Professional Documents
Culture Documents
Lapsus - Tetanus - Ryan Arnold Ethelbert - September 2023 - Saraf MOF
Lapsus - Tetanus - Ryan Arnold Ethelbert - September 2023 - Saraf MOF
LAPORAN KASUS
TETANUS GENERALISATA
Disusun oleh:
Pembimbing:
MAUMERE
2023
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING
NIM :
Pembimbing Klinik
Ditetapkan di : Maumere
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
berjudul “Tetanus”. Laporan kasus ini dibuat untuk memenuhi persyaratan ujian
(1) dr. Candida Isabel L. Sam, Sp. S selaku ketua SMF bagian Ilmu Saraf
kasus ini.
(3) Seluruh staf, karyawan dan teman-teman dokter muda Instalasi Saraf
Hillers Maumere.
(5) Seluruh pihak yang telah membantu terutama orang tua dan keluarga yang
telah memberikan dukungan baik dalam bentuk doa maupun materi dalam
iii
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih jauh dari kesempurnaan
oleh karena itu semua saran dan kritik yang konstruktif sangat diharapkan untuk
kepada serta menjadi sumber motivasi dan inspirasi untuk pembuatan laporan
kasus selanjutnya.
Penulis
iv
DAFTAR ISI
v
BAB I
PENDAHULUAN
disebabkan oleh bakteri gram positif Clostridium tetani. Spora bakteri ini banyak
terdapat di tanah dan dapat berpenetrasi melalui inkontinuitas kulit akibat luka.
Walaupun tetanus dapat terjadi pada semua umur, prevalensi tertinggi terjadi pada
neonatus dan anak-anak. WHO melaporkan bahwa terdapat perbaikan pada angka
agresif dalam beberapa tahun terakhir. Prevalensi tetanus lebih tinggi pada
penunjang, alat ventilasi mekanis, alat pemantau tekanan darah non-invasif dan
pengobatan awal.
bentuk rigiditas dan spasme. Tetanus dapat bermanifestasi menjadi trismus, risus
sardonicus, disfagia, kuduk kaku, perut papan dan opistotonus serta hiperaktivitas
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
bakteri gram positif Clostridium tetani. Spora bakteri ini banyak terdapat di tanah
dan dapat berpenetrasi melalui inkontinuitas kulit akibat luka. Bakteri anaerob ini
2.2 Epidemiologi
terjadi pada neonatus dan anak-anak. WHO melaporkan bahwa terdapat perbaikan
pada angka mortalitas dari tetanus yang diasosiasikan dengan kampanye vaksinasi
275.000 kasus kematian diseluruh dunia pada tahun 1997, dan mengalami
perbaikan dengan hanya sebanyak 14.132 kasus kematian pada tahun 2011. Akan
tetapi, dari jumlah kasus tersebut, prevalensi tetanus tetap lebih tinggi pada
penunjang, alat ventilasi mekanis, alat pemantau tekanan darah non-invasif dan
1
pengobatan awal.
2
Angka kejadian tetanus pada neonatal menurun akibat adanya vaksinasi
yang agresif diseluruh dunia, dimana digabungkan dengan vaksinasi pertusis dan
difteri (DPT). Pada negara maju, seperti Amerika Serikat, kasus tetanus banyak
ditemukan pada pasien usia tua dimana telah terjadi penurunan imunitas seiring
1
waktu. Menurut penelitian Almas dkk (2021), 93,1% pasien tetanus merupakan
pasien tanpa vaksinasi, sedangkan 6,9% sisanya terjadi pada pasien dengan
2
vaksinasi partial. Hal ini menunjukan bahwa orang dengan vaksinasi komplit
tetanus akan sulit untuk terkena infeksi tetanus pada masa depan.
2.3 Etiologi
gram positif. Bakteri ini terdistribusi luas di lingkungan, seperti tanah, benda mati,
feses hewan dan feses manusia. Bakteri ini banyak ditemukan di tanah yang sering
dikultivasi, daerah pedesaan, daerah dengan iklim hangat dan selama musim
kemarau. Endospora yang diproduksi oleh bakteri lebih lebar dan besar
“drumstick”. Spora dari bakteri ini sangat stabil, untuk mematikan semua spora
3
harus menggunakan autoklaf pada suhu 120 oC selama 15 menit. Bakteri
2.4 Klasifikasi
3
Terdapat 4 klasifikasi dari tetanus, yaitu local, cephalic, generalisata dan
neonatal. Pada tetanus local, spasme dan rigiditas hanya terjadi pada lokasi luka
atau cedera. Tipe ini sangat jarang dan tipe yang paling ringan dari tetanus dengan
angka mortalitas hanya 1%. Tetanus cephalic terjadi akibat adanya luka pada
kepala dan leher atau otitis media. Tipe ini dikarakteristikan dengan adanya palsi
nervus cranialis terutama N. VII dan mengarah ke paralisis, tipe ini diasosiasikan
bertanggungjawab untuk 80% kasus. Hal ini dapat terjadi akibat adanya
penyebaran hematogen dari racun. Otot kepala dan leher akan terkena pertama
kali dengan penyebaran ke arah distal yang progresif dari spasme dan rigiditas di
seluruh tubuh. Tetanus neonatal bertanggungjawab lebih dari 50% kasus kematian
yang berkaitan dengan tetanus. Hal ini disebabkan oleh kurangnya higienitas
bentuk rigiditas dan spasme. Rigiditas adalah tonik dan kontraksi involunter dari
otot, sementara spasme adalah kontraksi otot yang lebih singkat yang dapat
5
ditimbulkan oleh peregangan otot atau rangsangan sensoris.
4
akibat dari rigiditas dan spasme dari otot-otot laring dan respirasi. Tetanus local
dan cephalic hanya terjadi pada sedikit pasien, akan tetapi tetanus ini dapat
6
berkembang menjadi tipe generalisata.
kuduk kaku, perut papan dan opistotonus serta hiperaktivitas otot-otot di kepala,
6
leher dan ekstremitas.
2.6 Patofisiologi
luka yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Cara
masuknya spora ini melalui luka yang terkontaminasi antara lain luka tusuk, luka
bakar, luka lecet, otitis media, infeksi gigi, ulkus kulit yang kronis, abortus, tali
pusat, terkadang luka tersebut hampir tak terlihat. Pandi dkk (1965) melaporkan
bahwa 70% pada telinga sebagai port d’entree, sedangkan beberapa peneliti
7
melaporkan bahwa port d'entry melalui telinga hanya 6,5%.
hipaerob sampai anaerob disertai terdapatnya jaringan nekrosis, lekosit yang mati,
berkembang. Kuman ini tidak invasif. Bila dinding sel kuman lisis maka
saraf perifer atau motorik melalui axis silindrik ke cornu anterior susunan
5
saraf pusat dan susunan saraf perifer. Meskipun demikian 20% pasien
tetanus tidak memilii riwayat luka yang jelas sebagai port d’ entry .
2. Dari otot yang terkena luka toksin akan menyebar ke otot-otot yang dekat
neural akan meningkat dan terjadi peningkatan jumlah saraf yang terlibat
3. Toksin yang berasal dari jaringan dengan cepat akan menyebar melalui
namun juga dapat melalui kapiler pembuluh darah di dekat depot toksin.
Namun jika deposit di dalam otot lebih banyak tetanus ascenden yang
sepanjang jalur aksonal, setelah penyebaran toksin melalui otot, pertama kan
berikatan dengan reseptor membran terminal presinap di dalam otot. Reseptor ini
sepanjang akson saraf perifer di dalam otot menuju sel-sel kornu anterior segmen
7
medula spinalis yang menginervasi otot –otot yang terinfeksi.
6
2.7 Diagnosis
bakteriologi, dan hanya bergantung pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Hasil
riwayat trauma terbuka pada kulit, tidak pernah vaksinasi komplit dan gejala yang
apabila ditemukannya trismus, risus sardonikus, perut papan dan kuduk kaku.
Clostridium tetani yang berhasil dikultur dari luka hanya sebanyak 30% dan dapat
mendapatkan hasil yang poistif juga pada pasien yang tidak mengidap tetanus atau
4
positif palsu. Apabila penilaian untuk level toksin dan melalui anamnesis serta
7
Tes spatula dideskripsikan memiliki spesifisitas dan sensitivitas yang
tinggi untuk diagnosis klinis tetanus. Pemeriksaan ini melibatkan intrumen dengan
ujung lunak untuk menyentuh dinding posterior dari faring. Hasil pemeriksaan
akan didapatkan kontraksi rahang involunter dan tidak didapatkan reflek muntah
1
normal.
infeksius pada orang tanpa imunitas atau memiliki kadar antibody anti-tetanus
1
yang rendah.
2.8 Penatalaksanaan
Terapi akut dari tetanus adalah pembersihan luka dan antibiotic untuk
kali sehari secara intravena, atau penisilin, 100.000-200.000 IU/kg/hari. Terapi ini
intramuscular, dengan dosis 500 IU, 3000 IU atau lebih, akan tetapi masih dalam
perdebatan apakah penggunaan dosis tinggi lebih efektif atau tidak. Antitoksin
akan menginaktivasi toksin tetanus lepas, akan tetapi untuk toksin yang sudah
didalam saraf tidak akan diinaktivasi oleh antitoksin. Sehingga gejala motoric
8
ruangan yang gelap dan sunyi. Pasien dengan resiko gagal nafas harus segera
dilakukan intubasi karena kejadian kematian sering terjadi pada pasien dengan
5
spasme laring dan paralisis diafragma yang tiba-tiba.
2.9 Komplikasi
spasme dari otot respirasi yang akan mengarah pada gagal nafas atau
terganggunya pernafasan. Fraktur dari tulang belakang dan tulang Panjang juga
dapat terjadi akibat dari kontraksi dan konvulsi yang berlebihan. Hiperaktivitas
dari nervus otonom dapat mengarah kepada hipertensi dan ritme jantung yang
4
abnormal.
di rumah sakit. Infeksi sekunder seperti sepsis dari pemasangan kateter, hospital-
acquired pneumonia dan ulkus decubitus. Pneumonia aspirasi ditemukan pada 50-
4
70% kasus tetanus yang autopsy.
2.10 Prognosis
antara inokulasi spora sampai gejala pertama, dan jeda waktu gejala pertama
6
hingga kejadian spasme tetanik yang pertama.
9
Pasien pada umumnya sembuh dan kembali seperti semula
sebelum tetanus.
2-4 bulan.
2. Spasme
mortalitas 0 – 10%.
32%.
10
Berat : Terdiri dari minimal 4 dari 5 kriteria. Dengan
mortalitas 60 – 84%.
dapat menggunakan kriteria Cole dan Youngman, yang membagi tetanus menjadi
7
3 derajat, sebagai berikut,
1. Derajat 1: Ringan
2. Derajat 2: Sedang
3. Derajat 3: Berat
c. Trismus berat
d. Disfagia berat
11
1. Derajat 1 (Ringan): Trismus ringan sampai sedang, spastisitas
score dan Dakar score. Kedua sistem skoring ini memasukkan kriteria periode
inkubasi dan periode onset, begitu pula manifestasi neurologis dan cardiac.
Phillips score juga memasukkan status imunisasi pasien. Phillips score 18,
severitas berat. Dakar score 0-1, severitas ringan dengan mortalitas 10%; 2-3,
severitas sedang dengan mortalitas 10- 20%; 4, severitas berat dengan mortalitas
20- 40%; 5-6, severitas sangat berat outcome tetanus tergantung berat penyakit
dan fasilitas pengobatan yang tersedia. Jika tidak diobati, mortalitasnya lebih dari
60% dan lebih tinggi pada neonatus. Di fasilitas yang baik, angka mortalitasnya
13% sampai 25%. Hanya sedikit penelitian jangka panjang pada pasien yang
12
sempurna, beberapa pasien mengalami abnormalitas elektroensefalografi yang
7
menetap dan gangguan keseimbangan, berbicara, dan memori.
13
BAB III
LAPORAN KASUS
Alamat : Maumere
Pekerjaan : Pensiunan
3.2 Anamnesis
sejak 12 jam SMRS (Rabu, 23 Agustus 2023). Keluhan terjadi secara bertahap.
Nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-), demam (-). Riwayat trauma (+), pasien
mengeluhkan tertusuk kayu pada plantar pedis dextra 1 minggu yang lalu. Makan
Riwayat Pengobatan:
Setelah tertusuk kayu, luka pasien dibersihkan menggunakan NaCl dan betadine.
14
Riwayat Keluarga: -
Riwayat Sosial: -
Tekanan darah
Nadi
Pernafasan
Frekuensi : 24 x/menit
Jenis : Thorakoabdominal
15
Pola : Normal
Status General
Leher
Thoraks
Abdomen
16
Lien : Tidak teraba
Ekstremitas
(-/-)
(-/-)
Status Neurologis
A. Kesan Umum
Opistotonus : Positif
Kranium
Bentuk : Normochepali
Fontanel : Tertutup
17
Perkusi : Tidak dievaluasi
Simetris : Simetris
Kedudukan : Normal
B. Pemeriksaan Khusus
2. Saraf Otak
18
Skotom : Sulit dievaluasi
Nervus Occulomotoris (N. III), Nervus Trochlearis (N. IV) dan Nervus Abdusen
(N. IV)
Nistagmus : -/-
Ptosis : -/-
Pupil
Ukuran : 3 mm/3mm
Refleks Pupil
Motorik : Normal
Refleks Kornea
19
Konsensual : Tidak dievaluasi
Gerakan Involunter
Indra Pengecap
20
Pahit : Tidak dievaluasi
Nervus Glossopharyngeal (N. IX), Nervus Vagus (N. X), Nervus Accesorius
Menelan : Sulit
Lidah
21
Ujung Lidah Saat Dijulurkan : Sulit dievaluasi
Simetris : Simetris
Tenaga : Normal
Refleks Fisiologis
Biseps : ++ / ++
Triseps : ++ / ++
Radius : ++ / ++
Hoffman-Tromner :-/-
Refleks primitive
Sensibilitas Exteroceptif
22
Perasa nyeri : Sulit dievaluasi
Propioseptif
Koordinasi
Vegetative
23
Gerakan involunter
4. Badan
Keadaan otot
24
Sensibilitas
Koordinasi
Vegetative
Simetris : Simetris
Tenaga : Normal
Refleks fisiologis
Achilles (APR) : ++ / ++
Babinski :-/-
Oppenheim :-/-
25
Chaddock :-/-
Gordon :-/-
Schaefer :-/-
Stransky :-/-
Gonda :-/-
Mendel-bechterew :-/-
Rossolimo :-/-
Klonus
Paha :-/-
Kaki :-/-
Sensibilitas
Koordinasi
26
Berjalan maju-mundur : Tidak dievaluasi
Vegetative
Gerakan involunter
6. Fungsi luhur
27
Aleksia : Tidak dievaluasi
28
29
3.4.2 Pemeriksaan Rontgen
30
3.4.3 Pemeriksaan EKG
31
3.5 Resume
Pasien wanita usia 74 tahun dating dengan keluhan leher kaku dan
dirasakan semakin parah dan baru dirasakan pertama kali. Pasien mengeluhkan
tersedak pada senin malam. Nyeri kepala (-), pingsan (-), mual (-), muntah (-),
demam (-), kejang (-), nyeri dada (-). BAB dan BAK lancer. Riwayat trauma (+),
pasien memiliki riwayat tertusuk kayu pada plantar pedis sinistra 1 minggu yang
lalu. Setelah tertusuk kayu, luka pasien dibersihkan menggunakan NaCl dan
x/menit, RR: 22 x/menit, SpO2: 96%, Suhu: 36,5oC. Pada pemeriksaan status
dan kuduk kaku (+). Pada pemeriksaan abdomen didapatkan perut papan (+) dan
opistotonus (+).
putih (11,16 x 103/uL), peningkatan jumlah monosit (0,81 x 10 3/uL), jumlah sel
darah merah dan platelet dalam batas normal. Pemeriksaan foto thoraks
didapatkan kesan aortosklerosis dan diagfragma dextra letak tinggi suspek ec.
32
gelombang T abnormal mengarah ke ischemia dan pemanjangan interval QT,
mengarah ke STEMI.
3.6 Diagnosis
kuduk kaku
3.7 Penatalaksanaan
NaCl 0,9%
Ceftriaxone 1 x 1 gr IV
Metronidazole 3 x 500 mg IV
Paracetamol 3 x 1 gr IV
Pemasangan NGT
Ranitidin 2 x 1 amp IV
3.8 Follow Up
Tanggal Follow up
O:
33
- TD: 159/118 mmHg
- Nadi: 115 x/menit
- RR: 20 x/menit
- SpO2: 96%
- Suhu: 36,3oC
Meningeal sign: -
Opistotonus (+)
A:
P:
O:
34
- KS: E4V5M6
- TD: 90/60 mmHg
- Nadi: 98 x/menit
- RR: 24 x/menit
- SpO2: 86%
- Suhu: 36,9oC
- GDS: 133
Trismus (-)
Opistotonus (+)
A:
P:
Anestesi
35
O:
A: Cardiac arrest
P:
- RJP 1 siklus
- Cek nadi: Tidak teraba
- EKG: PEA
- RJP 1 siklus
- Keluarga meminta menghentikan RJP
- EKG asystole
- Menyatakan pasien meninggal kepada keluarga
36
BAB IV
PEMBAHASAN
sejak 12 jam SMRS (Rabu, 23 Agustus 2023). Keluhan terjadi secara bertahap.
Nyeri kepala (-), mual (-), muntah (-), demam (-). Riwayat trauma (+), pasien
mengeluhkan tertusuk kayu pada plantar pedis dextra 1 minggu yang lalu. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan trismus (+), kuduk kaku (+), perut papan (+), dan
oppistotonus (+).
luka yang terkontaminasi dengan debu, tanah, tinja binatang, pupuk. Bila keadaan
disertai terdapatnya jaringan nekrosis, lekosit yang mati, benda–benda asing maka
tertusuk, kemudian pada pemeriksaan fisik didapatkan pula trismus, perut papan,
37
kuduk kaku dan oppistotonus, dan semua hal ini sesuai dengan teori mengenai
bila kejang, maksimal 60 mg/24 jam dan Ranitidin 2 x 1 amp IV. Hal ini sesuai
dikarenakan onset dari pasien terluka hingga mengalami gejala pertama hanya
berjarak kurang dari 2 minggu serta kejadian spasme pertama dari gejala pertama
dimulai juga kurang dari 48 jam. Pasien juga mengalami spasme dan rahang
38
BAB V
KESIMPULAN
disebabkan oleh bakteri gram positif Clostridium tetani. Bakteri ini menghasilkan
tetanotoksin yang dapat mengakibatkan rigiditas dan spasme otot. Gejala khas
dari tetanus adalah trismus, perut papan, opistotonus, dan risus sardonikus. Tidak
• Pembersihan Luka
• ICU
• Lakukan intubasi
39
DAFTAR PUSTAKA
2. Almas T, Niaz MA, Zaidi SMJ, Haroon M, Khedro T, Alsufyani R, et al. The Spectrum of
Clinical Characteristics and Complications of Tetanus: A Retrospective Cross-Sectional
Study From a Developing Nation. Cureus. 2021 Jun 7;
3. Farrar JJ, Yen LM, Cook T, Fairweather N, Binh N, Parry J, et al. Tetanus. Vol. 69, Journal
of Neurology Neurosurgery and Psychiatry. 2000. p. 292–301.
4. Tiwari T, Moro P, Acosta A. Preventable Disease. The Pink Book. Chapter 21: Tetanus.
14th ed. CDC; 2011. 315–328 p.
5. Taylor AM. Tetanus. Continuing Education in Anaesthesia, Critical Care and Pain.
2006;6(3):101–4.
6. Hinfey P. Tetanus [Internet]. Emedicine Medscape. 2023 [cited 2023 Sep 13]. Available
from: https://emedicine.medscape.com/article/229594-overview?
icd=login_success_gg_match_norm
7. Safrida W, Syahrul. Tata Laksana Tetanus Generalisata Dengan Karies Gigi (Laporan
Kasus). Cakradonya Dental Journal [Internet]. 10(1):86–95. Available from:
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/CDJ
40