You are on page 1of 41

KSM/BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM LAPORAN KASUS

RSUD dr. T. C. HILLERS OKTOBER 2023

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN


UNIVERSITAS NUSA CENDANA

TOP TEN DISEASE

TUBERCULOSIS

Disusun oleh:

Ryan Arnold Ethelbert, S. Ked

Pembimbing:

dr. Angela Merici Bunga Boro, Sp.PD

DIBAWAKAN DALAM KEPANITERAAN KLINIK

KSM/BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD dr. T. C. HILLERS

MAUMERE

2023
HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING

Top Tens Disease ini diajukan oleh:

Nama : Ryan Arnold Ethelbert, S.Ked

NIM : 2308020014

Telah berhasil dibacakan dan dipertahankan di hadapan pembimbing klinik

sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk mengikuti ujian kepanitraan

klinik di KSM/bagian ilmu Penyakit Dalam RSUD dr. T. C. Hillers Maumere.

Pembimbing Klinik

1. dr. Angela Merici Bunga Boro, Sp.PD 1. ..........................................

Ditetapkan di : Maumere

Tanggal : Oktober 2023

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan

anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas Top Ten Diseases

yang berjudul “Tuberculosis”. Top Ten Diseases ini dibuat untuk memenuhi

persyaratan ujian kepanitraan klinik di bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas

Kedokteran dan Kedokteran Hewan Universitas Nusa Cendana.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

(1) dr. Asep Purnama, Sp.PD selaku ketua SMF bagian Ilmu Saraf RSUD dr.

T. C. Hillers yang telah memberikan bimbingan, memberikan kesempatan

penulis untuk belajar, membagikan ilmu dan pengetahuan, serta

menyediakan waktu, tenaga, dan pikiran dalam penulisan Top Ten

Diseases ini.

(2) dr. Angela Merici Bunga Boro, Sp.PD selaku pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, memberikan kesempatan penulis untuk belajar,

membagikan ilmu dan pengetahuan, serta menyediakan waktu, tenaga, dan

pikiran dalam penulisan Top Ten Diseases ini.

(3) dr. Jessica, dr. Henry dan dr. Indry yang telah memberikan bimbingan dan

dukungannya dalam penulisan Top Ten Diseases ini.

(4) Seluruh staf dan karyawan Instalasi Penyakit Dalam RSUD dr. T, C.

Hillers Maumere.

(5) Teman-teman dokter muda di KSM/Bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD

dr. T, C. Hillers Maumere.

iii
(6) Seluruh pihak yang telah membantu terutama orang tua dan keluarga yang

telah memberikan dukungan baik dalam bentuk doa maupun materi dalam

proses belajar di KSM bagian Ilmu Penyakit Dalam RSUD dr. T. C.

Hillers.

Penulis menyadari bahwa Top Ten Diseases ini masih jauh dari

kesempurnaan oleh karena itu semua saran dan kritik yang konstruktif sangat

diharapkan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga Top Ten Diseases ini dapat

memberikan manfaat kepada serta menjadi sumber motivasi dan inspirasi untuk

pembuatan laporan selanjutnya.

Maumere, Oktober 2023

Penulis

iv
DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING...............................................................ii


KATA PENGANTAR.....................................................................................................iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1
BAB II LAPORAN KASUS............................................................................................2
2.1 Identitas Pasien....................................................................................................2
2.2 Anamnesis............................................................................................................2
2.3 Pemeriksaan Fisik...............................................................................................3
2.4 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................................5
2.5 Diagnosis..............................................................................................................7
2.6 Planning...............................................................................................................7
2.7 Edukasi.................................................................................................................8
BAB III TINJAUAN PUSTAKA....................................................................................9
3.1 Definisi Tuberculosis...........................................................................................9
3.2 Epidemiologi........................................................................................................9
3.3 Etiologi...............................................................................................................13
3.4 Faktor Resiko.....................................................................................................14
3.5 Klasifikasi...........................................................................................................15
3.6 Gejala Klinis......................................................................................................19
3.7 Patofisiologi........................................................................................................20
3.8 Diagnosis............................................................................................................21
3.9 Penatalaksanaan................................................................................................24
3.10 Komplikasi.........................................................................................................30
3.11 Prognosis............................................................................................................30
BAB IV PEMBAHASAN...............................................................................................32
BAB V KESIMPULAN..................................................................................................34
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................35

v
vi
BAB I
PENDAHULUAN

Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

tahan asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian

besar kuman TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan

TB paru, namun bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh

lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra

paru lainnya.

Menurut laporan WHO, Indonesia berada dalam daftar 30 negara dengan

beban tuberculosis tertinggi didunia dan menempati peringkat tertinggi ketiga di

dunia terkait angka kejadian tuberculosis. Insidensi tuberkulosis di Indonesia pada

tahun 2021 adalah 300-499 kasus per 100.000 penduduk dan diperkirakan sekitar

845.000 penduduk menderita tuberkulosis pada tahun 2018.

Gejala klinis pada infeksi TB sangatlah beragam bergantung pada lokasi

infeksi. Gejala dapat berupa batuk kronis, malaise, penurunan berat badan,

keringat malam, dan sesak nafas. Penegakan diagnosis Tb haruslah secara

bakteriologis. Akan tetapi apabila pemeriksaan bakteriologis tidak dapat

dilakukan, maka penengakan diagnosis dapat dilakukan secara radiologis dan

klinis.

Penatalaksanaan TB yaitu menggunakan kombinasi obat-obat OAT

dengan minimal 4 jenis obat yang berbeda, dengan dibagi menjadi 2 tahap yaitu

tahap awal dan lanjut. Secara umum, prognosis dari infeksi TB adalah baik.

1
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. ES

Tanggal lahir/Umur : 27 Februari 1956 / 67 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Status Pernikahan : Menikah

Ruang : Mawar

Masuk Rumah Sakit : 02 Oktober 2023

2.2 Anamnesis

Anamnesis dilakukan secara heteroanamnesis pada tanggal 05 Oktober

2023 di ruang rawat inap Mawar.

a. Keluhan Utama : Pasien datang dengan keluhan lemah tubuh,


demam dan batuk

b. Riwayat Penyakit : Pasien datang dengan rujukan dari PKM Paga


Sekarang dengan susp. CKD. Px awalnya mengeluhkan
batuk berdahak disertai demam ± 1 minggu
SMRS. Pasien juga mengeluhkan berkeringat
pada malam hari dan nyeri pinggang ± 1
minggu SMRS. Sesak (-).

c. Riwayat Penyakit : Hipertensi dan DM disangkal. Riwayat TB


Dahulu (-), riwayat kontak pasien TB (-)

d. Riwayat Penyakit : -
Keluarga

e. Riwayat Sosial : Merokok (-), minum alkohol (-)


Ekonomi

2
2.3 Pemeriksaan Fisik

Keadaan Umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)

TTV

 TD : 120/70 mmHg

 Nadi : 89x/menit, kuat angkat, reguler

 Suhu : 36 C
O

 RR : 20 x/menit

 SpO 2 : 97%

Status Generalisata

 Kulit : Ikterik (-), Sianosis (-), pucat (-)

 Kepala : Nromocephaly, rambut hitam dan putih, tidak mudah

dicabut

 Mata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor

2mm/2mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung (+/+), mata

cekung (-/-)

 Hidung : Tidak ada deformitas, rhinore (-), deviasi septum (-/-),

pernapasan cuping hidung (-)

 Telinga : Simetris, tidak ada deformitas, otore (-), nyeri tekan

mastoid (-)

 Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis (-), pucat (-), perdarahan

gusi (-), plak putih (-), atrofi lidah (-)

3
 Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)

Thorax

 Bentuk : simetris, retraksi (-), scar (-)

 Pulmo anterior

o Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-),

pelebaran sela iga (-)

o Palpasi : taktil fremitus D=S, nyeri tekan (-) pada kedua

dinding dada

o Perkusi : sonor pada lapang paru atas kiri, paru atas kanan,

paru bawah kiri dan hiposonor dilapang paru bawah kanan

+¿ ¿ +¿ ¿ −¿ ¿
o Auskultasi: vesikuler ( +¿ ¿ ¿ / +¿ ¿ ¿ ), Wheezing ( −¿ ¿ ¿ /
+¿ +¿ −¿
−¿ ¿ +¿ ¿ +¿ ¿
−¿ ¿ ¿ ), Ronkhi ( +¿ ¿ ¿ / +¿ ¿ ¿ )
−¿ −¿ −¿

 Pulmo posterior

o Inspeksi : simetris saat statis dan dinamis, retraksi

(-),pelebaran sela iga (-)

o Palpasi : taktil fremitus D=S, nyeri tekan (-) pada kedua

dinding dada posterior.

o Perkusi : sonor diseluruh lapangan paru.

+¿ ¿ +¿ ¿ −¿ ¿
o Auskultasi: vesikuler ( +¿ ¿ ¿ / +¿ ¿ ¿ ), Wheezing ( −¿ ¿ ¿ /
+¿ +¿ −¿
−¿ ¿ +¿ ¿ +¿ ¿
−¿ ¿ ¿ ), Ronkhi ( +¿ ¿ ¿ / +¿ ¿ ¿ )
−¿ −¿ −¿

Cor

4
 Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

 Palpasi : ictus cordis teraba di ICS 5 midclavicula line sinistra,

thrill (-)

 Perkusi :

o Batas kanan atas ICS II parasternal dektra

o Batas kanan bawah ICS IV parasternal dextra

o Batas kiri atas ICS II parasternal sinistra

o Batas kiri bawah ICS V midclavicula sinistra

 Auskultasi : BJ I,II,iregular, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

 Inspeksi : kesan datar, tidak terlihat pelebaran vena

 Auskultasi: Supel, bising usus (+), nyeri tekan (-)

 Palpasi : distensi (-), Nyeri tekan epigastrium (-), hepar dan lien

tidak teraba dibawah arcus costa

 Perkusi : timpani pada seluruh regio abdomen

Ekstermitas


−¿ ¿ / −¿ ¿ ) pada kaki,
Akral teraba hangat, CRT < 2 detik, Edema ( −¿ ¿ −¿ ¿

jejas (-), nyeri pada persendian (-)

2.4 Pemeriksaan Penunjang

2.4.1 Darah Lengkap

Parameter Hasil Ket Satuan Nilai Rujukan


WBC 9,43 N 10^3/uL 4,5 – 11
RBC 4,10 L 10^6/uL 4,70-6,00
HGB 9,2 L g/dL 13,5-17,5
MCV 72,9 L Fl 78 – 100

5
MCH 22,4 L Pg 27-31
MCHC 30,8 L g/dL 32,0-36,0
HCT 29,9 L % 37-47,5
PLT 288 N 10^3/L 150-450
Neutrofil 65,8 ± N % 52,0-76,0
Eosinofil 7,8 ± H % 0,0-4,0
Basofil 0,1 ± N % 0,0-1,0
Limfosit 14,3 ± L % 20,0-44,0
Monosit 12,0 ± H % 2,0-9,0

2.4.2 Fungsi Hati

Parameter Hasil Ket Satuan Nilai Rujukan


SGPT 13 N U/L 10 – 40

2.4.3 Fungsi Ginjal

Parameter Hasil Ket Satuan Nilai Rujukan


Ureum 9 L mg/dL 17,1 – 42,8
P: 0,5 – 11:
Kreatinin 0,64 N mg/dL
L: 0,7 – 1,3
BUN 4 L mg/dL 7 – 21

2.4.4 Gula Darah

Parameter Hasil Ket Satuan Nilai Rujukan


GDS 116 N mg/dL < 200

2.4.5 Elektrolit

Parameter Hasil Ket Satuan Nilai Rujukan


Natrium 123 L mmol/L 136 – 145
Kalium 3,2 L mmol/L 3,5 – 5,0
Klorida 86 L mmol/L 98 – 107

2.4.6 Mikrobiologi-Imunologi-Parasitologi

Ke
Parameter Hasil Satuan Nilai Rujukan
t
SARS-CoV-2 Negatif - - Negatif

6
Antigen
MTB
DETECTED - - MTB NOT DETECTED
HIGH
TCM
RIF
GeneXpert
Resistance RIF Resistance NOT
- -
NOT DETECTED
DETECTED

2.4.7 Foto Thorax

Kesan:

- Peningkatan corakan bronkovaskuler di kedua pulmo dengan infiltrate di

apex dextra dan konsolidasi di parahiller-paracardial dextra aspek lateral,

serta efusi pleura dextra, mengarah pleuropneumonia dextra (infeksi non-

spesifik), suspek dengan TB Pulmo Dextra aktif

- Besar COR normal

- Tulang tervisualisasi intak

2.5 Diagnosis

2.5.1 Diagnosis Awal

1. General weakness ec. Imbalance electrolyte

2. Susp. TB Paru Dextra

3. Dyspepsia

4. Anemia sedang

5. Geriatric syndrome

2.5.2 Diagnosis Akhir

1. TB Paru on OAT

2. Hipokalemia

7
3. Hiponatremia

2.6 Planning

2.6.1 Planning Diagnostik

Rontgen Thorax, EKG, DL, Ureum, Kreatinin, SGPT, GDS, Elektrolit,

TCM TB

2.6.2 Planning Terapi

Rawat Inap

NK 3-5 LPM target O2 > 95%

IVFD NaCl 0,9% 1000 cc/24 jam

PO NaC 3x200 mg

PO Azitromisin 1x500 mg

PO KSR 1x1

PO OAT 1x4 tab

2.6.3 Planning Monitoring

TTV

Keluhan

2.7 Edukasi

1. Kondisi pasien dan resiko komplikasi

2. Minum obat teratur dan habiskan selama 6 bulan

8
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Tuberculosis

Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

tahan asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian

besar kuman TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan

TB paru, namun bakteri ini juga memiliki kemampuan menginfeksi organ tubuh

lainnya (TB ekstra paru) seperti pleura, kelenjar limfe, tulang, dan organ ekstra
1
paru lainnya.

3.2 Epidemiologi

Menurut laporan WHO, Indonesia berada dalam daftar 30 negara dengan

beban tuberculosis tertinggi didunia dan menempati peringkat tertinggi ketiga di

dunia terkait angka kejadian tuberculosis. Insidensi tuberkulosis di Indonesia pada

tahun 2021 adalah 300-499 kasus per 100.000 penduduk dan diperkirakan sekitar

845.000 penduduk menderita tuberkulosis pada tahun 2018. Laporan WHO juga

memperkirakan angka kematian tuberkulosis di Indonesia yaitu sekitar 35 per

9
100.000 penduduk atau terdapat sekitar 93.000 orang meninggal akibat
2–4
tuberkulosis pada tahun 2018.

Gambar 3.1 Ratio TB dunia tahun 2021 2

Beban penyakit tuberkulosis yang tertinggi diperkirakan berada pada

kelompok usia muda dan produktif 25-34 tahun, dengan prevalensi 753 per

100.000 penduduk. Survei Prevalensi Tuberkulosis di Indonesia (SPTB) 2013-

2014 menunjukkan prevalensi tuberkulosis pada laki-laki lebih tinggi

dibandingkan dengan prevalensi tuberkulosis pada perempuan (1.083 per 100.000

penduduk dibandingkan dengan 461 per 100.000 penduduk). Beban kejadian

tuberkulosis di perkotaan lebih tinggi (846 per 100.000 populasi) dibandingkan

dengan pedesaan (674 per 100.000 populasi) dan di antara lansia yang berusia di
3
atas 65 tahun (1.582 per 100.000).

Jumlah penemuan dan pelaporan kasus tuberkulosis (selanjutnya disebut

“notifikasi kasus tuberkulosis”) meningkat tajam sejak tahun 2017 sebagai hasil

dari upaya penyisiran kasus tuberkulosis di rumah sakit. Notifikasi kasus

tuberkulosis meningkat dari 443.670 kasus pada tahun 2017 menjadi 565.869

kasus pada tahun 2018. Walaupun notifikasi kasus tuberkulosis meningkat dari

10
2017 ke tahun 2018, namun penegakan diagnosis tuberkulosis secara bakteriologis

menurun sekitar sekitar 5% diantara kasus tuberkulosis yang terlaporkan pada


3
tahun 2017 dan 2018.

Gambar 3.2 Jumlah kasus TB ternotifikasi di Indonesia 2013-2018 4

Di tingkat provinsi, ada lima provinsi yang berkontribusi lebih dari 50%

notifikasi kasus tuberkulosis tahun 2018, yaitu yakni Jawa Barat (105.794 kasus),

Jawa Timur (71.791 kasus), Jawa Tengah (65.014 kasus), DKI Indonesia (41.441

kasus), dan Sumatera Utara (35.035 kasus) (Gambar 9) dimana kelima provinsi ini
3
merupakan wilayah dengan jumlah penduduk terpadat se-Indonesia.

11
Gambar 3.3 Notifikasi kasus TB (kasus baru dan sembuh) menurut provinsi 3

Survei resistensi obat anti tuberkulosis (SROAT) pada tahun 2017-2018

memperkirakan proporsi Resistensi Rifampisin (RR) kasus baru tuberkulosis

sebesar 2,6% (1,9-2,5%) dan kasus pengobatan ulang tuberkulosis sebesar 17,8%

(12,5-24,7%) diantara kasus tuberkulosis dengan hasil pemeriksaan dahak bakteri

tahan asam (BTA) positif. Proporsi kasus tuberkulosis multi-drug resistant

tuberculosis (TB MDR) pada kasus baru tuberkulosis sebesar 1,4% (0,9-2,2%)

dan kasus pengobatan ulang tuberkulosis sebesar 12,4% (8-18,7%) di antara kasus

tuberkulosis dengan BTA positif (Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

dan Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2018). Perkiraan

tingkat kejadian TB MDR tahun 2018 adalah 8,8 kasus per 100.000 penduduk
3
atau sebesar 24.000 kasus.

WHO memperkirakan insidens tuberkulosis dengan koinfeksi HIV (TB-

HIV) adalah 7,9 (95% CI: 3,3-14) per 100.000 penduduk atau sekitar 21.000 (95%

CI: 8.900- 38.000) kasus TB-HIV pada tahun 2018 (WHO, 2019a). Proporsi

pasien TB-MDR dengan infeksi HIV sebesar 3-5% pada tahun 2014-2016, dan

5% pada tahun 2018. Proporsi pasien tuberkulosis yang dites HIV meningkat dari

3,2% di tahun 2013 menjadi 37,5% di tahun 2018,sebaliknya, proporsi HIV

positif diantara pasien tuberkulosis yang dites HIV-nya menurun dari 23% di
3
tahun 2013 menjadi 5% di tahun 2018.

12
Gambar 3.4 Tren proporsi kasus TB yang dites HIV dan hasil tes HIV positif
tahun 2013-2018 3

Provinsi Bali memiliki proporsi kasus tuberkulosis tertinggi yang dites

untuk HIV atau dengan status HIV yang diketahui (76%), sedangkan Provinsi
3
Aceh merupakan provinsi dengan kasus TB-HIV terendah (13%).

Gambar 3.5 Distribusi proporsi kasus TB yang mengetahui status HIV menurut
kabupaten/kota tahun 2018 3

3.3 Etiologi

Terdapat 5 bakteri yang berkaitan erat dengan infeksi TB:

Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis, Mycobacterium africanum,

13
Mycobacterium microti and Mycobacterium cannettii. M.tuberculosis (M.TB),

hingga saat ini merupakan bakteri yang paling sering ditemukan, dan menular

antar manusia melalui rute udara. Basil Mycobacterium tuberkulosis tipe

humanus, sejenis kuman yang berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/mm

dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar kuman terdiri atas asam lemak (lipid). Lipid

inilah yang menyebabkan kuman tahan asam, sehingga basil ini digolongkan

menjadi Basil tahan Asam (BTA) maksudnya bila basil ini di warnai, maka warna
1,5
ini tidak akan luntur walaupun pada bahan kimia yang tahan asam.

3.4 Faktor Resiko

Terdapat beberapa kelompok orang yang memiliki risiko lebih tinggi


1
untuk mengalami penyakit TB, kelompok tersebut adalah:

1. Orang dengan HIV positif dan penyakit imunokompromais lain.

2. Orang yang mengonsumsi obat imunosupresan dalam jangka waktu

panjang.

3. Perokok

4. Konsumsi alkohol tinggi

5. Anak usia <5 tahun dan lansia

6. Memiliki kontak erat dengan orang dengan penyakit TB aktif yang

infeksius.

7. Berada di tempat dengan risiko tinggi terinfeksi tuberculosis (contoh:

lembaga permasyarakatan, fasilitas perawatan jangka panjang)

8. Petugas kesehatan 1

14
3.5 Klasifikasi

Pasien TB yang terkonfirmasi bakteriologis adalah pasien TB yang

terbukti positif bakteriologi pada hasil pemeriksaan (contoh uji bakteriologi

adalah sputum, cairan tubuh dan jaringan) melalui pemeriksaan mikroskopis

langsung, TCM TB, atau biakan. Termasuk dalam kelompok pasien ini adalah

1. Pasien TB paru BTA positif

2. Pasien TB paru hasil biakan M.TB positif

3. Pasien TB paru hasil tes cepat M.TB positif

4. Pasien TB ekstra paru terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan

BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena.

5. TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis. 1

Pasien TB terdiagnosis secara klinis adalah pasien yang tidak memenuhi

kriteria terdiagnosis secara bakteriologis tetapi didiagnosis sebagai pasien TB

aktif oleh dokter, dan diputuskan untuk diberikan pengobatan TB. Termasuk

dalam kelompok pasien ini adalah:

1. Pasien TB paru BTA negatif dengan hasil pemeriksaan foto toraks

mendukung TB.

2. Pasien TB paru BTA negatif dengan tidak ada perbaikan klinis setelah

diberikan antibiotika non-OAT, dan mempunyai faktor risiko TB

3. Pasien TB ekstra paru yang terdiagnosis secara klinis maupun laboratoris

dan histopatologis tanpa konfirmasi bakteriologis.

4. TB anak yang terdiagnosis dengan sistim skoring. 1

15
Pasien TB yang terdiagnosis secara klinis dan kemudian terkonfirmasi

bakteriologis positif (baik sebelum maupun setelah memulai pengobatan) harus

diklasifikasi ulang sebagai pasien TB terkonfirmasi bakteriologis. Diagnosis TB

dengan konfirmasi bakteriologis atau klinis dapat diklasifikasikan berdasarkan :

1. Klasifikasi berdasarkan lokasi anatomis:

a. TB paru adalah kasus TB yang melibatkan parenkim paru atau

trakeobronkial. TB milier diklasifikasikan sebagai TB paru karena

terdapat lesi di paru. Pasien yang mengalami TB paru dan ekstra

paru harus diklasifikasikan sebagai kasus TB paru.

b. TB ekstra paru adalah kasus TB yang melibatkan organ di luar

parenkim paru seperti pleura, kelenjar getah bening, abdomen,

saluran genitorurinaria, kulit, sendi dan tulang, selaput otak. Kasus

TB ekstra paru dapat ditegakkan secara klinis atau histologis

setelah diupayakan semaksimal mungkin dengan konfirmasi


1
bakteriologis.

2. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan:

a. Kasus baru adalah pasien yang belum pernah mendapat OAT

sebelumnya atau riwayat mendapatkan OAT kurang dari 1 bulan (<

dari 28 dosis bila memakai obat program).

b. Kasus dengan riwayat pengobatan adalah pasien yang pernah

mendapatkan OAT 1 bulan atau lebih (>28 dosis bila memakai

obat program). Kasus ini diklasifikasikan lebih lanjut berdasarkan

hasil pengobatan terakhir sebagai berikut:

16
i. Kasus kambuh adalah pasien yang sebelumnya pernah

mendapatkan OAT dan dinyatakan sembuh atau

pengobatan lengkap pada akhir pengobatan dan saat ini

ditegakkan diagnosis TB episode kembali (karena

reaktivasi atau episode baru yang disebabkan reinfeksi).

ii. Kasus pengobatan setelah gagal adalah pasien yang

sebelumnya pernah mendapatkan OAT dan dinyatakan

gagal pada akhir pengobatan.

iii. Kasus setelah loss to follow up adalah pasien yang pernah

menelan OAT 1 bulan atau lebih dan tidak meneruskannya

selama lebih dari 2 bulan berturut-turut dan dinyatakan loss

to follow up sebagai hasil pengobatan.

iv. Kasus lain-lain adalah pasien sebelumnya pernah

mendapatkan OAT dan hasil akhir pengobatannya tidak

diketahui atau tidak didokumentasikan.

v. Kasus dengan riwayat pengobatan tidak diketahui adalah

pasien yang tidak diketahui riwayat pengobatan

sebelumnya sehingga tidak dapat dimasukkan dalam salah


1
satu kategori di atas.

3. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan uji kepekaan obat Berdasarkan

hasil uji kepekaan, klasifikasi TB terdiri dari:

a. Monoresisten: resistensi terhadap salah satu jenis OAT lini

pertama.

17
b. Poliresisten: resistensi terhadap lebih dari satu jenis OAT lini

pertama selain isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.

c. Multidrug resistant (TB MDR): minimal resistan terhadap

isoniazid (H) dan rifampisin (R) secara bersamaan.

d. Extensive drug resistant (TB XDR): TB-MDR yang juga resistan

terhadap salah satu OAT golongan fluorokuinolon dan salah satu

dari OAT lini kedua jenis suntikan (kanamisin, kapreomisin, dan

amikasin).

e. Rifampicin resistant (TB RR): terbukti resistan terhadap

Rifampisin baik menggunakan metode genotip (tes cepat) atau

metode fenotip (konvensional), dengan atau tanpa resistensi

terhadap OAT lain yang terdeteksi. Termasuk dalam kelompok TB

RR adalah semua bentuk TB MR, TB PR, TB MDR dan TB XDR


1
yang terbukti resistan terhadap rifampisin.

4. Klasifikasi berdasarkan status HIV

a. Kasus TB dengan HIV positif adalah kasus TB terkonfirmasi

bakteriologis atau terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki

hasil tes HIV-positif, baik yang dilakukan pada saat penegakan

diagnosis TB atau ada bukti bahwa pasien telah terdaftar di register

HIV (register pra ART atau register ART).

b. Kasus TB dengan HIV negatif adalah kasus TB terkonfirmasi

bakteriologis atau terdiagnosis klinis pada pasien yang memiliki

hasil negatif untuk tes HIV yang dilakukan pada saat ditegakkan

18
diagnosis TB. Bila pasien ini diketahui HIV positif di kemudian

hari harus kembali disesuaikan klasifikasinya.

c. Kasus TB dengan status HIV tidak diketahui adalah kasus TB

terkonfirmasi bakteriologis atau terdiagnosis klinis yang tidak

memiliki hasil tes HIV dan tidak memiliki bukti dokumentasi telah

terdaftar dalam register HIV. Bila pasien ini diketahui HIV positif
1
dikemudian hari harus kembali disesuaikan klasifikasinya.

3.6 Gejala Klinis

Gejala penyakit TB tergantung pada lokasi lesi, sehingga dapat

menunjukkan manifestasi klinis sebagai berikut:

1. Batuk ≥ 2 minggu

2. Batuk berdahak

3. Batuk berdahak dapat bercampur darah

4. Dapat disertai nyeri dada

5. Sesak napas

Dengan gejala lain meliputi:

1. Malaise

2. Penurunan berat badan

3. Menurunnya nafsu makan

4. Menggigil

5. Demam

6. Berkeringat di malam hari 1

19
3.7 Patofisiologi

Nukleus droplet yang mengandung basili tuberculosis dihirup, memasuki

paru-paru dan menetap di alveolus. Basilus tuberculosis akan tumbuh perlahan

dan bermultiplikasi setiap 23-32 jam sekali didalam makrofag. Mycobacterium

tidak memiliki endotoksin ataupun eksotoksin, sehingga tidak terjadi reaksi imun

segera dari host yang terinfeksi. Bakteri kemudian akan terus tumbuh dalam 2-12

minggu dan jumlahnya akan mencapai 103-104, yang merupakan jumlah yang

cukup untuk menimbulkan sebuah respon imun seluler yang dapat dideteksi dalam
1,6
reaksi pada uji tuberkulin skin test.

Dalam 2-8 minggu sel imun makrofag akan mengfagositosis basili

tuberculosis dan membentuk pembatas yang khas yang biasa disebut dengan

granuloma. Apabila sistem imun tidak dapat mengkontrol basili tuberculosis maka

bakteri akan merusak makrofag dan mengeluarkan produk berupa tuberkel basilus

dan kemokin yang kemudian akan menstimulasi respon imun. Sebelum imunitas

seluler berkembang, sejumlah basili tuberculosis akan masuk ke dalam aliran

darah dan sistem limfatik, sehingga menyebar ke seluruh tubuh. Basili

tuberculosis dapat mencapai berbagai bagian tubuh, dimana yang tersering adalah
1,6
otak, laring, nodus limfatik, tulang belakang, tulang dan ginjal.

20
Gambar 3.6 Patogenesis TB 7

3.8 Diagnosis

Semua pasien terduga TB harus menjalani pemeriksaan bakteriologis

untuk mengkonfirmasi penyakit TB. Pemeriksaan bakteriologis merujuk pada

pemeriksaan apusan dari sediaan biologis (dahak atau spesimen lain),

pemeriksaan biakan dan identifikasi M. tuberculosis atau metode diagnostik cepat


1
yang telah mendapat rekomendasi WHO.

Pada wilayah dengan laboratorium yang terpantau mutunya melalui

sistem pemantauan mutu eksternal, kasus TB Paru BTA positif ditegakkan

berdasarkan hasil pemeriksaan BTA positif, minimal dari satu spesimen. Pada

daerah dengan laboratorium yang tidak terpantau mutunya, maka definisi kasus

TB BTA positif bila paling sedikit terdapat dua spesimen dengan BTA positif.

WHO merekomendasikan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan minimal terhadap

rifampisin dan isoniazid pada kelompok pasien berikut:

21
1. Semua pasien dengan riwayat pengobatan OAT. Hal ini dikarenakan TB

resistan obat banyak ditemukan terutama pada pasien yang memiliki

riwayat gagal pengobatan sebelumnya.

2. Semua pasien dengan HIV yang didiagnosis TB aktif. Khususnya mereka

yang tinggal di daerah dengan prevalensi TB resistan obat yang tinggi.

3. Pasien dengan TB aktif yang terpajan dengan pasien TB resistan obat.

4. Semua pasien baru di daerah dengan kasus TB resistan obat primer >3%.

5. Pasien baru atau riwayat OAT dengan sputum BTA tetap positif pada

akhir fase intensif. Sebaiknya dilakukan pemeriksaan sputum BTA pada


1
bulan berikutnya.

Pemeriksaan biakan dan uji kepekaan dapat dilakukan dengan 2 metode:

1. Metode konvensional uji kepekaan obat

Pemeriksaan biakan M.TB dapat dilakukan menggunakan 2

macam medium padat (Lowenstein Jensen /LJ atau Ogawa) dan media

cair MGIT (Mycobacterium growth indicator tube). Biakan M.TB pada

media cair memerlukan waktu yang singkat minimal 2 minggu, lebih

cepat dibandingkan biakan pada medium padat yang memerlukan waktu


1
28-42 hari.

2. Metode cepat uji kepekaan obat (uji diagnostik molekular cepat)

Pemeriksaan molekular untuk mendeteksi DNA M.TB saat ini

merupakan metode pemeriksaan tercepat yang sudah dapat dilakukan di

Indonesia. Metode molekuler dapat mendeteksi M.TB dan

membedakannya dengan Non-Tuberculous Mycobacteria (NTM). Selain

22
itu metode molekuler dapat mendeteksi mutasi pada gen yang berperan

dalam mekanisme kerja obat antituberkulosis lini 1 dan lini 2. WHO

merekomendasikan penggunaan Xpert MTB/RIF untuk deteksi resistan

rifampisin. Resistan obat antituberculosis lini 2 direkomendasikan untuk

menggunakan second line line probe assay (SL-LPA) yang dapat

mendeteksi resistensi terhadap obat antituberkulosis injeksi dan obat

antituberkulosis golongan fluorokuinolon. Pemeriksaan molekuler untuk

mendeteksi gen pengkode resistensi OAT lainnya saat ini dapat

dilakukan dengan metode sekuensing, yang tidak dapat diterapkan secara

rutin karena memerlukan peralatan mahal dan keahlian khusus dalam

menganalisisnya. WHO telah merekomendasi pemeriksaan molekular


1
line probe assay (LPA) dan TCM, langsung pada specimen sputum.

Pemeriksaan dengan TCM dapat mendeteksi M. tuberculosis dan gen

pengkode resistan rifampisin (rpoB) pada sputum kurang lebih dalam waktu 2

(dua) jam. Konfirmasi hasil uji kepekaan OAT menggunakan metode

konvensional masih digunakan sebagai baku emas (gold standard). Penggunaan

TCM tidak dapat menyingkirkan metode biakan dan uji kepekaan konvensional

yang diperlukan untuk menegakkan diagnosis definitif TB, terutama pada pasien

dengan pemeriksaan mikroskopis apusan BTA negatif, dan uji kepekaan OAT
1
untuk mengetahui resistensi OAT selain rifampisin.

Pada kondisi tidak berhasil mendapatkan sputum secara ekspektorasi

spontan maka dapat dilakukan tindakan induksi sputum atau prosedur invasif
1
seperti bronkoskopi atau torakoskopi.

23
Pemeriksaan tambahan pada semua pasien TB yang terkonfirmasi

bakteriologis maupun terdiagnosis klinis adalah pemeriksaan HIV dan gula darah.

Pemeriksaan lain dilakukan sesuai indikasi misalnya fungsi hati, fungsi ginjal, dan
1
lain-lain.

Gambar 3.7 Alur diagnosis TB 1

3.9 Penatalaksanaan

1. Tujuan pengobatan TB adalah:

a. Menyembuhkan, mempertahankan kualitas hidup dan produktivitas

pasien

b. Mencegah kematian akibat TB aktif atau efek lanjutan

24
c. Mencegah kekambuhan TB

d. Mengurangi penularan TB kepada orang lain

e. Mencegah perkembangan dan penularan resistan obat 1

2. Prinsip Pengobatan TB

Obat anti-tuberkulosis (OAT) adalah komponen terpenting dalam

pengobatan TB. Pengobatan TB merupakan salah satu upaya paling efisien untuk

mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri penyebab TB. Pengobatan yang

adekuat harus memenuhi prinsip:

a. Pengobatan diberikan dalam bentuk paduan OAT yang tepat

mengandung minimal 4 macam obat untuk mencegah terjadinya

resistensi

b. Diberikan dalam dosis yang tepat

c. Ditelan secara teratur dan diawasi secara langsung oleh PMO

(pengawas menelan obat) sampai selesai masa pengobatan.

d. Pengobatan diberikan dalam jangka waktu yang cukup terbagi dalam


1
tahap awal serta tahap lanjutan untuk mencegah kekambuhan.

3. Tahapan pengobatan TB terdiri dari 2 tahap, yaitu :

a. Tahap awal

Pengobatan diberikan setiap hari. Paduan pengobatan pada tahap

ini adalah dimaksudkan untuk secara efektif menurunkan jumlah kuman

yang ada dalam tubuh pasien dan meminimalisir pengaruh dari sebagian

kecil kuman yang mungkin sudah resistan sejak sebelum pasien

mendapatkan pengobatan. Pengobatan tahap awal pada semua pasien baru,

25
harus diberikan selama 2 bulan. Pada umumnya dengan pengobatan secara

teratur dan tanpa adanya penyulit, daya penularan sudah sangat menurun
1
setelah pengobatan selama 2 minggu pertama.

b. Tahap lanjutan

Pengobatan tahap lanjutan bertujuan membunuh sisa-sisa kuman

yang masih ada dalam tubuh, khususnya kuman persisten sehingga pasien

dapat sembuh dan mencegah terjadinya kekambuhan. Durasi tahap lanjutan


1
selama 4 bulan. Pada fase lanjutan seharusnya obat diberikan setiap hari.

4. Paduan obat standar untuk pasien dengan kasus baru

Pasien dengan kasus baru diasumsikan peka terhadap OAT kecuali:

a. Pasien tinggal di daerah dengan prevalensi tinggi resisten isoniazid

ATAU

b. Terdapat riwayat kontak dengan pasien TB resistan obat. Pasien kasus

baru seperti ini cenderung memiliki pola resistensi obat yang sama

dengan kasus sumber. Pada kasus ini sebaiknya dilakukan uji

kepekaan obat sejak awal pengobatan dan sementara menunggu hasil

uji kepekaan obat maka paduan obat yang berdasarkan uji kepekaan
1
obat kasus sumber sebaiknya dimulai.

Semua pasien dengan riwayat pengobatan OAT harus diperiksa uji

kepekaan OAT pada awal pengobatan. Uji kepekaan dapat dilakukan dengan

metode cepat atau rapid test (TCM, LPA lini 1 dan 2), dan metode konvensional
1
baik metode padat (LJ), atau metode cair (MGIT).

26
Bila terdapat laboratorium yang dapat melakukan uji kepekaan obat

berdasarkan uji molekular cepat dan mendapatkan hasil dalam 1-2 hari maka hasil

ini digunakan untuk menentukan paduan OAT pasien. Bila laboratorium hanya

dapat melakukan uji kepekaan obat konvensional dengan media cair atau padat

yang baru dapat menunjukkan hasil dalam beberapa minggu atau bulan maka

daerah tersebut sebaiknya menggunakan paduan OAT kategori I sambil


1
menunggu hasil uji kepekaan obat.

Pada daerah tanpa fasilitas biakan, maka pasien TB dengan riwayat

pengobatan diberikan OAT kategori 1 sambil dilakukan pengiriman bahan untuk


1
biakan dan uji kepekaan.

5. Pemantauan respon pengobatan

WHO merekomendasi pemeriksaan sputum BTA pada akhir fase intensif

pengobatan untuk pasien yang diobati dengan OAT lini pertama baik kasus baru

maupun pengobatan ulang. Pemeriksaan sputum BTA dilakukan pada akhir bulan

kedua (2RHZE/4RH) untuk kasus baru dan akhir bulan ketiga

(2RHZES/1RHZE/5RHE) untuk kasus pengobatan ulang. Rekomendasi ini juga


1
berlaku untuk pasien dengan sputum BTA negatif.

Sputum BTA positif pada akhir fase intensif mengindikasikan beberapa

hal berikut ini.

a. Supervisi yang kurang baik pada fase inisial dan ketaatan pasien yang

buruk.

b. Kualitas OAT yang buruk.

c. Dosis OAT dibawah kisaran yang direkomendasikan.

27
d. Resolusi lambat karena pasien memiliki kavitas besar dan jumlah

kuman yang banyak

e. Adanya penyakit komorbid yang mengganggu ketaatan pasien atau

respons terapi.

f. Penyebab TB pada pasien adalah M. tuberculosis resistan obat yang


1
tidak memberikan respons terhadap terapi OAT lini pertama.

Bila hasil sputum BTA positif pada bulan kelima atau pada akhir

pengobatan menandakan pengobatan gagal dan perlu dilakukan diagnosis cepat

TB MDR sesuai alur diagnosis TB MDR. Pada pencatatan, kartu TB 01 ditutup

dan hasil pengobatan dinyatakan “Gagal”. Pengobatan selanjutnya dinyatakan

sebagai tipe pasien “Pengobatan setelah gagal”. Bila seorang pasien didapatkan

TB dengan galur resistan obat maka pengobatan dinyatakan “Gagal” kapanpun


1
waktunya.

Pada pasien dengan sputum BTA negatif di awal pengobatan dan tetap

negatif pada akhir bulan kedua pengobatan, maka tidak diperlukan lagi

pemantauan dahak lebih lanjut. Pemantauan klinis dan berat badan merupakan
1
indikator yang sangat berguna.

6. Menilai respons OAT lini pertama pada pasien TB dengan riwayat

pengobatan sebelumnya

Pada pasien dengan OAT kategori 2, bila BTA masih positif padaakhir

fase intensif, maka dilakukan pemeriksaan TCM, biakan dan uji kepekaan. Bila

BTA sputum positif pada akhir bulan kelima dan akhir pengobatan (bulan

kedelapan), maka pengobatan dinyatakan gagal dan lakukan pemeriksaan TCM,

28
biakan dan uji kepekaan. Hasil pengobatan ditetapkan berdasarkan hasil
1
pemeriksaan yang dilakukan pada akhir pengobatan.

7. Efek samping OAT

Neuropati perifer menunjukkan gejala kebas atau rasa seperti terbakar

pada tangan atau kaki. Hal ini sering terjadi pada perempuan hamil, orang dengan

HIV, kasus penyalahgunaan alkohol, malnutrisi, diabetes, penyakit hati kronik,

dan gagal ginjal. Pada pasien seperti ini sebaiknya diberikan pengobatan.
1
Pencegahan dengan piridoksin 25 mg/hari diberikan bersama dengan OAT.

8. Pengawasan dan ketaatan pasien dalam pengobatan OAT

Ketaatan pasien pada pengobatan TB sangat penting untuk mencapai

kesembuhan, mencegah penularan dan menghindari kasus resistan obat. Pada

“Stop TB Strategy” mengawasi dan mendukung pasien untuk minum OAT

merupakan landasan DOTS dan membantu pencapaian target keberhasilan

pengobatan 85%. Kesembuhan pasien dapat dicapai hanya bila pasien dan petugas

pelayanan kesehatan bekerjasama dengan baik dan didukung oleh penyedia jasa

kesehatan dan masyarakat. Pengobatan dengan pengawasan membantu pasien

untuk minum OAT secara teratur dan lengkap. Directly Observed Treatment

Short Course (DOTS) merupakan metode pengawasan yang direkomendasikan

oleh WHO dan merupakan paket pendukung yang dapat menjawab kebutuhan
1
pasien.

9. Pencatatan dan pelaporan program penanggulangan TB

Pencatatan dan pelaporan adalah komponen penting dalam program

nasional TB, hal ini dilakukan agar bisa didapatkannya data yang kemudian dapat

29
diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan serta kemudian disebarluaskan. Data

yang dikumpulkan harus merupakan data yang akurat, lengkap dan tepat waktu

sehingga memudahkan proses pengolahan dan analisis data. Data program TB

diperoleh dari pencatatan yang dilakukan di semua sarana pelayanan kesehatan

dengan satu sistem baku yang sesuai dengan program TB, yang mencakup TB
1
sensitif dan TB RO.

3.10 Komplikasi

Komplikasi dari TB sangatlah jarang terjadi. Kebanyakan hanya terjadi

pada pasien dengan faktor resiko memiliki prognosis yang buruk dari infeksi TB.
8
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah:

1. Destruksi paru yang ekstensif

2. ARDS

3. Tersebar secara millier

4. Empiema

5. Pneumothorax

6. Amyloidosis sistemik

3.11 Prognosis

Kebanyakan pasien terdiagnosis TB memiliki prognosis yang baik. Hal

ini dikarenakan adanya terapi yang efektif. Tanpa terapi yang adekuat, angka
8
mortalitas TB adalah lebih dari 50%.

Berikut merupakan kelompok pasien yang memiliki prognosis yang lebih

buruk dari infeksi TB:

1. Pasien usia tua, neonatus dan anak-anak

30
2. Keterlambatan pengobatan

3. Gambaran radiologis yang buruk, sudah menyebar luas di seluruh lapang

paru

4. Immunosupresi

5. TB MDR 8

31
BAB IV
PEMBAHASAN

Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

tahan asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian

besar kuman TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan

TB paru. Gejala penyakit TB sangatlah beragam bergantung pada lokasi

infeksinya. Batuk lama, berdahak, lemah tubuh, demam dan keringat malam

merupakan salah satu gejala penyakit TB. Hal ini sesuai dengan gejala klinis

pasien yaitu batuk lebih dari 1 minggu, demam, keringat malam dan lemah tubuh.

Penegakan diagnosis TB bergantung pada pemeriksaan bakteriologis.

Pemeriksaan bakteriologis merujuk pada pemeriksaan apusan dari sedian biologis

(dahak/specimen lain), pemeriksaan biakan dan identifikasi M. tuberculosis atau

metode diagnostic cepat yang telah mendapatkan rekomendasi WHO yaitu Xpert

MTB/RIF. Pasien terdiagnosis TB secara bakteriologis dan radiologis, melalui

hasil foto RO thorax dan menggunakan TCM GeneXpert. Didapatkan hasil “MTB

DETECTED HIGH” pada pemeriksaan GeneXpert, sehingga dapat ditegakkan

diagnosis TB pada pasien.

Penatalaksanaan yang dilakukan kepada pasien adalah NK 3-5 LPM,

IVFD NaCl 0,9%, PO NaC, PO Azitromisin, PO PCT, PO KSR, PO OAT lini 1 4

tablet. Hal ini sesuai dengan teori penatalaksanaan TB Paru kasus baru, dimana

pemberian OAT harus minimal 4 jenis obat, sedangkan pengobatan lain merupkan

pengobatan penunjang untuk mengatasi keluhan-keluhan selain TB.

32
Prognosis yang didapatkan dari pasien adalah prognosis baik karena tidak

terjadi keterlambatan pengobatan TB gambaran radiologis pulmo pasien tidak

menunjukan persebaran inflitrat yang luas serta tidak adanya imunosupresi.

33
BAB V
KESIMPULAN

Tuberkulosis adalah suatu penyakit kronik menular yang disebabkan oleh

bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat

tahan asam sehingga sering dikenal dengan Basil Tahan Asam (BTA). Sebagian

besar kuman TB sering ditemukan menginfeksi parenkim paru dan menyebabkan

TB paru. Gejala klinis dari TB adalah batuk lebih dari 2 minggu, batuk berdahak

dapat bercampur dengan darah, dapat disertai nyeri dada, sesak nafas, malaise,

penurunan berat badan, penurunan nafsu makan, menggigil, demam dan keringat

malam. Pada pasien didapatkan keluhan batuk berdahak dan demam lebih dari 1

minggu disertai keringat malam. Diagnosis TB harus ditegakkan melalui

pemeriksaan bakteriologis. Apabila pemeriksaan bakteriologis tidak dapat

dilakukan, penegakan diagnosis dapat dilakukan secara radiologis dan klinis.

Berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang ditemukan ronkhi

pada apex paru bilateral, TCM TB GeneXpert MTB DETECTED HIGH, RIF

Resistance NOT DETECTED dan RO thorax infiltrate di apeks paru dextra

sehingga diagnosis pasien dapat ditegakkan yaitu TB Paru kasus baru on OAT.

Pengobatan yang digunakan adalah OAT dengan minimal 4 jenis obat yang

berbeda, yaitu OAT lini 1. Secara umum, infeksi TB sangat jarang menyebabkan

komplikasi pada pasien, serta prognosis infeksi TB baik pada pasien dengan tanpa

faktor resiko.

34
DAFTAR PUSTAKA

1. Burhan E, Soeroto AY, Isbaniah F, Kaswandani N, Wahyuni, Uyainah A, et al. Pedoman


Nasional Pelayanan Kedokteran: Tatalaksana Tuberkulosis. Jakarta; 2020 Jan.

2. World Health Organization. Global Tuberculosis Report [Internet]. 2022. 1–68 p.


Available from: http://apps.who.int/bookorders.

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Strategi Nasional Penanggulangan


Tuberkulosis di Indonesia. 2020. 1–219 p.

4. World Health Organization. Global Tuberculosis Report. 2019. 283 p.

5. Gannika L. Tingkat Pengetahuan Keteraturan Berobat dan Sikap Klien Terhadap


Terjadinya Penyakit TBC Paru di Ruang Perawatan I dan II RS Islam Faisal Makassar.
JKSHSK. 2016 Jul;1:909–16.

6. Centers for Disease Control. Transmition and Pathogenesis of Tuberculosis.


https://www.cdc.gov/tb/education/corecurr/pdf/chapter2.pdf.

7. Moroz M, King T. Mycobacterium Tuberculosis: Pathogenesis and Clinical Findings.


https://calgaryguide.ucalgary.ca/mycobacterium-tuberculosis/. 2021.

8. Adigun R, Singh R. Tuberculosis. Statpearls. 2023 Jul 11;

35

You might also like