You are on page 1of 24

TAFSIR SOSIAL : ANALISIS AYAT TENTANG RISALAH

(QS. al-Ma>idah ayat 48, dan QS. al-Nahl ayat 36


Al-Ra‘d Ayat 15)

MAKALAH
Disusun sebagai bahan presentasi serta untuk
memenuhiTugas mata kuliah “Tafsir Sosial”
Semester III Tahun akademik 2022
Oleh :

Kelompok 1
MUSFIRAH
NIM : 30300121002
ZATAR AULIA YARJI
NIM : 30300121009
AWALUDDIN
NIM : 30300121014
FADHIL WAHYUDI S
NIM : 30300121021
MIFTAHUL JANNAH
NIM : 30300121023
RAHMAT HIDAYAT
NIM : 30300121026

Dosen Pengampu :
Yusran, S.Th.I., M.Hum.

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UIN ALAUDDIN MAKASSAR


2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. atas rahmat dan hidayah-

Nya, penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Analisis Ayat Tentang

Risalah (QS. al-Ma>idah ayat 48, QS. al-Nahl ayat 36, Al-Ra‘d Ayat 15). Shalawat

serta salam selalu tercurahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad saw. Beserta

keluarga, sahabat, dan seluruh pengikutnya.

Makalah ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah “Tafsir

Sosial”. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada ustadz Yusran, S.Th.I.,

M.Hum. selaku Dosen mata kuliah Tafsir Sosial. Berkat tugas yang diberikan ini,
dapat menambah wawasan penulis berkaitan dengan topik yang diberikan. Penulis

juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang

membantu dalam proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kesalahan dalam penyusunan dan

penulisan makalah ini. Oleh karena itu, penulis mohon maaf kepada para pembaca

atas kesalahan dan ketidak sempurnaan yang terdapat dalam makalah ini. Penulis

juga berharap para pembaca dapat memberikan saran dan masukan yang
membangun apabila menemukan kesalahan dalam makalah ini.

Samata, 10 Oktober 2022

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI ............................................................. Error! Bookmark not defined.
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 1
C. Manfaat dan tujuan ...................................................................................... 2
BAB II ..................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 3
A. Pengertian Risa>lah ....................................................................................... 3
B. Tafsir QS. al-Ma>idah ayat 48 ...................................................................... 5
C. Tafsir QS. al-Nahl ayat 36 ......................................................................... 10
D. Tafsir QS Al-Ra‘d Ayat 15........................................................................ 14
BAB III.................................................................................................................. 20
PENUTUP............................................................................................................. 20
A. Kesimpulan ................................................................................................ 20
B. Saran .......................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia dalam menata hidupnya di dunia ini, tidak selamanya berjalan

baik dan benar. Baik dan benar bagi dirinya, keluarganya maupun masyarakat

dimana dirinya berada Bahkan sudah menjadi sunnatulla>h bahwa dihadapan

manusia terpampang berbagai macam cobaan hidup yang harus dijalaninya. Semua

cobaan tersebut pada akhirnya sampai pada suatu nilai yaitu, baik dan buruk.

Oleh karena itu, dalam menghadapi berbagai cobaan hidup tersebut, maka

dengan sifat Maha Pengasih Nya, Allah swt mengutus para rasul, mewahyukan

kitab-kitab Nya dan menunjukkan jalan kepada manusia. Semua perbuatan Tuhan

tersebut pada dasarnya sebagai wujud rah}man dan rah}im Nya kepada hamba Nya

agar tidak tersesat dalam menjalankan rutinitas dalam hidupnya.

Pada dasarnya hidayah Allah swt telah ditanamkan pada diri manusia sejak

awal, yaitu berupa ikrar (pengakuan) bahwaw Allah swt adalah Tuhannya (QS al-

A‘ra>f ayat 172). Hanya saja, dalam perjalanan hidup manusia, ikrar persaksian

tersebut jarang dipedulikan. Itulah sebabnya, Allah swt menurunkan risalah Nya

yang di emban oleh para rasul sehingga manusia dituntun ke jalan yang lurus lagi

tidak menyesatkan. Disinilah pentingnya risalah Allah swt bagi para hamba Nya.
Dengan melihat dari uraian tadi, maka dalam makalah ini akan diuraikan materi

yang berhubungan dengan ayat-ayat al-Qur’an yang membahas tentang risalah

Allah swt.

B. Rumusan Masalah

1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan risalah !

2. Uraikan tafsir QS. al-Ma>idah ayat 48

1
2

3. Uraikan tafsir QS. al-Nahl ayat 36 !

4. Uraikan tafsir Al-Ra‘d Ayat 15 !


C. Manfaat dan tujuan
1. Mengetahui dan memahami pengertian risalah

2. Memahami :

a. tafsir QS. al-Ma>idah ayat 48

b. tafsir QS. al-Nahl ayat 36

c. tafsir Al-Ra‘d Ayat 15


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Risa>lah

Secara etimilogis, risālah berasal dari kata َ‫ َر َس َل‬terdiri dari ‫َ ل‬,‫َ س‬,‫ََر‬ .

Menurut para languist, seperti ibn Faris dan al-Raghib al-Asfahani struktur ini

menunjukkan makna ‫االنبعاث‬ dan ‫االمتداد‬ yang berarti bangkit, hidup, dan

terbentang atau memanjang.1

Kata ‫ الرسالة‬merupakan bentuk mashdar dari kata yang tersusun dari tiga
huruf, yakni ‫َ ل‬,‫َ س‬,‫ر‬. Dalam kamus istilah fikih disebutkan bahwa risālah

mengandung beberapa makna, seperti: surat, keterangan, atau perintah.2 Dan di

dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dapat pula berarti surat yang dikirim atau

karya tulis.3 Kata risālah sering pula diartikan dalam kehidupan sehari-hari dengan

surat atau pesan tertulis.

Secara istilah, risālah adalah perintah yang dibawa oleh Nabi Muhammad

saw sebagai bukti kerasulannya.4 Hal itu dapat saja diartikan demikian, karena

wahyu sebagai risālah yang datang dari Allah yang berisi keterangan dan pesan-

pesan tertulis yang dikirim oleh Allah swt kepada manusia melalui malaikat Jibril

kepada Rasul Nya. Orang yang diutus atau diberi amanat untuk menyampaikan

risālah, itulah yang disebut Rasul.

1
Abu al-Ḥusain Aḥmad ibn Faris ibn Zakariya, Mu‘jam Maqayis al-Lughah Juz II (ttp :
Dār al-Fikr, 1979), hlm. 392; Lihat pula al-Raghib al-Asfahani, Mu‘jam Mufradat al-Fazh al- Qur’ān
(Bairut : Dār al-Fikr, tth.), h. 200-201.
2
Abd. Mujieb, dkk. Kamus Istilah Fiqhi (Cet. I; Jakarta : Pustaka Firdaus, 1994), h. 297.
3
Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, edisi II (Cet. IV; Jakarta : Balai Pustaka, 1995), h. 843.
4
Ahsin W. al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’ān, (Jakarta : Amzah, 2006), Cetakan Ke II,
hlm. 253.

3
4

Kata ‫ رسول‬berkaitan erat dengan makna ‫ الرسالة‬karena kata ‫ رسول‬dan ‫الرسالة‬


terbentuk dari konstruksi kata yang sama, yakni : ‫َل‬,‫َس‬,‫ر‬. Apabila kata ‫الرسالة‬
disandarkan pada kata ‫ رسول‬, maka berarti segala yang diperintahkan Allah SWT

untuk disampaikan atau mengajak manusia pada apa yang telah diwahyukan Allah

swt kepadanya (Rasul). Dapat pula dikatakan bahwa risālah adalah ajaran-ajaran

Allah swt yang disampaikan melalui perantaraan seorang atau beberapa orang

Rasul untuk mengatur kehidupan manusia dalam hubungannya dengan Allah swt,

sesama manusia, dan makhluk lingkungannya.5

Muhammad pembawa risālah Allah adalah Nabi dan Rasul terakhir

penutup segala Nabi, seorang Nabi yang bertugas menyampaikan firman Allah

keseluruh umat manusia. Muhammad adalah Nabi untuk sekalian umat dan segala

zaman untuk melengkapi dan menyempurnakan tugas Nabi-nabi yang sebelumnya

yang bersifat kebangsaan.6

Kenabian adalah pemberian Allah yang tidak dapat diperoleh dengan usaha

apapun juga. Ilmu dan hikmat Allah swt telah menetapkan, bahwa kenabian itu

dikaruniai Allah kepada orang yang mempunyai persediaan serta kesanggupan

melaksanakan tugas-tugas tersebut. Adapun Muhammad telah dipersiapkan untuk

menyampaikan risālah Allah kepada seluruh dunia, kepada yang berwarna merah

dan hitam, kepada jenis manusia dan jin, untuk melahirkan agama yang lebih

sempurna kepada seluruh dunia ini untuk menutup dan mengakhiri segala Nabi dan

Rasul.7 Pemakalah menambahkan bahwa pengangkatan sebagai Nabi atau Rasul,

5
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 4 (Cet. III; Jakarta : Ichtiar
Baru Van Hoeve, 1994), hlm. 172-173.
6
Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-agama, (Jakarta : Raja Grafindo, 1994), hlm.
104
7
Arifin Pulungan dkk, Peri Hidup Muhammad Rasulullah saw, (Medan : Yayasan
Persatuan Amal Bakti, 1963), hlm. 13.
5

merupakan semata-mata anugerah dari Allah swt, tidak dapat diupayakan

perolehannya oleh manusia.

B. Tafsir QS. al-Ma>idah ayat 48

➢ Teks dan terjemahan ayat.


ۤ ۡ ِ ِۡ ۡ ِ ِ ۡ ۡ ِۡ ۤ ۡ ۡ
ٰ ‫اح ُك ۡمَبـَ ۡيـنَـ ُه ۡم َِِبَاَاَ ۡنـَزَل‬
َُ‫َاّلل‬ ۡ ‫ٰبَومه ۡي ِمناَعل ۡي َِهَف‬
َ ََ ً َ ُ َ ِ ‫ت‬ ِ
‫ك‬ ‫َال‬ ‫ن‬ ‫َم‬ ‫ه‬ ‫ي‬‫د‬ ‫َي‬ ‫ۡي‬ ‫اَب‬‫م‬ ‫اَل‬
َۡ َ َ َ َ َ ۡ ً َ ُ َ َ ‫ق‬‫د‬ ‫ص‬ ‫َم‬ ِ
‫ـق‬ ‫ۡل‬ ِ
‫ِب‬ َ ‫ٰب‬‫ت‬ ِ
‫ك‬ ‫َال‬ ‫ك‬َ ‫َواَنـَزلنَاَالَي‬
ِۡ ۡ ِ ۡ ِۡ ۡ ۡ ۡ
َٰ ََ‫اجاََؕ َولَ ۡوََ َشا َٓء‬
َ‫اّللَُ ََلَ َـعلَـ ُك َۡم‬ ِ ِ
ً ‫اَجآءَ َكَم َنَاۡلَ َِـقَؕل ُكلََ َج َعلنَاََمن ُك َمَشَر َعةً ََّومنـ َه‬
َ ‫َع َّم‬ َ ‫َوَالَتَـتَّبِعَاَه َوآءَ ُهم‬
ۡ ۡ ۡ ۡ ۤ َۡ ِ َ‫احدَةَوٰلـكِ َۡنَلِيـ ۡبـلوك َۡم‬
َ‫َج ۡيـ ًعاََفَـيُـنَـبِئُ ُك َۡمَِِبَاََ ُكنـتُ َۡم‬
َِ ََ‫اّللَِم ۡرِجع ُك ۡم‬
ُ َ َٰ ََ‫تَؕا َل‬
ِ َِ ‫اَاۡل ۡـي ٰـر‬
َ ‫فَ َماََاَٰٰتٮ ُكمَفَاستَبِ ُقو‬ َُُ َ َّ ً َ ِ ‫اَُّم َةًَ َّو‬
ۡ
‫فِ ۡي َِهَ ََتتَلَُِف ۡو َن‬
Terjemahnya:

“Dan kami telah menurunkan kitab (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad)

dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang

diturunkan sebelumnya dan menjaganya, maka putuskanlah perkara mereka

menurut apa yang diturunkan Allah dan janganlah engkau mengikuti

keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang

kepadamu. Untuk setiap umat di antara kamu, Kami berikan aturan dan

jalan yang terang. Jika Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya

satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap karunia yang

telah diberikan-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat

kebajikan. Hanya kepada Allah kamu semua kembali, lalu diberitahukan-

Nya kepadamu terhadap apa yang dahulau kamu perselisihkan.

➢ Makna Mufradat.

a. َ‫مصدقا‬

Kata ‫ مصدقا‬artinya adalah membenarkan. Yang dibenarkan adalah kitab-


kitab suci sebelum adanya al-Qur’an, yaitu Taurat yang diturunkan kepada Nabi

Musa as, Kitab Zabur yang diturunkan kepada Nabi Daud as, dan Injil yang
diturunkan kepada Nabi Isa as, sebelum ketiga kitab itu diubah oleh manusia.
6

Al-Qur’an merupakan kitab yang benar dan tidak ada keraguan di dalamnya.

Surah ini juga membernarkan kitab-kitab sebelumnya, sekaligus menjadi

pembenaran atas kitab-kitab itu. Sebab kitab-kitab sebelum al-Qur’an sudah

tidak autentik lagi karena diubah oleh manusia.

b. ‫ت‬
َ ‫فاستبقَاۡلري‬
Kata ‫ت‬
َ ‫فاستبقَاۡلري‬ memiliki makna berlomba-lomba dalam kebaikan, Ibnu

Katsir menjelaskan bahwa Allah telah menetapkan berbagai macam syariat

untuk menguji hamba-hambaNya dengan memberi pahala kepada orang yang

taat dan menyiksa mereka yang durhaka.

Sebagaimana yang ditulis Buya Hamka dalam Tafsir al-Azhar “Berlomba-

lombalah kamu semuanya berbuat pekerjaan-pekerjaan yang baik di dalam dunia

ini, dengan memegang pokok pertama yaitu ketaatan kepada Allah dan percaya

bahwa di belakang hidup sekarang ini ada lagi hidup akhirat”.

c. َ‫منهاج‬

Kata ‫ منهاج‬memiliki arti jalan yang terang, makna yang dimaksud ialah jalan

dan tuntunan. Tuntunan itu berbeda-beda, pada kitab Taurat merupakan suatu

syariat, di dalam kitab Injil merupakan suatu syariat dan di dalam al-Qur’an

merupakan suatu syariat. Di dalamnya Allah menghalalkan apa yang

dikehendaki-Nya, yaitu untuk menyatakan siapa yang taat kepada-Nya dan siapa

yang durhaka. Agama yang tidak diterima oleh Allah ialah yang selainnya yakni

selain agama Tauhid dan ikhlas kepada Allah semata. Agama ini yang

didatangkan oleh semua rasul.

Menurut suatu pendapat, orang yang diajak bicara oleh ayat ini adalah umat

Nabi Muhammad saw. makna yang dimaksud ialah “untuk tiap-tiap orang dari

kaitan yanh termasuk dalam umat ini, kami jadikan al-Qur’an sebagai jalan dan

tuntutannya. Dengan kata lain, al-Qur’an adalah panutan kalian. Dhami>r yang
7

ۡ ۡ ۡ
mansub dalam firman-Nya ‫ك َۡم‬ ِ َ‫ لِ ُكلَجعلن‬yaitu ‫ جعلنَا‬yang artinya “kami jadikan
ُ ‫اَمن‬ ََ ََ
al-Qur’an sebagai syariat dan tuntunannya untuk menuju ke tujuan yang benar

dan sebagai tuntunan, yakni jalan yang jelas”.

➢ Asbab Nuzul

Dalam Kitab Tafsir Karya Al-Wahidi disebutkan lebih rinci mengenai

asbabun nuzul suart al-Maidah ayat 48. Disebutkan bahwa asbabun nuzul surat al-

Maidah ayat 48 adalah bahwa seorang laki-laki Yahudi melakukan zina dengan

perempuan Yahudi. Lalu kerabatnya minta keputusan dari Rasulullah, karena tahu

jika Rasulullah biasanya menghukum dengan ringan. Sebab hukuman zina Muhsan

dalam Kitab Taurat harus dirajam. Namun ternyata Rasulullah juga menghukumi

mereka dengan rajam sebagaimana yang disebutkan dalam Kitab Taurat.

Orang-orang Yahudi ingin menyelewengkan isi dalam kitab Taurat. Sebab

menurut mereka hukuman dalam Kitab Taurat terlalu berat. Kemudian turunlah

ayat 45-48 surat al-Maidah yang menjelaskan bahwa al-Qur’an yang datang kepada

Rasulullah tidak mengubah hukum apapun yang ada dalam kitab Taurat mereka.

Jadi, surat al-Maidah ini turun karena kaum Yahudi ingin menyembunyikan

kebenaran yang ada dalam kitab Taurat demi kepentingan pribadi mereka. Dalam

ayat tersebut juga disebabkan bahwa masing-masing umat memang memiliki

syariat sendiri. Namun syariat itu tidak bertentangan dengan ajaran al-Qur’an.

justru al-Qur’an datang untuk membenarkan kitab-kitab sebelumnya, hanya saja

kitab-kitab tersebut telah diubah untuk kepentingan syahwat mereka.

➢ Penafsiran ayat

a. Tafsir al-Misbah

Ayat ini berbicara tentang kitab yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

SAW. Dan kami telah turunkan kepadamu wahai Muhammad al-Kitab yakni al-

Qur’an dengan haq, yakni haq dalam kandungannya, cara turunnya, maupun yang
8

menurunkan, yang mengantarnya turun dan yang diturunkan sebelumnya yakni

kandungan dari kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi sebelumnya dan juga

menjadi batu ujian yakni tolak ukur kebenaran terhadapnya, yakni kitab-kitab yang

diturunkan sebelumnya itu ; maka putuskanlah perkara diantara mereka menurut

apa yang telah Allah turunkan baik melalui wahyu yang terhimpun dalam al-Qur’an

dan wahyu lain yang engkau terima seperti hadits qudsi, maupun yang diturunka-

Nya kepada para nabi yang lain sebelum ada pembatalannya dan janganlah engkau

mengikuti hawa nafsu mereka, yakni orang-orang Yahudi dan semua pihak yang

bermaksud menghilangkan engkau dari menetapkan kebenaran yang telah datang.8

b. Tafsir fi Dzilalil Qur’an

“Kami turunkan al-Qur’an kepadamu dengan membawa kebenaran.”

Kebenaran tercermin pada sumbernya dari jurusan yang berwenang menurunkan

syari’at dan menetapkan peraturan. Kebenaran tercermin di dalam seluruh

kandungannya, di dalam semua persoalan akidah dan syari’at yang dipaparkannya,

di dalam semua informasi yang diberitakannya, dan di dalam pengarahan yang

dibawahkannya.9

c. Tafsir Ibnu Katsir

Allah SWT menceritakan Kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa

kalimullah dan Allah memuji dan menyanjung kitab tersebut. Memerintahkan

untuk mengikuti isi Kitab Taurat itu karena ia merupakan kitab yang pantas diikuti.

Allah juga menceritakan kitab Injil, memuji dan memerintahkan pemeluknya

mengekakkan dan mengikuti semua yang dikandungnya, sebagaimana yang telah

dijelaskan. Selain itu, Allah mulai menceritakan al-Qur’anul adzim yang diturunkan

kepada hamba-Nya dan Rasul-Nya, Allah SWT berfirman:

8
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah (Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an). Jilid 3
(2002, Jakarta: Lentera Hati), H. 110-116.
9
Sayyid Quthb, Tafsir Fi Dzilalil Qur’an (di Bawah Naungan al-Qur’an). Jilid 3, (2002,
Jakarta: Gema Insani Press), h. 241-244.
9

َ‫اَعلَ ۡي ِه‬ًِ ‫ٰبَومه ۡي‬


‫ن‬ ‫م‬ ِ ‫ت‬ ِ‫ك َۡالكِتٰبَ ِِب ۡۡل ِـقَمص ِدقًاَلِماَب ۡۡيَي َد ۡي ِه َِمنَ ۡالك‬ ‫ي‬ۡ َ‫وا ۡنـ ۡزلن ۤاَاِل‬
َ َ َ ََ
َ ََُ َ َََ َ َ ُ َ َ

Terjemahnya:
“Dan kami telah menurunkan Kitab (al-Qur’an kepadamu (Muhammaad)
dengan membawa kebenaran” Yaitu, dengan kebenaran yang tidak
diragukan lagi bahwa ia benar-benar berasal dari sisi Allah Swt.”
ۡ ۡ ِ ِ ‫م‬
ِ ‫ۡيَيَ َد ۡي ِه َِمنَالكِت‬
َ‫ٰب‬ َ َ‫صدقًاَل ََماَب‬
َُ
َ

Terjemahnya:
“Yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya”.
Yaitu, kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya yang memuat penyebutan dan

pemujian terhadap kitab al-Qur’an; Kitab itu akan diturunkan dari sisi Allah SWT

kepada hamba-Nya dan Rasul-Nya, Muhammad. Maka turunnya al-Qur’an itu

sesuai denga napa yang diberitakan di dalam kitab-kitab tersebut. Hal itu akan

menambah kebenaran bagi pembacanya; dari kalangan orang-orang yang berpikir,

yang tunduk kepada perintah Allah SWT, dan mengikuti syari’at-syari’atNya, serta

membenarkan para rasul-Nya.10

➢ Kandungan ayat

Dalam surat Al Maidah ayat 48 juga disebutkan bahwa setiap kaum sudah

diberikan syariat dan aturannya sendiri-sendiri. Hal inilah yang membuat Allah swt

mengutus para nabi untuk memberi petunjuk kepada manusia agar menempuh jalan

yang benar.
Surat ini juga menegaskan, bahwa al-Qur’an mempunyai kedudukan yang

sangat tinggi, sehingga menjadi penyempurna kitab-kitab sebelumnya. Dalam ayat

ini juga dijelaskan bahwa perbedaan syariat seperti layaknya perbedaan manusia

dalam penciptaannya, yaitu menjadi bersuku-suku dan berbangsa-bangsa. Berikut

isi kandungan surat al-Ma>idah ayat 48:

10
Abdullah bin Muhammad bin ‘Abdullah bin Ishaq Alu Syaikh, Tasfir Ibnu Katsir, Jilid
3, (2006, Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i), h. 100-105.
10

a. Setiap umat mempunyai syariat dan hukum sendiri-sendiri sesuai dengan

zaman dan kondisi hidup mereka saat itu. Meski begitu, secara aqidah dan

pokok agama semuanya sama, yakni bertauhid kepada Allah SWT.

b. Seluruh manusia akan kembali kepada Allah SWT dan akan mendapatkan

balasan atas apa yang mereka perbuat di dunia.

c. Alquran diturunkan sebagai kitab yang benar dan tidak ada keraguan di

dalamnya. Alquran membenarkan kitab-kitab sebelumnya sekaligus menjadi

hakim atas kitab-kitab tersebut. Hal ini karena kitab-kitab sebelum Alquran

sudah tidak otentik lagi karena banyak yang sudah berubah dengan campur

tangan manusia.

d. Allah menjadikan umat manusia beragam untuk menguji mereka dan

memberi kesempatan agar berlomba-lomba dalam hal kebaikan.

C. Tafsir QS. al-Nahl ayat 36

➢ Teks dan Terjemah Ayat.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

َ‫ىَاّللُ ََوِمْنـ ُه ْم ََّم ْن‬


ٰ ‫َه َد‬
َ ‫َم ْن‬ َّ ‫تََۚفَ ِمْنـ ُه ْم‬ ِ
َ ‫اَاّللَ ََواَ ْجتَنبُواَالطَّاَغُ ْو‬ ْ ‫اَِفَ ُك ِلَاَُّمة ََّر ُس ْوًالَاَ ِن‬
ٰ ‫َاعبُ ُدو‬ ْ ِ َ‫َولَـ َق ْدَبـَ َعثْـن‬
ِ ِ ‫ضَفَاَنْظُرواَ َكيفَ َكاَ َن‬ ِ َّ ‫َعلَْي ِه‬
َ ْ ِ‫َعاَقبَةَُالْ ُم َكذب‬
َ‫ۡي‬ َ َ ْ ُْ ِ ‫َاالَ َْر‬ ْ ِ ‫َالض ٰللَةََُۗفَس ْريُْو‬
ْ ‫اَِف‬ َ ‫َّت‬ ْ ‫َحق‬
Terjemahnya:
“Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap umat
(untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah Tagut”, kemudian di
antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap
dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di Bumi dan perhatikanlah
bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul).”(QS. An-Nahl
16: Ayat 36)

➢ Makna Mufradat.

a. َ‫طغوت‬
Kata ( ‫ )طغوت‬thaghut terambil dari kata ( ‫ ) طغى‬thagha yang pada mulanya

berarti melampaui batas. Ia biasa juga dipahami dalam arti berhalaberhala, karena
11

penyembahan berhala adalah sesuatu yang sangat buruk dan melampaui batas.

Dalam arti yang lebih umum, kata tersebut mencakup segala sikap dan perbuatan

yang melampaui batas, seperti kekufuran kepada Tuhan, pelanggaran, dan

kesewenang-wenangan terhadap manusia. 11

b. َ‫َه َدى‬
Hidayah (petunjuk) yang dimaksud ayat di atas adalah hidayah khusus

dalam bidang agama yang dianugerahkan Allah kepada mereka yang hatinya

cenderung untuk beriman dan berupaya untuk mendekatkan diri kepada-Nya. Ar-

Raghib Al-Ashafahani Dalam kitabnya Al-Mufradat fi gharib Al-Qur’an bahwa

secara bahasa, kata َ‫ اهلدى‬dan ‫ اهلداية‬memiliki makna yang sama. Akan tetapi pada
penggunaannya Allah SWT mengkhususkan kata ‫ اهلدى‬untuk menunjukan hidayah

yang Dia jaga serta Dia berikan pada manusia. 12

c. َُ‫الض ٰللَة‬
َّ
Kata ‫الضالل‬ artinya adalah menyimpang dari jalan yang lurus. Lawan

katanya adalah ‫ اهلداية‬yaitu petunjuk. Adapun kata ‫ الضالل‬yang berarti sesat, ia juga

dapat digunakan untuk semua penyimpangan dari manhaj, baik dengan sengaja

ataupun tidak, baik itu sedikit ataupun banyak, karena sesungguhnya jalan lurus

yang diridhai oleh Allah itu sangatlah susah sekali. Dan juga pada kata ‫ الضالل‬yang
berarti sesat, jika dilihat dari sisi lain, ia mempunyai dua jenis; pertama adalah sesat

dalam ilmu nadzari, seperti tersesat dalam mengetahui Allah, keesaan-Nya, dan

pengetahuan tentang Kenabian . Sedangkan jenis ‫ ضالل‬yang kedua adalah sesat


dalam ilmu amaliyah, seperti tentang hukum-hukum syariat berupa peribadatan. 13

M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an, Jilid 7
11

(Cet.3; Jakarta:Lentera Hati, 2005), h. 224


Ar-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufradat fi gharib Al-Qur’an:kamus al-Qur’an, Jilid 3
12

(Cet.1; Depok: Pustaka Khazanah Fawa' id, 2017), h. 861


Ar-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufradat fi gharib Al-Qur’an:kamus al-Qur’an, Jilid 3
13

(Cet.1; Depok: Pustaka Khazanah Fawa’ id, 2017), h. 548-549


12

d. ‫انْظُُرْوَا‬
Kata ‫ النظر‬artinya adalah melihat, yaitu membolak-balikan mata dan mata
hati guna mengetahui sesuatu dan melihatnya. Namun terkadang kata ‫ النظر‬juga
dapat digunakan untuk mengartikan perhatian dan penelitian. Terkadang ia juga

digunakan untuk mengartikan ilmu yang dihasilkan dari sebuah perhatian dan

penelitian atau yang disebut dengan pemikiran. Dalam Firman Allah SWT :
ِ ‫َالس ٰم ٰو‬
ِ ‫ت ََو ْاالَْر‬ ِ َ‫اَماَذ‬
َ‫ض‬ َّ ‫اَف‬ َ ‫قُ ِلَانْظُُرْو‬
Terjemahnya:
“Katakanlah,“Perhatikanlah apa yang ada di langit dan di Bumi!” (QS.
Yunus 10: Ayat 101)
Makna kata ‫ انظر‬dalam ayat tersebut adalah perhatikanlah. Kata ‫ النظر‬juga secara
umum lebih banyak digunakan untuk mengartikan makna melihat dengan

menggunakan mata, namun secara khusus memiliki makna ilmu yaitu melihat

sesuatu dengan mata hati.


ِ
e. َ ْ ِ‫الْ ُم َكذب‬
َ‫ۡي‬
Kata ‫ الكذب‬berarti dusta yang dimaksud dengan kedustaan orang munafik ini

adalah dalam keyakinannya, bukan dalam ucapan mereka, dan perkataan mereka

terkadang bisa saja jujur. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:


ۤ ۤ
َِ‫اَعن‬ ْ ِ ِ َّ ِ ٰ
َ َ‫ََب ُسن‬
َ ‫َّشآءَُ ََۗوَالَيـَُرُّد‬
َ ‫ص ُرََنََۙفَـنُج َي ََم ْنَن‬
ْ َ‫اَجآءَ ُه ْمَن‬
َ ‫َالر ُس ُلَ َوظَنـ ُّْواَاََّنُْمَقَ ْدَ ُكذبـُ ْو‬
ُّ ‫س‬ َ َ‫اَاستَـْيـئ‬
ْ َ‫َحّتَاذ‬
ِ ِ
َ ْ ‫الْ َق ْومَالْ ُم ْج ِرم‬
َ‫ۡي‬
Terjemahnya:
“Sehingga apabila para rasul tidak mempunyai harapan lagi (tentang
keimanan kaumnya) dan telah meyakini bahwa mereka telah didustakan,
datanglah kepada mereka (para rasul) itu pertolongan Kami, lalu
diselamatkan orang yang Kami kehendaki. Dan siksa Kami tidak dapat
ditolak dari orang yang berdosa.” (QS. Yusuf 12: Ayat 110)
Maksudnya adalah bahwa orang-orang itu menganggap para rasul yang diutus

kepada mereka adalah pembohong, sehingga mereka pun mendustakan para Rasul-

Nya. Kata ‫ كذبوا‬yang berarti mereka didustakan, sama bentuknya dengan kata ‫فيقوَا‬
13

yang berarti mereka difasiqkan ,seperti Bentuk kata ‫ وزنوا‬artinya mereka dihiaskan,

atau seperti bentuk kata ‫ وخطءوا‬artinya lalu mereka disalahkan.14


➢ Penafsiran ayat

a. Tafsir Al-Qurtubi

Firman Allah Ta’ala,: “Dan sungguh Kami telah mengutus Rasul pada tiap-

tiap umat (untuk menyerukan) Sembahlah Allah (saja)”. Maksudnya, hendaknya

kalian mmyembah Allah saja. “Dan jauhilah Thaghut itu.” Maksudnya, tinggalkan

oleh kalian semua sesembahan selain Allah, seperti: Syetan, dukun, patung dan

semua yang menyeru kepada kesesatan. “Maka di antara umat itu ada orang-orang

Yang diberi petunjuk oleh Allah.” Maksudnya diberi petunjuk kepada agama-Nya

dan beribadah kepada-Nya. “Dan ada pula di antaranya Orang-orang yang telah

pasti kcsesatan baginya.” Maksudnya, dengan ketetapan dahulu (qadha) bagi

dirinya sehingga dia mati dalam Kekufurannya. Hal ini menolak pandangan

kelompok Qadariah, karena mereka mendakwahkan bahwa Allah SWT

memberikan petunjuk kepada semua manusia dan memberikan taufik (bertemunya

kehendak Allah dengan Kehendak manusia) kepada mereka untuk mendapatkan

petunjuk. “Maka di antara umat itu ada orang-orang yang diberi petuniuk oleh Allah

dan ada pula di antaranya orang-orang yang telah pasti kesesatan baginya.” Hal ini

telah ddielaskan bukan hanya dalam satu tempat saja. “Maka berjalanlah kamu

dimuka bumi.” Maksudnya, berjalanlah dengan menyerap pelajaran di muka bumi.

“Dan perhatikanlah Bagaimana kesudahan orang-orang yang mendustakan (rasul-

rasul).” Maksudnya, bagaimana akhir mereka menuju kepada kebinasaan adzab dan

kehancuran.

b. Tafsir Al-Azhar

14
Ar-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufradat fi gharib Al-Qur’an:kamus al-Qur’an, Jilid 3
(Cet.1; Depok: Pustaka Khazanah Fawa’ id, 2017), h. 548-549
14

Di dalam ayat ini telah jelaslah bahwa Allah menunjukkan perbandingan di

antara Orang yang mendapat petunjuk Tuhan dan orang-orang yang sesat. Manusia

disuruh memandang dan merenungkan perbedaan di antara hidup kedua golongan

tersebut. Kita disuruh berjalan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat

dari orang yang mendustakan Tuhan, orang yang tidak sudi menerima kebenaran.

Di sini Tuhan telah menjelaskan bahwa akibat dari orang yang mendustakan ajaran

Tuhan itu, tidaklah ada yang selamat. Memang, kadang-kadang mereka diberi

kesempatan. Maka dengan kesempatan yang diberikan sedikit itu, mereka

bertambah lupa dan mereka bertambah bangga dalam kesesatannya. Namun,

kemudian segala kesempatan itu dicabut dengan Tiba-tiba dengan kesudahan yang

menyedihkan.

c. Tafsir Ath-Thabari

Dalam tafsir Ath-Thabari maksud dari ayat ini ialah Allah berfirman kepada

orang-orang musyrik Quraisy, “Jika kalian, wahai manusia, tidak membenarkan

rasul Kami tentang apa yang dikabarkannya mengenai umat-umat yang tertimpa

adzab lantaran kufur kepada Allah dan mendustakan para rasul, maka berjalanlah

di muka bumi yang mereka tinggali dan negeri-negeri yang mereka makmurkan,

lalu perhatikanlah jejak-jejak Allah pada mereka serta sisa-sisa kemurkaan-Nya

yang menimpa mereka. Kalian akan melihat kebenaran hal itu dan mengetahui

kebenaran berita yang disampaikan Muhammad SAW kepada kalian."

D. Tafsir QS Al-Ra‘d Ayat 15

➢ Teks dan Terjemah ayat.

Allah Subhanallah Wa Ta’ala berfirman ;

١٥۩َ‫ص ِال‬ ٰ ْ ‫اَو ِظ ٰللُ ُه ْمَ ِِبلْغُ ُد ِو ََو‬ ِ ‫َالس ٰم ٰو‬


ِ ‫ت ََو ْاالَْر‬ َّ ‫َم ْن َِف‬ ِِ
َ ‫اال‬ َّ ‫اَوَك ْرًه‬
َّ ‫ضَطَْو ًع‬ َ ‫َو ّٰللَيَ ْس ُج ُد‬
Terjemahannya :
15

“Hanya kepada Allahlah siapa saja yang ada di langit dan di bumi bersujud,
baik dengan kemauan sendiri maupun terpaksa. (Bersujud pula kepada-Nya)
bayang-bayang mereka pada waktu pagi dan petang hari.”
➢ Makna mufradat

a. َ‫يَ ْس ُج ُد‬
Kata ( ‫د‬ َُ ‫ ) يَ ْس ُج‬asal maknanya adalah merendahkan dan merendahkan diri,
lalu makna tersebut dijadikan untuk merendahkan diri kepada Allah dan beribadah

kepada-Nya. Dan itu bersifat umum, baik bagi manusia, hewan, dan benda mati.

Dan sujud ada dua jenis; Pertama sujud ikhtiar (pilihan.) sujud ienis ini hanya

berlaku bagi manusia, dan dengan sujud tersebut manusia akan mendapatkan

pahala, contohnya seperri yarng difirmankan oleh Allah dalam ayat berikut ;

٦٢َ۩ََࣖ‫اَّللِ ََو ْاعبُ ُد ْوا‬


ِٰ ‫اس ُج ُد ْو‬
ْ َ‫ف‬
Terjemahya :
“Bersujudlah kepada Allah dan sembahlah (Dia).”
Maksudnya adalah rendahkanlah dirimu kepada Nya. Sujud jenis kedua adalah

sujud takbir (ketundukan.) sujud jenis ini berlaku bagi manusia, hewan dan benda

mati.

Mengenai hal ini Allah SWT telah berfirman ;

١٥َ۩َ‫ص ِال‬ ٰ ْ ‫َّو ِظ ٰللُ ُه ْمَ ِِبلْغُ ُد ِو ََو‬


َ ‫اال‬
Terjemahnya :
"(Dan sujud pula) bayang-bayang mereka di uaktu pagi dan petang bari. "
(QS. Ar-Ra'd [13]: 15)
Sujud yang disebutkan dalam ayat tersebut adalah sujud penundukkan. Ini

merupakan bukti yang mengingatkan bahwa mereka adalah makhluk Allah Yang

Maha Bijaksana. Dikatakan bahwa mereka diperintahkan untuk menjadikan Adam

sebagai qiblat mereka, namun adajugayangmengatakan bahwa mereka

diperintahkan untuk patuh kepada Adam dan supaya tunduk melaksanakan segala

perintah dan kemaslahatan Adam beserta anak cucunya kelak. Semua mengikuti

perintah-Ny, kecuali Iblis.


16

b. َ‫طَْو ًعا‬
Kata ‫ طَ ْو ًعا‬artinya adalah ketundukan (kepatuhan), kebalikannya adalah Al-

kurhu yaitu keterpaksaan. Kata ‫ طَ ْو ًعا‬juga artinya sama, yaitu kepatuhan atau tunduk,

hanya saja kata ‫طَْو ًعا‬ banyak digunakan dalam bentuk perintah, dalam arti lain

kepatuhan itu terlaksana setelah adanya perintah.

Allah swt berfirman :

َ‫اعة‬
َ َ‫َويـَ ُق ْولُْو َنَط‬
Terjemahnya :
”Mereka (orang-orang munafik) berkata, “(Kewajiban kami hanyalah)
taat.”
Maksudnya adalah taatilah. Kata mentaatinya terkadang dapat menggunakan َ‫اعة‬
َ َ‫ط‬
,begitu juga dengan fi il mudhari'nya. Ia bisa menjadi yatu’u atau bisa juga dengan

yuthi’uhu

Ada juga membacanya dengan bacaan wamayattawwa’khoironn, kata al-

istito‘ah (mampu) berasal dari kata َ‫اعة‬


َ َ‫ ط‬yang artinya adalah adanya suatu hal yang
mana dengan hal itu ia dapat melahirkan sebuah perbuatan. Sedangkan menurut

para peneliti, kata al-istito‘ah adalah sesuatu yang dengan hal itu seorang manusia

dapat melakukan apa yang diinginkannya, dan ia mempunyai empat jenis ;

(pertama) yang dimaksud (kemampuan khusus bagi si pelaku). (ke-dua), gambaran

perbuatan, (ke-tiga) adanya materi yang dapat menerima efeknya, dan (ke-empat)

adalah alat, jika perbuatan itu membutuhkan kepada alat. Contohnya seperti

menulis, seorang penulis ia akan membutuhkan kepada empat jenis diatas atau lebih

(supaya dapat disebut mampu menulis), dan dikatakan seorang tidak mampu

menulis jika hilang darinya salah satu dari keempat jenis diatas atau lebih, dan

kebalikan dari kata al-istito‘ah adalah al-‘ajzu (lemah) yaitu tidak terdapat pada diri

seorang salah satu empat hal diatas atau lebih. Ketika seseorang mempunyai empat

hal di atas, maka ia disebut orang yang mampu, dan jika semua hal di atas tidak ada
17

maka ia disebut lemah. Namun jika salah satu atau sebagian dari empat hal di atas

itu ada sementara sebagiannya lagi tidak ada, maka ia disebut mampu dari satu sisi,

namun ia juga lemah dari sisi yang lainnya, tetapi yang demikian itu lebih tepat

disebut lemah.

c. َ‫َك ْرًها‬
Kata ‫َك ْرًها‬ artinya adalah kesulitan yang didapatkan oleh seorang manusia

dari luar dengan cara terpaksa dan tidak diinginkan. Sedangkan kata kurhu

bermakna kesulitan yang didapat dari dzatnya dan ia pun menerimanya. Dan bentuk

penerimaannya ini ada dua jenis; (pertama) ia menerima secara tabiat, (ke-dua) ia

menerima secara logika dan syariat. Oleh karena itu dibenarkan bagi seseorang

untuk mengatakan dalam satu waktu inni> uri>duhu wa ukrihuhu artinya aku

menginginkannya aku tidak menyukainya, maksud dari ucapan ini adalah saya

menginginkan sesuatu itu secara tabiat, tapi saya membencinya secara akal dan

syariat, atau sebaliknya saya menyukainya secara akal dan syariat, tapi tidak

menyukainya secara tabiat.

Dalam firman-nya yang berbunyi ;

ُ َ‫َعلَْي ُك ُمََالْ ِقت‬


َ‫ال ََوُه َوَ ُك ْرهَلَّ ُك ْم‬ َ ‫ب‬
ِ
َ ‫ُكت‬
Terjemahnya ;
“Diwajibkan atas kamu berperang padahal berperang itu adalah suatu yang
kmau benci”.(QS.Al-Baqarah[2]: 216)
Maksudnya adalah bahwa tabiat perang itu tidak diinginkan atau dibenci oleh

manusia, kemudian Allah menjelaskan setelah itu melalui firman Nya yang

berbunyi :

َ‫َخ ْريَلَّ ُك ْم‬


َ ‫اَوُه َو‬
َّ ً‫اَشْيـ‬
َ ‫َو َع ٰٓسىَاَ ْنَتَكَْرُه ْو‬

Terjemahnya :
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu”.(QS.Al-
Baqarah[2]: 216)
18

Ayat ini menunjukkan bahwa setiap manusia wajib mencari tahu sebab

kebenciannya pada sesuatu atau sebab kecintaannya pada sesuatu sehingga dia

benar-benar mengetahui keadaan sesungguhnya dari sesuatu tersebut.

➢ Penafsiran ayat

a. Tafsir Al-Muyassar

Dan kepada Allah semata bersujudnya dalam keadaan tunduk dan patuh

setiap yang ada di langit dan dibumi. Maka orang-orang mukmin itu tunduk kepada

Nya dengan suka rela, sedang orang-orang kafir tunduk dengan dipaksa, sebab

mereka menyombongkan diri, enggan untuk beribadah kepada Nya. Adapun

keadaan dan fitrah mereka justru mendustakan mereka terkait hal tersebut. Begitu

juga bayang-bayang makhluk-makhluk tunduk kepada keagungan Nya, bergerak

dengan iradah Nya di permulaan siang dan penutup hari.

b. Tafsir as-Sa’di

Segala sesuatu yang berada di dalam langit dan bumi tunduk patuh kepada

Rabbnya, sujud kepada Nya “Baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa,”

maka sikap sukarela adalah bagi orang yang melakukan sujud dan tunduk patuh

atas keinginan sendiri sebagaimana (tunduknya) kaum Mukminin. Sementara

keterpaksaan adalah bagi orang yang menyombongkan diri dari beribadah kepada

Rabbnya. Padahal kondisi dan fitrahnya mendustakannya dalam hal tersebut. “Dan

bayang-bayangnya di waktu pagi dan waktu petang sujud pula,” dan bayang-bayang

para makhluk di permulaan hari dan penghujungnya bersujud pula. Cara bersujud

masing-masing makhluk sesuai dengan kondisinya sebagaimana yang difirmankan

Allah swt. : "Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi

kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha

Penyantun lagi Maha Pengampun." (Al-Isra:44).


19

Apabila setiap makhluk telah bersujud kepada Rabbnya, baik dengan

sukarela atau terpaksa, maka Dia-lah sesembahan yang benar, Z|at yang disembah

lagi terpuji dengan sebenarnya. Maka, label ketuhanan bagi selainnya adalah batil.

c. Tafsir Al-Mukhtashar

Hanya kepada Allah semata seluruh apa yang ada di langit dan di bumi

tunduk dengan bersujud, orang Mukmin dan orang kafir dalam hal ini adalah sama,

hanya saja orang Mukmin tunduk dan sujud kepada Allah dengan suka rela,

sementara orang kafir tunduk karena terpaksa. Fitrah orang mukmin membisikinya

untuk tunduk kepada Nya secara suka rela. Hanya kepada-Nya semua bayangan

makhluk tunduk di pagi dan petang hari.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Risālah adalah perintah yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw sebagai

bukti kerasulannya. Kata ‫ رسول‬berkaitan erat dengan makna ‫ الرسالة‬karena kata َ‫رسول‬

dan ‫الرسالة‬terbentuk dari konstruksi kata yang sama, yakni : ‫َل‬,‫َس‬,‫ر‬. Muhammad
pembawa risālah Allah adalah Nabi dan Rasul terakhir penutup segala Nabi,

seorang Nabi yang bertugas menyampaikan firman Allah keseluruh umat manusia.

Muhammad adalah Nabi untuk sekalian umat dan segala zaman untuk melengkapi

dan menyempurnakan tugas Nabi-nabi yang sebelumnya yang bersifat kebangsaan.

Kenabian adalah pemberian Allah yang tidak dapat diperoleh dengan usaha

apapun juga. Ilmu dan hikmat Allah swt telah menetapkan, bahwa kenabian itu

dikaruniai Allah kepada orang yang mempunyai persediaan serta kesanggupan

melaksanakan tugas-tugas tersebut.

B. Saran

Demikianlah pembahasan kami pada makalah ini, kami sangat berharap

agar makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Selain itu, dikarenakan

keterbatasan ilmu dan juga refrensi yang kami miliki maka kami menyadari bahwa
makalah kami jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami juga mengharapkan

saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar makalah ini dapat disusun

menjadi lebih baik kedepannya.

20
DAFTAR PUSTAKA

Abu al-Ḥusain Aḥmad ibn Faris ibn Zakariya, Mu‘jam Maqayis al-Lughah Juz II

(ttp : Dār al-Fikr, 1979), hlm. 392; Lihat pula al-Raghib al-Asfahani,

Mu‘jam Mufradat al-Fazh al- Qur’ān (Bairut : Dār al-Fikr, tth.), h. 200-201.

Abd. Mujieb, dkk. Kamus Istilah Fiqhi (Cet. I; Jakarta : Pustaka Firdaus, 1994), h.

297.

Ahsin W. al-Hafidz, Kamus Ilmu Al-Qur’ān, (Jakarta : Amzah, 2006), Cetakan Ke

II, hlm. 253.

Arifin Pulungan dkk, Peri Hidup Muhammad Rasulullah saw, (Medan : Yayasan
Persatuan Amal Bakti, 1963), hlm. 13.

Ar-Raghib Al-Ashfahani, Al-Mufradat fi gharib Al-Qur’an:kamus al-Qur’an, Jilid

3 (Cet.1; Depok: Pustaka Khazanah Fawa' id, 2017), h. 861

Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, Jilid 4 (Cet. III; Jakarta :

Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994), hlm. 172-173.

Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-agama, (Jakarta : Raja Grafindo, 1994),

hlm. 104
M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,

Jilid 7 (Cet.3; Jakarta:Lentera Hati, 2005), h. 224

Tim Penyusun Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa

Indonesia, edisi II (Cet. IV; Jakarta : Balai Pustaka, 1995), h. 843.

21

You might also like