You are on page 1of 18

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

25 September 2015 bertempat di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa


(PBB), para pemimpin dunia secara resmi mengesahkan Agenda Tujuan
Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) sebagai
kesepakatan pembangunan global. Kurang lebih 193 kepala negara hadir,
termasuk Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla turut mengesahkan Agenda
SDGs.

Dengan mengusung tema "Mengubah Dunia Kita: Agenda 2030 untuk


Pembangunan Berkelanjutan", SDGs yang berisi 17 Tujuan dan 169 Target
merupakan rencana aksi global untuk 15 tahun ke depan (berlaku sejak 2016
hingga 2030), guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan dan
melindungi lingkungan. SDGs berlaku bagi seluruh negara (universal),
sehingga seluruh negara tanpa kecuali negara maju memiliki kewajiban
moral untuk mencapai Tujuan dan Target SDGs.1

Dari 17 tujuan SDGs, salah satunya adalah membangun kota dan


pemukiman inklusif, aman, tahan lama dan berkelanjutan, yang memiliki 7
target yang harus dicapai pada tahun 2030. Untuk membangun kota dan
permukiman yang inklusif, aman, tahan lama dan berkelanjutan, salah
satunya adalah merencanakan kota yang tangguh (resilient city), yaitu
suatu kota yang mampu bertahan dari berbagai jenis ancaman yang
berkembang, baik yang datang dari alam seperti bencana alam hingga
yang berkembang akibat tindakan manusia. Sebuah Resilient City juga
mampu menjaga kestabilan kondisi sosial, ekonomi, dan infrastruktur pasca
perubahan tertentu dengan tetap mempertahankan fungsi, struktur, sistem,
dan identitas sebelumnya.

Konsep Resilient City berusaha memberikan pemahaman bagaimana


individu, masyarakat, organisasi serta ekosistem mengatasi perubahan,

1
https://www.sdg2030indonesia.org/page/
LAPORAN ANTARA

ketidakpastian, dan tantangan dari perubahan iklim. Perubahan tersebut


ada yang datang secara tiba – tiba dan datang secara cepat, ada yang
sudah dapat diprediksi dan sebagainya. Dalam menghadapi bencana atau
perubahan iklim yang datang, setiap kota akan memiliki tingkat ketahanan
yang berbeda – beda. Disinilah perlunya pengembangan Resilient City yang
akan membantu sebuah kota yang memiliki ketahanan untuk bertahan dari
bencana dan faktor perubahan iklim.2

Sementara, kondisi saat ini adalah ketersediaan perumahan yang layak dan
terjangkau di Indonesia sejak lama memiliki tantangan yang cukup kompleks
dalam hal mencukupi kebutuhan masyarakat. Besarnya kebutuhan rumah
terlihat dari besarnya ketimpangan (backlog) kepemilikan rumah nasional
yang saat ini mencapai 7,64 juta unit. Kapasitas fiskal yang terbatas
membuat permasalahan ini tidak bisa diselesaikan secara cepat.
Berdasarkan struktur alokasi APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara), kapasitas fiskal Pemerintah Indonesia untuk perumahan dan
fasilitas umum hanya sebesar 30,4 triliun rupiah. Nilai tersebut hanya sekitar
1,8 % belanja untuk perumahan dan fasilitas umum dari total APBN.
Sementara itu, penyediaan perumahan melalui jalur formal oleh sektor
swasta dan pemerintah hanya mampu menyediakan sekitar 15% dari total
kebutuhan rumah di perkotaan. 3 Hal ini berakibat pada masih kurang
terlihatnya peran pemerintah dalam menyediakan hunian terl'angkau
khususnya untuk kelompok Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Hal
tersebutlah yang melatarbelakangi penyusunan

Keterbatasan lahan dan kebutuhan perumahan yang tinggi mendorong


pertumbuhan harga lahan rata – rata semakin tinggi. Kenaikan harga lahan
tersebut tidak diimbangi dengan kenaikan pendapatan rata – rata
penduduk yang akhirnya membuat harga rumah di pusat perkotaan
semakin tidak terjangkau khususnya untuk segmen MBR. Di lain pihak,
tingginya aktivitas perekonomian perkotaan memicu pembangunan
wilayah yang tidak kalah cepatnya. Dinamika yang terjadi ini menyebabkan
beberapa daerah di Kawasan pusat perkotaan, terutama di Jakarta,
mengalami degradasi fungsi sehingga menjadi Kawasan yang tidak efisien
(underutilized space). Kondisi tersebut memberikan sebuah potensi untuk
mengoptimalkan kembali undenfiilized space melalui peremajaan kota
sebagai titik urban acupuncture yang mampu menghidupkan kembali
aktivitas dan fungsi kawasan yang sebelumnya mengalami degradasi
sekaligus sebagai lahan pengembangan public housing di kawasan pusat
kota.

Pengembangan kawasan permukiman baru oleh pengembang swasta


dianggap gagal menerapkan konsep hunian berimbang karena harga
lahan yang mahal, kondisi ini menyebabkan MBR semakin sulit untuk
mengakses rumah yang layak dan terjangkau. Karena itu pilihan yang
tersedia untuk kelompok MBR adalah menghuni rumah terjangkau yang
letaknya jauh dari lokasi sumber penghasilan dengan resiko pengeluaran
tinggi untuk transportasi atau mencari hunian terjangkau di pusat kota yang
dekat dengan sumber penghasilan yaitu di lokasi permukiman informal yang

2
Panduan Pengembangan Resilient City – Kementerian Agraria dan Tata Ruang, 2015
3
www.kampungnesia.org

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 2


LAPORAN ANTARA

kondisinya padat. Keterbatasan peran pemerintah dalam menyediakan


hunian terjangkau di perkotaan membuat pembentukan harga mengikuti
mekanisme pasar, hal inilah yang mendorong terbentuknya permukiman
padat yang tidak diimbangi dengan prasarana dasar seperti air bersih,
sanitasi, dan drainase yang memadai serta termasuk kategori kumuh.

Lokasi hunian yang jauh dari sumber penghasilan juga menimbulkan


permasalahan baru berupa kemacetan lalu lintas. Kecenderungan
perluasan di wilayah Jabodetabek yang pesat dan kurang terkendali secara
signifikan meningkatkan biaya transportasi, mengurangi tingkat mobilitas,
dan menurunkan kualitas hidup. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah
menerbitkan beberapa Peraturan Gubernur (Pergub) terkait
pengembangan kota berkonsep Transit Oriented Deuelopment (TOD).
Menurut Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), TOD merupakan
pengembangan yang mengintegrasikan desain ruang kota untuk
menyatukan orang, kegiatan, bangunan, dan ruang publik melalui
konektivitas yang mudah dengan bedalan kaki ataupun bersepeda serta
dekat dengan pelayanan angkutan umum yang sangat baik ke seluruh
kota.

Konsolidasi Tanah Vertikal hadir sebagai salah satu solusi untuk mengatasi
permasalahan dalam penyediaan permukiman yang layak huni di pusat
kota yang diimbangi dengan penyediaan prasarana dasar yang memadai
sehingga jauh dari kategori kumuh serta mengoptimalkan kawasan
underutilized space untuk mendorong peningkatan aktivitas ekonomi
sebagai bagian dari proses peremajaan kota dan sebagai bagian dari
konsep pembangunan kota yang memberikan kemudahan dan
kenyamanan untuk penghuninya dalam hal penataan kawasan
permukiman khususnya permukiman kumuh dan penataan arus
penumpang serta integrasi antarmoda sebagai bagian dari pembangunan
Transit Oiented Deuelopment (TOD).

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN

Pekerjaan ini dimaksudkan untuk melakukan bantuan teknis


pengembangan pertanahan dan pemanfaatan tanah pada kawasan
yang underutilized di pusat kota dengan pengembangan Transit Oriented
Development (TOD).

Kegiatan ini bertujuan untuk melakukan perencanaan dan pelaksanaan


konsolidasi tanah dan pengembangan pertanahan pada kawasan yang
underutilized di pusat kota yang akan dilakukan peremajaan kota dengan
pengembangan kawasan berorientasi transit (TOD).

Dengan penugasan ini diharapkan konsultan Perencana dapat


melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik untuk menghasilkan
keluaran yang memadai sesuai KAK ini.

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 3


LAPORAN ANTARA

1.3 SASARAN

Sasaran dari kegiatan ini antara lain:

1. Terlaksananya kerjasama, kesepahaman dan kesepakatan antara


ATR/BPN, Pemerintah Daerah, Swasta, terhadap Konsolidasi Tanah dan
pengembangan pertanahan;
2. Tersusunnya dokumen perencanaan Konsolidasi Tanah dan
pengembangan pertanahan pada lokasi terpilih;
3. Tersusunnya dokumen penetapan lokasi Konsolidasi Tanah dan
pengembangan pertanahan;
4. Terlaksananya Konsolidasi tanah dan pengembangan pertanahan.

1.4 DASAR HUKUM

1 Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 2011 tentang


Perumahan dan Kawasan Permukiman;

2 Undang-Undang Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 tentang


Penanggulangan Bencana;

3 Undang-Undang Republik Indonesia No. 26 Tahun 2007, tentang


Penataan Ruang;

4 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja;

5 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 13 tahun 2017 tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional

6 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.15 Tahun 2010 tentang


Penyelenggaraan Penataan Ruang;

7 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 26 Tahun 2008 tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;

8 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2005


tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 28 tahun 2002
tentang Bangunan Gedung;

9 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 21 tahun 2021 tentang


Penyelenggaraan Penataan Ruang

10 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 11/PRT/M/2012 Tentang


Rencana Aksi Nasional Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim

11 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2008 tentang


Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di
Kawasan Perkotaan;

12 Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 06/PRT/M/2007 tentang


Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan;

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 4


LAPORAN ANTARA

13 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan


Nasional No. 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengembangan
Kawasan Berorientasi Transit.

14 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan


Nasional No. 12 Tahun 2019 tentang Konsolidasi Tanah.

15 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2012 tentang


Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030

16 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014 tentang


Rencana Detil Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.

17 Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 7 Tahun 2010 tentang


Bangunan Gedung.

1.5 RUANG LINGKUP

1. Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan ini adalah sebagai berikut:

a. Melakukan tahapan dan proses perencanaan konsolidasi tanah


dan pengembangan pertanahan antara lain meliputi:
• Menyiapkan pembentukan Tim Koordinasi dan Tim
Perencana / Pelaksana;
• Melakukan kajian tata ruang dan kebijakan sektor pada
lokasi terpilih;
• Melakukan analisis pemetaan sosial dan potensi kawasan;
• Menyusun sket desain awal (visioning) Konsolidasi Tanah
Vertikal;
• Melakukan penyepakatan dengan calon peserta untuk
bersedia tanahnya di tata dengan konsep konsolidasi
tanah vertikal.

b. Melakukan koordinasi dengan Kementerian/Lembaga lain,


Pemerintah Daerah, masyarakat terdampak, pihak swasta, dan
pemangku kepentingan (stakelnlders) lainnya untuk
menentukan lokasi terpilih dan menyepakati tahapan
penyelenggaraan konsolidasi tanah dan pengembangan
pertanahan.
c. Menyusun Berita Acara Pemilihan Lokasi
d. Melakukan Analisis Dampak Lingkungan
e. Menyusun Peta Potensi Objek Konsolidasi Tanah
f. Menyusun Dokumen Penetapan Lokasi Konsolidasi Tanah dan
Pengembangan Pertanahan
g. Melakukan sebagian tahapan dan proses pelaksanaan
konsolidasi tanah dan pengembangan peftanahan antara lain
meliputi:
• Melakukan pengumpulan data fisik, yuridis dan penilaian
objek Konsolidasi Tanah;
• Menyusun desain dan rencana aksi Konsolidasi Tanah;

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 5


LAPORAN ANTARA

h. Menyelenggarakan Forum Grup Diskusi 6 (enam) kali bersama


Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, swasta, pemangku
kepentingan, akademisi, praktisi, dan/atau perwakilan
masyarakat dalam rangka membahas:
• Penetapan dan penyepakatan deliniasi lokasi terpilih yang
akan dilakukan pengembangan pertanahan
• Pembahasan hasil kajian tata ruang, kebijakan sektor,
analisis pemetaan sosial, dan potensi kawasan.
• Pembahasan penyepakatan pemegang hak dan
pemangku kepentingan di lokasi mengenai rencana
konsolidasi tanah dan pengembangan pertanahan.
• Perumusan desain dan visioning kawasan
• Perumusan rencana aksi konsolidasi tanah dan
pengembangan pertanahan.
• Perumusan kesepakatan para pemangku kepentingan
untuk tindak lanjut penyelenggaraan konsolidasi tanah
dan pengembangan pertanahan di lokasi terpilih.

i. Melakukan dokumentasi dalam bentuk laporan, prosiding


pembahasan, serta video yang mencakup penggunaan drone.
j. Membuat Visualisasi 3D;
k. Melakukan seminar akhir sebanyak 1 kali.
l. Membuat laporan keseluruhan proses kegiatan dan produk –
produk yang dihasilkan kepada Tim Supevisi dalam bentuk sistem
pelaporan yang meliputi laporan pendahuluan, laporan antara,
dan laporan akhir serta laporan – laporan lainnya antara lain
laporan pembahasan / diskusi Forum Group Discussion.

2. Lingkup Lokasi

Lingkup lokasi kegiatan adalah Provinsi DKI Jakarta, khususnya pada


lokasi dengan rencana pengembangan Kawasan berorientasi transit
(TOD) di daerah Cideng- Petojo-Harmoni, Jakarta Pusat.Melakukan
survey pengukuran tapak, penyelidikan tanah dan pengumpulan
data kuantitatif dan kualitatif dari sumber data primer maupun
sekunder sebagai bahan analisis.

1.6 METODOLOGI

Yang dimaksud dengan metodologi adalah hal – hal yang terkait dengan
prosedur pelaksanaan kegiatan serta metode yang digunakan dalam setiap
tahapan prosedur tersebut lengkap dengan uraian mengenai target
keluaran serta pemberdayaan tenaga dan alat bantu yang dibutuhkan.

Berikut ini adalah uraian prosedur pelaksanaan tahapan kegiatan, metode


pelaksanaan, pelibatan tenaga dan alat bantu serta target keluarann atau
outputnya. Secara umum uraian ini berangkat dari pemahaman konsultan
tentang lingkup pekerjaan, kegiatan, keluaran serta indikasi kebutuhan
tenaga dan jadwal yang dipersyaratkan dalam KAK.

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 6


LAPORAN ANTARA

1. Tahap Persiapan dan Mobilisasi Tenaga Ahli

Dalam tahap ini konsultan akan melakukan persiapan pelaksanaan


pekerjaan yang meliputi pemahaman KAK, penyusunan Rencana
Kerja dan Mobilisasi Tenaga. Dalam kegiatan pemahaman KAK, Team
Leader didampingi oleh para tenaga ahli akan berkonsultasi dengan
pemberi tugas yang terwakili oleh Tim Supervisi, untuk mendapatkan
informasi yang lebih mendalam mengenai segenap aspek yang
berhubungan dengan spesifikasi pekerjaan. Konsultasi ini perlu
dilakukan dalam rangka penyelarasan persepsi mengenai KAK,
sedemikian sehingga pekerjaan dapat dilaksanakan dengan baik
sesuai dengan ketentuan KAK, dan tujuan yang diharapkan benar –
benar dapat dicapai. Salah satu hal yang perlu diagendakan adalah
pengambilan kesepakatan menyangkut delineasi kawasan
perencanaan sebagaimana disyaratkan dalam KAK dengan
mengacu pada arahan yang telah tertuang di dalam dokumen –
dokumen pendukung yang ada sebelumnya.

Segera setelah pemahaman KAK dilaksanakan, konsultan akan segera


memobilisasi segenap personil yang terlibat untuk segera
melaksanakan pekerjaan, didahului dengan pembuatan suatu
rencana kerja. Penyusunan rencana kerja akan menjadi tanggung
jawab Team Leader dengan dibantu oleh para tenaga ahli lainnya.
Pada prinsipnya, rencana kerja yang akan disusun akan mengacu
pada uraian pendekatan dan metodologi dalam usulan teknis ini.
Secara khusus, rencana kerja ini akan lebih terkonsentrasi pada
pematangan mekanisme pelaksanaan tugas dan tanggung jawab
masing – masing personil yang terlibat, serta pemantapan jadwal
pelaksanaan tahapan kegiatan dalam kaitannya dengan
keterlibatan personil, sedemikian sehingga pelaksanaan pekerjaan
benar – benar dapat berlangsung dengan efektif. Draft rencana kerja
yang disusun untuk selanjutnya akan dikonsultasikan dengan pihak
pemberi tugas sebelum diperbaiki dan disetujui untuk dilaksanakan.

Pemahaman KAK serta draft rencana kerja sebagai output tahap


persiapan ini akan menjadi substansi utama dalam Laporan
Pendahuluan yang akan dibahas dalam Rapat Pembahasan Laporan
Pendahuluan.

2. Tahap Pendataan

Berangkat dari kesepakatan mengenai delineasi kawasan


perencanaan, pendataan aspek fisik lokasi perencaan akan dilakukan
dengan metode survey lapangan.

Pelaksanan kegiatan survey lapangan ini akan dipandu langsung oleh


Team Leader sebagai Ahli Arsitektur Kawasan / Urban Design
didampingi para tenaga ahli yang relevan (Tenaga Ahli Arsitektur,
Tenaga Ahli Planologi). Secara khusus, tenaga ahli lain yang akan
berperan aktif dalam kegiatan survey lapangan ini adalah Tenaga
GIS.

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 7


LAPORAN ANTARA

Dalam rangka mengumpulkan Data Primer konsultan melaksanakan


beberapa hal :

a. Koordinasi dengan Supervisi untuk persiapan kunjungan ke lokasi


survey termasuk penjadwalan dan pembagian tim.

b. Penyiapan instrumen survey, berupa daftar pertanyaan, daftar


observasi, dan lain-lain.

c. Persiapan peralatan seperti kamera, alat rekam, alat tulis, dan


lain – lain.

Selain data primer sejumlah data sekunder juga akan dikumpulkan


dalam tahapan kegiatan ini. Data sekunder utama yang perlu
dikumpulkan adalah berupa dokumen – dokumen perencanaan
teknis yang terkait langsung dengan arahan tata ruang, serta tata
bangunan dan lingkungan yang berlaku pada kawasan yang akan
direncanakan.

Selain itu, data sekunder yang dimaksud juga terkait dengan aspek
sosioekonomi dan budaya serta data aspek iklim mikro setempat. Data
sekunder ini akan dikumpulkan dengan metode koleksi dokumen
melalui instansi terkait setempat.

Data sekunder biasanya berwujud literatur, dokumentasi atau data


laporan yang tersedia. Sebagai agenda awal konsultan
melaksanakan:

a. Koordinasi dengan pihak supervisi dan mempersiapkan agenda


pengumpulan data/dokumen

b. Pengumpulan data dan dokumen, serta konsultasi terkait


pemanfaatan ruang

Adapun kebutuhan data dan informasi yang harus dikumpulkan


setidaknya meliputi:

a. Profil/Gambaran pertanahan wilayah perencanaan.


b. Perkembangan Kawasan (Pola Ruang)
c. Sistem Transportasi
d. Sistem Infrastruktur
e. Kondisi Lingkungan
f. Kondisi Ekonomi
g. Kondisi Sosial-Budaya
h. Kondisi Kesejahteraan masyarakat
i. Kondisi Kebencanaan
j. Kondisi Keamanan
k. Yuridis/Hukum

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 8


LAPORAN ANTARA

Beberapa metode pengumpulan data yang dilakukan adalah:

a. Metode Content Analysis melalui Desk Study dalam Studi


Dokumen dan Literatur

Analisis isi (content analysis) adalah kajian mendalam terhadap


isi suatu informasi tertulis. Pada kegiatan kajian terhadap seluruh
dokumen dan literatur terkait. Dokumen yang dianalisis/ dikaji
secara mendalam adalah berupa kebijakan tebaharukan
terkait wilayah perencanaan, hingga berbagai jenis peraturan
perundang – undangan terkait.

b. Metode Observasi Lapangan

Observasi adalah suatu metode untuk mengamati secara


langsung apa yang terjadi di lapangan. Metode ini umumnya
digunakan sebagai alat pengecekan data dan informasi yang
diperoleh dari data sekunder dengan kondisi yang sebenar –
benarnya di lapangan.

Terkait dengan pelaksanaan kegiatan, metode ini digunakan


untuk tiga tujuan: (1) melihat kondisi perkembangan kawasan,
fasilitas pendukung saat ini, (2) Memudahkan melihat kebutuhan
Pengembangan Pertanahan dan Pemanfaatan Tanah:

§ Observasi pengenalan mengenai keadaan wilayah


secara menyeluruh, namun sekilas. Mempelajari dinamika
perkembangan kawasan yang perlu diperhatikan selama
survei berlangsung. Pada saat melakukan observasi, tim
sudah mempelajari terlebih dahulu info dasar maupun isu
yang berkembang di wilayah kajian.

§ Observasi karakteristik tata ruang kawasan untuk


mengenal secara langsung keadaan: pola
pengelompokan (aktivitas, sarana dan prasarana,
angkutan dan sirkulasi); limitasi fisik, dan kawasan-kawasan
yang rawan bencana. Hal ini dilakukan untuk
memudahkan penyusunan alternatif kebijakan.

c. Pendekatan Partisipatif melalui Diskusi Kelompok Terarah (Focus


Grup Discussion/FGD)

Dikenal dua jenis pendekatan partisipatif:

§ Survey partisipatif (Participatory Survey), merupakan


penerapan pendekatan partisipatif dalam kegiatan
pengumpulan data dan informasi. Survey partisipatif
memungkinkan tergalinya dan terkumpulnya data dan
informasi kualitatif dari berbagai sumber. Dalam survey
partisipatif ini para pemangku kepentingan tidak
diposisikan sebagai obyek penelitian, namun sebaliknya
didudukan sebagai subyek penelitian yang memberikan

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 9


LAPORAN ANTARA

informasi mengenai kondisi dan kebutuhan


pengembangan kawasan;

§ Perencanaan Partisipatif (Participatory Planning), yaitu


penerapan pendekatan partisipatif dalam kegiatan
perumusan/perencanaan aspek – aspek terkait dalam
perencanaan dalam pekerjaan ini. Perencanaan
partisipatif ini memungkinkan dihasilkannya suatu
perencanaan yang lebih realistis dan sesuai dengan
kebijakan dan kepentingan para pihak yang
memanfaatkan hasil perencanaan tersebut.

d. Survey Sekunder

Survei sekunder merupakan metode pengumpulan data dari


instansi pemerintah maupun instansi terkait. Hasil yang
diharapkan dari data sekunder ini adalah berupa uraian, data
angka, atau peta mengenai keadaan wilayah studi. Selain itu
survei sekunder juga didapat dari penelitian-penelitian yang
telah dilakukan sebelumnya.

Untuk mengumpulkan data jenis ini, dilakukan survey pada


instansi – instansi terkait yang telah melakukan penelitian dengan
mempelajari dokumen – dokumen yang telah dihasilkan, studi –
studi yang relevan dan lain – lain. Data bisa diperoleh dari buku
teks, makalah, jurnal, peraturan, ataupun studi – studi yang
terkait dengan konsolidasi tanah atau perencanaan dengan
konsep TOD (Transit Oriented Development).

Data sekunder adalah data yang telah lebih dahulu


dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang lain meskipun data
yang terkumpul tersebut sesungguhnya merupakan data asli.
Keuntungan dari penataan data ini adalah tidak diperlukannya
lagi pengeluaran dana untuk mengumpulkan data di lapangan
yang banyak memakan waktu dan energi.

Untuk mengumpulkan data jenis ini, dilakukan survey pada


Lembaga – Lembaga yang telah melakukan penelitian dengan
mempelajari dokumen – dokumen yang telah dihasilkan, seperti
departemen dan dinas – dinas / badan yang terkait dengan
penyusunan Bantuan Teknis Pengembangan Pertanahan dan
Pemanfaatan Tanah ini, seperti Kementerian Pekerjaan Umum
dan Perumahan Rakyat, Dinas Pekerjaan Umum, dinas – dinas
terkait mulai dari tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten, studi
– studi yang relevan dan lain – lain. Data bisa diperoleh dari buku
teks, makalah, jurnal, peraturan, ataupun studi-studi yang terkait
dengan pembangunan kawasan cepat tumbuh.

Sebagian besar data dalam penyelesaian pekerjaan ini akan


diperoleh dari data sekunder, karena analisis yang dibutuhkan
sebagian besar menggunakan data sekunder. Yang perlu
menjadi perhatian dalam pengumpulan data sekunder tersebut

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 10


LAPORAN ANTARA

adalah pengelompokkan data – data yang sejenis. Karena


pemanfaatan dan analisis data dengan berbagai metode
dapat dilakukan dengan data yang sama atau sedikit
tambahan data. Karena itu diperlukan ketelitian dalam
mengupulkan data yang bermanfaat untuk berbagai hal
(analisis).

Pengembangan Pertanahan
dan Pemanfaatan Tanah
Yang perlu dipenuhi Menentukan

Analisis yang perlu


dilakukan
Menentukan

Data & informasi


Yang dibutuhkan

Gambar 1.1. Alur Sederhana Penentuan Daftar Kebutuhan


Data & Informasi

3. Tahap Studi Interpretasi Data sebagai Kajian Awal Perencanaan /


Perancangan

Dalam tahap ini konsultan mengevaluasi kembali validitas perolehan


data yang ada sekaligus melakukan pendataan kembali manakala
data yang diperoleh sebelumnya diragukan validitasnya. Setelah
proses validasi selesai dilakukan konsultan akan melakukan kegiatan
interpretasi analisis terhadap segenap data yang diperoleh dengan
beragam metode analisis data baik analisis kuantitatif dan kualitatif
untuk menghadirkan kesimpulan hasil analisis guna mendapatkan
informasi yang terkait dengan pengembangan prioritas dan alternatif
konsep perencanaan penataan kawasan. Secara garis besar kajian
analitis akan diarahkan pada identifikasi kondisi eksisting dan
kebutuhan pengembangan sarana dan prasarana penunjang
kawasan.

Tahap pengolahan dan analisis data dilaksanakan setelah data dan


informasi terkumpul, serta setelah ada kesepakatan diantara
stakeholder yan terlibat, mengenai delineasi kawasan dan perumusan
isu strategis.

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 11


LAPORAN ANTARA

Pada tahapan ini terdapat rangkaian kegiatan yang beragam, mulai


dari kegiatan kompilasi data, analisis analisis terhadap hasil kompilasi
data serta pembahasan hasil analisis kegiatan FGD. Seluruh rangkaian
kegiatan pada tahap ini dilaksanakan selama sekitar 2.5 bulan.

Dalam konteks pelaksanaan analisis atau kajian perancangan ini


komponen – komponen analisis yang dilakukan akan terdiri dari:

a. Analisis Daya Dukung Kawasan Dan Optimasi Pemanfaatan


Ruang

Daya dukung lahan dinilai menurut ambang batas


kesanggupan lahan sebagai ekosistem menahan keruntuhan
akibat penggunaan lahan tersebut. Kajian daya dukung lahan
dilakukan untuk mengetahui kemampuan wilayah menampung
kegiatan berlaku.

Kemampuan lahan adalah mutu lahan yang dinilai secara


menyeluruh dengan pengertian merupakan suatu pengenal
majemuk lahan dan nilai kemampuan lahan berbeda untuk
penggunaan yang berbeda. Dalam kaitannya dalam
pemenuhan kebutuhan manusia, maka kemampuan lahan
terjabarkan menjadi pengertian daya dukung lahan. Imbangan
tingkat pemanfaatan lahan dengan daya dukung lahan
menjadi ukuran kelayakan penggunaan lahan.

Dalam penentuan kesesuaian lahan ini dilakukan delineasi


wilayah menjadi kawasan mix use. Faktor – factor penentunya
ditekankan pada aspek fisik dasar yang meliputi kemiringan,
ketinggian, jenis tanah, curah hujan dan tekstur tanah.

b. Analisis Peruntukan Lahan / Kondisi Topografi

Analisis kondisi topografi dilakukan untuk memahami kondisi


kemiringan lahan pada kawasan perencanaan. Melalui
pemahaman kondisi topografi ini bisa ditelusuri segmen –
segmen lahan mana saja yang bisa dikembangkan. Khusus
untuk tempat pembangunan sarana – sarana fungsional,
lazimnya akan diarahkan untuk mengokupansi segmen lahan
yang lerengnya terbilang landai (0 s.d 15 %), kecuali untuk
sarana – sarana tertentu yang membutuhkan segmen lahan
yang lebih curam kelerengannya. Khusus untuk konsep
pembangunan prasarana atau infrastruktur, analisi topografi
akan sangat bermanfaat untuk menelusuri potensi trase jalur
aksesibilitas dan sirkulasi internal, jalur jaringan distribusi air bersih
serta jalur jaringan drainase kawasan.

Dalam metode analisis ini ditentukan setidaknya ada tiga faktor,


yaitu: 1) kemiringan lereng, 2) jenis tanah dan 3) curah hujan.
Ketiga faktor tersebut masing – masing ditetapkan skornya
kemudian hasilnya dijumlah dan menghasilkan indeks lokasi.

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 12


LAPORAN ANTARA

c. Analisis Klasifikasi Kemampuan Lahan

Klasifikasi kemampuan lahan adalah penilaian komponen lahan


adalah penilaian komponen – komponen lahan secara
sistematis dan pengelompokan ke dalam berbagai kategori
berdasar sifat – sifat yang merupakan potensi dan penghambat
dalam penggunaan lahan.

Lahan digolongkan kedalam 3 (tiga) kategori utama yaitu kelas,


sub – kelas dan satuan kemampuan lahan. Struktur klasifikasi
kemampuan lahan yang menjelaskan bahwa pendekatan
klasifikasi lahan ini dapat diterapkan untuk berbagai tingkatan
skala perencanaan. Kemampuan lahan dapat dicerminkan
dalam bentuk peta kemampuan lahan. Peta kemampuan
lahan dapat menggambarkan tingkat kelas potensi lahan
secara keruangan dan dapat dipakai untuk menentukan
arahan penggunaan lahan secara umum.

d. Analisis Daya Tampung Kawasan

Analisis daya tampung lahan digunakan untuk mengetahui


perkiraan jumlah penduduk yang bisa di tampung di wilayah
dan / atau kawasan, dengan pengertian masih dalam batas
kemampuan lahan. Output yang diperoleh dari analisis daya
tampung lahan adalah:

§ Gambaran daya tampung lahan di wilayah dan/atau


kawasan

§ Gambaran distribusi penduduk berdasarkan daya


tampungnya

§ Persyaratan pengembangan penduduk untuk daerah


yang melampaui daya tampung

e. Analisis Kependudukan

Analisis Kependudukan yang dilakukan sebelum melakukan


analisis daya tampung kawasan adalah:

§ Analisis Karakteristik Penduduk, yaitu analisis mengenai


jumlah dan komposisi penduduk menurut pengelompokan
– pengelompokan tertentu, misalkan berdasarkan
kelompok umur, jenis kelamin mata pencaharian dan
lainnya sesuai kebutuhan pekerjaan. Tujuan dilakukannya
analisis ini adalah untuk mengetahui dominasi pada
masing – masing kelompok penduduk, sehingga dapat
diketahui karakteristik penduduk pada kawasan.

§ Analisis Aktifitas Penduduk, merupakan analisis mengenai


jenis – jenis aktivitas penduduk yang menjadi aktivitas –
aktivitas dominan bagi penduduk di wilayah studi.

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 13


LAPORAN ANTARA

Dilakukan untuk mengetahui jenis aktivitas dominan pada


masyarakat dan mengetahui kecenderungannya di masa
mendatang.

§ Analisis Kepadatan dan Penyebaran Penduduk. Pada


dasarnya kepadatan penduduk adalah jumlah penduduk
dibagi luas daerahnya, sedangkan kepadatan bruto
(gross density) adalah jumlah penduduk di dalam suatu
daerah dibagi luas daerah tersebut lepas dari pada
peruntukan tanah tersebut.

§ Analisis Pertumbuhan Penduduk, merupakan analisis


mengenai pertumbuhan penduduk yang terjadi di
kawasan perencanaan dan sekitarnya. Tujuan analisis ini
adalah untuk mengetahui rasio pertumbuhan penduduk
berdasarkan data jumlah penduduk eksisting dan masa
lalu setidaknya selama 5 Tahun (time series).

§ Analisis Penguatan Nilai dan Isu Strategis Kawasan. Alat


Analisis yang digunakan untuk menganalisis penguatan
nilai dan isu strategis lokasi survey adalah Analisis SWOT.
Analisis SWOT adalah instrumen perencanaaan strategis
yang klasik. Dengan menggunakan kerangka kerja
kekuatan dan kelemahan dan kesempatan ekternal dan
ancaman, instrument ini memberikan cara sederhana
untuk memperkirakan cara terbaik untuk melaksanakan
sebuah strategi. Instrumen ini menolong para perencana
apa yang bisa dicapai, dan hal – hal apa saja yang perlu
diperhatikan oleh mereka.

SWOT itu sendiri merupakan singkatan dari Strength (S),


Weakness (W), Opportunities (O), dan Threats (T) yang
artinya kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
atau kendala, dimana yang secara sistematis dapat
membantu dalam mengidentifikasi faktor-faktor luar (O
dan T) dan faktor didalam perusahaan (S dan W).

Petunjuk umum yang sering diberikan untuk perumusan


adalah:

- Memanfaatkan kesempatan dan kekuatan (O dan


S). Analisis ini diharapkan membuahkan rencana
jangka panjang.

- Atasi atau kurangi ancaman dan kelemahan (T dan


W). Analisis ini lebih condong menghasilkan rencana
jangka pendek, yaitu rencana perbaikan (short-term
improvement plan).

- Data – data yang dibutuhkan untuk melakukan


analisis ini diantaranya adalah: data perekonomian
(interaksi ekonomi, aktivitas ekonomi termasuk

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 14


LAPORAN ANTARA

penggunaan lahannya, kesenjangan ekonomi;


Potensi Ekonomi, produk unggulan (bahan baku,
proses, hingga pemasarannya) industri unggulan;
penggunaan teknologi; sarana dan prasarana
pendukung ekonomi; kualitas SDM melalui data
kependudukan.

f. Analisis Kondisi Hidrografi & Pola Drainase

Analisis kondisi hidrografi dilakukan untuk memahami kondisi ke”


air”an di kawasan perencanaan, seperti ada tidaknya sumber
air setempat, pola – pola aliran air permukaan, genangan air
dan sebagainya. Melalui pemahaman terhadap kondisi
hidrografi, bisa ditelusuri keberadaan sumber – sumber air
potensial yang bisa diberdayakan sebagai sumber air bersih
untuk melayani berbagai aktivitas yang nantinya berlangsung
dalam kawasan perencanaan. Melalui analisis ini, dapat pula
dipetakan pola pergerakan air permukaan dan lokasi-lokasi
genangan, sedemikian rupa sehingga konsep tata drainase
kawasan bisa direkomendasikan.

g. Analisis Pencapaian, Sirkulasi & Infrastruktur Esksisting

Analisis pencapaian atau aksesibilitas dilakukan untuk


memahami pola – pola aksesibilitas kawasan perencanaan
terkait dengan keterkaitan infrastruktur transportasi lokal dalam
kawasan perencanaan ini maupun dalam skala yang lebih luas.
Analisis ini juga akan sangat penting dalam mengembangkan
rekomendasi konsep perletakan pintu masuk atau gerbang
kawasan.

h. Analisis Karakter Lansekap & View Eksisting

Analisis karakteristik lansekap pada dasarnya merupakan analisis


yang bersifat komprehensif melibatkan beragam aspek yang
terkait dengan kondisi bentang alam kawasan perencanaan.
Salah satu aspek penting dalam analisis ini adalah analisis kondisi
view. Hasil analisis ini akan menjadi bahan rekomendatif untuk
pengembangan konsep penataan kawasan perencanaan,
mulai dari konsep land use / penggunaan lahan hingga konsep
pengembangan fasilitas utama dan penunjang serta
persebarannya.

i. Analisis Konteks Budaya Masyarakat

Analisis konteks budaya masyarakat setempat merupakan


analisis yang bertujuan untuk melihat interaksi simbiotikal antara
masyarakat setempat dengan sistem kulturnya yang khas
dengan eksistensi kawasan perencanaan saat ini serta prospek
perubahannya manakala dikembangkan dengan
penambahan fungsi lain dalam kawasan tersebut. Hasil ini akan
menjadi input dalam pengembangan konsep penataan

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 15


LAPORAN ANTARA

kawasan perencanaan secara komprehensif yang bersinergi


dengan pola – pola kultural masyarakat setempat, sedemikian
hingga eksistensi kawasan ini pada akhirnya akan memberikan
nilai tambah yang signifikan terhadap peningkatan kualitas nilai
kultural masyarakat.

j. Analisis Konteks Sosioekonomi Masyarakat

Seperti halnya analisis konteks budaya, analisis konteks


sosioekonomi masyarakat setempat juga bertujuan untuk
melihat interaksi simbiotikal dalam konteks sosioekonomi antara
masyarakat setempat dengan eksistensi kawasan perencanaan
baik kondisi saat ini serta proyeksinya saat dikembangkan
dengan menambahkan fungsi – fungsi lain pada kawasan. Hasil
analisis akan bermanfaat untuk menjadi masukan dalam hal
pengembangan konsep penataan kawasan secara
komprehensif yang memiliki sinergi positif dengan kondisi
sosioekonomi masyarakat setempat.

Teknik analisis yang dilakukan lebih didominasi metode analisis verbal


deskriptif dengan memperhatikan segenap data baik primer maupun
sekunder yang diperoleh. Analisis yang dilakukan umumnya adalah
penelusuran kondisi eksisting berdasarkan data peta tematik yang
tersedia, serta konfirmasi kondisi faktual melalui observasi lapangan.

Tahapan studi kajian perancangan ini pada dasarnya akan bertumpu


pada pelibatan seluruh tenaga ahli yang ada berdasarkan kapasitas
atau kompetensi masing – masing dan relevansinya dengan segenap
komponen analisis.

4. Tahap Inisiasi dan Transformasi Konsep Rancangan

Dalam tahap ini, berangkat dari rekomendasi – rekomendasi yang


dihasilkan dalam tahap analisis, untuk selanjutnya konsultan akan
mengembangan konsep perencanaan penataan kawasan
perencanaan ini. Yang dimaksud dengan inisiasi konsep adalah
penggagasan konsep rancangan awal, sementara transformasi
konsep adalah serangkaian perubahan konsep yang perlu dilakukan
dalam upaya optimasi kualitas konsep. Optimasi konsep ini dilakukan
berdasarkan konsultasi berkala dengan pihak pemberi tugas melalui
Tim Supervisi yang dibentuk, maupun konsultasi informal dengan
berbagai pihak yang berkepentingan, juga secara internal di antara
tenaga ahli yang terlibat. Konstrain utama yang menentukan adalah
seberapa efisiennya sumberdaya waktu yang tersedia dapat
diberdayakan untuk melaksanakan mekanisme ini dengan efektif.

Output tahapan kegiatan konseptualisasi ini, beserta hasil pendataan


dan analisis pada tahap – tahap sebelumnya akan menjadi substansi
utama dalam Laporan Antara dan Draft Laporan Akhir yang akan
dikonsultasikan dengan Tim Supervisi dan dibahas dalam Rapat
Pembahasan Laporan Antara dan Draft Laporan Akhir.

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 16


LAPORAN ANTARA

Pada dasarnya inti tahap ini merupakan rangkaian proses Penyusunan


Rencana/Konsep Konsolidasi Lahan pada lokasi studi serta penetapan
lokasi konsolidasi dan pemanfaatan tanah. Penyusunan Rencana
dilakukan setelah melakukan perumusan konsep yang kemudian hasil
akhir didiskusikan kembali dalam FGD. Setelah rencana disepakati dan
program disinkronkan kemudian hasil rencana tersebut dituangkan
didalam naskah raperda. Kegiatan pada tahap ini dilaksanakan
selama 6 minggu.

5. Tahap Pengembangan Rancangan

Menyusul Rapat Pembahasan Laporan Pendahuluan, maka konsultan


akan memasuki tahapan penyusunan Dokumen Bantuan Teknis dari
rancangan Kawasan Perencanaan yang disepakati lewat forum
tersebut. Proses penyusunan Dokumen Bantuan Teknis ini pada
dasarnya adalah penjabaran yang lebih detail dari dokumen
sebelumnya melalui beragam medium

Standar teknis presentasi output kegiatan, akan mengacu pada arahan di


dalam KAK dan akan bertumpu pada pelibatan seluruh tenaga ahli yang
terlibat, khususnya Team Leader (Ahli Arsitektur Kawasan / Urban Design),
Tenaga Ahli Arsitek, Tenaga Ahli GIS, Tenaga Ahli Planologi serta tenaga sub
profesional, khususnya Operator CAD yang akan membantu dalam upaya
pembuatan dokumen gambar – gambar rancangan dalam bentuk
visualisasi 3D. Dengan tuntasnya tahapan kegiatan ini, maka salah satu
sasaran dalam pekerjaan ini telah tercapai.

1.7 SISTEMATIKA PEMBAHASAN

BAB 1. PENDAHULUAN

Bab Pendahuluan berisi tentang latar belakang pembahasan,


maksud, tujuan dan sasaran penyusunan bantuan teknis
pengembangan pertanahan dan pemanfaatan tanah, ruang
lingkup kegiatan dan lokasi, serta metode yang digunakan dalam
pembahasan

BAB 2. TINJAUAN KEBIJAKAN

Bab Tinjauan Kebijakan terdiri dari analisi beberapa kebijakan yang


menjadi acuan dalam penyusunan bantuan teknis
pengembangan pertanahan dan pemanfaatan tanah, seperti
analisis kebijakan RTRW DKI Jakarta 2030, RDTR Jakarta Pusat,
Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan
Nasional No. 16 Tahun 2017 tentang Pedoman Pengembangan
Kawasan Berorientasi Transit, Peraturan Menteri Agraria dan Tata
Ruang/Badan Pertanahan Nasional No. 12 Tahun 2019 tentang
Konsolidasi Tanah, Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1
Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta 2030
dan Peraturan Daerah Provinsi DKI Jakarta Nomor 1 Tahun 2014
tentang Rencana Detil Tata Ruang dan Peraturan Zonasi.

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 17


LAPORAN ANTARA

Dari tinjauan kebijakan di atas, selanjutnya ditentukan isu – isu


strategis kawasan yang akan menjadi dasar analisis dan
pembahasan.

BAB 3. GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

Gambaran umum wilayah perencanaan berisi tentang gambaran


wilayah perencanaan secara administrative dan geometris,
gambaran kondisi fisik, kondisi kependudukan dan social budaya,
kondisi sarana dan fasilitas umum, kondisi system pergerakan dan
transportasi, kondisi prasarana dan utilitas umum, serta kondisi
intensitas pemanfaatan ruang dan tata massa bangunan.

BAB 4. ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Bab ini membahas tentang analisis – analisis yang dilakukan dalam


penyusunan bantuan teknis pengembangan pertanahan dan
pemanfaatan lahan. Analisis tersebut mencakup analisis terhadap
pengaruh kebijakan tata ruang dan pembangunan terhadap
kawasan perencanaan, analisis terhadap keterkaitan dengan
kebijakan regional, analisis tetang fisik dasar, analisis pola ruang,
analisis. Dimana dari hasil analisis tersebut ditentukan potensi dan
permasalahan kawasan.

BAB 5. KONSEP PENGEMBANGAN KAWASAN

Bab 5 berisi tentang konsep – konsep dasar perencanaan kawasan


menjadi kawasan berkonsep Transit Oriented Development.

BANTUAN TEKNIS PENGEMBANGAN PERTANAHAN DAN PEMANFAATAN TANAH 18

You might also like