You are on page 1of 11

MAKALAH PAI

MENGHINDARI AKHLAK MAZMUMAH DAN MEMBIASAKAN AKHLAK MAHMUDAH AGAR HIDUP LEBIH
NYAMAN DAN BERKAH

NAMA KELOMPOK:

1.ZIRA SOPYA ELKAYANA

2.SELPIANA SAPITRI

3.RESTU DESTIA PUTRI

4.KASA KHOLID IMAM

5.BENI YOGA SAPUTRA

6.JAELANI
DAFTAR ISI:

BAB 8 MENGHINDARI AKHLAK MAZMUMAH DAN MEMBIASAKAN AKHLAK MAHMUDAH AGARHIDUP


LEBIH NYAMAN DAN BERKAH

A.Menghindarkan Diri dari SifatTempramental (Ghadhab)......................................................i

B.Membiasakan Prilaku Kontrol Diri...........................................................................................ii

C.Membiasakan Perilaku Berani Membela Kebenaran............................................................iii


i

A. Menghindarkan Diri dari Sifat Tempramental (Gadhab)

1. Pengertian Sifat Tempramental

Tempramental atau sifat mudah marah dalam bahasa Arab berasal dari kata gadhab, dari kata
dasar gadhiba-yaghibu-gadhaban. Menurut istilah, gadhab berarti sifat seseorang yang mudah marah
karena tidak senang dengan perlakuan atau perbuatan orang lain. Sifat amarah, selalu mendorong manusia
untuk bertingkah laku buru.

Sifat gadhab harus dihindari, karena sifat gadhab tidak akan pernah menyelesaikan masalah, justru
sebaliknya akan menimbulkan masalah baru. Seorang muslim harus senantiasa bersabar dan berusaha
menahan amarahnya. Imam al-Ghazali mengatakan, bahwa orang yang bersabar adalah orang yang sanggup
bertahan menghadapi rasa sakit serta sanggup memikul beban atas sesuatu yang tidak disukainya.

Menahan marah disebutkan dalam Al-Qur'an surah Ali 'Imran ayat 134 berikut ini.

‫اَّلِذ ْيَن ُيْنِفُقْو َن ِفى الَّس َّۤر اِء َو الَّض َّۤر اِء َو اْلَكاِظ ِم ْيَن اْلَغْيَظ َو اْلَع اِفْيَن َع ِن الَّناِۗس َو ُهّٰللا ُيِح ُّب اْلُم ْح ِس ِنْيَۚن‬.

Artinya:

"(Yaitu) orang-orang yang selalu berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, orang-orang yang
mengendalikan kemurkaannya, dan orang orang yang memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah mencintai
orang-orang yang berbuat kebaikan." (Q.S. Ali 'Imran [3]: 134)

2. Tingkatan Sifat Tempramental (Gadhab)

Sifat tempramental atau gadhab digolongkan ke dalam beberapa tingkatan sebagai berikut.

a. Golongan Marah Berlebihan (Ifrath)

Yaitu golongan yang sulit mengendalikan hawa nafsunya ketika marah, sehingga seseorang yang
berada pada golongan ini akan melupakan kemarahannya dengan menggebu-gebu ketika sedang
menghadapi suatu masalah. Mereka bisa berteriak dengan kencang, mengobrak-abrik barang di sekitarnya,
bahkan juga menyakiti orang lain yang tidak bersalah sebagai pelampiasan.

Sifat tempramental (gadhab) yang berlebihan ini terbentuk karena dua faktor, yaitu faktor
pembawaan dan faktor kebiasaan. Tidak sedikit sifat pemarah tersebut merupakan sifat bawaan sehingga
pembawaan, watak, dan wajahnya seolah-olah menampakkan ciri khas sebagai seorang pemarah. Namun,
ada kalanya sifat pemarah itu terbentuk dari pembiasaan, pola asuh, lingkungan tempat tinggal sehari-hari,
faktor pergaulan, dan bentukan dari habituasi lingkungan di sekitarnya.

b. Golongan yang Tidak Memiliki Sifat Marah (Tafrith)


Yaitu golongan yang tidak bisa marah. Merupakan kebalikan dari golongan Ifrath. Golongan ini
sama sekali tidak akan menunjukkan sikap marah terhadap apa pun yang terjadi di sekitarnya. Golongan ini
sifatnya lebih ke bodo amatan, tidak mau mengurusi apa yang menurutnya tidak perlu untuk diurusi. Pada
golongan orang yang seperti ini, menghadapi urusan agama yang dihina maupun diinjak-injak oleh golongan
lain pun, mereka akan bersikap acuh, tidak peduli dan tidak memiliki hasrat untuk melakukan pembelaan
terhadap kebenaran.

c. Golongan yang Mampu Berlaku Adil dan Proporsional (I'tidal)

Yaitu golongan moderat yang berada di antara Ifrath dan tafrith. Mereka tidak akan kehilangan
sifat pemarah sama sekali tetapi akan marah hanya pada saat-saat tertentu dengan kemarahan yang
proporsional. Sifat marah yang proporsional adalah marah yang timbul karena sesuatu melanggar larangan
Allah Swt. dan dalam rangka membela agama Islam dan umatnya.

3. Penyebab Sifat Tempramental (Gadhab)

Seperti asap yang tidak akan muncul kalau tidak ada api, begitu juga kemarahan tidak akan ada jika
tidak ada perkara yang memancing seseorang untuk marah. Berikut ini hal-hal yang menyebabkan seseorang
menjadi tempramental.

a. Faktor Fisik

Faktor fisik yang menyebabkan seseorang mudah marah antara lain:

1) badan yang terlalu lelah;

2) kekurangan zat-zat tertentu di dalam tubuh; dan

3) reaksi hormon reproduksi.

b. Faktor Psikis

Adapun faktor rohani/psikis yang membuat seseorang mudah marah antara lain:

1) perdebatan atau perselisihan;

2) ucapan menyakitkan hati yang diucapkan orang lain;

3) sikap permusuhan kepada orang lain;

4) becandaan yang berlebihan; dan

5) rasa bangga terhadap diri sendiri.

4. Cara Menghindari Sifat Tempramental


Marah adalah perilaku naluriah manusia, namun tidak setiap ada permasalahan selalu dilampiaskan
dengan kemarahan, karena bisa berakibat fatal jika marah secara berlebihan. Berikut ini cara-cara yang dapat
dilakukan untuk menghindari perilaku marah.

a. Membaca ta'awuz.

b. Merubah posisi badan.

c. Berwudhu

d. Diam atau tidak berbicara.

5. Hikmah Menghindari Sifat Tempramental

Menghindari marah/tempramental memberikan banyak hikmah bagi orang-orang yang


melakukannya. Di antara hikmah menghindari sifat tempramental sebagai berikut.

a. Terhindar dari permusuhan dan kebencian.

b. Mendapatkan ketenangan batin.

c. Mendapatkan pahala yang besar dari Allah Swt.


ii

B. Membiasakan Perilaku Kontrol Diri

1. Pengertian Prilaku Kontrol Diri

Perilaku kontrol diri dalam bahasa Arab disebut sebagai mujahadah an-nafs. Adapun secara istilah,
mujahadah an-nafs adalah perjuangan dengan sungguh-sungguh dalam melawan ego atau nafsu pribadi.
Nafsu adalah kecenderungan jiwa kepada hal-hal yang selaras dengan kehendaknya. Perang melawan hawa
nafsu dinilai sangat penting karena hawa nafsu merupakan "proses kejahatan" yang selalu cenderung untuk
mencari kesenangan-kesenanga, hal-hal yang menjurus kepada keburukan, tidak peduli terhadap hak-hak
yang harus ditunaikan, serta melalaikan kewajiban.

Kontrol diri identik dengan kemampuan untuk menyusun, membimbing, mengatur, dan
mengarahkan perilaku seseorang menjadi lebih positif. Kontrol diri juga berperan untuk menahan tingkah
laku yang dapat merugikan diri sendiri dan orang lain, karena orang yang memiliki kontrol diri yang baik,
cenderung akan patuh dan mengikuti peraturan yang ada di manapun ia berada, serta mampu menekan atau
menahan tingkah laku yang bersifat impulsif atau sekehendak hatinya. Kontrol diri akan membuat seseorang
mampu menahan reaksi yang bersifat negatif terhadap sesuatu dan mengarahkannya menjadi reaksi yang
lebih positif. Semakin tinggi kemampuan kontrol diri seseorang, maka akan semakin rendah tingkat
agresifitasnya terhadap sesuatu, dan begitu pun sebaliknya.

Perilaku kontrol diri disebutkan dalam Al-Qur'an surah al-Anfal ayat 72 sebagai berikut.
‫َٰٓل‬
‫ِإَّن ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنو۟ا َو َهاَج ُرو۟ا َو َٰج َهُدو۟ا ِبَأْم َٰو ِلِهْم َو َأنُفِسِهْم ِفى َس ِبيِل ٱِهَّلل َو ٱَّلِذ يَن َء اَو و۟ا َّو َنَص ُر ٓو ۟ا ُأ۟و ِئَك َبْعُضُهْم َأْو ِلَيٓاُء َبْع ٍض ۚ َو ٱَّلِذ يَن َء اَم ُنو۟ا َو َلْم ُيَهاِج ُرو۟ا َم ا‬
‫َلُك م ِّم ن َو َٰل َيِتِهم ِّم ن َش ْى ٍء َح َّتٰى ُيَهاِج ُرو۟ا ۚ َو ِإِن ٱْسَتنَص ُروُك ْم ِفى ٱلِّديِن َفَع َلْيُك ُم ٱلَّنْص ُر ِإاَّل َع َلٰى َقْو ٍۭم َبْيَنُك ْم َو َبْيَنُهم ِّم يَٰث ٌق ۗ َو ٱُهَّلل ِبَم ا َتْع َم ُلوَن َبِص يٌر‬

Artinya:

"Sesungguhnya orang-orang yang beriman, berhijrah, dan berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan
Allah, serta orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada Muhajirin),
mereka itu sebagiannya merupakan pelindung bagi sebagian yang lain. Orang-orang yang beriman tetapi
belum berhijrah, maka tidak ada kewajiban sedikit pun atas kamu untuk melindungi mereka sehingga mereka
berhijrah. (Akan tetapi,) jika mereka meminta pertolongan kepadamu dalam (urusan pembelaan) agama
(Islam), wajib atas kamu memberikan pertolongan, kecuali dalam menghadapi kaum yang telah terikat
perjanjian antara kamu dengan mereka. Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan."( Q.S. al-Anfal [8]: 72).

2. Cara Menerapkan Perilaku Kontrol Diri

Berikut ini cara-cara yang bisa dilakukan untuk mengontrol diri sendiri.

a. Memikirkan Resiko dan Akibat dari Setiap Perbuatan


Seorang mukmin yang baik akan senantiasa berpikir dan mempertimbangkan akhir dari setiap
perbuatannya. Dengan menahan diri sejenak, berpikir sebelum bertindak, menggunakan logika dan akal
sehat untuk memikirkan akibat dari setiap tindakannya, akan membuat seseorang mukmin terhindar dari
perbuatan yang buruk.

b. Bersabar dan Tidak Tergesa-gesa dalam Mengambil Keputusan

Penerapan sikap kontrol diri dalam kehidupan sehari-hari dapat dilakukan dengan cara bersabar
dan tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Tergesa-gesa adalah salah satu sifat setan karena
merupakan sifat gegabah, kurang berpikir, dan hati-hati dalam bertindak. Sifat tergesa-gesa dan kurang sabar
akan menghilangkan ketenangan dan kewibawaan seseorang, mendekatkan pada keburukan, dan sangat
dekat dengan penyesalan.

c. Berdoa Memohon Perlindungan kepada Allah Swt.

Salah satu implementasi dari sikap kontrol diri bagi seseorang mukmin adalah dengan berdoa
memohon kesabaran, ketabahan, dan kekuatan kepada Allah Swt., supaya senantiasa sanggup menerima dan
menghadapi cobaan sesuai dengan kadar kekuatan dengan cara-cara yang dibenarkan oleh syariat.

d. Memperbanyak Zikir kepada Allah Swt.

Zikir adalah salah satu metode untuk meredam konflik dalam jiwa setiap mukmin. Banyak manfaat
yang dapat kita peroleh apabila kita gemar berzikir yaitu semakin mendekatkan diri kepada Allah Swt.,
menenangkan jiwa, menambah pahala, dan menyejukkan hati yang sedang gundah.

3. Penerapan Perilaku Kontrol Diri

Penerapan mujahadah an-nafs atau kontrol diri dalam kehidupan sebagai berikut.

a. Masih bisa bersikap baik pada seseorang yang membencinya.

b. Tidak beraksi berlebihan atas segala kemenangan dan kegagalan yang dialami.

c. Menerima segala hal baik dan buruk yang terjadi pada dirinya.

d. Bisa tetap tenang meski dibawah tekanan sekalipun.

e. Tidak ragu untuk meminta maaf terlebih dahulu.

4. Hikmah Perilaku Kontrol Diri

Menjalankan perilaku kontrol diri memiliki hikmah sebagai berikut.

a. Dapat meminimalisir dampak negatif dari perbuatan yang dilakukan karena dipertimbangkan dengan
matang.
b. Berusaha berbuat yang terbaik karena akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah.

c. Tidak cepat bereaksi terhadap permasalahan yang timbul.

d. Hidup menjadi tenang dan damai.

e. Mempunyai banyak teman.


iii

C. Membiasakan Perilaku Berani Membela Kebenaran

1. pengertian Berani Membela Kebenaran

Allah Swt. memerintahkan kepada orang-orang beriman agar menjadi orang yang pemberani karena
Islam tidak menyukai orang yang lemah atau penakut. Sebagai orang beriman, kita harus berani berjuang
dalam kebenaran atau yang disebut dengan syaja'ah. Syaja'ah secara etimologi berasal dari bahasa Arab yang
berarti berani. Adapun secara terminologi, syaja'ah merupakan keberanian yang berlandaskan kebenaran,
dilakukan dengan penuh pertimbangan dan perhitungan untuk mengharapkan keridaan Allah Swt..

Syaja'ah juga menjadi salah satu ciri yang dimiliki orang yang istiqamah di jalan Allah, selain ciri-ciri
berupa al-ithmi'nan (ketenangan) dan at-tafaul (optimis). Lawan dari kata syaja'ah, yakni al-jubn yang berarti
pengecut atau penakut. Pengecut dipandang sebagai sifat tercela yang haram dimiliki orang-orang yang
beriman. Pengecut artinya ia tidak mau menanggung dan menghadapi risiko yang memang sudah menjadi
konsekuensi dalam kehidupannya.

Syaja'ah dibagi menjadi dua macam, yaitu syaja'ah harbiyah dan syaja'ah nafsiyah. Syaja'ah harbiyah
merupakan keberanian yang kelihatan atau tampak, misalnya keberanian dalam Medan tempur di waktu
perang. Adapun syaja'ah nafsiyah merupakan keberanian menghadapi bahaya atau penderitaan dan
menegakkan kebenaran, misalnya keberanian untuk mengendalikan diri tatkala marah.

Allah Swt. selalu memerintahkan orang-orang yang beriman agar jangan pernah takut dalam menjalani
kehidupan dan menegakkan kebenaran karena rasa takut akan membawa kegagalan dan kekalahan. Akan
tetapi, keberanian harus menjadi seruan yang terus berulang-ulang digalakkan. Keberanian merupakan
tuntutan keimanan. Iman kepada Allah Swt. mengajarkan kita menjadi orang-orang yang berani menghadapi
beragam risiko dalam hidup ini, terlebih lagi resiko dalam memperjuangkan agama-Nya. Allah Swt. berfirman:

‫َو اَل َتِهُنو۟ا َو اَل َتْح َز ُنو۟ا َو َأنُتُم ٱَأْلْعَلْو َن ِإن ُك نُتم ُّم ْؤ ِمِنيَن‬

Artinya:

"Janganlah kamu (merasa) lemah dan jangan (pula) bersedih hati, padahal kamu paling tinggi (derajatnya) jika
kamu orang-orang mukmin." (Q.S. Ali 'Imran [3]: 139)

2. Bentuk-Bentuk Syaja'ah

Perwujudan sifat syaja'ah bisa bermacam-macam, tidak harus dalam medan pertempuran atau
medan laga. Imam Hasan al-Banna rahimahullah menyebutkan bahwa syaja'ah dapat dikategorikan dalam
bentuk-bentuk berikut.

a. As-sarahan fil haq (terus terang dalam kebenaran), yaitu berpendirian tetap. Maksudnya sesekali
mengatakan begini dan pada waktu lainnya mengatakan begitu.
b. Kitmanus-sirr (menyembunyikan rahasia, tidak membukanya, apalagi menyebarluaskannya). Apa pun
yang dia hadapi dalam menyimpan rahasia itu, ia tetap mempertahankannya, sepatah pun tidak akan
mengatakannya.

c. Al-i'tiraf bil khata' (mengakui kesalahan), yaitu tidak lempar batu sembunyi tangan, menutupi kesalahan
apalagi mengemasnya dengan kemasan-kemasan kebenaran.

d. Al-insaf mainan-nafs (objektif terhadap diri sendiri). Maksudnya hati boleh panas, telinga boleh merah,
akan tetapi akal pikiran harus tetap jernih dengan memilih cara mengekspresikan kemarahannya dalam
bentuk yang paling tepat.

Sifat syaja'ah sangat dianjurkan untuk dimiliki setiap muslim. Selain merupakan sifat terpuji juga dapat
mendatangkan berbagai kebaikan bagi kehidupan beragama, berbangsa, dan bernegara. Sikap ini akan
menimbulkan hikmah dalam bentuk sifat mulia, seperti cepat tanggap, pribadi tangguh, saling memaafkan,
mampu menahan amarah, ketenangan hati, dan saling mencintai. Namun, apabila seseorang terlalu dominan
keberaniannya yang tidak dikontrol dengan kecerdasan dan keikhlasan, akan memunculkan sifat ceroboh,
takabur, meremehkan orang lain, unggul-unggulan, serta ujub. Sebaliknya, jika seorang mukmin tidak
memiliki sifat syaja'ah, akan dapat memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa, kecil hati, dan sebagainya.

3. Faktor Pembentuk Sikap Berani Membela Kebenaran

Seseorang menjadi pemberani disebabkan oleh beberapa faktor berikut.

a. Takut kepada Allah Swt..

b. Mencintai kehidupan akhirat.

c. Tidak takut menghadapi kematian.

d. Tidak ragu-ragu dengan kebenaran.

e. Tidak materialistis.

f. Berserah diri dan yakin pertolongan Allah Swt..

4. Hikmah Perilaku Berani Membela Kebenaran

Bersikap berani dalam menghadapi berbagai tantangan memiliki hikmah bagi pelakunya.
Berikut beberapa hikmah berani membela kebenaran.

a. Senantiasa bersikap berani memperjuangkan kebenaran dan tidak sampai hati membiarkan
terjadinya kemungkaran.

b. Mendorong sikap kreatif dan produktif, melakukan kegiatan kreativitas membutuhkan sebuah
keberanian untuk melakukan sehingga ide kreatif tersebut dapat berubah hasil yang baik.

c. Dengan menerapkan sifat syaja'ah atau berani maka dalam hidupnya akan timbul ketenteraman.

You might also like