You are on page 1of 3

Aku, Kamu dan Sekolah Waktu

Itu (Part 2)
Cerpen Karangan: Depita Maharani
Kategori: Cerpen Cinta, Cerpen Patah Hati
Lolos moderasi pada: 24 September 2023

Waktu yang ditunggu-tunggu selama ini oleh Renjana telah tiba. Ya, hari ini Renjana resmi lulus
dari sekolahnya. Setelah sekian lama menunggu, Renjana akan menepati janjinya untuk
mengungkapkan perasaannya kepada Akara. Saat ini Renjana sedang mencari keberadaan Akara.
Setelah berkeliling di lingkungan sekolahnya, akhirnya Renjana menemukan orang yang ia cari-
cari. Ternyata, Akara sedang duduk seorang diri sambil mendengarkan alunan musik di taman
belakang sekolah. “Ternyata kamu di sini.” Ucap Renjana kepada Akara dengan senyuman
manisnya. “Ada apa?” Tanya Akara dengan raut wajah yang bingung. “Aku hanya ingin mengobrol
saja dengan kamu. Boleh?” Jawab Renjana dengan gugup. “Silahkan saja.” Ucap Akara.

Sejujurnya Renjana sangat gugup untuk mengatakannya. Tetapi, dirinya sudah berjanji untuk
mengungkapkan perasaannya hari ini. “Hari ini aku sudah berjanji kepada diriku untuk
mengungkapkan perasaan aku ke kamu. Maaf Akara, aku dengan lancang menyukai kamu diam-
diam selama tiga tahun. Aku tidak tahu kamu inget atau tidak dengan pertemuan kita pertama
kali. Kita sempat bertemu pas kelas 6 SD di kantin sekolah aku. Waktu itu kamu sedang bersama
dengan teman-teman kamu menuju kantin sekolah aku. Kita juga sempat bertatapan Akara
walaupun hanya beberapa detik saja. Tetapi, saat itu aku belum menyukai kamu, karena aku
sadar kita tidak akan pernah bertemu kembali. Namun takdir berkata lain, aku dan kamu bertemu
kembali di sekolah ini.” Ucap Renjana dengan raut wajah yang serius.

Akhirnya Renjana berani mengungkapkan perasaannya kepada Akara. “Aku ingat Renjana bahwa
kita pernah bertemu sebelumnya. Terima kasih Renjana karena kamu sudah menyukai aku selama
tiga tahun. Tetapi, maaf aku belum bisa kasih jawaban ke kamu hari ini Renjana. Aku butuh waktu
untuk memastikan perasaan aku ke kamu.” Jawab Akara dengan nada bersalah. “Ya, tidak apa-
apa Akara. Aku juga tidak memaksa kamu untuk menjawab sekarang. Aku bakal menunggu kamu
sampai aku sudah merasa cape dengan perasaan aku ke kamu.” Ucap Renjana dengan senyuman
pahit.

Rasanya Renjana ingin menangis, tetapi dirinya tidak bisa memaksa Akara untuk bisa membalas
perasaannya bukan? Lebih baik Akara jujur tentang perasaannya kepada Renjana daripada
berbohong kalau dirinya juga menyukai Renjana karena itu membuat hati Renjana lebih sakit.
“Tidak apa-apa, aku yakin diriku kuat menunggu Akara bertahun-tahun.” Ucap Renjana dalam
hati. Sejujurnya Renjana sangat bingung. Sekarang dirinya harus menunggu Akara atau berhenti
menyukai Akara? Entahlah, Renjana akan mengikuti alur hidupnya.

Setelah hari itu, hari dimana Renjana mengungkapkan perasaannya kepada Akara, dirinya
menjalani kehidupannya seperti biasa. Tetapi, tanpa adanya Akara. Bukan, Renjana belum
melupakan Akara, dirinya masih sanggup menunggu Akara, padahal sudah empat tahun tidak ada
kejelasan dari Akara. Bahkan, mereka saja sudah lama tidak mengetahui kabar masing-masing.

Saat ini Renjana sedang duduk di taman dekat rumahnya. Renjana sedang asik menikmati semilir
angin sambil mendengarkan alunan musik ditelinganya. Tanpa sadar, ada seseorang yang duduk
disebelahnya. “Sepertinya asik sekali ya.” Ucap seseorang disebelah Renjana. “Ya.” Jawab Renjana
tanpa menoleh. “Apakah kamu tidak ingat dengan aku?” Tanya seseorang tersebut. Renjana
menoleh ke sumber suara tersebut. “Akara?” Jawab Renjana dengan raut wajah yang kaget. “Apa
kabar Renjana?” Tanya Akara dengan tersenyum manis. “Baik.” Jawab Renjana lalu pergi
meninggalkan Akara tanpa pamit.

Sesak sekali rasanya ketika Renjana melihat wajah Akara kembali setelah bertahun-tahun mereka
tidak lama bertemu. “Kenapa harus sekarang?” Ucap Renjana kepada dirinya sendiri. Sebenarnya
Renjana belum siap bertemu Akara sekarang. Renjana takut dirinya makin jatuh cinta kepada
Akara karena beberapa hari yang lalu Renjana punya niat untuk melupakan Akara. Namun, takdir
selalu saja mempermainkan dirinya. Seperti saat ini, Renjana bertemu kembali dengan dia. Untuk
menyebut namanya kembali saja Renjana tidak sanggup, apalagi harus melihat wajahnya. “Untuk
melihat wajahmu kembali saja aku tidak sanggup.” Ucap Renjana dengan raut wajah yang ingin
menangis.

Renjana sebenarnya ingin sekali berbicara lebih lama dengan Akara. Tetapi, dirinya pengecut
untuk melihat wajah Akara kembali. Setiap kali Renjana melihat wajah Akara, hati Renjana sakit.
Hatinya sakit karena dirinya selalu menyimpulkan bahwa Akara tidak mempunyai perasaan yang
sama seperti dirinya. Padahal Akara saja belum menjawab tentang perasaannya kepada Renjana.
Renjana selalu berpikir bahwa dirinya memang tidak pantas untuk dicintai. Termasuk oleh Akara
Anantara Atma. Mungkin kalau dirinya bertemu kembali dengan Akara, ia akan berbicara kepada
Akara tentang beberapa tahun yang lalu. “Semoga kita dipertemukan kembali Akara.” Ucap
Renjana.

Keesokan harinya, Renjana berniat untuk mendatangi taman kemarin. Taman dimana dirinya tidak
sengaja bertemu dengan Akara. Entah mengapa, Renjana merasa yakin kalau Akara akan
mendatangi taman itu kembali. Setelah Renjana mengelilingi area taman tersebut, dirinya seperti
melihat seseorang yang mirip sekali dengan Akara. Entah keberanian datang darimana, Renjana
menghampiri seseorang tersebut yang sedang membaca buku sambil mendengarkan musik
ditelinganya. “Halo, Akara?” Sapa Renjana kepada orang tersebut. “Renjana?” Jawab orang
tersebut sambil menoleh ke arah Renjana. Ternyata benar, seseorang tersebut adalah Akara
Anantara Atma. “Bolehkah aku duduk?” Tanya Renjana dengan tersenyum sangat manis. “Silakan
saja.” Ucap Akara.

Gugup. Itulah yang dirasakan Renjana saat ini. Dirinya bingung harus memulai percakapan
darimana. Namun, akhirnya ia memberanikan diri untuk memulai percakapan. “Maaf, kemarin aku
pergi begitu saja tanpa pamit.” Ucap Renjana dengan nada bersalah. “Tidak masalah Renjana, aku
rasa kamu kaget dengan pertemuan kita setelah bertahun-tahun tidak berjumpa.” Ucap Akara
dengan tersenyum. “Sejujurnya, aku takut untuk melihat wajahmu kembali.” Ucap Renjana
kepada Akara. “Kenapa Renjana?” Tanya Akara dengan raut wajah yang serius. “Karena nyatanya
untuk menyebut namamu kembali saja aku tidak sanggup, apalagi melihat wajahmu.” Ucap
Renjana dengan tersenyum pahit.

Runtuh sudah pertahanan Renjana saat mengatakan hal tersebut. Dirinya dengan sekuat tenaga
menahan air mata yang ingin membasahi wajah manisnya. Renjana tidak ingin Akara mengetahui
dirinya menangis. “Aku akan menjawab semua pengakuan tentang perasaan kamu ke aku
Renjana.” Ucap Akara dengan nada serius. Bagai disambar petir, dirinya kaget mendengar kalimat
yang diucapkan oleh Akara. Namun, ia berusaha menyembunyikan wajah kagetnya dari Akara.
“Silahkan saja Akara, apapun jawaban yang kamu berikan untuk aku, aku siap untuk
menerimanya.” Ucap Renjana dengan nada yakin.

Sejujurnya Renjana tidak siap dengan jawaban yang diberikan oleh Akara. Tetapi, ia penasaran
akan jawaban tersebut. “Maaf Renjana, aku tidak bisa membalas perasaanmu, karena aku sudah
menemukan perempuan lain yang membuat hariku selalu istimewa.” Ucap Akara dengan nada
bersalah. “Baiklah Akara, aku terima jawabanmu, semoga kamu selalu bahagia dengan
perempuan yang kamu pilih untuk menetap di hatimu selamanya. Aku pamit ya Akara.” Ucap
Renjana sambil berusaha menahan air matanya.
Jawaban yang diberikan oleh Akara membuat hati Renjana sakit berkeping-keping. Pemikirannya
selama ini benar, Akara tidak pernah bisa membalas perasaannya. Nyatanya Akara memilih
perempuan lain untuk menetap di hati Akara selamanya. Renjana menyesal karena dirinya
penasaran dengan jawaban yang diberikan oleh Akara. Karena jawaban tersebut membuat hati
Renjana sangat sakit. “Bahagia selalu Akara. Terima kasih telah membuat hari aku selalu
berwarna. Terima kasih karena kamu telah mengajari aku apa arti cinta yang sesungguhnya. Aku
akan berusaha melupakan kamu dan mengikhlaskan kamu bersanding dengan perempuan lain.
Sampai bertemu kembali Akara di kehidupan selanjutnya.” Ucap Renjana kepada langit malam.

“Mencintai paling sempurna yaitu dengan mengikhlaskan dia memilih orang lain yang lebih
dicintainya. Dengan kata lain, merelakan dia bahagia bersama pilihannya.” – Renjana Amerta

Cerpen Karangan: Depita Maharani


Blog / Facebook: Instagram: @dptamhr

You might also like