You are on page 1of 15

USULAN PENELITIAN HUKUM

A. JUDUL SKRIPSI
Perbuatan Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit Oleh Warga
Masyarakat Kecamatan Purabaya Kepada Pihak UPK Kecamatan
Purabaya Akibat Adanya Kredit Macet Dihubungkan Dengan KUH
Perdata
B. Bidang Ilmu
Hukum Perdata
C. Pelaksana
Nama : Luthvi Qolbi
NIM : 019330004
D. Bentuk Penulian Hukum
Skripsi
E. LATAR BELAKANG MASALAH

Manusia dalam kehidupannya merupakan makhluk sosial.


Artinya manusia tidak dapat hidup menyendiri, harus hidup secara
berdampingan dengan masyarakat (zoon politicon). Dalam
keterikatan dengan hubungan antara satu individu dengan individu
lainnya, manusia selalu melakukan interaksi. Hal yang, menjadi
penyebab adanya hubungan tersebut adalah adanya suatu motivasi
dan kepentingan untuk memenuhi kepentingan hidupnya. Misalnya,
dalam dunia perdagangan, adakalanya pengusaha mengalami
hambatan dalam melaksanakan kegiatan bisnisnya, seperti
kekurangan modal. Dalam kondisi ini pengusaha harus berinteraksi
dengan pengusaha lain atau pihak lain yang menyediakan modal.
Faktor kekurangan modal inilah yang menjadi tujuan pemerintah

1
2

memberikan peluang kepadan pengusaha atau investor kaya untuk


membuka lembaga keuangan baik perbankan maupun non
perbankan. Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan nasional,
yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan
UUD 1945.
Dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang
berkesinambungan, para pelaku pembangunan baik pemerintah
maupun masyarakat, baik perorangan maupun badan hukum,
memerlukan dana yang besar, seiring dengan meningkatnya kegiatan
pembangunan. Meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan.
Yang sebagian besar dana diperlukan untuk memenuhi kebutuhan
terssebut diperoleh melalui pinjaman-pinjaman atau
kredit(Djumhana,2006:15).
Khusus dalam memenuhi kebutuhan akan dana, perusahaan
yang bergerak dibidang keuangan(lembaga keuangan) memegang
peranan sangat penting. Lembaga keuangan mempunyai kegiatan
untuk membiayai permodalan suatu bidang usaha disamping usaha
lain seperti menampung uang yang sementara waktu belum
digunakan oleh pemiliknya.
Adapun salah satu lembaga pembiayaan tersebut yaitu Unit
Pengelola Kegiatan (UPK) adalah suatu lembaga yang dibentuk oleh
masyarakat dalam Forum Masyarakat Antar Desa dan berfungsi
membantu pengelolaan kegiatan termasuk menyalurkan dana
bantuan masyarakat dalam Program Pemberdayaan/Program
lainnya.
Lembaga keuangan UPK ini sebagai salah satu lembaga
keuangan mempunyai nilai strategis dalam kehidupan perekonomian
dalam rangka meningkatkan kreativitas berwirausaha anggota
3

masyarakat desa/ kelurahan yang berpenghasilan rendah. Lembaga


tersebut berfungsi sebagai perantara (intermediator) pihak-pihak yang
memiliki kelebihan dana (surplus off founds) dengan pihak-pihak
yang memerlukan dana (lack off founds).
Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang
perubahan atas Undang- undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankkan :
Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu yang berdasarkan persetujuan atau
kesepakatan pinjam- meminjam antara bank dengan pihak lain
mewajibkan pihak peminjam untuk mengembalikan atau
melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan
pemberian bunga.

Dalam memutuskan apakah kreditur akan meminjam sejumlah


uang kepada debitur atau tidak, sudah barang tentu kreditur akan
mengharapkan uang yang telah dipinjamkannya akan dapat
diterimanya kembali di kemudian hari. Untuk itu, kreditur harus
memiliki keyakinan atau kepercayaan bahwa debitur/nasabah yang
diberi pinjaman tersebut harus dinilai mempunyai kemampuan
untuk membayar kembali pinjamannya. Dalam pelaksanaan kredit
kedua belah pihak yang harus terlebih dahulu melakukan
kesepakatan yang dituangkan kedalam sebuah perjanjian. Hal
tersebut dilakukan untuk menghindari kemungkinan buruk atau
pengingkaran terhadap kesepakatan yang telah dibuat yang dapat
merugikan salah satu pihak dikemudian hari.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1320 KUH Perdata yang
menyatakan, bahwa “Untuk sahnya persetujuan-persetujuan
diperlukan empat syarat:
1. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
4

3. Suatu hal tertentu;


4. Suatu sebab yang halal.
Dalam suatu perjanjian kesepakatan merupakan hal pokok
untuk timbulnya perjanjian tersebut. Kedua belah pihak dapat
menerima hal-hal yang diperjanjikan tersebut, maka muncullah
suatu ikatan yang disebut dengan perjanjian. Demikian juga
halnya dengan perjanjian pinjam-meminjam (kredit) pada UPK di
Kecamatan Purabaya Kab Sukabumi tanpa agunan. Di sini pihak
pengelola melakukan kesepakatan bersama dengan nasabah atau
peminjam dengan ketentuan-ketentuan yang dibuat dalam
perjanjian.
Sehubungan dengan hal tersebut dalam Pasal 1338 KUH
Perdata disebutkan, bahwa “Semua persetujuan yang dibuat secara
sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Di sini terlihat bahwa persetujuan yang dibuat oleh pengelola UPK
dengan nasabah merupakan undang-undang bagi mereka yang telah
menyepakati perjanjian tersebut, dan harus mereka ikuti.
Dalam prakteknya tidak semua nasabah dapat melaksanakan
perjanjian sesuai dengan apa yang telah disepakati tersebut, berbagai
kendala dapat terjadi dalam pelaksanaan perjanjian, seperti
terlambat membayar angsuran, bahkan ada yang sampai macet atau
tidak membayar sama sekali angsurannya, artinya nasabah tidak
dapat melaksanakan prestasi perjanjian yang disepakati.
Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 1234 KUH Perdata yaitu: “Tiap-
tiap perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat
sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu”. Di sini terlihat bahwa
nasabah yang terlambat atau bahkan macet dalam melakukan
5

pembayaran angsuran, maka sudah tergolong kepada tidak berbuat


sesuatu yang diharuskan dalam perjanjian.
Wanprestasi terdapat dalam pasal 1243 KUH Perdata, yang
menyatakan bahwa :
“penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya
suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan, apabila si
berutang, setelah dinyatakan lalai memenuhi perikatannya,
tetap melalaikannya, atau jika sesuatu yang harus diberikan
atau dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuatnya, hanya
dapat diberikan atau dibuat dalam tenggang waktu yang telah
dilampaukannya”.

Dengan kata lain wanprestasi juga dapat diartikan, bahwa


suatu perbuatan ingkar janji yang dilakukan oleh salah satu pihak
yang tidak melaksanakan isi perjanjian, ataupun melaksanakan
tetapi terlambat atau melakukan apa yang sesungguhnya tidak boleh
dilakukannya. Di sini terlihat bahwa nasabah yang telah diberi
pinjaman oleh pengurus UPK tanpa agunan, dan diberikan atas
dasar kepercayaan tidak dapat dilaksanakan oleh nasabah sesuai
dengan perjanjian yang sudah ditanda tangani.
Kredit seperti ini pasti memiliki resiko yang sangat besar,
ketidaklancaran usaha yang dialami oleh nasabah berpengaruh
terhadap UPK, meskipun kredit yang diterima oleh nasabah dengan
suku bunga yang rendah tetapi tetap saja mengalami ketidak
lancaran atau wanprestasi.
Berdasarkan uraian yang diatas, penulis merasa tertarik untuk
mengangkat sebuah penelitian hukum yang berbentuk Skripsi
dengan judul : Perbuatan Wanprestasi Dalam Perjanjian Kredit
Oleh Warga Masyarakat Kecamatan Purabaya Kepada Pihak UPK
Kecamatan Purabaya Dihubungkan dengan Kitab Undang-undang
Hukum Perdata.
6

F. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, maka
yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pelaksanaan perjanjian kredit tanpa agunan
UPK di Kecamatan Purabaya Kabupaten Sukabumi?
2. Apa saja yang menjadi kendala dalam penyelesaian
wanprestasi perjanjian kredit tanpa agunan UPK di
Kecamatan Purabaya Kabupaten Sukabumi?
G. Kerangka Pemikiran
Untuk menganalisis permasalahan yang terkait pelaksanaan
perjanjian kredit tanpa agunan UPK diperlukan teori sebagai
“analisis. Oleh sebab itu pada sub-sub bab ini penulis akan
mengemukakan teori sebagai dasar analisis yang memungkinkan
pertanyaan dalam identifikasi masalah dapat diajukan dan jawaban
tentative dapat diberikan. Adapun teori yang digunakan adalah teori
kepastian hukum dan teori keadilan.
Menurut Peter Mahmud Marzuki, dalam teori kepastian hukum
mengandung 2 (dua) pengertian yaitu :
a. Adanya aturan yang bersifat umum membuat individu
mengetahui perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh
dilakukan.
b. Berupa keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan
pemerintah karena dengan adanya aturan hukum yang
bersifat umum itu individu dapat menegetahui apa saja yang
boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap
individu.(Peter Mahmud Marzuki,2008:158)
7

Teori keadilan sebagai landasan hubungan kontraktual, pada


hakikatnya tidak dapat dilepaskan dalam hubungannya dengan
masalah keadilan. Kontrak sebagai wadah yang mempertemukan
kepentingan satu pihak dengan pihak lain menuntut bentuk
pertukaran kepentingan yang adil. Oleh karena itu, sangan tepat dan
mendasar apabila dalam melakukan analisis tentang asas
proposionalitas dalam kontrak justru dimulai dari aspek filosofis
keadilan berkontrak (Agus Yudha Harmoko, 2010:47).
Keadilan pada dasarnya adalah sebuah kualitas yang mungkin,
tetapi bukan harus dari sebuah tatanan social yang menuntun
terciptanya hubungan timbal balik diantara sesama manusia(Hans
Kelsen,2008:2).

Perjanjian secara umum ditegaskan oleh Pasal 1313 KUHPerdata


yang berbunyi :
“Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”

Berikut ini adalah beberapa pendapat tentang perjanjian jual beli,


yaitu sebagai berikut :
Jual beli adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu
mengikat dirinya untuk menyerahkan hak milik atas suatu barang
dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah di
janjikan(Subekti,1991:79).
Perjanjian jual beli adalah suatu pejanjian yang dibuat antara
pihak penjual dan pihak pembeli (Salim HS,2003:49).
8

Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana dua orang


atau lebih saling mengikatkan diri untuk melaksanakan suatu hal
dalam lapangan harta kekayaan(Abdulkadir Muhamad,1990:78).
Para pihak dalam jual beli, setiap perjanjian jual beli akan
menimbulkan kewajiban-kewajiban dan hak-hak bagi kedua belah
pihak atau pihak yang mengadakan perjanjian itu.
Menurut Kansil Hak dan kewajiban ini adalah :
1. Hak yang diberikan kepada penjual untuk mendesak pembeli
membayar harga, tetapi penjual berkewajiban menyerahkan
barangnya kepada pembeli.
2. Hak yang diberikan kepada pembeli untuk mendesak kepada
penjual menyerahkan barangnya yang telah dibeli, tetapi
pembeli juga berkewajiban membayar harga pembelian
tersebut(Kansil,2004:199)

Syarat sahnya perjanjian diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata


sebagaiman dijelaskan di atas, diantaranya adalah:
1. Sepakat mereka yang mengikat dirinya;
2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. Suatu hal tertentu; dan
4. Suatu sebab yang halal.
Syarat sepakat dan cakap biasa disebut syarat subyektif.
Syarat subyektif adalah syarat yang berkaitan dengan subyek
perjanjian. Syarat subyektif perjanjian meliputi :
a. Adanya kesepakatan/izin (toesteming) kedua belah pihak,
kesepakatan antara pihak, yaitu persesuaian pernyataan
kehendak antara kedua belah pihak, tidak ada paksaan dan
lainnya.
9

b. Kedua belah pihak harus cakap bertindak, cakap bertindak


adalah kecakapan atau kemampuan kedua belah pihak
untuk melakukan perbuatan hukum.
Sedangkan syarat suatu hal tertentu dan sebab yang halal
biasa disebut syarat obyektif. Syarat Obyektif adalah syarat yang
berkaitan dengan obyek perjanjian. Syarat obyektif meliputi :
a. Adaya obyek perjanjian (onderwerp der overreenskomst).
Benda dijadikan obyek perjanjian harus memenuhi
beberapa ketentuan, yaitu:
1. Barang itu adalah barang yang dapat diperdagangkan;
2. Barang-barang yang dipergunakan untk kepentingan
umum anatra lain seperti jalan umum, pelabuhan
umum dan sabagainya tidaklah dapat dijadikan obyek
perjanjian;
3. Dapat ditentukan jenisnya;
4. Barang yang akan datang.
b. Adanya sebab yang halal (georloofd oozark). Dalam
perjanjian diperlukan adanya sebab yang halal, artinya ada
sebab-sebab hukum yang menjadi dasar perjanjian yang
tidak dilarang oleh peraturan, keamanan dan ketertiban
umum dan sebagainya.
Apabila syarat subyektif dan obyektif telah terpenuhi maka
perjanjian dinyatakan sah. Asas-asas dalam hukum perjanjian
merupakan sebuah upaya untuk menciptakan keseimbangan serta
memelihara hak-hak yang dimiliki oleh para pihak sebelum
perjanjian yang dibuat mengikat bagi para pihak. Oleh sebab itu
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata diberikan berbagai
asas umum yang merupakan pedoman atau patokan untuk dijadikan
10

sebagai batas atau rambu dalam mengatur dan membentuk


perjanjian yang akan dibuat.
Berikut ini asas-asas umum hukum perjanjian yang terdapat
dalam KUHPerdata, yaitu sebagai berikut :
1. Asas Personalia
Suatu perjanjian hanya meletakan hak dan kewajiban antara
para pihak yang membuatnya, sedangkan pihak ketiga tidak ada
sangkut pautnya. Artinya, asas kepribadian (personalitas)
merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan
melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk
kepentingan perseorangan(Salim HS,2003:13).
2. Asas Konsensualisme
Asas konsensualisme bukanlah berati untuk suatu perjanjian
disyaratkan adanya kesepakatan. Ini sudah semestinya, suatu
perjanjian juga dinamakan persetujuan, berati dua pihak sudah
setuju atau bersepakat mengenai sesuatu hal(Subekti,1991:15).
3. Asas Kebebasan Berkontrak
Hukum perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak atau
sistem terbuka. Artinya, Hukum perjanjian memberikan
kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat untuk
mengadakan perjanjian yang berisi apa saja, asalkan tidak
melanggar ketertiban umum dan kesusilaan.
4. Asas Mengikat Perjanjian (Pacta Sunt Servanda)
Asas mengikat disebut juga dengan asas kepastian hukum. Pada
mulanya asas ini dikenal dalam hukum gereja. Dalam hukum
gereja disebutkan bahwa terjadinya suatu perjanjian apabila ada
kesepakatan kedua belah pihak dan dikuatkan dengan sumpah.
5. Asas Itikad Baik
11

Asas itikad baik adalah perjanjian bagi masing-masing pihak


harus menunjukan itikad baik dalam pelaksanaan perjanjian
tersebut. Ketentuan itikad baik diatur dalam Pasal 1338 ayat (3),
bahwa “suatu perjanjian harus dilakukan dengan iktikad baik.”
Secara umum wanprestasi adalah “pelaksanaan kewajiban yang
tidak tepat pada waktunya atau dilakukan tidak menurut
selayaknya”. Kalau begitu, seorang debitur disebutkan dan berada
dalam keadaan wanprestasi, apabila dia telah lalai dalam melakukan
pelaksanaan prestasi dalam perjanjian sehingga “terlambat” dari
jadwal waktu yang ditentukan atau dalam melaksanakan suatu
prestasi tidak menurut “sepatutnya atau selayaknya”(Yahya,1986:60)
Membicarakan “wanprestasi” kita tidak bisa terlepas dari
masalah “pernyataan lalai” (ingebrekke stelling) dan “kelalaian”
(Verzuim). Akibat yang timbul dari wanprestasi ialah keharusan bagi
debitur membayar ganti rugi atau dengan adanya wanprestasi salah
satu pihak, maka pihak yang lainnya dapat menuntut “pembatalan
kontrak/perjanjian.
Konsep Wanprestasi merupakan domain dalam hukum perdata
(privat). Pasal 1243 KUHPerdata menyatakan bahwa tujuan dari
perikatan adalah untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu atau
tidak berbuat sesuatu. Perbedaan antara berbuat sesuatu dan tidak
berbuat sesuatu seringkali menimbulkan keraguan-keraguan dan
memerlukan penjelasan, yang pertama adalah bersifat positif, yang
kedua bersifat negative. Yang dimaksud “berbuat sesuatu” adalah
menyerahkan hak milik atau memberikan kenikmatan atas sesuatu
benda. Kemudian yang dimaksud “tidak berbuat sesuatu” berarti
membiarkan sesuatu atau mempertahankan sesuatu yang
sebenarnya seperti tidak ada perikatan yang harus diciptakan.
12

H. Maksud dan Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui pelaksanaan perjanjian kredit tanpa agunan
UPK di Kecamatan Purabaya Kabupaten Sukabumi
2. Untuk mengetahui apa yang menjadi kendala dalam penyelesaian
wanprestasi perjanjian kredit tanpa agunan UPK di Kecamatan
Purabaya Kabupaten Sukabumi.
I. Kegunaan Penelitian
1. Sebagai pengembangan wawasan penulis tentang ilmu hukum
khususnya mengenai penyelesaian wanprestasi perjanjian kredit
tanpa agunan.
2. Sebagai sumbangan pemikiran pada UPK Kecamatan Purabaya
untuk dapat melaksanakan dan menyelesaikan wanprestasi
perjanjian kredit tanpa agunan.
3. Sebagai pelengkap tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana
Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Tinggi Hukum
Pasundan Sukabumi
J. Metode Penelitian
1. Metode Pendekatan
2. Sifat Penelitian
3. Teknik Pengumpulan Data
a. Observasi, yaitu penumpulan data dengan mengamati dan
meninjau secara langsung pada obyek yang akan diteliti.
Tujuannya adalah untuk mengetahui keadaan yang
sesungguhnya dilapangan.
b. Wawancara, suatu cara untuk mengumpulkan data dengan
mengajukan pertanyaan langsung kepada pengurus UPK
13

c. Angket, yaitu mengajukan sejumlah pertanyaan kepada


nasabah tentang permasalahan yang diteliti.
d. Studi kepustakaan, yaitu dengan mengkaji dan meniliti buku-
buku yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

4. Analisis Data
Data yang dikumpulkan dari angket yang disebarkan kepada
responden kemudian diolah selanjutnya di sajikan dalam bentuk
tabel. Sedangkan data yang diperoleh dari wawancara penulis
analisa dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif yaitu
dengan jalan mengkalsifikasikan data-data dalam kategori
persamaan jenis data itu, kemudian uraikan sedemikian rupa
sehingga diperoleh gambaran yang utuh tentang masalah yang
diteliti.

K. Waktu dan Lokasi Penelitian


Waktu penelitian dilakukan selama 3 bulan. Adapun lokasi
penelitian ini dilakukann di perpustakaan STH Pasundan Sukabumi,
Kantor Kecamatan Purabaya, dan Nasabah UPK Kecamatan
Purabaya.
L. Sistematika Penulisan Skripsi
a. Bagian awal terdiri atas :
1. Judul
2. Persetujuan Pembimbing
3. Pengesahan Ketua
4. Kata Pengantar
5. Daftar Isi
b. Bagian subtansi terdiri atas 5 BAB yaitu :
14

BAB I PENDAHULUAN
Dalam BAB ini diuraikan tentang Latar belakang
masalah, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian,
Kegunaan Penelitian, Kerangka Pemikiran, Metodde
Penelitian, dan Sistematika Penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Dalam BAB ini menguraikan Teori-teori yang mendasari
pembahasan terperinci yang memuat tentang Perbuatan
Wanprestasi, Perjanjian Kredit, UPK Kecamatan Purabaya
dan Hukum yang mengatur wanprestasi.
BAB III GAMBARAN UMUM WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN
KREDIT
Dalam BAB ini penulis akan membahas mengenai
gambaran umum wanprestasi dalam perjanjian kredit
yang dilakukan warga purabaya yang meminjam di UPK
Kecamatan Purabaya
BAB IV TINJAUAN YURIDIS WANPRESTASI DALAM PERJANJIAN
KREDIT
Dalam BAB ini penulis akan membahas mengenai
Tinjauan Yuridis wanprestasi dalam perjanjian kredit
ditinjau dari KUH Perdata
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Dalam BAB ini memuat Kesimpulan dan Saran.
Kesimpulan Merupakan Jabaran atas identifikasi
masalah dan saran memuat usulan yang menyangkut
aspek operasional dan praktis
c. Bagian akhir terdiri atas :
DAFTAR PUSTAKA
15

LAMPIRAN-LAMPIRAN

You might also like