You are on page 1of 19

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DIABETES MELITUS TIPE II


DIRUMAH SAKIT TK III.REKSODIWIRYO PADANG DIRUANG III

Disusun Oleh :

DELLA SEPNITA

1914201012

PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK

(Ns.Hidayatul Rahmi,M.Kep) (Ns.Sandika Musderi S.Kep)

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN ALIFAH PADANG

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN

TAHUN 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat allah yang maha esa karena telah melimpahkan rahmat-nya
berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga saya dapat menyelesaikan tugas laporan yang
berjudul “diabetes melitus tipe 2”

Laporan ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah keperawatan medikal
bedah 3 dengan dosen Ns hidayatul rahmi,M.Kep.tidak lupa kami sampaikan terima kasih
kepada dosen pengampu yang telah memberikan arahan dan bimbingan dalam pembuatan
laporan pendahuluan.akhirnya penulis menyampaikan terima kasih atas perhatiannya dan kami
berharap semoga bermanfaat bagi kami khususnya dengan segala kerendahan hati saran dan
kritikan yang kontruksif sangat penulis harapkan.

Padang 31 januari 2023


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Diabetes melitus tipe 2 disebut juga dengan DM tidak tergantung insulin (Non Insulin Dependent
Diabetes Mellitus [NIDDM]) yang disebabkan oleh penurunan sensitivitas jaringan target
terhadap efek metabolik insulin yang sering disebut sebagai resistensi insulin (Guyton & Hall,
2012). Prevalensi DM tahun 2017 sebesar 8,8% (total penduduk dunia usia 20-79 tahun : 4,84
miliar jiwa) diprediksi meningkat hingga 9,9% total (total penduduk dunia usia 20-79 tahun :
4,84 miliar jiwa) tahun 2045. Indonesia menempati urutan nomor 6 setelah Cina, India, USA,
Brazil, Mexico pada tahun 2017. Jumlah Penderita DM di Indonesia juga terbilang tinggi, dilihat
dari laporan IDF bahwa jumlah penderita DM sebanyak 10,3 juta jiwa pada tahun 2017 dan
diperkirakan akan meningkat pada tahun 2045 sebanyak 16,7 juta jiwa (International Diabetes
Federation, 2017). Prevalensi komplikasi penderita diabetes melitus tipe 2 ini cenderung
meningkat dan semakin memburuk disebabkan karena ketidakmampuan penderita dalam
mengelola penyakitnya secara mandiri (American Diabetes Association, 2018). Dalam hal ini
manajemen diri menjadi sangat penting dalam pengobatan diabetes mellitus. Perawatan diri
adalah salah satu manajemen diri diabetes mellitus dan perlu untuk mendapatkan kontrol
glikemik yang memadai (Musmulyadi, M., Malik Z. M., & Mukhtar, 2019). Perawatan diri atau
self care yang dilakukan seseorang atau masyarakat didasari oleh pengetahuan, sikap, efikasi
diri/ keyakinan diri, tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan
(Notoatmodjo, 2010). Pada dasarnya semua manusia mempunyai kebutuhan untuk melakukan
perawatan diri dan mempunyai hak untuk melakukan perawatan diri secara mandiri (Sari, 2012).

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian diabetes melitus?

2. Apa etiologi dan resiko diabetes melitus?

3. Apa tanda dan gejala ?


4. Apa pemeriksaan penunjang?

5. Apa komplikasi diabetes melitus?

6. Bagaimana penatalaksanaan?

C. Manfaat penulisan

Penulisan laporan ini diharapkan dapat memberi manfaat Untuk menambah pengetahuan tentang
konsep terjadinya diabetes melitus (DM)
BAB II

PENDAHULUAN

A. Konsep Dasar Diabetes Mellitus

1. Definisi

Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan penyakit gangguan metabolik yaitu ditandai oleh kenaikan
gula darah disebabkan oleh penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas atau gangguan
fungsi insulin. Kadar insulin menurun atau berada dalam rentang normal karena insulin tetap
dihasilkan oleh sel pankreas namun terjadi resistensi insulin. DM tipe 2 disebut juga dengan non
insullin dependent diabetes mellitus(Fatimah,2015).

Menurut WHO (2016), diabetes mellitus tipe 2 adalah penyakit kronis yang disebabkan karena
pankreas mengalami penurunan saat memproduksi hormon insulin yang cukup atau ketika
insulin yang digunakan tubuh tidak efektif. Penderita didiagnosa DM ketika kadar glukosa darah
puasa lebih dari 126 mg/dl atau kadar glukosa darah sewaktu lebih dari 200 mg/dl.

2. Etiologi

Faktor lingkungan dan gaya hidup merupakan penyebab semakin meningkatnya kasus diabetes
mellitus tipe 2. Gaya hidup dengan mengkonsumsi karbohidrat yang tinggi serta aktivitas fisik
yang kurang menyebabkan terjadinya diabetes mellitus tipe 2. Faktor resiko DM tipe 2 yaitu
obesitas, usia, riwayat DM tipe 2 dalam keluarga, BBLR, dan orang asia termasuk kedalam
golongan rentan mengalami DM tipe 2. Menurut Buraerah (2010), Faktor penyebab diabetes
mellitus tipe 2 adalah kekurangan insulin secara relatif maupun absolut. Defisiensi insulin dapat
terjadi karena :

a) Sel sel pankreas rusak karena pengaruh dari luar (virus, zat kimia, dan lain-lain)

b) Desensitasi yaitu menurunya reseptor glukosa pada kelenjar pankreas

c) Kerusakan reseptor insulin di jaringan perifer


Menurut Smeltzer (2002), DM tipe 2 disebabkan karena kegagalan relatif sel dan resisten
insulin. Retensi insulin adalah menurunnya kemampuan insulin untuk merangsang glukosa oleh
jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.

3. faktor resiko

Berikut ini adalah faktor resiko yang dapat terkena DM Tipe II, antara lain:

1) Usia ≥ 45 tahun

2) Usia lebih muda, terutama dengan indeks massa tubuh (IMT) >23 kg/m 2 yang disertai
dengan faktor resiko:

a. Kebiasaan tidak aktif

b. Turunan pertama dari orang tua dengan DM

c. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi >4000 gram, atau riwayat DM gestasional

d. Hipertensi (≥140/90 mmHg)

e. Kolesterol HDL ≤ 35 mg/dl dan atau trigliserida ≥ 250 mg/dl

f. Menderita polycyctic ovarial syndrome(PCOS) atau keadaan klinis lain yang terkait
dengan resistensi insulin

g. Adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa darah puasa
terganggu (GDPT) sebelumnya

h. Memiliki riwayat penyakit kardiovaskular

3) Obesitas terutama yang bersifat sentral (bentuk apel)

4) Diet tinggi lemak dan rendah karbohidrat

5) Kurang gerak badan

6) Faktor genetik

7) Konsumsi obat-obatan yang bisa menaikkan kadar glukosa darah


8) Stress (FKUI, 2011)

4. Manifestasi Klinik

Menurut Fitriyani (2012), Pada penderita DM tipe 2 dapat menimbulkan gejala yang
bermacam-macam antar penderita satu dengan lainnya, bahkan ada penderita DM yang tidak
menunjukkan gejala khas DM sampai waktu tertentu. Manifestasi klinis DM tipe 2 dibagi
menjadi akut dan kronik. Gejala akut yaitu : polidipsia (banyak minum), poliphagia (banyak
makan), poliuria (banyak kencing/ sering kencing di malam hari), nafsu makan bertambah
namun berat badan menurun dengan cepat (5-10 kg dalam waktu 2-4 minggu), dan mudah lelah.

Gejala kronik DM tipe 2 yaitu : kebas, kesemutan, kulit terasa ditusuk jarum dan terasa
panas, kram, mudah mengantuk, gigi mudah goyah dan mudah lepas. Pada pria dapat
mengakibatkan impoten, pada ibu hamil sering terjadi keguguran atau kematian janin dalam
kandungan (PERKENI,2011).

Tanda dan gejala spesifik DM Tipe II, antara lain:

a. Penurunan penglihatan

b. Poliuri ( peningkatan pengeluaran urine ) karena air mengikuti glukosa dan keluar
melalui urine.

c. Polidipsia (peningkatan kadar rasa haus)akibat volume urineyang sangat besar dan
keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti
ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien
konsentrasi keplasma yang hipertonik (konsentrasi tinggi) dehidrasi intrasel menstimulasi
pengeluaran hormon anti duretik (ADH, vasopresin)dan menimbulkan rasa haus

d. Rasa lelah dan kelemahan otot akibat kataboisme protein di otot dan ketidakmampuan
sebagian besar sel untuk menggunakan glukosa sebagai energi. Aliran darah yang buruk
pada pasien DM kronis menyebabkan kelelahan
e. Polifagia (peningkatan rasa lapar) akibat keadaan pascaabsorptif yang kronis,
katabolisme protein dan lemak dan kelaparan relatif sel. Sering terjadi penurunan berat
badan tanpa terapi

f. Konfusi atau derajat delirium

g. Konstipasi atau kembung pada abdomen(akibat hipotonusitas lambung)

h. Retinopati atau pembentukan katarak

i. Perubahan kulit, khususnya pada tungkai dan kaki akibat kerusakan sirkulasi perifer,
kemungkinan kondisi kulit kronis seperti selulitis atau luka yang tidak kunjung sembuh,
turgor kulit buruk dan membran mukosa kering akibat dehidrasi

j. Penurunan nadi perifer, kulit dingin, penurunan reflek, dan kemungkinan nyeri perifer
atau kebas

k. Hipotensi ortostatik (Jaime Stockslager L dan Liz Schaeffer,2007)

5. Pemeriksaan Penunjang

Untuk mendiagnosis DM tipe 2 yakni dengan melakukan pemeriksaan glukosa darah dan
pemeriksaan glukosa peroral (TTGO). Pemeriksaan C-peptide dilakukan untuk membedakan
DM tipe 2 dan DM tipe 1 (Fatimah,2015):

a. Pemeriksaan Glukosa Darah Glukosa Plasma Vena Sewaktu


Pada penderita DM tipe 2 dilakukan dengan manifestasi klinis seperti poliuria, polidipsia,
dan polifagia. Gula darah sewaktu yaitu pemeriksaan gula darah tanpa memandang
terahir kali makan. Dengan pemeriksaan gula darah sewaktu diagnosis DM tipe 2 sudah
dapat ditegakkan. Jika kadar glukosa darah sewaktu >200mg/dl (plasma vena) maka
sudah bisa dikatakan DM.
b. Glukosa Plasma Vena Puasa
Pada pemeriksaan ini, klien dipuasakan 8-12 jam sebelum tes dengan menghentikan
semua obat yang dikonsumsi. Interpretasi pemeriksaan gula darah puasa yaitu kadar
glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, ≥126 mg/dl adalah diabetes
melitus, sedangkan antara 110-126 mg/dl disebut glukosa darah puasa terganggu
(GDPT). Pemeriksaan ini lebih efektif dibandingkan TTGO
c. Glukosa 2 jam post prandial (GD2PP)
Tes ini dilakukan jika ada kecurigaan DM. Klien makan makanan yang mengandung 100
gr karbohidrat sebelum puasa dan menghentikan olahraga dan rokok. Klien didiagnosa
DM jika kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl, sedangkan nilai normalnya ≤ 140. Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl.
d. Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) Pemeriksaan TTGO
dilakukan jika pemeriksaan glukosa sewaktu hasilnya berkisar 140-200 mg/dl.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk memastikan ditegakkan diagnosa DM atau tidak.
Menurut WHO (2006), cara melakukan TTGO dengan cara melarutkan 75gram glukosa
pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-anak yang dilarutkan dalam air 250-300 ml dan
dihabiskan dalam waktu 5 menit.TTGO dilakukan minimal pasien telah berpuasa selama
minimal 8 jam. Hasil TTGO yaitu : Toleransi glukosa normal apabila ≤ 140 mg/dl,
Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200
mg/dl, dan Toleransi glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus.
e. Pemeriksaan HbA1c
HbA1c adalah reaksi antara glukosa dan hemoglobin , yang tersimpan dan berada dalam
eritrosit selama 120 hari. Kadar HbA1c tergantung pada kadar glukosa dalam darah.
HbA1c merupakan gambaran rata-rata kadar gula darah selama 3 bulan. Pemeriksaan
gula darah menunjukkan hasil tes gula darah.
6. Komplikasi
1. Komplikasi Akut
a. Hipoglikemia, yaitu kadar gula dalam darah berada dibawah nilai normal < 50 mg/dl
b. Hiperglikemia, yaitu suatu keadaan kadar gula dalam darah meningkat secara tiba –
tiba dan dapat berkembang menjadi metabolisme yang berbahaya.
2. Komplikasi Kronis
a. Komplikasi makro vaskuler, yang biasanya terjadi pada pasien DM adalah pembekuan
darah di sebagian otak, jantung koroner, stroke, dan gagal jangung kongestif
b. Komplikasi mikro vaskuler, yang biasanya terjadi pada pasien DM adalah nefropati,
diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi (Perkeni, 2015).
7. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmokologi
a. Penatalaksanaan Farmakologi
1) Antidiabetik oral
Indikasi antidiabetik oral ditunjukkan untuk paseien DM tipe 2 ringan sampain sedang
yang gagal dikendalikan dengan pengaturan asupan energi dan karbohidrat serta olah
raga. Obat golongan ini ditambahkan setelah 4− 8 minggu upaya diet dan olah raga
dilakukan, kadar gula darah tetap diatas 200mg% dan HbA1c diatas 8%. Jadi obat ini
bukan menggantikan upaya diet, melainkan membantunya. Pemilihan terapi
menggunakan antidiabetik oral dapat dilakukan dengan satu jenis obat atau kombinasi.
Pemilihan dan penentuan regimen antidiabetik oral yang digunakan harus
mempertimbangkan tingkat keparahan penyakit DM serta kondisi kesehatan pasien
secara umum termasuk penyakit-penyakit lain dan komplikasi yang ada.Dalam hal ini
obat hipoglikemik oral adalah termasuk golongan sulfonilurea, biguanid, inhibitor alfa
glukosidase dan insulin sensitizing
2) Insulin
pada pasien DM tipe 2 yang memburuk, penggantian insulin total menjadi
kebutuhan. Insulin merupakan hormon yang mempengaruhi metabolisme karbohidrat
maupun metabolisme protein dan lemak. Fungsi insulin antara lain menaikkan
pengambilan glukosa ke dalam sel–sel sebagian besar jaringan, menaikkan penguraian
glukosa secara oksidatif, menaikkan pembentukan glikogen dalam hati dan otot serta
mencegah penguraian glikogen, menstimulasi pembentukan protein dan lemak dari
glukosa.
b. Penatalaksanaan non Farmakologi
1) Edukasi
Perawat memberikan informasi kepada klien yang membutuhkan perawatan diri untuk
memastikan kontinuitas pelayanan dari rumah sakit ke rumah. Sebagai seorang edukator
pembelajaran yang diberikan perawat ke klien adalah health education yang berhubungan
dengan semua tahap kesehatan dan tingkat pencegahan. Hasil penelitian yang Wong, dkk
menunjukkan bahwa intervensi edukasi telah meningkatkan pengetahuan tentang DM
tipe 2 dan pemeliharaan diri penderita DM tipe 2 yang berdampak terhadap jaminan
kesehatan penderita DM tipe 2 jangka panjang dalam mempertahankan kadar glukosa
darah dalam batas mendekati normal.
2) Terapi gizi medis
Hal penting yang harus dilakukan penderita DM tipe 2 adalah pengelolaan diet.
Tujuannya adalah membantu penderita memperbaiki gizi dan dapat mengontrol
metabolik yang lebih baik. Hal ini bisa dilihat pada pengendalian glukosa, lipid, dan
tekanan darah. Pada penderita DM tipe 2 penatalaksanaan diet berfokus pada pembatasan
jumlah energi, karbohidrat, lemak jenuh, dan natrium. Makanan dianjurkan seimbang
dengan komposisi energi dari karbohidrat 45-65%, protein 10-15%, dan lemak 20-25%.
3) Latihan jasmani
Latihan jasmani dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas
terhadap insulin, sehingga akan memperbaiki pengendalian glukosa darah. Tujuan dari
latihan jasmani adalah penurunan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap
insulin, jadi pengendalian glukosa darah dapat membaik. Latihan jasmani yang teratur
dapat meningkatkan kontraksi otot, yang menyebabkan permeabilitas membran sel
terhadap glukosa meningkat dan resistensi insulin berkurang. Contoh latihan jasmani
yang direkomendasikan untuk penderita DM tipe 2 adalah jogging, bersepeda santai, dan
berenang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Choi (2012).
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan proses yang terstruktur dan sistematis, mulai dari
pengumpulan data, verifikasi data, dan komunikasi data tentang klien. Pada fase
pengkajian ini terdapat 2 langkah yaitu pengumpulan data dari klien (sumber primer) dan
keluarga, tenaga kesehatan (sumber sekunder) serta analisa data untuk diagnosa
keperawatan:
a. Identitas
Penderita DM tipe 2 usia > 30 tahun, dan cenderung meningkat pada usia > 65 tahun.
Faktor pendidikan dan pekerjaan orang yang memiliki pendapatan tinggi cenderung
memiliki gaya hidup dan pola makan yang salah. Konsumsi makanan yang banyak
mengandung gula dan lemak. Penyakit DM banyak dialami orang yang pekerjaan dengan
aktivitas fisik sedikit dan wanita memiliki resiko lebih besar daripada laki-laki
(Black,2014).
b. Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan utama
Klien DM tipe 2 biasanya tidak menyadari bahwa mengidap DM sebelum memeriksakan
dirinya ke pelayanan kesehatan. Pola makan dan gaya hidup yang kurang baik menjadi
faktor penyebab terbanyak DM tipe 2. Perawat harus melakukan anamnesis kepada
pasien tentang persepsi sehat- sakit, pengetahuan status kesehatan pasien saat ini,
perilaku untuk mengatasi kesehatan dan pola pemeliharaan kesehatan.Karena produksi
insulin yang inadekuat atau karena adanya defisiensi insulin menyebabkan kadar gula
darah tidak dapat dipertahankan sehingga muncul keluhan sering lapar, sering haus,
sering buang air kecil, BB menurun, dan mudah lelah. Status kesehatan penderita DM
menjadi terganggu. Mual.
2) Riwayat kesehatan lalu :
Klien DM biasanya memiliki riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti infark miokard,
obesitas, arterosklerosisi, tindakan medis yang pernah dilakukan atau obat-obatan yang
biasa dikonsumsi klien (Bararah,2013).
3) Riwayat kesehatan keluarga :
Riwayat anggota keluarga klien biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita DM atau penyakit keturunan yang bisa mengakibatkan terjadinya defisiensi
insulin.
4) Pemeriksaan fisik
Menurut Bararah (2013), pemeriksaan fisik pada klien DM :
a) Kesadaran : klien DM biasanya datang ke RS dalam kondisi composmentis dan
mengalami hipoglikemi akibat reaksi penggunaan insulin yang tidak tepat. Klien
biasanya akan mengekuh gelisah, tremor, takikardi, dan pucat
b) Tanda-tanda vital : terkait dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi, suhu, turgor
kulit, dan frekuensi pernafasan.
c) Sistem Tubuh
d) Kepala dan Leher : mengkaji bentuk kepala, kondisi rambut, apakah ada
pembesaran pada leher, telinga berdengung,lidah terasa tebal, air ludah kental,gigi
mudah goyah,gusi bengkak dan berdarah, bagaimana penglihatan mata, apakah
kabur, diplopia, dan lensa mata keruh.
e) Sistem Integumen : melihat warna kulit, kuku, suhu kulit, tekstur kulit, mobilitas,
dan meraba tekstur rambut
f) Sistem Pernafasan : sesak napas, batuk, sputum,nyeri dada, karena pada klien DM
mudah terkena infeksi.
g) Sistem Kardiovaskuler : menurunnya perfusi jaringan, nadi perifer lemah dan
berkurang, takikardi/bradikardi, hipertensi/hipotensi, kardiomegalis, dan aritmia.
h) Sistem gastrointestinal : adanya polifagi, polidipsi, mual, muntah, konstipasi,
dehidrasi, perubahan berat badan, obesitas, peningkatan lingkar abdomen.
i) Sistem perkemihan : poliuri, inkontinesia urin, rasa panas atau sakit dalam berkemih
j) Sistem muskoloskeletal : cepat lelah, lemah dan nyeri, penyebaran massa otot,
perubahan tinggi badan
k) Sistem neurologis :terjadi penurunan
sendoris,parasthesia,letargi,mengantuk,kacau mental,dandisorientasi
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis atas respon pasien, keluarga, atau
komunitas terhadap kesehatan dan proses kehidupan aktual atau potensial. Diagnosa
keperawatan merupakan dasar atas pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai
hasil yang mana perawat bertanggung jawab dan bertanggung gugat. Berikut adalah
diagnosa keperawatan klien DM menurut NANDA (2018)
a. ketidakstabilan kadar glukosa darah bd resistensi insulin
b. Nyeri akut b.d agen pencederaan fisiologis
c. Defisiensi pengetahuan b.d kurangnya informasi mengenai proses penyakit, perawatan,
dan pengobatan
3. Intervensi keperawatan

NO DIAGNOSA SLKI SIKI

1 Ketidakstabilan kadar Setelah dilakukan pengkajian 1x24 Manajemen hiperglikemia


glukosa darah bd jam diharapkan glukosa darah turun Observasi
resistensi insulin dengan kriteria hasil: a. Indentifikasi penyebab
a. Kadar glukosa dalam darah hiperglikemia
menurun b. Indentifikasi situasi yang
b. Kadar glukosa dalam urine menyebabkan kebutuhan
menurun insulin meningkat
c. Lelah menurun c. Monitor kadar glukosa
d. Rasa haus menurun darah
d. Monitor tanda dan gejala
glikemia
Teraupetik
a. Berikan asupan cairan
oral
b. Konsultasi dengan medis
jika hiperglikemia tetap
Edukasi
a. Anjurkan menghindari
olahraga saat glukosa
darah lebih dari normal
b. Anjurkan monitor
glukosa darah secara
mandiri
c. Ajarkan pengelolaan
diabetes
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
insulin
b. Kolaborasi pemberian
cairan IV
c. Kolaborasi pemberian
kalium
2 Nyeri akut bd agen Setelah dilakukan pengkajian 1x24 Manajemen nyeri
pencederaan fisiologis jam diharapkan nyeri berkurang Observasi
dengan kriteria hasil: a. Identifikasi lokasi nyeri
a. Keluhan nyeri menurun b. Identifikai skala nyeri
b. Meringis menurun c. Identifikasi respon nyeri
c. Gelisah menurun non verbal
d. Tekanan darah membaik d. Identifikasi faktor yang
e. Frekuensi nadi membaik memperperberat nyeri
e. Monitor keberhasilan
terapi komplementer
Teraupetik
a. Berikan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi nyeri
b. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
c. Fasilitasi istirahat dan
tidur
Edukasi
a. Jelaskan penyebab
pemicu nyeri
b. Jelaskan strategi
meredakan nyeri
c. Anjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian
analgetik
3 Defisi pengetahuan bd Setelah dilakukan pengkajian 1x24 Edukasi kesehatan
kurang terpapar jam diharapkan pengetahuan Observasi
informasi bertambah dengan kriteria hasil: a. Identifikasi siapan dan
a. Pengetahuan tentang suatu kemampuan menerima
topik meningkat informasi
b. Perilaku sesuai anjuran b. Identifikasi faktor yang
membaik dapat meningkatkan dan
c. Persepsi yang keliru dengan menurunkan motivasi
masalah menurun Teraupetik
a. Sediakan materi dan
media pendidikan
kesehatan
b. Berikan kesempatan
untuk bertanya
Edukasi
a. Jelaskan faktor resiko
yang dapat
mempengaruhi kesehatan
b. Ajarkan perilaku hidup
sehat
c. Ajarkan strategi yang
dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup sehat
4. Implementasi keperawatan
Implementasi ialah suatu tindakan yang dilakukan setelah tahapan intervensi guna
memodifikasi faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien agar tujuan yang
diharapkan tercapai (Nursalam, 2009). Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan implementasi
meliputi :
a). Harus berdasarkan dengan respons klien
b). Harus berdasarkan dengan ilmu pengetahuan, hasil penelitian keperawatan, standart
pelayanan profesional dan hukum serta kode etik keperawatan
c). Berdasarkan dengan sumber yang tersedia
d). Sesuai dengan tanggung jawab dan tanggung gugat profesi keperawatan
e). Harus memahami dengan benar mengenai rencana intervensi keperawatan
f). Perawat harus mampu menciptakan sebuah adaptasi untuk meningkatan self care
g).Upaya dalam meningkatkan status kesehatan klien
5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi merupakan tindakan yang digunakan untuk melengkapi proses keperawatan.
Evaluasi bertujuan untuk menentukan apakah tujuan intervensi dapat dicapai secara
efektif (Nursalam, 2009). Kriteria keberhasilan yang dicapai adalah: Pasien diarapkan
bisa memahami tentang apa itu penyakit Diabetes Melitus dan bagaimana juga tanda dan
gejala. Pasien juga diharapkan dapat melakukan pencegahaan secara mandiri, Keluarga
pasien diharapkann dapat atau bisa membantu pasien dalam melakukan pencegahan dan
pengobatan, serta Pasien diharapkan mampu memahami apa saja komplikasi yang bisa
terjadi pada kasus Diabetes Melitus
DAFTAR PUSTAKA

Bararah, T. (2013). Asuhan Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustakaraya.


Black, J. M. (2014). Keperawatan Medikal Bedah. Indonesia: CV Pentasada Media
Eduksi. Buraerah,hakim.2010.Analisis Faktor Resiko Diabetes Mellitus
Tipe 2 di Puskesmas Tanrutedong,Sidenreg Rappon.Jurnal Ilmiah
Nasional Fatimah.,Restyana Noor.2015. Diabetes Mellitus tipe 2.
J Majority:4(5) Fitriyani. 2012. Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 di
Puskesmas Kecamatan Citangkil danPuskesmas Kecamatan Pulo Merak Kota
Cilegon. Fakultas Kesehatan Masyarakat Program Studi Sarjana
Reguler Kesehatan Masyarakat Departemen Biostatistika Dan Kependudukan Depok
Universitas Indonesia, 1, 102
Harti, A.S. 2015. Mikrobiologi Kesehatan Peran Mikrobiologi Dalam Bidang
Kesehatan.Yogyakarta: Penerbit ANDI, Anggota IKAPI.
PERKENI. 2011. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Indonesia 2011.Semarang: PB PERKENI.
Prabawati, R. K. 2012. Mekanisme Seluler dan Molekular Resistensi Insulin.
Tugas Biokimia Program Pasca Sarjana Ilmu Biomedik Program Double Dolgree
Neurologi FakultasKedokteran Universitas Brawijaya

You might also like