Professional Documents
Culture Documents
MAKALAH Gangguan Tunadaksa
MAKALAH Gangguan Tunadaksa
Segala puja dan puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-
Nya kepada kita semua, sehingga kami dapat menyusun tugas makalah ini dengan baik serta
tepat waktu. Walaupun demikian, penyusun berusaha dengan semaksimal mungkin demi
kesempurnaan penyusunan makalah ini . Saran dan kritik yang sifatnya membangun begitu
diharapkan oleh penyusun demi kesempurnaan makalah ini. Dalam kesempatan ini, penulis
mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Eka Oktavianingsih, M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus yang sudah memberikan materi
yang dapat saya terapkan dalam menyusun makalah ini.
Akhir kata, penyusun berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
DAFTAR ISI...........................................................................................................................II
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................1
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................7
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Anak penyandang disabilitas fisik sering disebut sebagai penyandang disabilitas,
penyandang disabilitas fisik, dan penyandang disabilitas ortopedi. Kata disabilitas berasal
dari kata tuna yang berarti kehilangan atau kekurangan dan daksa yang berarti badan.
Tuma Daksa adalah anak dengan cacat anggota tubuh yang tidak lengkap, sedangkan
istilah cacat dan cacat fisik dimaksudkan untuk anak cacat anggota tubuh, bukan cacat
panca indra. Selain itu, istilah disabilitas ortopedi diterjemahkan dari bahasa Inggris
sebagai penyandang cacat ortopedi. Tindakan ortopedi yang berhubungan dengan otot,
tulang dan sendi. Jadi kesalahan ortopedinya ada pada otot. tulang dan sendi, atau bisa
juga akibat kelainan pada sistem kendali pusat otot, tulang, dan sendi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Tunadaksa
Anak Tunadaksa sering disebut dengan anak cacat tubuh,cacat fisik dan ortopedi
(tulang,sendi,otot). Istilah Tunadaksa berasal dari kata “Tuna yang berarti kurang dan Daksa
berarti tubuh”. Tunadaksa adalah anak yang memiliki anggota tubuh yang tidak
sempurna,sedangkan istilah cacat tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut anak cacat
pada anggota tubuhnya,bukan cacat indranya. Istilah cacat ortopedi dalam bahasa Inggris
orthopedically handicapped orthopedic. Mempunyai arti yang berhubungan dengan otot, tulang
dan persendian.
Anak tunadaksa dapat didefinisikan sebagai penyandang bentuk kelainan pada sistem otot,
tulang dan persendian yang mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi,
mobilisasi, dan gangguan perkembangan keutuhan pribadi. Definisi mengenai anak tunadaksa
menyatakan bahwa anak tunadaksa adalah anak penyandang cacat jasmani yang terlihat pada
kelainan bentuk tulang, otot, sendi maupun saraf-sarafnya..
Amin dan Ina Yusuf Kusumah (1991: 3) mengemukakan bahwa seseorang dikatakan anak tuna
daksa jika kondisi fisik atau kesehatan mengganggu kemampuan anak untuk berperan aktif
dalam kegiatan sehari-hari, sekolah atau rumah. Contoh, anak yang mempunyai lengan palsu
tetapi ia dapat mengikuti kegiatan sekolah, seperti pendidikan jasmani atau ada anak yang
minum obat untuk mengendalikan gangguan kesehatannya maka anak-anak jenis itu tidak
termasuk penyandang gangguan fisik. Tetapi jika kondisi fisik tidak mampu memegang pena,
atau anak sakit-sakitan (mengidap penyakit kronis) sering kambuh sehingga ia tidak dapat
bersekolah secara rutin maka anak itu termasuk penyandang gangguan fisik (tunadaksa).
1.Poliomyelitis
Suatu infeksi pada sum-sum tulang belakang yang mengakibatkan kelumpuhan dan sifatnya
menetap. Dilihat dari sel-sel motorik yang rusak, kelumpuhan anak yang disebabkan oleh
kerusakan system saraf pada tubuh. Dapat dibedakan menjadi:
a. tipe spinal, yaitu kelumpuhan pada otot-otot leher, sekat dada, tangan dan kaki
b. tipe bulbair, yaitu kelumpuhan fungsi motorik pada satu atau lebih saraf tepi ditandai adanya
gangguan pernapasan.
c. tipe bulbispinalis, yaitu gabungan antara tipe spinal dan bulbair;
d. encephalitis yang biasanya disertai dengan demam, kesadaran menurun, tremor, dan kadang-
kadang kejang.
Kelumpuhan pada polio sifatnya layu dan biasanya tidak menyebabkan gangguan kecerdasan
atau alat-alat indra. Akibat penyakit poliomyelitis adalah otot menjadi kecil (atropi) karena
kerusakan sel saraf, adanya kekakuan sendi (kontraktur), pemendekan anggota gerak, tulang
belakang melengkung ke salah satu sisi, seperti huruf S (Scoliosis), kelainan telapak kaki yang
membengkok ke luar atau ke dalam, dislokasi (sendi yang ke luar dari dudukannya), lutut
melenting ke belakang (genu recorvatum).
2. Muscle Dystrophy
Jenis penyakit yang mengakibatkan otot tidak berkembang karena mengalami kelumpuhan yang
sifatnya progresif dan simetris. Penyakit ini ada hubungannya dengan keturunan.
3. Spina bifida
Merupakan jenis kelainan pada tulang belakang yang ditandai dengan terbukanya satu atau 3
ruas tulang belakang dan tidak tertutupnya kembali selama proses perkembangan. Akibatnya,
fungsi jaringan saraf terganggu dan dapat mengakibatkan kelumpuhan, hydrocephalus, yaitu
pembesaran pada kepala karena produksi cairan yang berlebihan. Biasanya kasus ini disertai
dengan ketunagrahitaan (Black, 1975).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak Tunadaksa sering disebut dengan anak cacat tubuh,cacat fisik dan ortopedi
(tulang,sendi,otot). Penyebab tunadaksa yaitu penyakit yang berpengaruh pada otak, serta adanya
demam tinggi. Keracunan dan kondisi dapat menyebabkan otak kekurangan oksigen, maupun
kepala, leher, dan tulang belakang yang sering menyebabkan pola gerak yang tidak biasa.
Kesehatan tubuh dapat menjadi salah satu pemicu munculnya tunadaksa.
Klasifikasi tunadaksa bermacam-macam salah satunya dapat dilihat dari sistem
kelainannya yang terdiri dari, kelainan pada sistem cerebral (cerebral system) dan kelainan pada
sistem otot dan rangka (musculus skeletal system). Dalam pembelajaran untuk anak tunadaksa
dapat dilakukan strategi sebagai berikut; Pendidikan Integrasi (Terpadu), Pendidikan Segregasi
(Terpisah),dan penataan lingkungan belajar.
3.2 Saran
Apa yang dijelaskan penulis dalam makalah hanya sedikit tentang penjelasan materi
Gangguan Fisik (Tunadaksa). Oleh karena itu , bagi para pembaca yang sudah membaca makalah
ini diharapkan membaca sumber lain yang berhubungan dengan materi Gangguan Fisik
(Tunadaksa).
DAFTAR PUSTAKA
Assjari, M. (1995). Ortopedagogik Anak Tunadaksa. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPTA.
Salim, A. (1996). Pendidikan Bagi Anak Cerebral Palsy. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti PPTA.
Sugiarmin, M. (1996). Ortopedi dalam Pendidikan Anak Tunadaksa. Jakarta: Depdikbud Dirjen
Dikti PPTG.
Suharso. (1982). Ortopedi 2. Surakarta: Rehabilitasi Centrum.
Oki Dermawan, “Strategi Pembelajaran Bagi Anak Berkebutuhan Khusus Di SLB,” Jurnal
Ilmiah Psikologi Vol. VI, No.2 Desember (2013): 894, Diakses pada 17 Februari 2020,