You are on page 1of 4

Advacing Sustainable Development and Energy Transition through Energy

Efficiency and Renewable Energy in the ASEAN region.

Pada tahun 2020 ini, planet bumi telah berumur 4,543 miliar tahun. Setiap harinya
para manusia yang ada di bumi melakukan aktivitas sehari-harinya tanpa berhenti.
Setiap harinya pula sumber daya alam yang ada di bumi ini selalu tergunakan. Bumi
yang kita tempati penuh dengan bahan-bahan mentah yang sangat diperlukan di
kehidupan sehari-hari. Contohnya seperti makanan, bahan bakar,oksigen,minyak
bumi, dll. Semua manusia di seluruh negeri membutuhkan hal itu tanpa terkecuali.
Pada jaman dahulu manusia tidak tahu menahu tentang cara pemakaian ataupun cara
mengelola bahan-bahan alam yang ada. Manusia dulunya hanya mengetahui cara
bagaimana mereka dapat bertahan hidup dan mencari makanan dengan cara berburu
ataupun berkebun. Logam-logam dunia yang tersimpan di dalam perut bumi tidak
pernah tersentuh untuk beberapa masa. Hingga manusia mengalami perkembangan
yang pesat dan belajar cara bagaimana dapat mengelola bahan-bahan alam di dunia.
Manusia telah mengalami banyak revolusi hingga di saat ini. Semakin manusia
berevolusi semakin banyak muncul ide-ide yang baru entah untuk bertahan hidup,
untuk kemudahan dalam aktivitas, dll. Munculnya ide-ide baru itu terkadang
membawa dampak positif dan juga dampak negative terhadap bumi. Dampak positif
nya terkadang lebih terlihat di dalam aktivitas kita sehari-hari, sedangkan dampak
negatifnya akan terlihat dengan berkurangnya bahan-bahan alam yang ada di bumi.
Dengan angka populasi manusia yang semakin bertambah setiap tahunnya
menyebabkan penduduk bumi terpaksa memakai bahan-bahan alam secara besar-
besaran. Terkadang kita pun tidak sadar saat memakai bahan tersebut selama aktivitas,
kita tidak sadar penting nya berhemat di masa sekarang. Belum lagi orang-orang yang
tidak bertanggung jawab atas pentingnya lingkungan yang hanya ingin
memanfaatkannya tanpa berpikir kerusakan apa yang akan terjadi atas perbuatan nya
nanti. Bahan-bahan alam yang ada di bumi bersifat terbatas, yang artinya sewaktu-
waktu bahan itu akan habis dan tidak dapat digunakan kembali. Maka, para ilmuwan
serta ahli pihak negara di seluruh dunia saling berusaha untuk mencari jalan keluar
dari permasalahan ini. Dan, hasilnya munculah istilah transisi energy, pembangunan
berkelanjutan, serta energy terbarukan. Dengan adanya hal yang diusahakan ini
manusia nantinya diharapkan dapat menggunakan energy yang telah terbarukan ini
dengan baik.

Pembangunan berkelanjutan sebetulnya adalah istilah dari proses pembangunan yang


memilki prinsip "memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan
kebutuhan generasi masa depan" (menurut Laporan Brundtland dari PBB, 1987). Lalu
transisi energy adalah frasa yang merujuk pada perubahan struktual yang signifikan
terhadap sumber energy, dari beberapa sumber mengatakan transisi energy berarti
perombakan pengadaan energy dengan cara meninggalkan minyak bumi,batu bara,
dan tenaga nuklir sambil meningkatkan energy terbarukan. Energi terbarukan adalah
energy yang dihasilkan dari pembangunan berkelanjutan. Jadi bisa dikatakan ketiga
istilah ini saling berhubungan sama lain. Dengan dilakukannya pembangunan
berkelanjutan maka dihasilkan lah energy terbarukan sehingga manusia dapat
melakukan transisi energy tentunya dengan segala upaya penyesuaian.

Di wilayah ASEAN sendiri, hal ini juga sedang dikembangkan oleh para ahli dan
ilmuwan. Bahkan hal ini menjadi salah satu target pemerintah negara-negara ASEAN
di tahun-tahun berikutnya. Dikatan pada salah satu artikel internet bahwa masing-
masing dari 10 anggota ASEAN telah menetapkan target untuk energi terbarukan.
Dengan pertumbuhan ekonomi ASEAN yang melebihi empat persen per tahun,
konsumsi energi di kawasan ini meningkat dua kali lipat telah sejak 1995. Dan ini
diperkirakan akan terus tumbuh sebesar 4,7% per tahun hingga 2034. Data dari
International Energy Agency (IEA) tahun 2014 menyebutkan, terjadi peningkatan
permintaan energi hingga 80 persen di kawasan Asia Tenggara hingga tahun 2035.
Hal ini akan berdampak positif jika terus dikembangkan untuk menjadi lebih baik
tentunya.
Dalam misi untuk mengembangkan energy terbarukan ini, beberapa bahan-bahan
alam yang dulunya tidak pernah terjamah sama sekali juga akhirnya di temukan dan
di teliti. Hal ini sempat di berbincang kan pada salah satu forum pemuda pada tahun
2015 yaitu Project Camp bidang energi ASEAN Youth Energy Institute 2015, 13-17
Maret 2015, di Universitas Surabaya Training Center, Trawas, Mojokerto, Jawa
Timur. Kegiatan ini mengumpulkan ide-ide para pemuda ASEAN tentang energy
terbarukan ini. Para generasi muda dipilih untuk ikut forum mengenai hal ini
dikarenakan mereka dipercaya dapat membawa perubahan di tengah-tengah
masyarakat yang masih tidak mengerti tentang hal seperti ini. “Untuk Indonesia yang
paling potensi adalah geothermal. Kita sering langka listrik padahal di pegunungan-
pegunungan yang kita miliki ini sangat besar potensi geothermal di dalamnya, dan itu
belum dieksploitasi, tidak sampai 15 persen yang dieksploitasi,” tutur Elieser yang
menyebut potensi energi geothermal di Indonesia terbesar di dunia. Elieser
merupakan seorang dosen dan peneliti dari Pusat Penelitian Terbarukan, Universitas
Surabaya(Ubaya). Bayangkan saja jika misalnya di seluruh kawasan ASEAN memilki
bahan alam seperti geothermal yang belum terekspos. Maka, hal itu sangat membawa
dampak postif kepada proses pembangunan berkelanjutan.

Para negara-negara ASEAN telah melakukan banyak hal untuk meningkatkan


pembangunan berkelanjutan yang nantinya akan menghasilkan energy terbarukan
selama ini. Berbagai forum serta pertemuan antar negara ASEAN yang dilakukan
untuk membicarakan dan mendiskusikan hal ini. Mulai dari penawaran terhadap
minat dalam misi ini hingga usaha dalam mengikutkan berbagai kepala perusahaan
tambang dan sumber daya alam lainnya dalam program Comunnity Social
Development. Salah satu contoh negara ASEAN yang berhasil menerapkan system
energi terbarukan ini adalah Filipina. Lembaga Ekonomi Energi dan Analisis
Keuangan (IEEFA) merilis laporan Agustus 2019 lalu yang menunjukkan bahwa
Filipina dapat mengurangi biaya listriknya menjadi hanya USD0,05 per kilowatt-hour
(kWh) dengan memasang atap surya. Laporan berjudul ‘Philippines can lower
electricity costs, improve energy security by developing rooftop solar potential’ juga
menunjukkan bahwa biaya belanja negara menurun dengan cepat karena energi
terbarukan. Hal ini harusnya menjadi perhatian para masyarakat negara-negara
ASEAN untuk menjadikannya motivasi akan pemakaian energy terbarukan. Namun,
diluar hal itu pemerintah masing-masing negara lah yang harus lebih berusaha dalam
menyebarkan pentingnya pembangunan berkelanjutan ini kepada masayarakat
mereka. Dengan luasnya pemahaman akan pembangunan berkelanjutan dan energy
terbarukan milik masyarakat, maka dengan sendirinya juga muncullah perasaan peduli
dari dalam hati masyarakat masing-masing negara. Sehingga nantinya hal ini dapat
membatu negara untuk melakukan transisi energy.

You might also like