You are on page 1of 32

STUDI KELAYAKAN BISNIS

MENGANALISA ALTERNATIF SERTA RESIKO INVESTASI

OLEH:
KELOMPOK 6

1. NI KADEK NOVAYANTI (2002622010047/ 17)


2. I GUSTI AYU TRIWIDYANINGSIH (2002622010048/ 18)
3. I PUTU YUDIK PRATAMA (2002622010050/ 20)
4. NI KADEK DWI OKTAVIRA (2002622010057/ 27)
5. I WAYAN ARI PERDANA (2002622010060/ 30)

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM STUDI AKUNTANSI
UNIVERSITAS MAHASARASWATI DENPASAR
DENPASAR
2023
PEMBAHASAN

1. Penilaian Suatu Usulan Investasi


a. Konsep Nilai Waktu Uang
Time value of money merupakan dimana seseorang percaya bahwa nilai dari uang
tidak akan selalu sama. Misalnya 100 ribu pada tahun 2000 nilainya tidak akan sama dengan
100 ribu pada tahun 2023, jika pada tahun 2000 dapat membeli 20 kg beras dengan uang 100
ribu berbeda dengan tahun 2023 yang hanya dapat membeli 10 kg beras dengan uang 100
ribu. Hal ini terjadi dikarenakan inflasi dari tahun ke tahun dimana inflasi dimaksudkan
dengan kanikan harga barang yang membuat nilai mata uang menurun. Untuk
membicarakan tentang konsep nilai waktu uang ini kita aka berbicara tentang bunga
majemuk dan nilai sekarang (present value)
1) Bunga Majemuk
Bunga majemuk atau yang sering disebut bunga berbunga adalah konsep kita
menaruh uang di suatu tempat yang memberikan timbal balik ke kita, dimana dari timbal
balik tersebut akan menghasilkan timbal balik yang lebih besar atau bisa disebut dengan
compound interest. Rumus bunga majemuk adalah sebagai berikut:
NT1=X0(1+r)n
X0 = Jumlah simpanan pada awal periode
r = Tingkat bunga
n = Jumlah periode
Rumus diatas digunakan jika bunga yang diberikan setahun sekali, namun ada juga
cara untuk menghitung jika bunga yang diberikan setahun lebih dari sekali seperti berikut:

NT 1= X 0 ¿

Dimana M menunjukan berapa kali bunga dibagikan. Berikut contoh soal dari bunga
majemuk, indra mempunyai uang 100 dan ingin di investasikan dengan tingkat bunga 10%
selama 2 tahun dimana setiap tahunnya bunganya dibagikan sebanyak 12 kali. Berapakan
nilai investasi dari indra selama 2 tahun beserta bunganya?
0 ,10 2.12
NT 2=100 (1+ )❑ =
12

NT 2=100 ¿ = 122,04
Indra akan memiliki uang sebesar 122,04 di akhir tahun kedua dengan bunga yang diberikan
sebesar 10% dan bunga dibagikan sebulan sekali dalam 2 tahun.
Contoh soal :
Andi mempunyai uang sebesar 10 jt, dia akan mendepositokan uang selama setahun dengan
tingkat bunga 12% per tahun. bunga dibagikan setiap bulannya. Berapakah uang yang
dimiliki andi di akhir tahun?
r m .n
NT1 = X 0 (1 + )
m
0,12 12.1
NT1 = 10.000.000 (1 + )
12
NT1 = 10.000.000 (1 + 0,01)12
NT1 = 10.000.000 (1,1268)
NT1 = 11.268.000

2) Nilai Sekarang (Present Value)


Present value merupakan perkiraan nilai sekarang untuk mencapai nilai tertentu di
masa depan yang sudah di targetkan dalam jangka waktu tertentu. Misalkan kita ingin
memiliki uang sebanyak 50 juta dalam 10 tahun kedepan dengan tingkat bunga sebesar 10%
berapakah uang yang harus kita punya sekarang untuk mencapai tujuan tersebut? Rumus
Present value adalah sebagai berikut :
A1 = PV (1+K)
A1❑

PV =
(1+ K ) n
A1 = Nilai yang ditargetkan / goals
PV = Present value / nilai sekarang
K = Tingkat Bunga
n = Jumlah Periode
Rumus diatas digunakan jika bunga yang diberikan setahun sekali, namun ada juga
cara untuk menghitung jika bunga yang diberikan setahun lebih dari sekali seperti berikut :
An
¿¿

Dimana m menunjukan berapa kali bunga dibagikan setiap tahunnya. Andi ingin
memiliki uang 100 di akhir tahun ketiga dan tingkat bunga adalah 15%/tahun dan dibagikan
setiap 3 bulan sekali, maka present valuenya adalah :
100
¿¿
= 64,29 adalah uang yang harus dipunya andi sekarang jika ingin mempunyai
uang sebesar 100 di akhir tahun ketiga dengan tingkat bunga 15 %
Contoh Soal :
Andi ingin mempunyai uang sebesar 10 jt dalam setahun kedepan, dia akan mendepositokan
uang selama setahun dengan tingkat bunga 12% per tahun. bunga dibagikan setiap bulannya.
Berapakah uang yang diperlukan oleh andi di awal tahun?
10.000.000
PV =
0,12
(1 + 12 )12,1

10.000.000
PV =
1,1268
PV = 8.874.689

Annuity ini sering dipergunakan untuk menghitung angsuran yang sama (pokok
maupun bunga pinjaman) dari suatu pinjaman. Misalkan nara meminjam uang 100.000 dan
mengangsung dalam 3 tahun dengan tingkat bunga 15%/tahun, dan mengangsur dengan
jumlah yang sama setiap tahunnya.
¿x

[ 0,86956+0 ,75614+ 0,65752 ] X

100.000 = 2,28323 X

100.000
X =
2,28323

=43.798 (pokok dan bunga yang harus dibayarkan andi setiap tahunnya)

b. Metode Penilaian Investasi


Metode penilaian investasi pada umumnya ada 5 yaitu:
1. Metode Average Rate of Return (ARR)
Merupakan metode yang digunakan untuk mengukur besarnya tingkat keuntungan
dari rata- rata investasi yang dilakukan. Berikut merupakan rumus dari ARR:
Lababersih setelah pajak
ARR = x 100%
Rata−rata investasi

2. Payback period (PBP)


Merupakan periode yang dibutuhkan untuk menutupi investasi yang dilakukan (balik
modal). Berikut Rumus PBP:
Capital Outlays ( investasi )
PBP = x 1 tahun
Aliran kas masuk bersih ( laba bersih setelah pajak )

3. Net present value (NPV)


Merupakan metode untuk mencari selisih antara nilai sekarang dari aliran kas bersih
dengan nilai sekarang dari suatu investasi. Rumus dari NPV adalah sebagai berikut:
¿
NPV = -I0 + ∑ A+ ( 1+r ) n ¿

Deskripsi:
I0 = Nilai Investasi / capital outlays
A+ = Aliran kas masuk bersih
r = tingkat bunga
n = Periode/ umur ekonomis

4. Profitability Index (PI)


Merupakan metode yang memiliki hasil keputusan yang sama dengan NPV, dimana
jika NPV diterima maka PI diterima, Berikut merupakan rumus dari PI :
Total PV dari aliran kas masuk
PI =
capitalOutlays ( investasi )

5. Internal Rate of Return (IRR)


Metode penilaian investasi untuk mencari tingkat bunga (discount rate) yang
menyamakan nilai sekarang dari aliran kas bersih dan investasi. Saat nilai IRR tercapai,
NPV = 0. Perhitungan IRR menggunakan cara trial dan eror, Ketika menentukan besarnya
discount rate/ tingkat bunga. Syaratnya adalah sebagai berikut:
- Investasi diterima jika nilai IRR > tingkat bunga
- Investasi ditolak jika nilai IRR < tingkat bunga
Berikut merupakan rumus dari IRR:
NPVrk
IRR = rk + x (rb-rk)
TPVrk−TPVrb
Deskripsi:
IRR= Internal Rate of return
Rk= tingkat bunga yang kecil
Rb= tingkat bunga yang besar
NPVrk= Net present Value pada tingkat bunga yang kecil
NPVrb= Net present Value pada tingkat bunga yang besar
TPVrk= Present value of proceed pada tingkat bunga yang kecil
TPVrb = Present value of proceed pada tingkat bunga yang besar

Contoh soal
Proyek A membutuhkan dana sebesar 200.000.000,- umur ekonomisnya 5 tahun, aktiva
tidak memiliki nilai sisa dan disesuaikan dengan metode garis lurus. Aliran kas masuk bersih
(Proceed) diperkirakan 50jt/tahun selama 5 tahun. Diketahui discount rate 10%

a. Average Rate of Return (ARR)


( 50 jt +50 jt +50 jt +50 jt +50 jt ) :5
ARR = x 100 %
( 200 jt +160 jt +120 jt+ 80 jt + 40 jt +10 jt ) :6
50 jt
ARR = x 100 %
100 jt
ARR = 50%

b. Payback period (PBP)


200.000.000
PBP = x 1 tahun
50.000.000
PBP = 4 tahun

c. Net Present value (NPV)


50.000.000 50.000.000 50.000.000
NPV = -200.000.000 + + + +
( 1+10 % ) 1 (1+10 % ) 2 (1+10 % ) 3
50.000.000 50.000 .000
+
( 1+10 % ) 4 ( 1+ 10 % ) 5
NPV = -200.000.000 + 45.454.545 + 41.322.314 + 37.565.740 + 34.150.673 +
31.046.066
NPV = 10.460.662

d. Profitability Index (PI)


189.540.000
PI =
200.000.000
PI= 0,9477

e. Internal Rate of Return


Karena metode ini untuk mencari discount rate, namun anggap saja pada soal diatas
tidak terdapat discount rate dan kita memperkirakan discount rate nya sebesar 11% dan
20% . berikut cara perhitungannya:
Perkiraan discount 11%

Tahun Proceed PVIFA11%N TPVrk


1. 50.000.000 0,9009 45.045.000
2. 50.000.000 0,8116 40.580.000
3. 50.000.000 0,7312 36.560.000
4. 50.000.000 0,6587 32.935.000
5. 50.000.000 0,5935 29.675.000
TOTAL 184.795.000
Perkiraan discount 20%

Tahun Proceed PVIFA20%N TPVrk


1. 50.000.000 0,8333 41.665.000
2. 50.000.000 0,6944 34.720.000
3. 50.000.000 0,5787 28.935.000
4. 50.000.000 0,4823 24.115.000
5. 50.000.000 0,4019 20.095.000
TOTAL 149.530.000

NPVrk = 184.795.000 – 200.000.000


= -15.205.000
NPVrb = 149.530.000 – 200.000.000
= -50.470.000

Perkiraan discount 11%, maka nilai IRR:


−15.205 .000
IRR = 11% + x ( 20 %−11% )
184.795.000−149.530 .000
−15.205.000
IRR = 11% + x ( 9 %)
35.265.000
IRR= 11% + (-0,4311) X (9%)
IRR= 11% + (-0,0387 x 100%)
IRR= 11% + (-3,87%)
IRR= 7,13%
Perkiraan Discount 20%, maka nilai IRR:
−50.470 .000
IRR = 20% + x ( 20 %−11% )
184.795.000−149.530 .000
−50.470.000
IRR = 20% + x ( 9 %)
35.265.000
IRR = 20% + (-1,4312) X (9%)
IRR = 20% + (-0,1288 x 100%)
IRR = 20% + (-12,88%)
IRR = 7,12%

c. Perbandingan Metode Penilaian Investasi


Perbandingan pertama, yaitu average rate of return dan payback, mempunyal
kelemahan yang sama yaitu diabaikannya nilai waktu uang. Padahal kita tahu nilai waktu
uang sangat penting bagi proyek bisnis yang memberikan manfaat jangka panjang. Kalaupun
metode payback tersebut di-discounted-kan masih ada kelemahan yaitu diabaikannya aliran
kas setelah periode payback Kelemahan utama dari payback sebenarnya adalah tidak ada
dasar konsepsi untuk menentukan berapa payback maksimum yang diperkenankan.
Karena alasan-alasan itulah, maka pilihan kita tinggal pada 3 metode terakhir yaitu
NPV, IRR, dan PI. Ketiga metode ini mempunyai kesamaan yaitu diperhatikannya nilai
waktu uang dan menggunakan dasar aliran kas Marilah Kita coba metode-metode tersebut.
Kita mulai dari NPV dan PI
Kalau metode NPV dan PI dipakai untuk menilai suatu usulan investasi maka per
definisi, hasilnya akan selalu konsisten. Dengan kata lain, kalau NPV mengatakan diterima,
maka PI juga mengatakan diterima. Demikian pula sebaliknya, hal ini akan nampak jelas
kalau kita amati mekanisme kedua metode tersebut. Apabila nilai sekarang penerimaan-
penerimaan bersih kas di masa yang akan datang lebih besar daripada nilai sekarang
investasi, maka berarti NPV-nya positif (proyek bisnis menguntungkan). Dengan demikian,
berarti perbandingan antara nilai sekarang penerimaan-penerimaan kas di masa mendatang
dengan nilai sekarang investasi, akan lebih berarti dari satu (PI lebih besar dari satu) yang
berarti proyek bisnis menguntungkan. Tetapi kalau kedua metode ini dipakai untuk memilih
proyek bisnis, maka hasilnya bisa tidak konsisten. Berikut ini diberikan suatu contoh.
Misalkan ada dua proyek bisnis, A dan B yang mempunyai karakteristik sebagai berikut:

Proyek Bisnis Nilai Investasi PI NPN


A 800 jt 1,08 64jt
B 300jt 1,15 45jt

Kalau kita dihadapkan pada pemilihan ini, maka berarti kita mempunyai dana
minimal Rp800 juta (kalau tidak, kita tidak bisa memilih proyek bisnis A) meskipun kita
tidak mempersoalkan dari mana dana tersebut berasal. Dan kalau memang hanya ada dua
usulan investasi tersebut, maka usulan mana yang harus diambil?
Metode PI akan memilih proyek bisnis B, karena memberikan Pl yang lebih tinggi
(1,15 dibandingkan dengan hanya 1,08). Tetapi kalau kita menggunakan metode NPV, kita
akan memilih proyek bisnis A dan bukan 8, karena memberikan NPV yang lebih besar
(yaitu Rp64 juta dibandingkan dengan Rp45 juta). Kalau seperti ini seharusnya kita memilih
yang mana?
Untuk menjawab persoalan ini kita perlu berpegang pada asumsi yang kita gunakan.
Asumsi tadi adalah bahwa kita mempunyai Rp800 juta, dan hanya ada dua kesempatan
investasi. Kalau seperti ini, mana yang kita pilih? Jelas kita akan memilih proyek bisnis A,
karena kekayaan riil kita akan meningkat dengan Rp64 juta, sedangkan kalau kita memilih
proyek bisnis B, kekayaan riil lota hanya meningkat dengan Rp45 juta karena yang Rp500
juta tidak bisa kita manfaatkan.
Sekarang kalau kita bandingkan antara NPV dan IRR, mana yang lebih baik di antara
kedua metode tersebut? Untuk itu kita akan menempuh prosedur perbandingan yang sama
dengan di atas. Kalau kita bandingkan antara metode NPV dan IRR untuk menilai suatu
usulan investasi yang sama, maka hasilnya umumnya akan sama, meskipun mungkin bisa
tidak selalu sama. Hal ini terutama untuk pola aliran kas yang tidak normal.
Kesimpulan dari semua perbandingan ini adalah bahwa metode y seharusnya
dipergunakan adalah metode NPV.

d. Menilai Proyek Dengan Net Present Value


1) Pemilihan Aktiva
Seringkali perusahaan dihadapkan pada masalah penggunaan aktiva yang
mempunyai karakteristik yang berbeda. Sebagai misal, apakah kita akan menggunakan alat
angkut yang menggunakan bahan bakar bensin ataukah solar, apakah kita akan
menggunakan mesin ketik IBM ataukah Canon, dan lain sebagainya. Pemilihan ini timbul
karena ada dua atau lebih aktiva yang bisa memberikan pelayanan yang sama, tetapi
mungkin mempunyai harga, usia ekonomis, dan biaya operasi yang berbeda. Kalau kita
misalkan ada 2 mesin A dan B, yang kapasitasnya sama, harganya sama, usia ekonomisnya
sama pula, tetapi mesin B mempunyai biaya operasi yang lebih mahal, maka dengan mudah
kita bisa memilih mesin A yang akan dipergunakan, dan bukannya B. Tetapi masalahnya
mungkin ketiga faktor tersebut (harga, usia ekonomis, dan biaya operasi) berbeda. Dengan
demikian pemilihannya tidaklah sesederhana contoh tadi. Umumnya kalau suatu mesin
mempunyai harga yang lebih mahal, mesin tersebut akan mempunyai usia ekonomis yang
lebih lama, dan biaya operasi yang lebih rendah.
2) Pergantian Aktiva
Marilah kita menggunakan contoh 2 pada Bab 12 subbab 4. Pada contoh tersebut
dikemukakan masalah penggantian mesin lama dengan mesin baru, di mana keduanya
mempunyai usia ekonomis yang sama. Karena pada bab tersebut sudah diberikan taksiran
aliran kasnya, maka kita tinggal menghitung NPV-nya dengan menggunakan suatu tingkat
bunga yang dianggap relevan. Misalkan tingkat bunga tersebut adalah 30%, maka NPV
proyek bisnis penggantian aktiva tersebut adalah:

20 ,5 20 ,5 20 ,5 20 , 5
NVP = -40 + + + +
1 ,3 1 , 32 1 , 33 1 , 34

NVP = -40 +44,403


NVP = +4,403 juta
3) Pengaruh Inflasi
Pengaruh inflasi ini mempunyai pengaruh dua sisi. Pertama pada taksiran aliran kas
dan kedua pada tingkat bunga yang dipakai untuk menghitung NPV. Kadang-kadang dalam
menaksir aliran kas, kita lupa memasukkan faktor inflasi ini dalam perhitungan. Sebagai
misal, kita mungkin menggunakan harga jual yang selalu sama sepanjang usia proyek bisnis.
Demikian juga biaya-biaya mungkin kita anggap kostan selama usia proyek bisnis
tersebut. Hal ini jelas tidak tepat, karena adanya pengaruh inflasi yang akan membuat
taksiran aliran kas akan ikut berubah.
Tetapi yang kita sering lupa adalah dalam menentukan tingkat bunga yang dianggap
relevan. Karena tingkat bunga ini merupakan tingkat keuntungan yang disyaratkan, maka
kalau tingkat inflasi semakin tinggi, tingkat bunga ini juga akan semakin tinggi. Hal ini
dengan mudah bisa dijelaskan sebagai berikut. Kalau tingkat inflasi diharapkan meningkat,
maka tingkat bunga simpanan (deposito misalnya) juga akan meningkat. Sebagai akibatnya,
tingkat keuntungan yang disyaratkan yang selalu lebih besar daripada tingkat bunga deposito
akan semakin tinggi pula.
Dengan kata lain, kalau kita sudah memasukkan pengaruh inflasi pada tingkat bunga
yaitu menjadi lebih tinggi, kita perlu pula memasukkan pengaruh inflasi ini pada aliran
kasnya. Jangan sampai satu sisi kita sesuaikan tetapi sisi yang lain tidak. Penyesuaian harus
dilakukan pada kedua faktor tersebut, yaitu tingkat bunga dan juga aliran kasnya.

2. Memahami Suatu Resiko Dalam Investasi


a. Resiko Dalam Investasi
Menurut Husnan (2001:52) resiko investasi merupakan suatu keuntungan yang
menyimpang dari yang diharapkan. Penyimpangan bersifat linear dan berbanding lurus,
semakin besar penyimpangan antara tingkat keuntungan aktual dengan tingkat keuntungan
yang diharapkan berarti semakin besar resiko yang akan dihadapi. Ketika seorang investor
menilai suatu usulan investasi dengan menggunakan metode NPV, maka harus menentukan
terlebih dahulu tingkat bunga yang dianggap relevan. Tingkat bunga ini merupakan tingkat
keuntungan yang diminta oleh pemilik dana, agar mereka bersedia menyerahkan dananya
kepada perusahaan. Apabila investor merasa bahwa proyek bisnis tersebut mempunyai
resiko yang tinggi, maka semakin tinggi pula tingkat keuntungan yang mereka minta. Para
investor selalu memilih investasi yang beresiko sama, tetapi diharapkan memberikan tingkat
keuntungan yang lebih tinggi atau investasi yang diharapkan memberikan tingkat
keuntungan yang sama, tetapi dengan resiko yang lebih rendah. Resiko ini diukur dari
kemungkinan menyimpang nilai riil dari nilai yang diharapkan. Semakin besar kemungkinan
menyimpang maka semakin besar resiko yang dipunyai investasi tersebut.
Tandelilin (2010:105) memperkenalkan dua jenis resiko investasi yaitu resiko
sistematis dan resiko tidak sistematis. Risiko sistematis sering disebut juga risiko pasar.
Risiko sistematis berkaitan dengan perubahan yang terjadi di pasar secara keseluruhan dan
mempengaruhi semua atau banyak perusahaan. Risiko sistematis tidak dapat diminimalisir
atau dihindari dengan melakukan diversifikasi. Berbeda dengan resiko sistematis, resiko
tidak sistematis tidak berkaitan dengan perubahan pasar secara keseluruhan dan hanya
mmepengaruhi satu atau beberapa kelompok kecil perusahaan. Resiko tidak sistematis bisa
dihindari dengan melakukan diversifikasi aset.
b. Penyesuaian Terhadap Tingkat Bunga Untuk Menghitung NPV
Semakin besar resiko, maka semakin tinggi tingkat keuntungan yang diminta oleh
para investor. Cara untuk memasukkan resiko tersebut kedalam penentuan tingkat
keuntungan yaitu dengan teori portofolio dan model penentuan harga aktiva (Capital Assets
Pricing Model). Teori ini berguna dalam masalah penilaian investasi dengan memasukkan
unsur resiko (yang diukur dengan deviasi standar) bisa dihilangkan dengan melakukan
diversifikasi. Yaitu dengan memiliki beberapa jenis investasi maka fluktuasi tingkat
keuntungan akan makin berkurang karena saling menghilangkan. dengan demikian deviasi
standar sekumpulan investasi itu (yang disebut sebagai portofolio) akan cenderung lebih
kecil daripada deviasi standar suatu investasi saja. Jenis resiko dalam investasi yang tidak
bisa dihilangkan disebut dengan resiko sistematis, sedangkan resiko yang bisa dihilangkan
dengan diversifikasi disebut dengan resiko tidak sistematis.
Sharpe, Lintner dan beberapa ahli lain, memperkenalkan Capital Asset Pricing
Model (CAPM) pada tahun 60an, berdasarkan teori portofolio ini mereka merumuskan
bahwa tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk suatu saham tergantung pada dua unsur,
yaitu tingkat keuntungan bebas resiko dan premi atas resikonya. Resiko di sini dinyatakan
dalam ukuran beta yang menunjukkan kepekaan suatu saham terhadap portofolio pasar.
Rumus CAPM dinyatakan sebagai berikut

Rj = Rf + (Rm – Rf) βj

Keterangan:
Rj = Tingkat keuntungan yang disyaratkan untuk saham j
Rf = Tingkat keuntungan yang bebas resiko
Rm = Tingkat keuntungan portofolio pasar
Βj = Beta saham j
Misal bahwa suatu saham mempunyai beta 1,2. Tingkat keuntungan investasi bebas
resiko 18% dan tingkat keuntungan portofolio pasar 25%. Dengan demikian maka tingkat
keuntungan yang disyaratkan untuk saham tersebut adalah
Rj = Rf + (Rm – Rf) βj
Rj = 18% + (25% - 18%) 1,2 = 26,4%
Konsep CAPM dapat digunakan untuk menentukan tingkat bunga yang layak dari
usulan investasi, dengan penyesuaian perhitungan beta karena struktur modal dari
perusahaan. Tingkat keuntungan yang diukur dengan CAPM adalah tingkat keuntungan
saham biasa, yang berarti merupakan tingkat keuntungan modal sendiri. Jika perusahaan
menggunakan utang yang makin besar, perusahaan akan menanggung resiko finansial yang
semakin besar. Karena itu tingkat keuntungan yang disyaratkan dan juga dengan sendirinya
betanya menjadi semakin besar. Dalam menghitung beta industri hanya dihitung beta
aktivanya saja untuk mencerminkan resiko usahanya saja.
Jadi resiko yang akan ditanggung oleh pemilik modal sendiri adalah terdiri dari
resiko usaha plus resiko finansial. Bagi perusahaan yang tidak menggunakan utang, maka
resiko yang ditanggung adalah hanya resiko usaha saja, tetapi juga perusahaan menggunakan
utang, resiko yang ditanggung adalah resiko usaha plus resiko finansial. Maka beta modal
sendiri dari perusahaan yang menggunakan utang haruslah lebih besar daripada beta modal
sendiri dari perusahaan yang tidak menggunakan utang.

utang
β aktiva = β utang + β modal sendiri
utang+¿ modal sendiri
modal sendiri
utang+¿ modal sendiri
Misal suatu perusahaan mempunyai beta sebesar 1,5. Dan suatu perusahaan tersebut
menggunakan utang 30% dan modal sendiri 70%. Dengan demikian maka beta aktivanya
adalah:
β aktiva = 0 (0,30) + 1,5 (0,70)
= 1,05
Pada perhitungan tersebut beta utang diberi angka 0 (nol) karena tingkat keuntungan
yang diperoleh dari pemberi pinjaman besarnya tetap, meskipun tingkat keuntungan
portofolio pasar mengalami perubahan. Dengan kata lain, bahwa investasi tersebut semata-
mata hanya dibelanjai dengan modal sendiri. Maka secara formal metode ini bisa dinyatakan
dalam bentuk formula sebagai berikut:

n
At
NPV = -A0 + ∑
t =1 (1+r )ᵗ

Keterangan:
-A0 = Pengeluaran investasi pada tahun ke-0
At = Aliran kas masuk bersih pada tahun ke-t
r = Tingkat keuntungan yang disyaratkan oleh para pemilik modal sendiri dengan
hanya memperhatikan resiko usaha
n = Jumlah tahun (usia ekonomis) proyek bisnis
Karena cara tersebut yang disesuaikan adalah tingkat bunganya (yaitu disesuaikan
dengan resiko usaha), maka metode ini disebut juga sebagai metode risk adjusted discount
rate.

c. Pendekatan Praktis Untuk Memasukkan Faktor Resiko Dalam Investasi


Ada beberapa metode untuk memasukkan faktor ketidakpastian analisa investasi
yaitu: Modifikasi metode certainty equivalent, Analisa sensitivitas, Analisa break even dan
Metode simulasi.
1) Modifikasi Metode Certainty Equivalent
Konsep Certainty Equivalent adalah merubah sesuatu yang tidak pasti menjadi
sesuatu yang pasti. Pada umumnya semakin tinggi resiko maka semakin kecil certainty
equivalentnya. Metode ini memasukkan unsur resiko pada arus kas proyek dan tidak pada
tingkat diskonto.

Aliran Kas Yang Independen


Aliran kas ini dapat diartikan sebagai apa yang terjadi pada tehun ke-1 tidak
memepengaruhi apa yang akan terjadi pada tahun ke-2 dan seterusnya. Dapat disimpulkan
bahwa apa yang terjadi pada t+1 tidak dipengaruhi oleh apa yang terjadi pada waktu t.
Contoh:
Pada proyek bisnis industry kulit besaran arus kas operasional per tahunnya Rp.
1.350 juta dengan terminal cash flow sebesar Rp. 1.300 juta pada akhir tahun ke-10.
Investasi proyek tersebut adalah Rp. 5.000 juta. Aliran kas tersebut independent dengan
tingkat bunga bebas risiko adaah 18%. Jika misalkan taksiran masuk sebesar Rp. 1.350 juta
per tahun tersebut maka diperoleh:

Aliran Kas Probabilitas


Rp. 850 juta 0,1
Rp. 1.100 juta 0,2
Rp. 1.350 juta 0,4
Rp. 1.600 juta 0,2
Rp. 1.850 juta 0,1

Dengan demikian, aliran kas yang diharapkan adalah


= 850 (0,1) + 1.100 (0,2) + 1.350 (0,4) + 1.600 (0,2) + 1.850 (0,1)
= 1.350
Sedangkan deviasi standar dari aliran kas setiap tahun adalah
Ϭ1 = [ (850 – 1.350)2 0,10 + (1.100 - 1.350)20,20 + (1.350 – 1.350)20,40 + (1.600 –
1.350)20,20

+ (1.850 – 1.350)2o,10]1/2

= 274 (dibulatkan)

NPV yang diharapkan dari proyek ini adalah:

1.350 1.350 1.300


NPV = -5.000 NPV =−5.000+ + …+ +
( 1+ 0 ,18 ) 10
(1+0 , 18) (1+0 , 18)
10

= +1.301,70
Deviasi standar dari proyek bisnis ini adalah:

√ √ 2742 274 2 274 2


n
6t
∑ =√ 184387
2
ϬProyek = ¿¿ = + + …+
t=0
¿ ¿¿ ( 1+ 0 ,18 )2 ( 1+ 0 ,18 )4 (1+ 0 ,18 )20
= 429 (dibulatkan)
Dengan demikian, proyek bisnis ini diharapkan memberikan NPV (yang dihitung
dengan menggunakan tingkat keuntungan bebas resiko) Rp. 1.301,70 juta, dengan deviasi
standar sebesar Rp. 429 juta.

Ketergantungan Aliran Kas


Dalam praktiknya seringkali terdapat ketergantungan aliran kas dari waktu ke waktu.
Ketergantungan ini bisa sempurna (korelasi sempurna) maupun moderat (kolerasi moderat).
1) Korelasi Sempurna
Kondisi dimana aliran kas yang pada tahun ke-1 terjadi penyimpangan 10% lebih
kecil dari apa yang diharapkan, maka pada tahun ke-2 juga terjadi penyimpangan yang
sama. Adapun perhitungan deviasi standarnya sebagai berikut:


n
Ϭ
∑ ¿ ¿¿t ¿ ¿
2
Ϭ=
t=0

Keterangan:
Ϭt = Deviasi standar aliran kas pada tahun ke-1
Rt = Tingkat bunga bebas risiko
t = Jumlah periode (tahun)
2) Korelasi Moderat
Pada umumnya aliran kas memang saling mempengaruhi meskipun tidak sempurna.
Maka dari itu diperlukan identifikasi bagaimana hubungan kas antar periode

2. Analisis Sensitivitas
Widaningsih (2017) menyatakan bahwa analisis sensitivitas merupakan pendekatan
yang biasa dilakukan untuk memilih alternatif dalam mengukur konsistensi dan stabilitas
hasil perhitungan, seperti perubahan bobot atau urutan prioritas akibat adanya perubahan
pengambilan keputusan.
Keterbatasan Analisa Sensitivitas
a. Apa yang dimaksud taksiran pesimis dan optimal? Setiap orang bisa mempunyai
taksiran yang berbeda. Misalnya penulis pernah memperoleh informasi taksiran pesimis
adalah probabilitas untuk tidak bisa mencapai angka tersebut 10%. Daam penelitian
lain, salesman mengatakan probabiitas ini hanya 5%.
b. Sangat mungkin antara variabel-variabel ternyata berkaitan, terdapat asumsi variabel
dalam nilai pesimis, sedangkan lainnya dalam keadaan diharapkan mungkin sekali tidak
tepat.

3. Analisa Break Even


Perlunya memperhatikan tentang seberapa jauh proyek bisnis akan dinilai tidak
menguntungkan kila terjadi penyimpangan dari yang diperkirakan. Analisa break even untuk
memperkirakan beberapa minimal perusahaan harus menghasilkan dan menjual produknya
agar tidak menderita rugi atau perusahaan yang memperoleh lqbq = Rp. 0. Analisa break
even tradisional untuk mengetahui berapa minimal perusahaan harus memproduksi dan
menjual agar tidak rugi. Perlu persyaratan:
a. Biaya bisa dibagi menjadi biaya tetap dan variabel.
b. Perusahaan hanya menjual satu jenis produk. Kalaupun laba lebih dari satu produk,
komposisi produk-produk ini dianggap tetap.
c. Unit yang dihasilkan sama dengan unit yang dijual.
Biaya variabel = biaya yang berubah apabila unit yang duhasilkan berubah. Apabila
perubahan proposional = biaya variabel perunit tetap. Apabila kebaikkannya, variabel per
unit tidak konstan.

4. Simulasi Monte Cario


Simulasi merupakan usaha memperkirakan keadaan nyata dengan model tertentu.
Misakan proyek memerlukan evaluasi nerbagai faktor seperti
a) Analisa Pasar yang mencakup market size, harga jual, tingkat pertumbuhan pasar,
market share
b) Analisa Biaya Investasi yang mencakup Investasi yang diperlukan, Nilai sisa investasi
pada akhir periode
c) Biaya Operasi dan Biaya Tetap yang mencakup Biaya operasi, Biaya tetap, dan Usia
ekonomis proyek bisnis
Prosedur Simulasi:
a) Membuat model untuk proyek bisnis tersebut
Pembuatan model ini bisa sederhana, bisa pula sangat kompleks. Semakin sedikit
variabel untuk membuat model dan tidak ada ketergantungan antar variabel tersebut, juga
waktu sederhana. Semakin banyak variabel dan periode, semakin kompleks model.

b) Menentukan probabilitas
Untuk memperoleh nilai tertentu dari faktor yang digunakan ataupun kombinasinya,
untuk bisa melakukan simulasi. Probabilitas bisa didasarkan atas judgement manajemen atau
kombinasi antara pengalaman dan judgement.
c) Melakukan simulasi
Dapat dilakukan untuk menghitung aliran kas setiap periode, sehingga diketahui
taksiran mesn aliran kas setiap hari setiap tahun. Dapat menghitung NPV yang diharapkan
dari proyek dan bisa melakukan simulasi menghitung NPV. Apabila menempuh cara ini,
maka perhitungan NOC nya menggunakan tingkat bunga bebas risiko.
Keuntungan dan kekurangan teknik simulasi bila dibandingkan dengan teknik analitis adalah
sebagai berikut:
a) Waktu yang diperlukan untuk solusi secara analitis umumnya relative lebih singkat
sedangkan untuk simulasi relative lebih lama.
b) Permodelan secara analitis akan selalu memberikan hasil numeric yang sama untuk
system, model, dan satu set data yang sama, sedangkan hasil dari simulasi tergantung
dari random number generator yang dipakai dan jumlah simulasi yang dilakukan.
c) Model yang dipergunakan untuk pendekatan secara analitis biasanya merupakan
penyederhanaan dari sebuah system dan terkadang terlalu disederhanakan sehingga
menjadi tidak realistic. Sedangkan teknik simulasi dapat melibatkan dan
menyimulasikan semua karakteristik system yang diketahui.
d) Teknik simulasi dapat memberikan output parameter dengan range yang sangat luas
termasuk semua momen dan probability density function yang lengkap, sedangkan
output dan metode analitis biasanya terbatas hanya pada expected value.

d. Pendekatan Praktis Dalam Pemilihan Sumber Pembelanjaan


Ada dua metode pendekatan praktis dalam pemilihan sumber pembelanjaan, yaitu:
analisa rentabilitas ekonomis dan rentabilitas modal sendiri serta analisa aliran kas
1. Analisa rentabilitas ekonomis dan rentabilitas modal sendiri
Analisa ini terkadang ditampilkan sebagai analisa EBIT dan EPS yang merupakan
kepanjangan dari Earnings Before Interest and Taxes dan Earning Per Share.
EBIT
Rentabilitas Ekonomi (RE) = X 100 %
Total Aktiva
EAT
Rentabilitas Modal Sendiri (RMS) = X 100 %
Modal Sendiri

Studi Kasus
Suatu proyek bisnis yang memerlukan dana sebesar Rp. 100 juta. Taksiran EBIT
proyek bisnis tersebut adalah Rp. 25 juta setiap tahunnya. Perusahaan harus menanggung
pajak dengan tariff 20 %. Untuk membelanjai investasi tersebut ada dua aternatif, yaitu:
a. Dibelanjai 100% modal sendiri
b. 50% dibelanjai dengan uang dan 50% ddengan modal sendiri (jika utang diperkirakan
bunga yang ditanggung adalah 20% pertahun.

Alternatif I Alternatif II
EBIT Rp. 25,00 juta Rp. 25,00 juta
Bunga -- (10,00 juta)
Laba Sebelum Rp. 25,00 juta Rp. 15,00 juta
Pajak
Pajak 20% (5,00 juta) (3,00 juta)
EAT Rp. 20,00 juta Rp. 12,00 juta
RMS 20% 24%
RE 25% 25%

Dikarenakan EBIT sebesar Rp. 25 juta hanya merupakan angka taksiran dan tidak
ada kepastian untuk memperoleh angka ini. Karena ini sering dicari seberapa jauh EBIT
boleh berkurang, tetapi penggunaan utang masih menguntungkan. Untuk ini biasa dihitung
titik indifferencenya yaitu RE yang membuat RMS antara kedua alternative pembelanjaan
tersebut sama.
Titik yang kita cari misalnya RMS = 0.
1. Apabila RMS = 0, maka EBIT = 0.
2. Apabila RMS = 0, maka EBIT = 10 juta. Dengan kata lain RE 10%
Untuk mencari titik potong antara garis alternatif I dan garis alternatif II yaitu yang
menunjukkan RE yang memberikan RMS yang sama baik untuk alternative I maupun II, jika
tempuh cara seperti pada break event dalam artian NPV = 0.
Persamaan umumnya adalah
Y = a + bX
Y = RMS
X = RE
Untuk alternative I, dari gambar titik indifference dapat mengetahui bahwa:
a=0
b = 20/25 = 0,80
Y = 0,80x
Untuk alternative II, nilai a adalah pada RE = 0%. Dengan demikian, EBIT juga = 0. Karena
itu, kalau EBIT = 0, maka EAT = -8 juta. Karena itu RMS = -8/50 x 100% = 16%. Dengan
kata lain,
a = -16
b = 24/(25-10)= 1,6
Y – 16 + 1,60X
1) Apabila kedua persamaan diselisihkan, maka nilai X = 20 (RE=20%). Saat perusahaan
mencapai RE = 20%, maka RMS kedua alternative pembelanjaan adalah sama yaitu
16%.
2) Apabila perusahaan yakin RE yang diperoleh lebih besar dari 20%, pandangan RMS
penggunaan utang bisa dibenarkan. Untuk mengetahui seberapa pasti usaha bisa
memperoleh RE 20% lebih maka dapat menggunakan metode certainty equivalent
Misalkan manajer perusahaan menaksir RE yang diharapkan 25% dengan deviasi
standar 15%. Untuk mengetahui berapa besar probabilitas untuk memperoleh RE sama atau
lebih dari 20%.

20−25
S=
15
S = -0,333
Dengan melihat pada table luas area dibawah kurva normal, kita mendapatkan bahwa
0,33 deviasi standar, mempunyai luas wilayah sekitar 37%. Dengan demikian, probabilitas
untuk memperoleh RE sama atau lebih besar dari 20% adalah sekitar 37%. Apakah angka ini
dianggap cukup aman atau tidak tergantung dari pendapat manajemen.

Analisa Aliran Kas


Apabila perusahaan menggunakan utang yang makin banyak, makin besar pula
beban tetap yang harus dibayar. Dengan kata lain, kas keluar ini merupakan komponen yang
tetap sifatnya, padahal kas yang diperoleh perusahaan sebagian besar, kalau tidak
seluruhnya, tergantung pada aktivitas perusahaan. Semakin besar aktivitas perusahaan,
semakin besar jug kas masuknya. Tetapi kas keluarnya, ternyata ada unsur-unsur yang tidak
terpengaruh oleh kegiatan perusahaan. Dengan demikian semakin besar beban finansial yang
tetap ini, semakin mudah perusahaan menjadi tidak likuid, apabila kegiatan perusahaan
menjadi makin berkurang.
Studi Kasus
Misalkan proyek bisnis senilai Rp. 100 juta berusia ekonomis 8 tahun. Aktiva tetap
untuk proyek bisnis itu senilai Rp. 80 juta tidak ada nilai sisa, modal kerja Rp. 20 juta.
Apabila dibelanjai dengan utang sebanyak 50%, maka bunga utang adalah 20% per tahun
dan harus dilunasi dalam waktu 5 tahun. Setiap tahun harus membayar angsuran pokok
pinjaman sebesar 10 juta yang dimulai pada akhir tahun ke 1. Taksiran EBIT setiap tahun
adalah Rp. 25 juta.
Dengan demikian, taksiran bas masuk dan kas keluar setiap tahunnya akan Nampak sebagai
berikut:

Tahun Ke-
Keterangan
1 2 3 4 5 6 7 8
Kas Masuk
2
Rp. 25 25 25 25 25 25 25
EBIT 5
Penyusuta 1
10 10 10 10 10 10 10
n 0
3
Rp. 35 35 35 35 35 35 35
Jumlah 5
Kas Keluar
Bunga Rp. 10 8 6 4 2 - - -
Pajak 3 3,4 3,8 4,2 4,6 5 5 5
Angsuran
Pokok 10 10 10 10 10 - - -
Pinjaman
Jumlah Rp. 23 21,4 19,8 18,2 16,6 5 5 5
Surplus 3
Rp. 12 13,6 15,2 16,8 18,4 30 30
(Defisit) 0

e. Pengertian Keterbatasan Dana dan Hubungan Antar Proyek


Pembahasan kriteria investasi dilakukan dengan anggapan bahwa manajemen sama
sekali tidak memiliki persoalan dan tidak ada proyek bisnis yang saling meniadakan. Dana
yang tersedia tidak terbatas. Dalam situasi yang demikian, penyusunan rangking dari
berbagai usulan proyek bisnis yang tersedia dapat dengan mudah dilakukan. Keputusan yang
hendak diambil dengan menggunakan berbagai kriteria investasi misalnya NPV, IRR, PI
akan menghasilkan keputusan yang sama, sekalipun mungkin memiliki perbedaan pada
penyusunan rangking internalnya. Ini terjadi karena proyek bisnis yang memiliki NPV lebih
besar dari pada nol, juga akan memilih IRR yang lebih besar dari pada biaya modalnya (k)
dan sekaligus juga akan memiliki PI yang lebih besar daripada angka satu. Dengan kata lain,
proyek bisnis yang akan dipilih berdasarkan kriteria NPV juga akan dipilih jika digunakan
kriteria yang lain. Apalagi jika tidak ada persoalan proyek bisnis yang saling meniadakan.
Dalam situasi nyata, keadaan yang seperti itu tidak harus selalu terjadi. Berbagai
situasi yang sebaliknya bahkan sering dijumpai. Proyek bisnis yang memiliki hubungan
bebas (independent) satu sama lain jarang dijumpai. Sementara proyek bisnsi yang saling
meniadakan tidak sedikit dijumpai. Bahkan yang tidak kalah pentingnya, sering dijumpai
bahwa dana yang tersedia tidak cukup untuk membiayai keseluruhan proyek bisnis yang
diinginkan, sementara disisi lain sesungguhnya proyek bisnis-proyek bisnis tersebut
menjanjikan keuntungan yang tidak kecil. Jawaban atas pertanyaan ada atau tidaknya usulan
proyek bisnis yang dapat ditunda menjadi relevan dan signifikan. Dalam konteks ini
pendekatan waktu tunggal dan waktu ganda menjadi relevan.

f. Proyek Kontijensi
Proyek bisnis disebut memiliki hubungan kontijensi jika dipilihnya satu proyek
penyebabnya harus diikutsertakannya proyek yang lain. Dipilihnya, misalnya satu sistem
transportasi barang tertentu menyebabkan harus juga dipilihnya sistem transportasi
pelengkap lainnya.
Dalam situasi yang demikian, sesungguhnya tidak diperlukan modifikasi yang terlalu
canggih. Hal yang diperlukan yakni hanya menggabungkan data kas keluar dan kas masuk
dari kedua atau lebih dari proyek-proyek tersebut, sebelum menggunakan salah satu atau
beberapa kriteria investasi yang tersedia. Dengan kata lain, jika misalnya hendak digunakan
metode NPV, PI, IRR, maka perlu dihitung besarnya NPV, PI, dan IRR gabungan
(integrasi). Dengan demikian, nilai NPV,PI,dan IRR dari masing-masing proyek menjadi
tidak relevan untuk dasar pengambilan keputusan manajemen. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada kasus berikut ini yang mencoba menilai kelayakan usulan proyek melalui
kriteria investasi PI gabungan.
Jika misalnya dijumpai dua usulan proyek A dan B, masing-masing memiliki PI
sebesar 1,25 dan 0,90 serta memerlukan dana sebersar Rp.20juta dan Rp.10juta, maka jika
keduan proyek itu memiliki hubungan kontijensi maka data dari masing-masing proyek
tersebut tidak relevan untuk pengambilan keputusan. Dalam situasi demikian, manajemen
tidak dapat mengatakan bahwa proyek A lebih layak dibanding proyek B karena mempunyai
PI jauh lebih besar dari satu, sementara PI proyek B justru lebih kecil dibanding satu.
Dalam kasus yang demikan, langkah pertama yang perlu dilakukan adalah mencari
PI gabungan dari kedua proyek tersebut sama dengan 1,13 berasal dari jumlah keseluruhan
aliran kas masuk kedua proyek tersebut (Rp34juta = Rp25juta + Rp9juta) dibagi dengan
dana yang dibutuhkan oleh kedua proyek tersebut (Rp30juta = Rp20juta + Rp10juta).
Karena PI gabungan bernilai lebih besar daripada satu, maka kedua proyek tersebut dapat
dinyatakan sebagai proyek yang layak, sekalipun salah satu proyek tersebut memiliki nilai
PI lebih kecil dari satu (NPV negatif). Cara yang sama perlu juga diterapkan jika digunakan
kriteria investasi yang lain.
g. Proyek Yang Saling Meniadakan
Dua atau lebih proyek bisnis disebut memiliki hubungan saling meniadakan
(mutually exclusive) jika terpilihnya salah satu usulan proyek bisnis yang tersedia
menyebabkan tidak dapat dipilihnya sisa usulan proyek bisnis yang lain. Misalnya,
manajemen dihadapkan pada pilihan untuk memilih salah satu dari kedua usulan proyek
bisnis yang lebih memberikan tekanan pada proyek yang lebih melibatkan teknelogi canggih
dan pada modal atau proyek bisnis yang lebih menggunakan kriteria padat karya. Dalam
situasi yang seperti itu, manajemen dipaksa untuk memilih salah satu. Memilih keduanya
hanya berarti pemborosan dana.
Pada situasi seperti ini, jika tidak ada persoalan keterbatasan dana pada tingkat biaya
modal yang konstan, maka kriteria NPV ini selalu mengarah pada proses maksimalisasi nilai
perusahaan, perusahaan yang memilki NPV terbesar merupakan proyek yang dipilih.
Namun demikian, ini tidak berarti bahwa metode IRR tidak dapat digunakan sebagai
alat analisa pengembalian keputusan. Dengan sedikit melakukan modifikasi, yakni dengan
menghitung besarnya marginal internal rate of return-nya (MIRR), keputusan akhir yang
sama juga akan diperoleh. Dan untuk keperluan tersebut dapat digunakan prosedur sebagai
berikut:
1) Hitung besarnya IRR untuk semua proyek bisnis. Pisahkan antara proyek bisnis mana
yang memiliki IRR yang lebih besar disbanding biaya modal (cost of capital / k) dan
proyek yang memiliki IRR lebih kecil dibanding k. proyek yang memilki IRR yang
lebih kecil daripada k tidak relevan.
2) Urutkan proyek-proyek yang memilki IRR lebih besar dari k berdasarkan besarnya dana
yang dibutuhkan (capital outlays) dan berilah nomor urut 1, 2, 3,...dan seterusnya
sampai dengan n.
3) Anggap, untuk sementara waktu, proyek yang bernomor satu, yakni proyek yang
memiliki kebutuhan dana yang terkecil, sebagai proyek pilihan yang paling layak.
4) Hitung besarnya IRR atas dasar besarnya kebutuhgan dana marginal untuk proyek ke-2.
Jika MIRR ini lebih besar daripada k, maka anggaplah kemudian proyek ke-2 ini
menjadi proyek yang paling layak. Proyek nomor 1 tidak relevan lagi. Jika MIRR ini
lebih kecil disbanding k, maka proyek yang nomor 1 masih tetap merupakan pilihan dan
proyek nomor 1 masih relevan.
5) Hitung besarnya MIRR untuk proyek ke-3 atas dasar besarnya kebutuhan dana marginal
dibanding (vis-à-vis) proyek bisnis yang masih dianggap sebagai proyek bisnis yang
layak dari tahapan perhitungan sebelumnya. Terus lakukan analisa seperti ini sampai
akhirnya ditemukan proyek yang benar benar layak, bukan lagi untuk sementara.
Untuk memperjelas prosedur yang telah diuraikan tersebut, lihatlah contoh
perhitungan dibawah ini. Tersedia empat usulan proyek bisnis yang memiliki hubungan
saling meniadakan dan diketahui bahwa besarnya k sama dengan 10%. Keempat usulan
proyek bisnis tersebut memilki karakteristik sebagai berikut:

Proyek Kebutuhan dana Kas masuk IRR NPV


bisnis
1 Rp 1.000 Rp 1.200 20% Rp 31
2 2000 2.350 17,5% 136
3 3000 3.420 14% 109
4 4000 4.600 15% 131

Jika hendak digunakan metode NPV, maka dengan jelas dapat diketahui bahwa
proyek bisnis ke-4 merupakan proyek bisnis yang paling layak, karena memilki nilai NPV
positif terbesar. Namun demikian, jika digunakan metode IRR, manajemen tidak dapat
begitu saja memilih proyek bisnis 1, sekalipun proyek bisnis tersebut memiliki IRR terbesar.
Pertama, karena semua proyek bisnis tersebut memiliki IRR yang lebih besar daripada k.
Dan kedua, proyek bisnis tersebut memerlukan kebutuhan dana yang berbeda. Untuk itu,
jika hendak digunakan metode IRR, maka diperlukan menghitung besar MIRR nya dengan
hasil perhitungan sebagai berikut.
Pertama, Bandingkan proyek 2 dan 1, maka akan didapat besarnya kebutuhan dana
marginal sebesar Rp 1.000,- (Rp 2.000 dikurangi Rp 1.000) dan akan didapat aliran kas
masuk marginal sebesar Rp 1.150 untuk masa satu tahun pertama usia proyek (Rp2.350
dikurangi Rp 1.200) MIRR dari aliran kas marginal ini (kas keluar dan kas masuk) sama
dengan 15% karena MIRR ini lebih besar daripada k (yang hanya10%), maka proyek 2 lebih
layak dibanding proyek bisnis 1, dan proyek bisnis 2 untuk sementara dianggap sebagai
pilihan, peroyek bisnis ini tidak relevan lagi.
Kedua, Bandingkan proyek bisnis 3 dan 2, maka akan didapat dana marginal sebesar
Rp 1.000 dan aliran kas masuk marginal sebesar Rp 1.070 MIRR untuk aliran kas marginal
ini sebesar 7%. Karena MIRR lebih kecil dibanding k, maka proyek bisnis 2 masih dianggap
lebih layak dibanding proyek bisnis 3. proyek bisnis 2 masih relevan.
Ketiga, Bandingkan proyek bisnis 4 dan 2, maka akan didapat aliran kas keluar
sebesar Rp 2.250 MIRR untuk aliran kas marginal ini ditemukan sebesar 11,5%. Karena
MIRR ini lebih besar daripada k, maka proyek bisnis 4 dapat ditetapkan sebagai proyek
bisnis yang lebih layak dibanding proyek bisnis 2. Oleh karena itu, proyek bisnis 4
merupakan pilihan akhir. Proyek bisnis 4 merupakan proyek bisnis yang paling layak
dibanding usulan proyek bisnis yang lainnya.
Jika dibandingkan dengan metode NPV, keduanya menghasilkan keputusan yang
sama, yakni proyek bisnis 4, hanya sedikit saja metode IRR memerlukan tahapan
perhitungan yang sedikit lebih kompleks.

h. Keterbatasan Dana
Keterbatasan dana muncul ke permukaan ketika manajemen perusahaan menjumpai
situasi bahwa tidak semua usulan proyek yang memiliki NPV positif, IRR lebih kecil
daripada k dapat diambil untuk dilaksanakan karena ketidak cukupan dana yang tersedia
(capital budget constrain).
Dalam situasi demikian, sesungguhnya manajemen tidak dihadapkan pada persoalan
yang teramat pelik. Pertama, pertimbangkan berbagai kombinasi yang mungkin dari proyek
bisnis yang ada sesuai dengan batasan dana yang tersedia dengan berpedoman pada prinsip
modal menganggur terkecil, kemudian criteria investasi NPV (atau yang lain, jika mungkin)
untuk memilih berbagai alternative kombinasi yang tersedia. Kombinasi usulan proyek
bisnis yang memilki NPV terbesar diperlikan sebagai kombinasi proyek bisnis yang paling
layak.
Jika tersedia kemungkinan untuk menunda pelaksanaan proyek bisnis, maka tundalah
usulan proyek bisnis yang memilki penurunan PI terkecil. Proyek bisnis yang memilki selain
antara PI tahun sekarang dan PI tahun yang akan datang adalah proyek bisnis yang memiliki
peluang terbesar untuk ditunda. Jika diperlukan penundaan lebih dari satu proyek bisnis,
maka selisih PI terbesar berikutnya yang mendapat giliran. Demikianlah prosesnya, sampai
dana yang tersedia cukup untuk melaksanakan proyek bisnis yang hendak dikerjakan untuk
tahun ini saja.

Kasus Aspek Keuangan PT Baja Sentosa


Ali merasa cukup mantap waktu menuju ruang rapat PT BAJA SENTOSA (BS)
untuk menghadiri rapat para pimpinan. PT BS menghasilkan bebrbagai jenis baja dalam
berbagai bentuk dan ukuran yang dipergunakan untuk bahan produksi pada berbagai industri
pada berbagai industri yang memerlukannya. Dlam rapat tersebut Ali akan memberikan
penyajian tentang analisa keuangan dalam investasi modal yang akan dilakukan perusahaan.
Sebelum Ali mencapai posisi saat ini, yaitu sebagai analis keuangan, ia telah
menempuh serangkaian program pendidikan dan latihan. Bidang-bidang yang ia tempuh
adalah 1) Akuntansi penggajian, 2) pemrosesan data, 3) akuntansi keuangan, 4) akuntansi
biaya, dan 5) analisis biaya. Baru setelsh seorang karyawan menyelesaikan latihan dalam
bidang-bidang tersebut, sesuai dengan program latihan perusahaan, ia bisa mengikuti latihan
dalam bidang analisa keuangan.
Saat ini Ali akan memberikan penyajian tentang usulan pembelian mesin pemotong
besi baja. Ada dua mesin yang dipertimbangkan untuk investasi terseut, mesin pertama bisa
menghasilkan pemotongan dengan lebih baik daripada mesin kedua, meskipun mempunyai
harga yang lebih mahal.
Data yang telah ia kumpulkan selama satu minggu sebelum penyajian tersebut adalah
sebagai berikut. Untuk mesin pemotongan halus (mph) memerlukan investasi senilai Rp 480
juta, sedangkan untuk mesin pemotong kasar (MPK) memerlukan investasi sebesar Rp400
juta. Biaya operasi MPH per tahun adalah Rp 480 juta sedangkan untuk MPK Rp 250 juta.
Karena MPH bisa memotong dengan lebih halus, maka taksiran penjualan selama 20 tahun,
sesuai dengan taksiran usia ekonomis mesin tersebut, juga lebih tinggi per tahunnnya.
Dengan MPH penjualan diperkirakan akan sebesar Rp 800 juta per tahun, sedangkan dengan
MPK hanya Rp 500 juta per tahun.
Setelah melakukan serangkaian pembicaraan, maka tibalah saatnya ia memberikan
penyajian dalam rapat tersebut. Untuk itu pertama kali ia menunjukkan ekshibit 1 yang
berisikan tentang proyek bisnis aliran kas, baik untuk MPH maupun MPK. Sebelumnya ia
telah menunjukkan bahwa berdasarkan memo dari kantor pusat, maka biaya modal yang
dipergunakan dalam menilai setiap usulan investasi adalah 14%.

Ekshibit 1
Proyek Bisnis Aliran Kas
Mesin Pemotong Besi
(dalam Jutaan Rupiah)
MPH MPK
Penghasilan tahunan Rp 800 Rp 500
Minus biaya operasi 480 250
Minus penjualan 24 20
Keuntungan sebelum pajak Rp 296 Rp 230
Pajak (50%) 148 115
Laba setelah pajak Rp 148 Rp 115
Plus penyusutan 24 20
Aliran kas masuk bersih Rp 172 Rp 135
(dianggap konstan selama 20 tahun)

Setelah itu Ali menunjuk pada ekshibit 2 yang merupakan perhitungan IRR kedua mesin itu.

Ekshibit 2
Internal Rate of Return
Mesin pemotong besi
Analisa MPH
Aliran kas PV Annulity selama 20 tahun, PV Aliran Kas
bersih dengan 35% & 36%

Rp 172 2,8502 (35%) Rp 290.217


172 2,7718 (36) 476.750

490.217−480.000
Interpolasi = = 0,76%
490.217−476.750

IRR MPH = 35,76 %

Analisa MPK

Aliran kas PV Annulity selama 20 tahun, PV Aliran Kas


bersih dengan 33% & 34%

Rp 135 3,0202 (33%) Rp 407.727


135 2,9327 (34%) 395.915
Rp 407.727−400.000
Interpolasi = = 0,65%
407.727−395.915

IPPMPH = 33,65%

Setelah itu ia menghitung Net Present Value, Profitability Index (dengan


menggunakan tingkat bunga 14%), dan Payback Period yang dicantumkan pada Ekshibit 3.

Ekshibit 3
Net Present Value, Profitability Index dan Payback Period
Mesin Pemotong Besi
(Perhitungan Tidak Dicantumkan)
MPH MPK
NPV (dalam jutaan Rp) Rp 659,173 Rp 494,119
Profitability Index 2,37 2,24
Payback Period (dalam tahun) 2,79 2,296

Dengan melihat hasil-hasil perhitungannya, Ali kemudian menyimpulkan bahwa


mesin pemotong halus (MPH) meskipun memerlukan investasi yang lebih mahal, dirasakan
lebih menguntungkan. Dengan demikian, ia menyarankan pembelian MPH.
Setelah ia selesai memberikan penyajiannya, Kepala Bagian Pengecoran, Bapak
Tono menanyakan dari mana ia memperoleh data taksiran penjualan tersebut, sebab Tono
merasa bahwa taksiran penjualan tersebut tidaklah seoptimis itu.
Direktur PT BS menanyakan kepada Tono apakah rendahnya taksiran dia mengenai
penjualan tersebut akan mengubah keputusan yang disarankan oleh Ali tadi. Tono
menjawab, “Saya tidak tahu pasti, tetapi berdasarkan informasi yang bisa saya kumpulkan
dengan staf saya yaitu Saudra Toni, taksiran penjualan yang layak adalah Rp 750 juta per
tahun untuk MPH dan Rp 480 untuk MPK”. Di samping itu Tono menambahkan kalau
perusahaan membeli MPK, maka dana sebesar Rp80 jutra tersebut bisa kami investasikan
pada departemen kami yang bisa memberikan IRR sekitar 17% atau 18%.
Mendengar ini sadarlah Ali bahwa Tono nampaknya ingin mengambil sisa selisih
investasi untuk dipakai memperbaiki investasi departemennya. Belum selesai ia berpikir
lebih lanjut, ia mendengar suara Direktur PT BS : “Baiklah Saudara Ali, coba Saudara
hitung kembali Analisa Saudra dengan mempertimbangkan taksiran penjualan yang baru dan
kemungkinan penggunaan Rp80 juta di departemen pengecoran yang bisa memberikan IRR
sekitar 17% atau 18% tadi”. “saya minta 3 jam lagi hasil analisa Saudara bisa diberikan
kepada saya, beserta saran Saudara tentang mesin mana yang sebaiknya dibeli”.

DAFTAR PUSTAKA

HUSNAN, Suad; MUHAMMAD, Suwarsono. Studi kelayakan proyek bisnis. Cetakan


Pertama, Edisi Kelima, Yogyakarta: UPP STIM YKPN, 2014.
Husnan. 2001. Pengertian Resiko Investasi dan Jenis-jenis Resiko Investasi. https://e-
journal.uajy.ac.id/12089/3/MM016752.pdf (Diakses pada 16 September
2023, pada pukul 13:00)

You might also like