) Bahan dan alat yang akan digunakan seperti arang yang telah
dihancurkan kecil-kecil serabut kelapa yang telah disisir dan pot
direndam dalam larutan fungisida (2 sendok dalam 1 liter) selama ±
2 jam dan diletakkan pada nampan plastik.
b) Bibit angggrek Dendrobium sp. yang ada di dalam botol kultur
dikeluarkan dengan cara memasukkan air dan mengguncang
perlahan sehingga bibit anggrek terpisah dari agar, dengan
menggunakan kawat yang ujungnya telah dibengkokkan mengambil
bibit anggrek satu-persatu pada bagian batang sehingga daun tidak
rusak. Plantlet dibersihkan dari medium dan daun maupun akar yang
telah rusak di dalam baskom berisi air.
c) Plantlet dibersihkan dari sisa-sisa media yang masih menempel pada
akar dalam larutan pestisida selama 10-15 menit kemudian ditiriskan
dan dikeringkan pada kertas koran.
d) Menyiapkan pot komunitas yang diisi arang, mes serta sabut kelapa.
Penanaman bibit anggrek dimulai dari tepi menuju tengah dan diatur
sesuai jarak tertentu..
e) Menata satu persatu plantet yang bagian akarnya telah dibalut dengan
moss dan ditata serapat mungkin.
f) Pot komunitas yang berisi bibit anggrek ditutup menggunakan
kantung plastik dengan tujuan menjaga kelembapan eksplan dan
diaklimatisasi sehingga dapat hidup pada lingkungan biasa.
6. Penyilangan Anggrek Dendrobium sp var. hijau >< Anggrek
Dendrobium sp var. hijau
a) Bunga anggrek Anggrek Dendrobium sp var. ungu yang sudah mekar
selama ± 4 hari, diambil serbuk sarinya dengan menggunakan tusuk
gigi, kemudian serbuk sarinya diletakkan di putik pada Dendrobium
sp var. ungu.
b) Proses penyilangan ini dapat dilakukan pada tanaman sendiri, pada
anggrek yang sama jenisnya maupun pada anggrek yang berbeda
jenisnya.
c) Anggrek yang telah disilangkan diberi label yang ditulis
menggunakan pensil atau bolpoin dan label digantung dengan tali
kasur pada tangkai bunga, penulisan dilakukan dengan menuliskan
jenis anggrek putik berasal kemudian tanda silang dan jenis serbuk
sari berasal lalu diberi tanggal persilangan.

♀ Dendrobium sp var. hijau >< ♂ Dendrobium sp var. hijau


11 April 2018

d) Lakukan pengamatan terhadap bunga yang disilangkan.


BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil dan Analisis


4.1.1 Pembuatan Media Sederhana
Berdasarkan praktikum pembuatan media sederhana dengan bahan tambahan
berupa air kelapa, jus alpukat dan jus tomat yang telah dilakukan, didapatkan data
sebagai berikut.
Tabel 1. Tabel Hasil Pembuatan Media Sederhana
Tanggal
No. Bahan Tambahan Jumlah Botol
Pembuatan
1. Air kelapa 14 Februari 2018
2. Jus alpukat 14 Februari 2018 141
3. Jus tomat 14 Februari 2018

Berdasarkan data dari tabel tersebut, pembuatan media sederhana dilakukan pada
hari rabu 14 Februari 2018. Media yang dibuat sebanyak 141 media. Setelah
disterilisasi dan diinkubasi selama satu minggu, 141 media tersebut tidak mengalami
kontaminasi. Media sederhana dengan bahan tambahan air kelapa sebanyak 41 botol,
tidak mengalami kontaminasi. Media sederhana dengan bahan tambahan jus alpukat
dihasilkan sebanyak 50 botol, tidak mengalami kontaminasi. Media sederhana yang
dihasilkan dengan bahan tambahan jus tomat sebanyak 50 botol, tidak mengalami
kontaminasi.
4.1.2 Pembuatan Media Murashige dan Skoog
Berdasarkan pembuatan media Murashige dan Skoog yang telah dilakukan,
didapatkan data sebagai berikut.
Tabel 2. Tabel Hasil Pembuatan Media Murashige dan Skoog

No. ZPT Tanggal Pembuatan Jumlah Awal Botol


1. A (1 NAA : 3 BAP) 28 Februari 2018
2. B (2 NAA : 2 BAP) 28 Februari 2018 141
3. C (3 NAA : 1 BAP) 28 Februari 2018

Berdasarkan data pembuatan media Murashige dan Skoog (MS) di atas,


dilakukan pada tanggal 2018 dengan jumlah seluruh media 141 botol. Pada
penambahan zat pengatur tumbuh berupa NAA dengan konsentrasi 1 ppm (A),
konsentrasi NAA sebesar 2 ppm (B) dan konsentrasi 3 ppm (C) dengan total
keseluruhan 141 botol. Sebanyak 81 botol yang digunakan untuk inokulasi dan tidak
mengalami kontaminasi. Sedangkan 50 botol yang tidak digunakan mengalami
kontaminasi oleh jamur dan bakteri.
4.1.3 Isolasi dan Inokulasi Eksplan Daun Anggrek Bulan(Phalaenopsis amabilis) pada
Media Sederhana
Berdasarkan praktikum isolasi dan inokulasi eksplan daun anggrek
(Phalaenopsis amabilis) pada media sederhana yang telah dilakukan, diperoleh data
hasil pengamatan sebagai berikut :
Tabel 3. Isolasi dan Inokulasi Daun Anggrek Bulan(Phalaenopsis amabilis) pada
Media Sederhana
Tanggal pengamatan
Tanggal
No ZPT Jenis eksplan 24/ 25/ 26/ 10/ 14/
inokulasi 1/3 5/3
2 2 2 3 3
Eksplan Daun
1 Air Kelapa 23-02-2017 - - X
Anggrek Bulan
Eksplan Daun
2 Alpukat 23-02-2017 - - -
Anggrek Bulan
Eksplan Daun
3 Tomat 23-02-2017 - - X
Anggrek Bulan

Keterangan :
(-) : Belum tumbuh (K) : Tumbuh kalus (A) : Tumbuh akar
(T) : Tumbuh tunas (X) : Kontaminasi

Berdasarkan data hasil isolasi dan inokulasi eksplan daun pada media sederhana,
eksplan yang digunakan adalah anggrek bulan (Phalaenopsis amabilis) dapat diketahui
pada tanggal 23 Febuari 2018 memulai inokulasi dengan menggunakan media air
kelapa, jus tomat dan jus alpukat. Pada media air kelapa dan media jus tomat tidak
mengalami pertumbuhan sampai pada tanggal 25 Febuari 2018 dan terjadi kontaminasi
pada tanggal 26 Febuari 2018. Sedangkan pada media jus alpukat tidak mengalami
pertumbuhan dari tanggal 24 Febuari 2018 sampai tanggal 14 Fbeuari 2018.
4.1.4 Isolasi dan Inokulasi Eksplan Embrio Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) pada
Media Murashige dan Skoog (MS)
Berdasarkan praktikum isolasi dan inokulasi eksplan embrio kacang merah
(Phaseolus vulgaris L.) pada media Murashige dan Skoog (MS) diperoleh data hasil
pengamatan pada Tabel 4. Berdasarkan data yang diperoleh pertumbuhan pada embrio
kacang merah didapatkan hasil yanng berbeda-beda, sedangkan inokulasi dilakukan
pada tanggal 23 Maret 2018. Pada media pertumbuhan 1 ppm NAA dan 3 ppm BAP
(media berlabel A) dari tanggal 24 Maret 2018 sampai 3 April 2018 belum tumbuh dan
terjadi kontaminasi pada tanggal 2 April 2018 sampai 13 April 2018 (akhir
pengamatan). Pada media pertumbuhan 2 ppm NAA dan 2 ppm BAP (media berlabel
B) dari tanggal 24 April sampai tanggal 10 April 2018 tidak mengalami perumbuhan,
tumbuhan tumbuh kalus pada tanggal 11 April 2018 sampai 13 April 2018. Pada media
pertumbuhan 3 ppm NAA dan 1 ppm BAP (media berlabel C) dari tanggal 24 April
sampai 6 Mei 2018 belum tumbuh, setelah itu tanggal 7 Mei 2018 tumbuh kalus sampai
tanggal 13 Mei 2018.
Tabel 4. Hasil Isolasi dan Inokulasi Eksplan Embrio Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.) pada Media Murashige dan
Tanggal Tanggal pengamatan
Jenis
No ZPT inokulas 24 25 26 27 28 29 30 31 1/ 2/ 3/ 5/ 6/ 7/ 8/ 9/ 10 11 12 13/
eksplan
i /3 /3 /3 /3 /3 /3 /3 /3 4 4 4 4 4 4 4 4 /4 /4 /4 4
A
Embrio
NAA: 23-3-
1 Kacang - - - - - - - - - X X X X X X X X X X X
BAP 2017
Merah
1:3
B Embrio
NAA: Kacang 23-3-
2 - - - - - - - - - - - - - K K K
BAP Merah 2017
2:2
C Embrio
NAA: Kacang 23-3-
3 - - - - - - - - - - - - - K K K K K
BAP Merah 2017
3:1
Skoog (MS)
Keterangan :

(-) : Belum tumbuh (K) : Tumbuh kalus (A) : Tumbuh akar

(T) : Tumbuh tunas (X) : Kontaminasi


4.1.5 Penyilangan Anggrek (Dendrobium sp.)
Berdasarkan praktikum penyilangan dua jenis anggrek diperoleh data hasil
pengamatan sebagai berikut :
Tabel 5. Hasil Penyilangan Anggrek Dendrobium sp var. Indonesia Raya
Tanggal Hasil Pengamatan
11 April 2018 Aklimatisasi anggrek bulan

4.2.6 Aklimatisasi Anggrek


Berdasarkan hasil praktikum aklimatisasi bibit anggrek, didapatkan hasil
bahwa planlet anggrek Dendrobium sp var Indonesia Raya tumbuh pada media
sabut kelapa pada “community pot”. Jumlah planlet yang diaklimatisasi sebanyak
21 planlet dan tumbuh sebanyak 19 planlet.

4.2 Pembahasan
4.2.1 Pembuatan Media Sederhana
Berdasarkan hasil dan analisis data di atas dapat diketahui bahwa merupakan
pembuatan media sederhana dalam kultur jaringan. Terdapat berbagai macam
kandungan energi yang berguna bagi perkembangan tumbuhan. Selain itu
pembutan media sederhana dangatlah mudah karena memanfaatkan bahan-bahan
sederhana yang ada disekitar lingkungan tempat tinggal. Unsur yang paling utam
adalah ZPT sebagai unsur perkembangan tumbuhan.
Penggunaan air kelapa di dalamnya terdapat kandungan berupa auksin dan
sitokininuntuk merangsang tunas tumbuh dan berkembang (Gunawan, 1988). Buah
alpukat jenis unggul berbentuk lonjong, bola atau bulat telur dan bulat tidak
simetris, panjang 9 – 11,5 cm, memiliki massa 0,25 – 0,38 kg, berwarna hijau atau
hijau kekuningan, berbintik – bintik ungu, buahnya memiliki kulit yang lembut dan
memiliki warna yang berbeda-beda. Biasanya warna buah alpukat bervariasi dari
warna hijau tua hingga ungu kecoklatan. Buah alpukat berbiji satu dengan bentuk
seperti bola berdiameter 6,5 – 7,5 cm, keping biji berwarna putih kemerahan. Buah
alpukat memiliki biji yang besar berukuran 5,5 x 4 cm.
Tomat (Solanum lycopersicum) merupakan salah satu tanaman yang sangat
dikenal oleh masyarakat Indonesia. Namun pemanfaatannya hanya sebatas sebagai
lalap dan bahan tambahan dalam masakan. Kandungan senyawa dalam buah tomat
di antaranya solanin (0,007 %), saponin, asam folat, asam malat, asam sitrat,
bioflavonoid (termasuk likopen, α dan ß-karoten), protein, lemak, vitamin, mineral
dan histamin (Canene-Adam, dkk., 2005).
Tumbuhan dialam bebas mencukupi kebutuhan gula dengan mengasimilasi
CO2 pada proses fotosintesa, dengan pertolongan klorofil dan sinar matahari,
dijadikan glucose kemudian dijadikan pati, selulose dan
persenyawaanpersenyawaan lain. Pada kultur in vitro, sel dan jaringan tumbuhan
belum sempurna dalam melakukan asimilasi fotoautotrof, sehingga diperlukan gula
sebagai sumber karbon dan enersi. Selain sebagai sumber enersi bagi sel dan
jaringan, gula juga berfungsi sebagai penjaga keseimbangan tekanan osmotik
potensial didalam medium. Gula pada umumnya diberikan pada medium kultur
berupa sukrosa atau komponen-komponennya seperti monosakarida glukosa atau
fruktosa. Sukrosa pada medium kultur ditambahkan sebanyak 30 gr/l. Glukosa atau
D-glukosa biasanya ditambahkan dengan konsentrasi 20 - 30 gr/l, tergantung dari
jenis eksplan. Sukrosa ternyata lebih berpengaruh dalam perkembangan kalus,
sedangkan pengaruhnya terhadap organogenesis belum dapat dipastikan (George
dan Sherrington, 1984). Pada kultur mikrospora beberapa spesies tanaman
digunakan maltosa, maltosa dihidrolisis lebih lambat dibandingkan dengan sukrosa,
ini memberi pengaruh yang lebih baik pada mikrospora yaitu dapat memacu
embryogenesis (Gunawan. 1987).
Indole-3-acetic acid (IAA) merupakan auksin alamiah yang terdapat pada
sebagian besar tumbuhan. Disintesis dari tryptophane terutama di primordia daun,
daun muda dan pada kecambah. IAA ditransport dari sel ke sel dengan arah
basipetal (dari pucuk ke akar). IAA berperan dalam mempengaruhi pemanjangan
sel; pembelahan sel; diferensiasi jaringan faskuler; inisiasi pembentukan akar;
mempengaruhi dominasi apikal; zona absisi pada daun dan buah; pembungaan;
pemasakan buah, dll. IAA mudah larut dalam alkohol. Penggunaan IAA pada
medium kultur kerap kali kurang menguntungkan karena mudah rusak oleh cahaya,
oksidasi ensimatik dan pemanasan pada saat proses sterilisasi dengan autoclave.
Penggunaan auksin sintetik lebih menguntungkan karena lebih stabil. Auksin
sintetik yang umum digunakan pada medium adalah: 2,4-dichlorophenoxyacetic
acid (2,4-D); 1-naphthaleneacetic acid (NAA) dan indole-3-butyric acid (IBA).
Beberapa persenyawaan seperti dicamba (3,6-dichloro-O-anisic acid) dan picloram
(4-amino-3,5,6-trichloro-2-pyridinecarboxilic acid) pada konsentrasi tinggi
merupakan herbisida, digunakan sebagai auksin substitusi. Kultur in vitro
tumbuhan yang pada mulanya memerlukan auksin eksogen untuk pertumbuhannya,
secara gradual atau bahkan secara tiba-tiba dapat hilang dan tidak memerlukan
auksin lagi, hal yang demikian disebut sebagai habituasi terhadap auksin.
Penggunaan auksin secara tunggal pada umumnya sudah cukup mampu untuk
menginduksi pembentukan dan pertumbuhan kalus, tetapi untuk beberapa tanaman
yang rekalsitran akan lebih membantu jika menggunakan lebih dari satu jenis
auksin secara simultan. Pada kultur jaringan tanaman monokotil, terutama rumput-
rumputan dan palem, juga pada kultur in vitro umbi akar wortel, memerlukan
auksin sintetik seperti 2,4-D dengan dosis yang cukup tinggi. Penghilangan atau
pengurangan kadar auksin pada sub kultur berikutnya dapat memacu produksi
embrio somatik atau organ adventiv. Pertumbuhan kultur juga dapat dipacu dengan
penambahan substansi yang dapat mengatur tingkatan IAA endogen misalnya,
dopamine dapat menghambat aktifitas IAA oksidase sehingga tidak terjadi oksidasi
terhadap IAA, akibatnya pertumbuhan jaringan dan organ pada kultur in vitro
menjadi lebih baik. Penghambat sintesis auksin seperti 5-hydroxy-nitrobenzyl
bromide (HNB) dan 7- azaindole memacu embryogenesis somatik pada kultur kalus
citrus yang telah mengalami habituasi.
Sitokinin adalah derivat dari adenin, kinetin (6-furfurylaminopurin) dan zeatin
adalah sitokinin alami yang umum digunakan secara meluas pada medium kultur.
Sitokinin disintesis melalui modifikasi biokimia dari adenin, terjadi pada ujung akar
dan biji yang tumbuh. Kebalikan dari auksin, sitokinin ditransport melalui xylem
dari akar ke pucuk. Sitokinin hanya aktip jika ada auksin, pemberian sitokinin
bersama auksin pada medium kultur dapat memacu pembelahan sel dan
morfogenesis. Sitokinin mempengaruhi transport auksin, pertumbuhan kuncup
lateral (mematahkan dominasi apikal), perkembangan daun, menghambat proses
penuaan daun dan mempengaruhi perkembangan kloroplas. Sitokinin sintetik
seperti N6-benzylaminopurine (BAP) lebih sering digunakan pada medium kultur
jaringan. Phenylurea, substansi aktip yang terdapat pada air kelapa mempunyai efek
yang sama dengan zeatin, penggunaannya memerlukan konsentrasi yang lebih
tinggi. Thidiazuron (N-phenyl-N-l,2,3-thiazol-5-ylurea), yang secara komersial
digunakan sebagai defoliant, karena kemampuannya untuk menstimulasi produksi
ethylene, dapat digunakan untuk memacu pembentukan dan proliferasi tunas in
vitro. Substansi lain yang mempunyai aktifitas seperti sitokinin adalah endosperm
cair pada kecambah jagung. Diferensiasi selular dan morfogenesis in vitro terutama
dikendalikan oleh interaksi antara konsentrasi auksin dan sitokinin yang diberikan
pada medium kultur. Manipulasi rasio auksin: sitokinin dapat mempengaruhi
organogenesis, pada perbandingan auksin/sitokinin tinggi memacu pembentukan
akar, perbandingan yang sebaliknya akan memacu pembentukan tunas. Jika
perbandingan auksin sitokinin seimbang hanya terbentuk kalus.
4.2.2 Isolasi dan Inokulasi Eksplan Daun Anggrek Bulan
Berdasarkan hasil dan analisis data, dapat di ketahui bahwa dengan
menggunakan metode isolasi dan innokulasi eksplan. Ekasplan merupakan salah
satu faktor yang menentukan keberhasilan program kultur jaringan tanaman.
Beberapa hal yang harus diperhatikan yang berkaitan dengan eksplan atau
bahan tanaman yang akan digunakan., yaitu genotipe, umur dan kondisi
fisiologis eksplan tersebut. Meskipun tanaman dapat diperoleh dari sejumlah
besar genotipe, kemampuan regenerasi setiap genotipe berbeda. Pengaruh genotipe
terhadap poliferasi sel dapat dilihat pada kemampuan regeneratifnya. Hasil yang
sama juga diperoleh dalam kultur jaringan krena jaringan muda yang sedang aktif
tumbuh dan jaringan ini merupakan sumber eksplan yang paling baik. Konsidi
fisiologis eksplan memiliki peranan penting bagi keberhasilan teknik kultur
jaringan. Kondisi fisiologis dari suatu tanaman bervariasi secara alami, sejalan
dengan pertumbuhan tanaman yang melewati fase - fase yang berbeda dan
perubahan lingkungan.

Eksplan atau kultur dapat terkontaminasi oleh berbagai mikrooganisme


seperti jamur, bakteri, serangga atau virus. Namun, sumber utama kontaminan
adalah spora jamur dan bakteri yang membentuk bagian alami dari atmosfer.
(Hendaryono, 1994).
Kontaminasi yang disebabkan oleh mikroorganisme endofilik (organisme
yang hidup di dalam sel atau ruang antar sel tanaman) yang sering merupakan biote
dari tanaman sumber eksplan, sulit diatasi dengan sterilisasi permukaan. Keadaan
ini disebabkan oleh koloni baktri sering tidak muncul pada saat eksplan baru
dikulturkan pertama kali, tetapi beberapa minggu kemudian muncul koloni bakteri.
Bakteri tersebut tetap ada setelah disubkulturkan berkali-kali, karena hidupnya
memang secara epifit di dalam jaringan tanaman. (Haryanto, E 1996)
Eksudasi dari eksplan merupakan tipe kontaminasi yang lain, bukan dari
organisme lain. Ketika jaringan tanaman terluka, dengan cara pemotongan atau
perlakuan bahan kimia seperti larutan klorin, reaksi fisiologis terjadi pada sel
sekitar luka. Salah satu prosesnya adalah produksi bahan biokimia apakah sebagai
produk pecahan atau sintesa sebagai mekanisme perlindungan. Keluarnya substansi
dari jaringan akan terjadi. Bahan kimia ini mungkin atau mungkin tidak memberi
pengaruh mematikan pada pertumbuhan kultur (Yusnita. 2003).
Adapun kontaminasi yang sering terjadi pada kultur jaringan tanaman terdiri
atas dua jenis yaitu kontamiasi oleh bakteri dan kontaminasi oleh jamur. Untuk
membedakan kedua jenis kontaminasi ini, dapat dilihat dari ciri-ciri fisik yang
muncul pada eksplan maupun media kultur. Bila terkena kontaminasi bakteri maka
tanaman akan basah atau menyebabkan adanya lendir, hal ini dikarenakan bakteri
langsung menyerang terhadap jaringan dari tubuh tumbuhan itu sendiri. Sedangkan
bila terkontaminasi oleh jamur, tanaman akan lebih kering dan akan muncul hifa
jamur pada tanaman yang terserang dan biasanya dapat dicirikan dengan adanya
garis-garis (seperti benang) yang berwarna putih sampai abu-abu. Penyebab
terjadinya kontaminasi bisa diakibatkan karena kesalahan pada saat penanaman,
saat sterilisasi media dan eksplan atau bahkan pada saat pembuatan media.
Kesalahan yang umum adalah alat yang digunakan praktikan kurang steril dan
kegagalan sterilisasi awal eksplan.
Media kultur telah terkontaminasi oleh jamur. Hal ini ditunjukkan dengan
adanya kontaminan yang berwarna putih dan membentuk seperti benang (hifa).
Begitupun pada pengamatan selanjutnya, kontaminasi yang terjadi oleh jamur
makin jelas dan terlihat begitu nyata karena hampir seluruh bagian permukaan
eksplan dan media kultur ditumbuhi oleh jamur. Kontaminasi bisa terjadi
dikarenakan adanya kesalahan atupun kurang optimalnya dalam penanaman
maupun melakukan hal lain yang dapat mendukung keberhasilan kultur jaringan
tersebut, terutama dalam hal sterilisasi. (Yusnita. 2003)
4.2.3 Pembuatan Media Murashige & Skoog

Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa media MS (Murashige


and Skoog) merupakan jenis media yang digunakan untuk perbanyakan tanaman
dengan setiap komposisi yang berbeda umtuk penggunaan bahan hormon tumbuh.
Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral, vitamin dan hormon.
Selain itu diperlukan bahan tambahan seperti agar, gula dan lain-lain. Zat pengatur
tumbuh (hormon) ditambhakan baik jenis maupun jumlah tergantung dengan tujuan
dari percobaan praktikum. Menurut sriyanti (2002) media merupakan faktor
penentu dalam perbanyakan dengan kultur jaringan. Media yang cocok
mempengaruhi pertumbuhan eksplan yang etlah ditanam untuk menjadi planlet.
Media yang baik harus memenuhi syarat nutrisi yang diperlukan untuk tumbuh dan
berkembang. Oleh karena itu, dalam media kultur jaringan ditambahka berbagai
macam zat. Media yang digunakan juga harus disterilkan dengan memanaskannya
dengan autoclaf. Sedangkan sebagai tambahan biasanya diberikan zat organik lain
seprti air kelapa, ekstrak ragi, jus pisang, jus tomat, jus alpukat dan lain sebagainya
(Sriyanti, 2002).
Menurut (Yuniastuti, 2008) Untuk memenuhi factor pertumbuhan tanaman,
maka factor –factor yang harus diperhatikan dalam pembuatan media kultur
jaringan yang baik adalah media yang mengandung:

1) Hara anorganik
Ada 12 hara mineral yang penting untuk pertumbuhan tanaman dan
beberapa hara yang dilaporkan mempengaruhi pertumbuhan in vitro. Untuk
pertumbuhan normal dalam kultur jaringan, unsur – unsur penting ini harus
dimasukkan dalam media kultur.
2) Hara organik
Tanaman yang tumbuh dalam kondisi normal bersifat autotrof dan dapat
mensintesa semua kebutuhan bahan organiknya. Meskipun tanaman in vitro
dapat mensintesa senyawa ini, diperkirakan mereka tidak menghasilkan
vitamin dalam jumlah yang cukup untuk pertumbuhan yang sehat dan satu atau
lebih vitamin mesti ditambahkan ke media. Thiamin merupakan vitamin yang
penting, selain itu asam nikotin, piridoksin dan inositol biasanya ditambahkan.
Selain bahan organik tersebut, bahan kompleks seringkali ditambahkan,
termasuk ekstrak ragi,casein hydrolysate, air kelapa, jus jeruk, pisang, dan lain
– lain. Penambahan bahan kompleks ini menghasilkan media yang tak
terdefinisi
3) Sumber karbon
Tanaman dalam kultur jaringan tumbuh secara heterotrof dan karena
mereka tidak cukup mensintesa kebutuhan karbonnya, maka sukrosa harus
ditambahkan ke dalam media. Sumber karbon ini menyediakan energy bagi
pertumbuhan tanaman dan juga sebagai bahan pembangun untuk memproduksi
molekul yang lebih besar yang diperlukan untuk tumbuh. Biasanya sukrosa
pada konsentrasi 1 – 5% digunakan sebagai sumber karbon tapi sumber karbon
lain seperti glukosa, maltosa, galaktosa dan laktosa juga digunakan. Ketika
sukrosa diautoklaf, terjadi hidrolisis untuk menghasilkan glukosa dan fruktosa
yang dapat digunakan lebih efisien oleh tanaman dalam kultur.
4) Agar
Umumnya jaringan dikulturkan pada media padat yang dibuat seperti gel
dengan menggunakan agar atau pengganti agar sperti Gelrite atau Phytagel.
Konsentrasi agar yang digunakan berkisar antara 0.7 – 1.0%. Pada konsentrasi
tinggi agar menjadi sangat keras, sedikit sekali air yang tersedia, sehingga
difusi hara ke tanaman sangat buruk. Agar dengan kualitas tinggi seperti Difco
BiTek mahal harganya tapi lebih murni, tidak mengandung bahan lain yang
mungkin mengganggu pertumbuhan. Pengganti lain seperti gelatin kadang –
kadang digunakan pada lab komersial. Gel sintetis diketahui dapat
menyebabkan hyperhidration (vitrifikasi) yang merupakan problem fisiologis
yang terjadi pada kultur.
5) pH
Media biasanya diatur pada kisaran 5.6 – 5.8 tapi tanaman yang berbeda
mungkin memerlukan pH yang berbeda untukpertumbuhan optimum. Jika pH
lebih tinggi dari 6.0, media mungkin menjadi terlalu keras dan jika pH kurang
dari 5.2, agar tidak dapat memadat.
6) Zat pengatur tumbuh
Pada media umumnya ditambahkan zat pengatur tumbuh. Zat Pengatur
Tumbuh (ZPT) sangat penting dalam pembutan media kultur jaringan. Zat
pengatur tumbuh adalah suatu persenyawaan organik yang dalam jumlah
sedikit (1 mM) dapat merangsang, menghambat atau mengubah pola
pertumbuhan dan perkembangan tanaman.Dalam kultur jaringan ZPT penting:
sitokinin (Kinetin, BA, Zeatin, 2iP, Thidiazuron), auksin (IAA, NAA, IBA,
2.4-D, 2.4.5-T, Dicamba, Picloram). Kedua ZPT ini mempunyai fungsi
masing-masing yang berbeda, sitokinin mempengaruhi pembelahan sel serta
pembentukan organ seperti pucuk dan pembentukan embrio somatik. Auksin
dipakai untuk menginduksi pembentukkan sel dan akar. Kombinasi antara
auksin dan sitokinin berfungsi untuk menginduksi pertumbuhan kalus. Selain
auksin dan sitokinin digunakan juga giberelin(menginduksi pemanjangan tunas
dan perkecambahan embrio, dan menghambat pengakaran) dan retardan (untuk
menghambat pertumbuhan tunas) seperti pachlobutrazol.
7) Aquades
Distilata biasanya digunakan dalam kultur jaringan, dan banyak lab
menggunakan aquabides (air destilata ganda).
8) Pemilihan Media
Jika tidak ada informasi awal, biasanya mulai dengan media MS
(Murashige dan Skoog 1962). Media ini mengandung konsentrasi garam dan
nitrat yang lebih tinggi dibandingkan media lain, dan telah sukses digunakan
pada berbagai tanaman dikotil. Untuk inisiasi kalus, 2.4-D ditambahkan ke
media dengan konsentrasi 1 – 5 mgL-1. Untuk multiplikasi tunas, sitokinin
seperti BAP ditambahkan dan juga diberi auksin, seperti NAA pada konsentrasi
yang rendah. Untuk inisiasi akar, IBA pada konsentrasi 1 – 2 mgL-1
ditambahkan.

Selain itu juga banyak faktor yang mempengaruhi terkontaminasinya media


tanam kultur jaringan seperti suhu ruang inkubasi, kesterilan lingkungan kerja, alat
dan manusia. Hal ini dijelaskan oleh Yusnita (2004), syarat dalam pekerjaan kultur
jaringan yang harus diperhatikan adalah kesterilan, lingkungan, media tanam yang
cocok untuk keberhasilan kultur jaringan
Menurut Umami (2012), salah satu faktor yang berpengaruh adalah ZPT.
ZPT merupakan senyawa organik bukan hara, yang dalam jumlah sedikit yang
dapat mendukung, menghambat dan dapat mengubah proses fisiologi tumbuhan.
Auksin dan sitokinin merupakan ZPT yang sering dipakai dalam kultur jaringan
untuk inisiasi kalus. Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) merupakan auksin sintetik
yang sangat efektif untuk induksi pertumbuhan kalus dan untuk memproduksi
metabolit sekunder (Chawla, 2002), sedangkan Benzyl Adenin (BA) merupakan
sitokinin sintetik yang sering dikombinasikan dengan auksin (Kyte dan Kleyn,
1996). Kombinasi ZPT yang ditambahkan ke dalam media tanam merupakan faktor
utama penentu keberhasilan kultur in vitro

4.2.4 Isolasi dan Inokulasi Eksplan Embrio Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)
pada Media Murashige dan Skoog (MS)

Berdasarkan hasil dan analisis data, dapat di ketahui pada pada label A
kontaminasi mulai terlihat. Sedangkan pada label B C mulai tumbuh kalus. Pada
kultur embrio, keberhasilan perkecambahan in vitro juga ditentukan oleh komposisi
media dan zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media untuk
menggantikan peran endosperma. Pengecambahan embrio yang lengkap biasanya
tidak memerlukan formulasi media yang rumit, bahkan pada beberapa jenis
tanaman, embrio dapat tumbuh pada media dasar tanpa zat pengatur tumbuh, seperti
pada embrio hasil persilangan S. khasianum dan S. capsicoides (Handayani 1995).

2.4.5 Penyilangan Anggrek (Dendrobium sp.)

Persilangan artinya mengawinkan dua jenis tanaman yang berlainan.


Praktikum penyilangan yang dilakukan menggunakan dua jenis anggrek
Dendrobium varietas sama. Dendrobium sp. sebagain besar bersifat empifit, namun
ada pula yang hidup litofit. Pola pertumbuhan Dendrobium sp. termasuk simpidial
yaitu mempunyai pertumbuhan pseudobulb terbatas. Anggrek Dendrobium sp.
disukai masyarakat karena rajin berbunga dengan warna dan bentuk yang bervariasi
dan menarik (Bechtcl et, al., 1992). Keunggulan anggrek Dendrobium sp dari
anggrek lainnya adalah mudah berbunga tanpa memerlukan perlakuan khusus.
Anggrek hibrida untuk Dendrobium sp berwarna lembayung muda, putih, kuning
keemasan atau kombinasi warna-warna tersebut. Anggrek hibrida Dendrobium sp
hasil pemuliann modern memiliki warna kebiruaan, gading atau jingga tua sampe
mrah tua. Dendrobium sp dapat juga berbunga beberapa kali dalam setahun.
Tangkai bunganya panjanng dan dapat dirangkai sebagai bunga potong (Pochooa,
2004)

Anngrek Dendrobium sp adalah satu genus anggrek yang terbesar yang


terdapat di dunia. Diperkirakan anggrek ini terdiri dari 1600 spesies. Bentuk bunga
Dendrobium sp memiliki sepal yang bentuknya hampir menyamai segitiga,
dasarnya bersatu dengan kaki tugu untuk membentuk taji. Petal biasanya lebih tipis
dari sepal, labelum berbelah dan mennurut bentuk bunga inilah maka jenis
Dendrobium sp bisa dibedakan dalam beberapa golongan. Temperatur yang di
kendaki bagi anggrek Dendrobium sp pada malam hari minimal 15° dan siang hari
25° (Sugeng, 1985).

Faktor-faktor yang mempengaruhi persilangan menurut Puchooa (2004),


yaitu: pemilihan induk yang sehat, yang dicirikan dengan penampilan fisik segar,
hijau, tumbuh tegak, kuat dan kokoh, rajin berbunga, warna bunga yang indah,
besar ukuran bunganya, jumlah bunga atau tangkai bunganya, bunga tahan lama,
bentuk bunga, waktu penyilangan, umur bunga betina, mulut bunga jantan sebagai
penghasil pollen, faktor keuletan dan pengalaman penyilangan itu sendiri. Bunga
anggrek yang telah mengalami penyerbukan, bagian perhiasan bunga akan layu.
Setelah pembuahan, zigot telah terbentuk, pada saat itu pula dapat dikecambahkan
atau ditumbuhkan secara in vitro. Waktu terjadi pembuahan sangat bervariasi,
bergantung pada jenis dan varietasnya. Pada anggrek Dendrobium sp, pembuahan
terjadi 2-2,5 bulan (Withner, 1959).

Berdasarkan pada hasil penyilangan yang dilakukan pada bunga anggrek


dengan sesama Dendrobium sp yaitu bunga tampak layu namun pada bakal buah
atau ovary tidak terjadi pembekakan. Hal ini sebuai dengan pernyataan
Puspaningtyas et al., (2006) yang menyatakan bahwa ciri-ciri anggrek yang berhasil
disilangkan adalah pada beberapa hari kemuadian setelah penyilangan, bunga yang
telah diserbuki akan layu. Penyerbukan berhasil apabila bakal buah membengkak
dan berkembang menjadi buah. Buah anggrek sebagian besar, masak setelah tiga
bulan sampai enam bulan atau lebih tergantung kepada jenis anggrek seperti
contohnya pada anggrek Dendrobium sp, anggrek ini akan berbunga selama 3-4
bulan.

2.4.6 Aklimatisasi Anggrek Bulan

Berdasarkan hasil dan analisis data aklimatisasi dapat diketahui bahwa


anggrek yang disilangkan adalah anggrek bulan. Proses aklimatisasi dilakukan
dengan cara bertahap supaya tanaman hasil kultur jaringan dapat beradaptasi
dengan perubahan lingkungan. Baik suhu, kelembaban, cahaya maupun faktor
lainnya akan berbeda dan tanaman hasil kultur jaringan juga memiliki kekurangan
dibanding tanaman yang ditanam di lingkungan alami. Menurut Pierik (1987),
tanaman hasil kultur jaringan memiliki lapisan lilin (kutikula) yang tidak
berkembang sempurna dan akar yang belum bisa berfungsi dengan baik. Saat
pemindahan tanaman ke kondisi normal atau dalam media pakis, tanah, atau
compost, harus dilakukan secara bertahap dan menghindari infeksi dari fungi serta
bakteri karena tanaman hasil kultur jaringan belum mampu beradaptasi dengan
pathogen-patogen yang biasa ditemukan di lingkungan luar. Pemberian fungisida
diperlukan untuk mencegah serangan jamur, pembersihan media secara benar juga
mengurangi resiko serangan. Pemindahan pertama dilakukan ke dalam ‘community
pot’ yang bisa menampung jumlah bibit yang cukup banyak. Pada tahap awal
kelembaban sangat perlu dijaga dan pemberian nutria tambahan bisa dilakukan
dengan penyemprotan pupuk daun. Selanjutnya bibit bisa dipindah ke pot-pot
individu saat daun dan akar siap untuk mendukung pertumbuhannya.
Menurut Sarwono.(2002) ,secara umum prosedur aklimatisasi diuraikan
sebagai berikut, plantlet-plantlet yang akan diaklimatisasi dikeluarkan dari botol
kultur. Agar-agar yang masih menempel dicuci bersih untuk membuang sumber
kontaminasi, Selanjutnya, planlet tersebut ditanam pada medium tanah steril
(pasteurisasi) di dalam pot kecil atau pada medium siap pakai pot Jiffy(Jiffy-7TM) .
Pada awalnya , plantlet harus dilindungi dari kerusakan dengan menempatkannya
di bawah naungan, tenda berkelembaban tinggi, atau di bawah semprotan embun .
dibutuhkan waktu beberapa hari sebelum terbentuk akar –akar baru yang fungsional
. Suhu udara diusahakan sama, seperti didalam ruang kultur . Intensitas cahaya
merupakan factor yang penting untuk diperhatikan, yaitu 30% dari cahaya
lingkungan. Nutrisi yang terdapat di dalam medium tanah pun dapat menjadi factor
pembatas pertumbuhan.
Arang bisa berasal dari kayu atau batok kelapa. Ukuran arang yang digunakan
kurang lebih berdiameter 3 cm. Media tanam ini sangat cocok digunakan untuk
tanaman anggrek di daerah dengan kelembapan tinggi. Hal itu dikarenakan arang
kurang mampu mengikat air dalam jumlah banyak. Keunikan dari media jenis arang
adalah sifatnya yang bufer (penyangga). Dengan demikian, jika terjadi kekeliruan
dalam pemberian unsur hara yang terkandung di dalam pupuk bisa segera
dinetralisir dan diadaptasikan. Selain itu, bahan media ini juga tidak mudah lapuk
sehingga sulit ditumbuhi jamur atau cendawan yang dapat merugikan tanaman.
Namun, media arang cenderung miskin akan unsur hara. Oleh karenanya, ke dalam
media tanam ini perlu disuplai unsur hara berupa aplikasi pemupukan. Sebelum
digunakan sebagai media tanam, idealnya arang dipecah menjadi potongan-
potongan kecil terlebih dahulu sehingga memudahkan dalam penempatan di dalam
pot. Ukuran pecahan arang ini sangat bergantung pada wadah yang digunakan
untuk menanam serta jenis tanaman yang akan ditanam.
BAB V
SIMPULAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Media pembuatan kultur jaringan sangatlah banyak dua diantaranya yaitu
Media Sederhana dan media Murashige dan Skoog (MS). Media sederhana
dibuat dengan dengan bahan dasar agar, aquades, dan bahan organisk lainnya
(air kelapa, jus tomat dan jus alpukat). Masing-masing dari bahan organik
tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing disesuaikan
dengan tanamn yang akan dikultur. Sedangkan media Murashige dan Skoog
sama seperti Media Sederhana, media MS juga bisa dibuat dari bahan-bahan
yang sederhana. Bahan utamanya ZPT, sukrosa, aquades, dan lain
sebagainya. Masing-masing tersebut dihasilkan sebanyak 141 botol.
2. Taknik isolasi dan inokulasi merupakan salah satu teknik yang digunakan
dalam kultur jaringan. Isolasi adalah suatu usaha menumbuhkan jaringan
tanaman dengan tujuan untuk memberoleh individu baru. Sedangkan
inokulasi adalah pemindahan bahan tanamn dari lingkungan aspetik ke
lingkungan non aseptik. Sebelum melakukan tahapan inokulasi, sebelumnya
yang harus dilakukan adalah tahapan sterilisasi yang merupakan penentu
dalam keberhasilan kultur jaringan.
3. Berdasarkan hasil analisis data dapat diketahui bahwa media MS (Murashige
and Skoog) merupakan jenis media yang digunakan untuk perbanyakan
tanaman dengan setiap komposisi yang berbeda umtuk penggunaan bahan
hormon tumbuh. Media yang digunakan biasanya terdiri dari garam mineral,
vitamin dan hormon. Selain itu diperlukan bahan tambahan seperti agar, gula
dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon) ditambhakan baik jenis maupun
jumlah tergantung dengan tujuan dari percobaan praktikum.
4. Aklimatisasi adalah masa adaptasi tanaman hasil pembiakan pada kultur
jaringan (In-vitro) yang semula kondisinya terkendali kemudian berubah
pada kondisi lapangan yang kondisinya tidak terkendali lagi. Aklimatisasi
juga merupakan proses pengkondisian planlet atau tunas mikro (jika
pengakaran dilakuakan secara ex vitro) di lingkungan baru yang aseptik di
luar botol, dengan media tanah atau pakis sehingga planlet dapat bertahan dan
terus menjadi benih yang siap ditanamn di lapangan. Didukung denagn
benberian arang dan menutupnya dengan plastik agar tidak berinteraksi
secara langsunng dengan lingkungan. Perendaman dengan funggisida juga
perlu dilakukan, untuk menghindari terjadinya pembusukan oleh bakteri atau
jamur
5. Penyilangan adalah taknikk penyerbukan bunga dengan meletakkan pollen
(serbuk sari) pada stigma (kepala putik). Pada tanaman anggrek biasanya
dilakukan oleh serangga atau dengan bantuan manusia, dalam arti
penyilangan terkendali. Beberapa anggrek dijumpai memiliki sifat
cleistogamousi(penyerbukan sendiri).penyilangan dapat dilakukan pada
beberapa genus yang mudah mengadakan persilangan antargenus, namun
persilangan tersebut hanya terjadi dalam kelompok tanaman yang memiliki
kemiripan sifat dan karakter. Agar persilangan tidak mengalami kegagalan,
dalam memilih induk betina sebaiknya dipilih bunga yang kuntumnya kuat,
tidak cepat layu atau gugur, mempunyai style (tangkai putik) dan ovary (bakal
buah) lebih pendek agar pollen tube mudah mencapai embryo sac (kantong
embrio) yang terdapat pada bagian bawah ovary.
5.2 Saran
Dalam melaukan kegiatan praktikum kultur jaringan dipastikan dalam
kondisi steril baik praktikan maupun media yang akan digunakan. Selain itu
lingkungan sekitar di kondisikan sebaik mungkin dan steril diatur suhu, ph dan
kelembapannya. Pada tahap aklimatisasi kondisi lingkungan tidak diperbolehkan
terlalu panas, karena akan mengakibatkan tanaman yang di aklimatisasi akan layu.
Selain itu dokumentasi perlu dilakukan untuk mengetahui perkembangan kultur
jaringan, aklimatisasi dan persilangan berjalan sesuai dengan yang seharusnya.
DAFTAR PUSTAKA

Amilah dan Yuni Astuti. 2006. Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Taoge dan Kacang Hijau

pada Media Vacin dan Went (VW) terhadap Pertumbuhan Kecambah Anggrek
Bulan (Phalaenopsis amabilis, L). Junal Bulletin 09: 1-20

Bechtcl, H.,P. Cribb, dan E. Launert. 1992. The Manual of Cultivated Orchids Species.

Blandford Press, London. 585 pp.

Canene-Adams K., Clinton, S. K., King, J. L., Lindshield, B. L., Wharton C., Jeffery, E.

& Erdman, J. W. Jr. 2004. The growth of the Dunning R-3327-H transplantable
prostate adenocarcinoma in rats fed diets containing tomato, broccoli, lycopene,
or receiving finasteride treatment. FASEB J. 18: A886 (591.4).

Chawla, H. S. 2002. Introduction to Plant Biotechnology. Science Publishers Inc. New

Hemsphire. 23-26.

Cronquist, A. 1981. An Integrated System of Clasification of Flowering Plants. Columbia

Univeersity Press. New York.

George, E.F. and Sherrington, P.D. 1984. Plant Propagatin by Tissue Culture. Handbook

and Directionary of Commersial Laboratories. Exegetic Ltd. England.

George, E.F. and Sherrington, P.D. 1993. Plant Propagatin by Tissue Culture. 12nd (ed).

Exegetics. Limited, England. p. 591-601

Gunawan, L.W., 1987. Teknik Kultur Jaringan, Laboratorium Kultur Jaringan PAU

Biotekbiologi IPB: Bogor

Handayani, T. 1995. Persilangan Antarjenis Solanum khasianum CLARKE dan Solanum

capsicoides ALL dengan Penyelamatan Embrio dan Perlakuan Kolkisin.


Tesis Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Hendaryono, D.P.S. Dan Wijayani, A. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius :


Yogyakarta.
Hartati, Sumijati, pardono, dan Ongko Cahyono. 2014. Perbaikan Anggrek Alam (Vanda

spp.)melalui Persilangan Interspesifik dalam Mendukung Perkembangan


Anggrek di Indonesia. Junal Ilmu Pertanian. Vol 02 No. 1.

Hartmann, H.T., kester, D.E., Davies, F.T., and Geneve R.L., 2002. Plant Propagation

Principles and Practiese, 6th Ed. New Delhi: Prentice Hall oh Insia Private
Limited.

Haryanto, E Dan Hendarto, B. 1996. Nanas. Penebar Swadaya: Jakarta

Hu, C.Y. and P.J. wang. 1983. Meristem Shoot Tip and Bud Cultures. In D.A Evan,

W.R.Sharp, P.V.Ammarinto and Y. Yamada (Eds). Hands Book of Plant Cell


Culture. Vol 1. Technologies for Propagation and Breeding. Mac. Millan Publ.
Co .N.Y.p. 177-227

Hu and Wang, P. 1986. Embryo Culture Technique and Application In: Hand

Iswanto H. 2010. Pupuk Hayati BNR untuk Perumbuhan dan Adaptasi Tanaman di Lahan

Marginal. Universitas Lampung, Lampung.

Kartikasari, R. 2009. Pengaruh perbedaan media tanam terhadap keberhasilan


aklimatisasi Phalaenopsis sp. Skripsi. Universitas Negeri Malang. Malang.

Karjadi, A.K. dan Buchory A. 2008. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap
Pertumbuhan dan Perkembangan Jaringan Meristem Kentang Kultivar
Granola. J. Hort. 18(4): 380-384

Kasutjianingati., dan D. Boer. 2013. Mikropropagasi Pisang Mas Kirana (Musa

acuminate) Memanfaatkan BAP dan NAA secara in Vitro. Jurnal Agroteknos


3(1): 60-64

Martin, K.p and Madassery, J. 2006. Rapid in vitro propagation of Dedrobium Hybrids

through direct shoot formatiom from exsplants, and protocorm like bodies. Sci
Hort 108:95-99
Nugroho, A dan H. Sugianto. 1997. Pedoman Pelaksanaan Tehnik Kultur Jaringan.
Penebar Swadaya, Jakarta.

Purwati, P. 2012. Pengaruh Macam Media Dalam Keberhasilan Aklimatisasi Anggrek

Phalaenopsis amabilis (Anggrek Bulan). Program Study Holtikultura Jurusan


Budidaya Tanaman Pangan Politeknik Negeri lampung.

Pramono, Hari.2007. Teknik Kultur Jaringan, Jakarta:Kanisius

Puspitaningtyas, Dwi Murti, Sofi Mursidawati dan Suprih Wijayanti. 2006. Study

Fertilisasi Anggrek Paraphalaenopsis sepentilingua (J.J.Sm) A.D. Hawkes.


Pusat Konservasi Tumbuahn-Ke; 237-241bun Raya Bogor, Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor, Volume 7(3)

Puspitaningtyas, D.M. dan Mursidawati. 2010. Koleksi Anggrek Kebun Raya Bogor. UPT

Balai Pengembangan Kebun Raya-LIPI. Bogor. 1(2).

Ramadiana, S., A.P. Sari, Yusnita dan Mursidawti, 2010. Koleksi Kebun Raya Bogor.

UPT Balai Pengembangan Kebun Raya-LIPI. Bogor. 1(2).

Saad, A.I.M., dan A.M. Elshahed. 2012. Capter II: Plant Tissue Culture Media. Intech,

pp 29-40.

Sarwono, B., 2002. Mengenal dan Membuat Anggerk Hibrida. Jakarta: AgroMedia

Pustaka

Santoso, U. dan F. Nursandi. 2003. Kultur Jaringan Tanaman. Universitas

Muhammadiyah Malang. Malang. 191 hal

Sugeng, S.S 1997. Mengenal dan Bertanam Anggrek. Semarang: CV Aneka Ilmu

Sriyanti, Daisy P. dan Ari Wijayani. 2002. Teknik Kultur Jaringan : Pengenalan dan

Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara Vegetatif-Modern. Yogyakarta:


Kanisius

Walkel, B. & J. Burke. 1988. Fertilyty of Species Orchids in Self and Interclonal
Pollination.In: Adam, P.B. (ed). Reproductive Biology of Species Orchids:
Principles and Practice. Melbourn: School of Botany, The University of
Melbourn-Orchid Spesies Society of Victoria

Withner, C.L. 1959. The Orcids: A scientific Survey. John Wiley and Sons, New York.

648pp

Yuniastuti, Endang. 2008. Buku Petunjuk PraktikumKultur Jaringan . Surakarta: UNS

Press.

Yusnita, 2003. Kultur Jaringan Cara memperbanyak Tanaman Secara Efisien. P.T

Agromedia Pustaka :Tangerang

Yusnita, 2004. Kultur Jaringan Cara memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta:

P.T Agromedia Pustaka

Umami, N. 2012. Efficient Nursery Production and Multiple Shoot Clumps Formation

from Shoot Tiller Derived Shoot Apices of Dwarf Napier Grass (Pennisetum
purpureum Schumach). JWARAS 55 (2) : 121-127.
LAMPIRAN
1. Pembuatan Media Sederhana dan Inokulasi Media Sederhana

Menimbang bahan-bahan yang Memindahkan bahan-bahan ke media


dibuhkan yang telah disediakan

Mengukur pH yang ada di media agar mengukur aquades yang akan


sesuai dengan ketentuan ditambahkan ke media
Memanaskan media menghomogenkan media

Mengambil media yang telah jadi dan Eksplan daun anggrek bbulan yang
dipindahkan kedalam botol media telah dinokulasi pada media sederhana
Eksplan yang mengalami kontaminasi

2. Penyilangan Anggrek Dendrobium sp

Persilangan anggrek penamanaan anggrek yang telah disilangkan


3. Alimatisasi Anggrek Bulan

Aklimatisasi anggrek bulan phalaenopsis sp.


LAPORAN PRAKTIKUM
KULTUR JARINGAN TUMBUHAN

Pembuatan Media Sederhana, Pembuatan Media Murashige dan


Skoog (MS), Isolasi dan Inokulasi Eksplan Daun Anggrek Bulan
(Phalaenopsis amabilis), Isolasi dan Inokulasi Embrio Kacang Merah
(Phaseolus vulgaris), Penyilangan Anggrek Bulan (Phalaenopsis
amabilis) dan Aklimatisasi Anggrek Dendrobium sp.

Disusun oleh :
Wahyu Krisminanti Putri
16030244019

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI BIOLOGI
2017

You might also like