You are on page 1of 17

HALAMAN PENGESAHAN

Laporan lengkap praktikum Biokimia dengan judul percobaan “Penentuan


Kadar Vitamin C” yang disusun oleh:
nama : Rezky Esa Putri PR
NIM : 1513040015
kelas/kelompok : Pendidikan Kimia A/ I
telah diperiksa dan dikonsultasikan oleh Asisten dan Koordinator Asisten, maka
laporan ini dinyatakan telah diterima.

Makassar, Desember 2017

Koordinator Asisten Asisten

Abudzar Al-Ghifari Nurul Mutmainna


NIM. 1413440014 NIM. 1413440020

Mengetahui,
Dosen Penanggungjawab

Dr.Muhammad Syahrir S.Pd,M.Si


NIP. 19600815 1986001 1 002
A. JUDUL PERCOBAAN
Penentuan Kadar Vitamin C

B. TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan kadar vitamin C dalam sampel dengan menggunakan metode
titrasi.

C. LANDASAN TEORI
Vitamin adalah senyawa-senyawa organik tertentu yang diperlukan dalam
jumlah kecil dalam diet seseorang tetapi esensial untuk reaksi metabolisme dalam
sel dan penting untuk melangsungkan pertumbuhan normal serta memelihara
kesehatan. Kebanyakan vitamin-vitamin ini tidak dapat disintesis oleh tubuh.
Beberapa di antaranya masih dapat dibentuk oleh tubuh, namun kecepatan
pembentukannya sangat kecil sehingga jumlah yang terbentuk tidak dapat
memenuhi kebutuhan tubuh. Oleh karenanya tubuh harus memperoleh vitamin
dari makanan sehari-hari. Jadi vitamin mengatur metabolisme, mengubah lemak
dan karbohidrat menjadi energi, dan ikut mengatur pembentukan tulang dan
jaringan (Poedjiadi, 2012: 397-398).
Vitamin adalah senyawa organik yang termasuk bahan makanan esensial
yang diperlukan tubuh, tetapi tubuh sendiri tidak dapat mensintesisnya. Vitamin
yang dapat disintesis oleh tubuh memang ada, tetapi sintesisinya kurang dari yang
dibutuhkan oleh tubuh untuk tetap sehat. Meskipun di dalam tubuh vitamin tidak
di pergunakan untuk mendapatkan tenaga seperti lemak atau karbohidrat dan juga
tidak dipakai sebagai zat pembangun seperti protein, vitamin tetap dibutuhkanoleh
tubuh untuk pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan melalui peranannya sebagai
enzim pembantu dalam proses metabolisme. Fungsi khusus berbagai vitamin
sangat berbeda antara satu dan yang lain. Oleh karena itu, sulit menyamaratakan
fungsi vitamin dalam gizi manusia (Sumardjo, 2009: 351).
Vitamin dibagi ke dalam dua golongan. Golongan pertama oleh Kodicek
(1971) disebut prakoenzim (procoenzyme), dan bersifat larut dalam air, tidak
disimpan oleh tubuh, tidak beracun, diekskresi dalam urine. Yang termasuk
golongan ini adalah tiamin, riboflavin, asam nikotinat, piridoksin, asam kolat,
biotin, asam pantotenat, vitamin B12 (disebut golongan vitamin B) dan vitamin C.
Golongan kedua yang larut dalam lemak disebutnya alosterin, dan dapat disimpan
dalam tubuh (Poedjiadi, 2012 : 399)
Vitamin C adalah salah satu zat gizi yang berperan sebagai antioksidan
dan efektif mengatasi radikal bebas yang dapat merusak sel atau jaringan,
termasuk melindungi lensa dari kerusakan. Buah-buahan yang merupakan sumber
vitamin C adalah mangga. Vitamin C adalah salah satu zat gizi yang berperan
sebagai antioksidan dan efektif mengatasi radikal bebas yang dapat merusak sel
atau jaringan, temasuk melindungi lensa dari kerusakan oksidatif yang
ditimbulksn oleh radiasi (Karinda, 2013).
Vitamin C merupakan reduktor kuat. Bentuk teroksidasinya adalah asam
dehidroaskorbat. Dengan demikian vitamin C juga berperan menghambat reaksi-
reaksi oksidasi dalam tubuh yang berlebihan dengan bertindak sebagai inhibitor.
Tampaknya vitamin C merupakan vitamin yang esensial untuk memelihara fungsi
normal semua unit sel termasuk struktur-struktur subsel seperti ribosom dan
mitokondria. Kemampuan vitamin ini untuk melepaskan dan menerima
menunjukkan adanya peran yang sangat penting dalam proses metabolisme. Pada
waktu stres di mana aktivitas hormon adrenal korteks tinggi, konsentrasi vitamin
dalam jaringan ternyata menurun. Infeksi dan demam tubuh memerlukan
tambahan jumlah vitamin C cukup banyak untuk mencapai kadar normalnya
kembali dalam jaringan. Peranan vitamin C dalam menanggulangi flu (common
cold) telah banyak dilaporkan. Pada binatang percobaan ternyata bahwa kadar
vitamin C yang tinggi dapat meningkatkan sintesis vitamin B kompleks dalam
intestin (Poedjiadi, 2012 : 409-410).
Vitamin C juga berperan sebagai antioksidan. Vitamin C mampu
mereduksi radikal superoksida, hidroksil, asam hipoklorida, dan oksigen reaktif
yang berasal dari netrofil dan monosit yang teraktivasi. Antioksidan vitamin C
mampu bereaksi. Sebagai antioksidan, vitamin C bekerja sebagai donor elektron,
dengan cara memindahkan satu elektron ke senyawa logam Tembaga. Selain itu,
vitamin C juga dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia
intraseluler dan ekstraseluler (Sukandar, 2014).
Vitamin C diproduksi oleh tumbuhan dalam jumlah yang besar. Fungsi
vitamin C bagi tumbuhan adalah sebagai agen antioksidan yang dapat
menetralkan singlet oksigen yang sangat reaktif, berperan dalam pertumbuhan sel,
berfungsi seperti hormon, dan ikut berperan dalam proses fotosintesis. Vitamin C
hanya dapat dibentuk oleh tumbuhan dan terdapat pada sayuran serta buah-buahan
dalam jumlah yang besar. Hal ini disebabkan karena tumbuhan memiliki enzim
mikrosomal L-gulonolakton oksidase, sebagai komponen dalam pembentukan
asam askorbat (Kurniawan, 2010).
Sumber vitamin C adalah sayuran berwarna hijau, buah-buahan (perlu
diketahui bahwa rasa asam pada buah tidak selalu sejalan dengan kadar vitamin C
dalam buah tersebut, karena rasa asam disebabkan oleh asam-asam lain yang
terdapat dalam buah bersama dengan vitamin C). Vitamin C dapat hilang karena
hal-hal seperti: pemanasan yang menyebabkan rusak/berbahayanya struktur,
pencucian sayuran setelah dipotong-potong terlebih dahulu, adanya alkali atau
suasana basa selama pengolahan dan membuka rempat berisi vitamin C sebab
oleh udara akan terjadi oksidasi yang tidak reversibel (Poedjiadi, 2012 : 411).
Vitamin C yang terdapat dalam bahan akan lebih mudah larut dalam
pemanasan, tanpa pemanasan sebagian dari vitamin masih tertinggal dalam
ampas. Kandungan vitamin C yang sedikit kemudian dilakukn pemanasan maka
kadar vitamin C yang dihasilkan akan semakin kecil. Vitamin C merupakan
senyawa reduktor, asam-asam askorbat berada dalam keseimbangan dengan asam
dehidroaskorbat. Dalam suasana asam, cincin lakton asam dehidroaskorbat terurai
dengan membentuk senyawa dketogulonat sehingga vitamin C terlindung dengan
adanya gula dan terjadi reaksi pencoklatan (Mukaromah, 2010).
Vitamin C mudah dioksidasi dalam larutan air, terutama apabila
dipanaskan. Oksidasi dipercepat apabila ada temabaga atau suasana alkalis.
Kehilangan vitamin C sering terjadi pada pengolahan, pengeringan, dan cahaya.
Vitamin C penting dalam pembuatan zat-zat interseluler, kolagen. Vitamin ini
tersebar ke seluruh tubuh dalam jaringan ikat, rangka, matriks dan lain-lain.
Vitamin C berperan penting dalam hidroksilasi prolin dan lisin menjadi
hidroksiprolin dan hidroksilisin yang merupakan bahan pembentukan kolagen
tersebut (Poedjiadi, 2012: 409).
Kelebihan salah satu vitamin pada tubuh dalam jumlah yang banyak
dikenal dengan istilah hipervitaminosis. Hipervitaminosis vitamin yang larut
dalam air tidak berlaku menimbulkan masalah sebab kelebihan vitamin-vitamin
jenis ini pada umumnya dibuang ke luar tubuh bersama-sama urine. Lain halnya
dengan kelebihan beberapa jenis vitamin yang tidak larut dalam air. Kelebihan
vitamin A dan D dalam jumlah besar untuk waktu yang lama, dapat menimbulkan
masalah yang tidak kita harapkan. Kebutuhan tubuh akan vitamin ada batasnya.
Kelebihan suatu vitamin tidak selalu dibuang, tetapi ada juga yang disimpan.
Contohnya vitamin A, disimpan dalam jumlah besar di hati, sedangkan
penyimpanan vitamin K dalam hati terbatas. Untuk vitamin-vitamin yang
penyimpanannya dalam tubuh terbatas, diperlukan tambahan setiap hari dan hal
ini diperoleh dari makanan (Sumardjo, 2009: 352).
Titrasi adalah metode penetapan kadar suatu larutan dengan menggunakan
larutan standar yang sudah diketahui konsentrasinya. Dalam hal ini, suatu larutan
yang konsentasinya telah diketahui secara pasti (larutan standar), ditambahkan
secara bertahap ke larutan lain yang konsentrasinya tidak diketahui, sampai reaksi
kimia antara kedua larutan tersebut berlangsung sempurna (Chandra, 2012).
Larutan standar yang digunakan sebagai titran harus diketahui dengan
tepat konsentrasinya. Biasanya, larutan standar dibuat dengan cara melarutkan
sejumlah berat tertentu bahan kimia pada sejumlah tetentu pelarut yang sesuai.
Cara ini mudah dilakukan, tetapi hasilnya seringkali kurang tepat, karena hanya
sedikit jenis kimia bahan titran yang dapat diketahui dalam keadaan murni. Zat
kimia yang benar benar murni bila ditimbang dengan tepat dan dilarutkan dalam
sejumlah tertentu pelarut yang sesuai akan menghasilkan suatu larutan standar
primer (Ibnu, 2004: 97).
Titrasi dengan iodium, ada dua macam yaitu titrasi langsung dan titrasi tak
langsung. Titrasi langsung merupakan titrasi yang dilakukan langsung dengan
larutan standar iod, sebagai oksidator, karena larutan iod oksidator lemah,
penggunaanya terbatas. Sedangkan titrasi tak langsung merupakan titrasi dimana
zat yang akan dititrasi atau ditentukan direaksikan dengan iod iodida biasanya
digunakan larutan KI berlebih. Zat oksidator direduksi dengan membebaskan I 2
yang jumlahnya ekivalen. I2 kemudian dititrasi dengan S2O42- sehingga terjadi
reaksi berikut:
I2 + S2O42- → 3I- + S4O62-
Larutan baku iod dapat dibuat dari unsur murninya. Standarisasinya dapat
dilakukan dngan asam arsenit, sebagai standara primernya. Kelemahanya yaitu
larutan iod adalah oksidator lemah, tak stabil karena mudah menguap serta tidak
dapat dilakukan pada suasana basa (Ibnu, 2004: 119-121).
Standar yang digunakan sebagai sumber iodium adalah larutan kalium
iodat, sehingga intensitas iodium yang dihasilkan dari alat dapat dikonversi
sebagai kalium iodat. Hilangnya iodat sebagai iodium (I 2) pada saat ditambahkan
KI. Sebagaimana diketahui bahwa metode iodometri menggunakan pereduksi
kalium iodida untuk mereduksi iodat menjadi iodium. Pada saat inilah
kemungkinan iodium yang dihasilkan terlepas ke udara sehingga hasil dari
penitaran akan kecil. Metode iodometri hanya dapat mengukur iodium dalam
bentuk iodat saja. Sehingga iodium dalam bentuk senyawa yang lain belum tentu
bisa diukur oleh metode ini. Seperti kita ketahui bumbu dapur mengandung zat-
zat organik yang mungkin akan mengikat suatu iodat sehingga iodat yang terikat
ini tidak bisa direduksi oleh larutan kalium iodida (Saksono, 2002).
Prinsip dari metode iodometri adalah sifat oksidator kuat pada klorin akan
direduksi dengan kalium iodida berlebih dan akan menghasilkan iodium. Iodium
yang dihasilkan selanjutnya dititrasi dengan larutan baku natrium tiosulfat,
banyaknya volume tiosulfat yang digunakan sebagai titran berbanding lurus
dengan iod yang dihasilkan. Pada titrasi iodometri menggunakan amilum sebagai
indikator yang berfungsi untuk menunjukkan titik akhir titrasi yang ditandai
dengan perubahan warna dari biru menjadi tidak berwarna dalam larutan. Larutan
indikator amilum ditambahkan pada saat akan menjelang titik akhir dititrasi,
karena jika indikator amilum ditambahkan diawal maka akan membentuk suatu
iod-amilum memiliki warna biru kompleks yang sulit dititrasi oleh natrium
tiosulfat (Ulfa, 2015).
Dasar dari metode iodimetri adalah bersifat mereduksi vitamin C (asam
askorbat). Asam askorbat merupakan zat pereduksi yang kuat dan secara
sederhana dapat dititrasi dengan larutan baku iodium. Metode iodimetri (titrasi
langsung dengan larutan baku idoium 0,1 N) dapat digunakan pada asam askorbat
murni atau larutannya, karena dalam jerami nangka kadar vitamin C yang terdapat
dalam sampel dapat ditetapkan kadarnya dengan metode iodimetri. Penetapan
kadar vitamin C dengan metode iodimetri ini merupakan reaksi reduksi-oksidasi
(redoks). Dalam hal ini vitamin C bertindak sebagai zat pereduksi (reduktor) dan
I2 sebagai zat pengosidasi (oksidator). Dalam reaksi ini terjadi transfer elektron
dari pasangan pereduksi ke pasangan pengoksidasi (Siti, 2008).

D. ALAT DAN BAHAN


1. Alat
a. Buret 50 mL 2 buah
b. Labu erlenmeyer 250 mL 5 buah
c. Labu erlenmeyer 500 mL 4 buah
d. Pipet tetes 3 buah
e. Neraca analitik 1 buah
f. Spatula 1 buah
g. Ball pipet 2 buah
h. Alu dan mortar 1 buah
i. Statif dan klem 2 buah
j. Kaki tiga dan kasa 1 buah
k. Gelas kimia 250 mL 1 buah
l. Gelas kimia 200 mL 1 buah
m. Pipet ukur 25 ml 1 buah
n. Pipet ukur 10 ml 1 buah
o. Gelas ukur 10 mL 1 buah
p. Pembakar spiritus 1 buah
q. Gelas arloji 1 buah
r. Botol semprot 1 buah
s. Lap kasar 1 buah
t. Lap halus 1 buah
2. Bahan
a. Tablet vitamin C 300 mg
b. Larutan Asam Sulfat (H2SO4) 2 N
c. Larutan iod (I2) 0,1 N
d. Larutan natriumtiosulfat (Na2S2O3) 0,1 N
e. Larutan amilum (C6H10O5)
f. Aquades (H2O)
g. Tissu

E. PROSEDUR KERJA
1. Standarisasi larutan Natrium tiosulfat
a. Sebanyak 10 mL KIO3dipipet kemudian dimasukkan kedalam labu
Erlenmeyer.
b. Sebanyak 10 mL I2 ditambahkan kedalam labu erlenmeyer.
c. Larutan kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai warna merah.
d. Larutan kemudian ditambahkan 3 tetes amilum setelah terjadi perubahan
warna.
e. Setelah itu dititrasi kembali hingga bening.
f. Titrasi dilakukan sebanyak 2 kali.
2. Untuk sampel
a. Sampel 1
1) Sebanyak 80 mL H2O didihkan kemudian didinginkan.
2) Vitamin C yang telah digerus ditimbang sebanyak 0,3 gram
3) Sebanyak 0,3 gram vitamin C dilarutkan ke dalam 10 mL aquades yang telah
dipanaskan dan didinginkan sebelumnya.
4) kemudian larutan ditambahkan larutan 2,5 mL asam sulfat 2 N.
5) Sebanyak 25 ml larutan iod ditambahkan ke dalam larutan kemudian larutan
dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai berwarna merah kecoklatan.
6) Kemudian ditambahkan 3 tetes amilum.
7) Titrasi kembali hingga larutan menjadi kuning.
8) Ulangi titrasi hingga 2 kali.
b. Sampel blangko
1) Sebanyak 10 mL aquades yang telah dipanaskan dan didinginkan sebelumnya
dipipet kemudian ditambahkan 2,5 mL larutan asam sulfat 2 N.
2) Sebanyak 25 mL larutan iod ditambahkan ke dalam larutan kemudian larutan
dititrasi dengan natrium tiosulfat sampai terjadi perubahan warna menjadi
merah.
3) Larutan kemudian ditambahkan 3 tetes amilum.
4) Titrasi kemudian hingga larutan menjadi bening.
5) Langkah 1 sampai 4 diulangi sebanyak 2 kali.

F. HASIL PENGAMATAN
1. Standarisasi Larutan Na2S2O3
Aktivitas Hasil pengamatan
10 ml larutan KIO3 (bening) + 10 ml larutan Larutan berwarna merah coklat
iod
10 mL KIO3 (bening) + 10 ml I2 (coklat) Larutan berwarna merah
dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat
Larutan berwarna merah + 3 tetes amilum Larutan berwarna merah
Larutan titrasi kembali Titrasi I = 8,7 mL
Titrasi II = 8,6 mL
Titrasi III= 8,4 mL
V (rata – rata) V (rata-rata) = 8,5 mL

2. Vitamin C
a. Sampel 1
Aktivitas Hasil pengamatan
Tablet vitamin C digerus Serbuk berwarna merah mudah
dan halus
Serbuk vitamin C ditimbang 0,3 gram
Vitami C (merah muda) + 10 mL H2O (yang Larutan berwarna merah muda
telah dipanskan sebelumnya)
Larutan merah muda + 2,5 mL asam sulfat 2 Larutan berwarna merah muda
N (bening)
Larutan berwarna merah + 3 tetes amilum Larutan berwarna merah
Larutan merah muda + 25 mL iod 0,1 N Larutan berwarna coklat
Larutan berwarna coklat ditirasi dengan Larutan berwarna merah muda
larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N dan
ditambahkan indikator amilum
Larutan dititrasi dengan Natrium Tiosulfat Titrasi I = 26,7 mL
Titrasi II = 26,8 mL
Titrasi III= 26,8 mL

b. Blanko
Aktivitas Hasil pengamatan
10 mL H2O dingin ( yang telah dipanaskan Larutan tak berwarna
sebelumnya) ditambahnkan dengan 2,3 mL
larutan asam sulfat
Larutan tak berwarna ditambahkan dengan Larutan berwarna coklat
2,5 mL larutan iod 0,1 N (bening)
Larutan berwarna coklat dititrasi dengan Larutan berwarna coklat
larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N (bening)
Larutan berwarna coklat dititrasi dengan Larutan bening
larutan natrium tiosulfat 0,1 N (bening) lalu
ditambahkan 3 tetes indikator amilum
Larutan dititrasi dengan larutan natrium larutan bening
tiosulfat Titrasi I = 26,0 mL
Titrasi II = 25,5 mL
Titrasi III = 26,2 mL

G. ANALISIS DATA
1. Standarisasi Larutan Na2S2O3
Diketahui : V KIO3 = 10 mL
N KIO3 = 0,1 N
V Titrasi I = 8,70 mL
V Titrasi II = 8,60 mL
V Titrasi III= 8,40 mL
Ditanyakan : N Na2S2O3 = …..?
Penyelesaian :
Volume rata-rata natrium tiosulfat yang digunakan adalah
8 ,70 mL +8 , 6 0 mL+ 8 , 4 0 mL
v= =8 , 50 mL
3
(V . N ) KI O3 10 mL. 0 , 1 N
Jadi, N Na2 S2 O3= = =0,117 N
V Na2 S 2 O3 8 , 50 mL

2. Kadar Vitamin C dengan menggunakan amilum


Diketahui : Mr vitamin C = 176 mg/mmol
( 0 ,3 0 55+ 0,3058+0,3073 ) gram
Massa Vitamin C = =0,306 g
3
V Titrasi I = 26,70 mL
V Titrasi II = 26,80 mL
V Titrasi III = 26,80 mL
(26 ,00+ 25 ,50+ 26 ,2 0)mL
V blanko= =25 , 9 0 mL
3
Ditanyakan : Kadar Vitamin C = ?
Penyelesaian
Mr Vitamin C
Mg Vitamin C = (N x V) Na2S2O3 .
Ekivalen
176 mg/mmol
= (0,117 mek/mL x 1 mL) . =10 ,29 mg
2 mek /mmol
Sehingga, 1 mL Na2S2O3 0,1 N setara dengan 10,29 mg vitamin C.
Jadi, banyaknya mg vitamin C dalam 1 mL Na2S2O3 yaitu 10,29 mg/mL.
Volume rata-rata natrium tiosulfat yang digunakan:
26 ,70 mL+26 , 80 mL+ 26 , 8 0 mL
v= =26 , 76 mL
3

Berat praktek vitamin C yaitu :


( V Vitamin C−V Blanko ) . mgVitamin C
Mg Vitamin C=
1 mL
( 26 ,76 mL−25 ,90 mL ) .10 , 29 mg
¿ =8 , 84 mg
1 mL
massa p raktek
Kadar Vitamin C = x 100 %
massa t eori
8 , 84 mg
= x 100 %
304 , 8 mg
= 2,90 %

H. PEMBAHASAN
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar vitamin C dalam sampel
dengan menggunakan metode titrasi. Vitamin C adalah suatu senyawa organik
yang terdapat di dalam makanan dalam jumlah yang kecil dibutuhkan oleh
makhluk hidup untuk dapat mempertahankan kehidupannya secara normal.
Vitamin berasal dari luar tubuh. Tetapi ada juga beberapa vitamin yang dapat
disintesis di dalam badan oleh flora usus dengan bahan-bahan yang didapatkan
dari makanan (Widjajanti, 2003).
Sampel yang digunakan yaitu tablet vitamin C yang kadarnya dihitung
dengan metode titrasi iodometri. Titrasi iodometri adalah salah satu titrasi redoks
yang melibatkan iodium. Titrasi iodometri termasuk jenis titrasi tidak langsung
yang dapat digunakan untuk menetapkan senyawa-senyawa yang mempunyai
potensial oksidasi yang lebih besar daripada sistem iodium-iodida atau senyawa-
senyawa yang bersifat oksidator. Adapun percobaan yang dilakukan yaitu :
1. Standarisasi larutan Na2S2O3 0,1 N
Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi dari larutan
Na2S2O3. Larutan Na2S2O3 merupakan larutan standar sekunder yaitu larutan yang
tidak stabil dalam penyimpanannya sehingga konsentrasinya dapat berubah-ubah
sehingga harus distandarisasi menggunakan larutan standar primer. Natrium
tiosulfat merupakan suatu zat pereduksi dengan persamaan reaksi sebagai berikut :
Na2S2O3 → 2Na+ + S2O32-
2S2O32- → S4O62- + 2e-
Larutan standar primer adalah larutan standar yang konsentrasinya diketahui
secara pasti melalui proses penimbangan. Sedangkan larutan standar sekunder
adalah larutan yang konsentrasinya diketahui melalui titrasi dengan menggunakan
larutan standar primer (Ibnu, 2004). Larutan standar primer yang digunakan pada
percobaan ini adalah larutan KIO3. Larutan KIO3 berfungsi untuk mengoksidasi
iodida menjadi iod larutan. Kemudian dititrasi dengan larutan Na 2S2O3 dan
ditambahkan indikator amilum menjelang titik akhir titrasi. Fungsi penambahan
amilum adalah untuk mengetahui titik akhir titrasi. Penambahan dilakukan pada
akhir titrasi karena jika ditambahkan diawal maka akan bereaksi dengan I 2. Titrasi
dilanjutkan hingga larutan menjadi tak berwarna. Pada percobaan ini dilakukan
tiga kali titrasi yang bertujuan untuk memperoleh data yang lebih akurat. Adapun
volume titrasi yang diperoleh pada yaitu 8,70 mL; 8,60 mL dan 8,40 mL.
Berdasarkan analisis data, diperoleh konsentrasi larutan Na 2S2O3 adalah
0,117 N. Hal ini menunjukkan kesamaan dengan konsentrasi awal yaitu 0,1 N.
Namun nilai normalitas yang seharusnya diperoleh < 0,1 N. Hal ini dikarenakan
Na2S2O3 merupakan larutan standar sekunder yang semakin lama maka
normalitasnya akan semakin berkurang disebabkan oleh kurang stabilnya dalam
penyimpanan.
2. Penentuan kadar vitamin C
Percobaan ini bertujuan untuk menentukan kadar vitamin C dalam sampel.
Langkah awal yang dilakukan adalah menggerus tablet vitamin C untuk
memperbesar luas permukaaannya sehingga mudah larut dalam air. Serbuk
Vitamin C dimasukkan ke dalam Erlenmeyer bertutup. Hal ini dikarenakan
vitamin C sangat mudah teroksidasi yang dipercepat dengan kontak dengan udara
dan cahaya (Ramdani, 2013). Air yang digunakan untuk melarutkan vitamin C
dipanaskan terlebih dahulu untuk menghilangkan zat-zat pengotor yang dapat
menganggu hasil reaksi. Namun air yang digunakan tidak boleh terlalu panas
karena struktur vitamin C dapat rusak pada suhu yang tinggi sehingga perlu
didinginkan kembali. Kemudian ditambahkan H2SO4 2 N yang berfungsi untuk
mencegah terjadinya oksidasi dengan memberi suasana asam pada larutan. Selain
itu, H2SO4 juga berfungsi sebagai katalisator yang dapat mempercepat reaksi.
Selanjutnya ditambahkan larutan I2 yang berfungsi sebagai reaktan untuk
mengetahui jumlah vitamin C yang terdapat dalam sampel dan diteteskan
indikator amilum untuk membebaskan iod sehingga tidak terlalu banyak volume
natrium tiosulfat yang digunakan. Larutan kemudian dititrasi menggunakan
larutan natrium tiosulfat hingga berwarna kecoklatan dan ditambahkan indikator
amilum menejlang titik akhir titrasi. Penambahan amilum dilakukan pada akhir
titrasi karena kompleks iodium–amilum mempunyai kelarutan yang kecil dalam
air sehingga biasanya ditambahkan pada akhir titrasi (Khopkar, 1999). Titrasi
dilanjutkan sampai titik akhir titrasi yang ditunjukkan dengan larutan menjadi
warna bening. Adapun volume titrasi yang digunakan adalah 26,70 mL; 26,80 mL
dan 26,80 mL dengan kadar vitamin C yang diperoleh yaitu 2,90 % artinya dalam
seratus mg sampel terdapat 2,90 mg vitamin C. Adapun reaksi yang terjadi, yaitu:
Reduksi : I2 + 2e 2I-
Oksidasi : 2S2O32- S4O62- + 2e
I2 + 2S2O32- 2I- + S4O62-
Reaksi lengkap :
2Na2S2O3 + 2I2 2NaI + Na2S4O6
Reaksi Vitamin C dengan larutan iod :

(asam Askorbat) (asam dihidroksi askorbat)


3. Blanko
Percobaan ini dilakukan tanpa vitamin C, karena bertujuan untuk
membandingkan jumlah volume natrium tiosulfat yang digunakan. Hasil
percobaan menunjukkan volume natrium tiosulfat yang digunakan adalah yaitu
26,00 mL; 25,50 mL dan 26,20 mL. Penggunaan volume natrium tiosulfat pada
blanko lebih sedikit dari sampel. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang
menyatakan bahwa penggunaan volume natrium tiosulfat lebih banyak pada
sampel yang menggunakan vitamin C daripada sampel tanpa vitamin C. Hal ini
disebabkan karena pada blanko I2 tereduksi oleh Na2S2O3 sedangkan pada sampel,
larutan iod selain direduksi oleh Na2S2O3 juga direduksi oleh vitamin C sehingga
volume natrium tiosulfat yang digunakan lebih banyak. Ketidaksesuaian ini terjadi
akibat ketidaktelitian praktikan dalam melakukan titrasi sehinga diperoleh data
yang tidak akurat.

I. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan dapat disimpulkan bahwa penentuan kadar
vitamin C dapat dilakukan dengan metode titrasi iodometri dan kadar vitamin C
yang diperoleh pada sampel menggunakan amilum yaitu 2,90%.
DAFTAR PUSTAKA

Chandra, Achmad Dwiana dan Hendra Cordova. 2012. Rancang Bangun Kontrol
pH Berbasis Self Tuning PID Melalui Metode Adaptive Control. Jurnal
Teknik Pomits Vol.1 No.1
Karinda, Minalisa. Dkk. 2013. Perbandingan Hasil Penetapan Kadar Vitamin C
Mangga Dodol dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri
Uv-Vis dan Iodometri. Jurnal Ilmiah Farmasi: Vol. 2. No. 2

Kurniawan, Madha., Munifatul, Yulita. 2010. Kandungan Klorofil, Karetenoid,


dan Vitamin C pada Beberapa Spesies Tumbuhan Akuatik. Buletin
Anatomi dan Fisiologi. Vol. XVIII. No. 1.

Ibnu, M. Sodiq., Endang Budiasih., Hayuni Retno Widarti dan Munzil. 2005.
Kimia Analitik I. Malang: UM Press.
Mukaromah, Ummu., Sri Hety Ssetryorini dana Siti Aminah. 2010. Kadar
Vitamin C, Mutu Fisik, pH dan Mutu Organoleptik Sirup Rosella
(Hibiscus Sabdariffa, L) Berdasarkan Cara Ekstraksi. Jurnal Pangan dan
Gizi .Vol. 01 No. 01.
Poedjiadi, Anna dan Titin Suprianti. 2012. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI-
Press.
Siti, Nurjanah., Anita Agustina., Rahmi Nurhaini. 2008. Penetapan Kadar Vitamin
C Pada Jerami Nangka (Artocarpus heterpophyllus L.). Biodiversitas.
Volume 9 Nomor 1

Saksono, Nelson. 2002. Analisis Iodat Dalam Bumbu Dapur Dengan Metode
Iodometri Dan X-Ray Fluorescence. Jurnal Makara Teknologi. Vol. 6,
No.3

Sukandar, Dede., Anna Muawanah, Eka Rizki Amelia dan Fathonah Nur
Anggraeni. 2014. Aktivitas Antioksidan dan Mutu Sensori Formulasi
Minuman Fungsional Sawo-Kayu Manis. Jurnal Kimia Valensi. 4 No. 2,

Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia. Jakarta: EGC.


Ulfa, Ade Maria. 2015. Penetapan Kadar Klorin (Cl 2) Pada Beras Menggunakan
Metode Iodometri. Jurnal Kesehatan Holistik. No. 9. Vol. 4.

You might also like