You are on page 1of 26

Topik

Acute Coronary Sindrome (ACS)

A. Pendahuluan
Sindroma koroner akut merupakan terminologi yang digunakan untuk
menggambarkan terjadinya infark/iskemik miokard yang terjadi secara akut.
Keadaan ini biasanya disebabkan karena penurunan aliran darah koroner secara
mendadak. Infark miokard akut non elevasi segmen ST (IMANEST) merupakan
salah satu manifestasi dari sindroma koroner akut (Amsterdam et al., 2018).
Penyebab terjadinya IMANEST dapat disebabkan oleh rupturnya plak aretoma
pembuluh darah koroner yang robek atau pecah. Pada kasus ini, hal tersebut dapat
menimbulkan oklusi subtotal pada pembuluh darah koroner yang menyebabkan
penurunan suplai oksigen ke miokardium (PERKI, 2015). Jika hal tersebut
dibiarkan terus terjadi lebih dari 20 menit dapat menimbulkan infark miokard yang
menyebabkan munculnya morbiditas maupun mortalitas (Liwang dan Wijaya,
2014; PERKI, 2017).
Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2016, penyakit
jantung iskemik menjadi penyebab nomor satu kematian di seluruh dunia.
Terhitung sebanyak 7.4 juta orang meninggal akibat penyakit jantung iskemik.
Penyakit jantung iskemik adalah penyebab kematian kelima terbanyak pada negara
berpenghasilan rendah, dengan angka mortalitas 39 per 100.000 penduduk (WHO,
2014). Berdasarkan data Euro Heart Survey (EHS), dari 10.000 pasien sindroma
koroner akut sebanyak 42,3% pasien didiagnosis menderita IMANEST (Iqbal dan
Fox, 2010).

1
Di indonesia berdasarkan data penelitian dari Jakarta Acute Coronary
Syndrome (JAC) Registry, terdapat total pasien sindroma koroner akut pada tahun
2007, 2010, dan 2013 sebanyak 1223 pasien, 1915 pasien, dan 1925 pasien yang
tergolong sebagai sindroma koroner akut non elevasi segmen ST (Dharma et al.,
2017). Angka tersebut menunjukkan bahwa penyakit ini mengalami peningkatan
setiap tahunnya.

Kejadian sindroma koroner akut menjadi suatu masalah di bidang


kardiovaskular karena selain meningkatkan angka mortalitas yang tinggi juga
meningkatkan angka perawatan di rumah sakit (PERKI, 2018). Tidak hanya itu,
kejadian morbiditas dan mortalitas pada sindroma koroner akut juga cukup
signifikan yaitu mencakup setengah mortalitas akibat penyakit kardiovaskular.
Kejadian morbiditas dan mortalitas memang lebih rendah pada pasien IMANEST
dibandingkan dengan pasien infark miokard akut elevasi segmen ST (IMAEST),
tetapi masih perlu diperhitungkan karena sekitar 15% pasien meninggal atau
mengalami reinfark dalam waktu 30 hari setelah didiagnosis (Kolansky, 2015).

Penelitian di Thailand menunjukkan angka kejadian mortalitas di rumah sakit


pada pasien yang terdaftar di Thai Acute Coronary Sindromae Registries (TACSR)
sebanyak 526 pasien sindroma koroner akut non elevasi segmen ST
(Kiatchoosakun et al., 2007). Di Spanyol, dari 46.007 kasus ditemukan kejadian
mortalitas di rumah sakit sebesar 4.401 kasus (9.6%) dan angka ini ditemukan lebih
tinggi pada pasien dengan umur 74 tahun (16%) dengan diagnosis infark miokard
(Aguado-Romeo et al., 2017).

B. Definisi
Andra (2006) mengatakan Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian
kegawatan pada pembuluh darah koroner.
Wasid (2007) menambahkan bahwa SKA adalah suatu fase akut dari Angina
Pectoris Tidak Stabil/ APTS yang disertai Infark Miocard akut/ IMA gelombang Q
(IMA-Q) dengan non ST elevasi (NSTEMI) atau tanpa gelombang Q (IMA-TQ)
dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur
plak aterosklerosis yang tak stabil.
Harun (2007) berpendapat istilah SKA banyak digunakan saat ini untuk
menggambarkan kejadian kegawatan pada pembuluh darah coroner. Sindrom coroner

2
Akut merupakan satu sindrom yang terdiri dari beberapa penyakit coroner yaitu,
angina tak stabil (unstable angina), infark miokard non-elevasi ST, infark miokard
dengan elevasi ST, maupun angina pektoris pasca infark atau pasca tindakan
intervensi coroner perkutan. Sindrom coroner Akut merupakan keadaan darurat
jantung dengan manifestasi klinis rasa tidak enak di dada atau gejala lain sebagai
akibat iskemia miokardium.

C. Etiologi
1. Faktor penyebab
a. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang di sebabkan oleh 3 faktor :
1) Faktor pembuluh darah :
a. Aterosklerosis
b. Spasme
c. Arteritis
2) Faktor sirkulasi :
a. Hipotensi
b. Stenosis aorta
c. Insufisiensi
3) Faktor darah :
a. Anemia
b. Hipoksemia
c. Polisitemia
b. Curah jantung yang meningkat :
1. Aktifitas berlebihan
2. Emosi
3. Makan terlalu banyak
4. Hypertiroidisme
c. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :
1. Kerusakan miocard
2. Hypertropi miocard
3. Hypertensi diastolic
2. Faktor predisposisi
Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah
a. Usia > 40 tahun
3
b. Jenis kelamin : insiden pada pria, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause
c. Hereditas
d. Ras : lebih tinggi insiden pada kulit hitam
3. Faktor resiko yang dapat diubah :
a. Mayor :
1) Hiperlipidemia
2) Hipetensi
3) Merokok
4) Diabetes
5) Obesitas
6) Diet tinggi lemak jenuh, kalori
b. Minor :
1) Inaktifitas fisik
2) Pola kepribadian tipe A (emosional, agresif, ambisiu, kompetitif).
3) Stress psikologis berlebihan.
D. Manisfestasi klinis
1. Nyeri :
a) Gejala utama adalah nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-
menerus tidak mereda, biasanya dirasakan diatas region sternal bawah dan
abdomen bagian atas.
b) Keparahan nyeri dapat meningkat secara menetap sampai nyeri tidak
tertahankan lagi.
c) Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu
dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d) Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan
emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan
bantuan istirahat atau nitrogliserin.
e) Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan leher.
f) Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis, berat,
pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g) Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat
karena neuropati yang menyertai diabetes dapat menganggu neuroreseptor.

4
2. Pada ACS dapat ditemukan juga sesak napas, diaphoresis, mual, dan nyeri
epigastrik.
3. Perubahan tanda vital, seperti takikardi, takipnea, hipertensi, atau hipotensi, dan
penurunan saturasi oksigen (SAO2) atau kelainan irama jantung.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. EKG (Electrocardiogram)
Oklusi pada arteri koroner akan menyebabkan gangguan impuls listrik jantung
sehingga pemeriksaan elektrokardiogram sangat penting untuk dilakukan. Pada
sindroma koroner akut, terdapat beberapa perubahan EKG yang penting terutama
pada segmen ST dan gelombang T. Pada ST elevation myocardial infarction
(STEMI dan NSTEMI) adalah adanya elevasi segmen ST pada STEMI. Sebagian
kecil pasien dengan unstable angina dan NSTEMI memiliki gambaran EKG yang
normal. Perubahan pada segmen ST maupun T inversi pada hasil EKG pada saat
disertai gejala menunjukkan bahwa terdapat penyakit kardiovaskular yang serius.
EKG pada unstable angina dan NSTEMI sering menunjukkan gambaran iskemik
berupa depresi segmen ST dan inversi gelombang T.
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan sampel darah yang sangat penting adalah pemeriksaan biomarker
yaitu enzim jantung. Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan enzim
tersebut adalah waktu pemeriksaan setelah onset serangan. Enzim jantung tidak
serta merta muncul dalam darah segera setelah onset, dan enzim jantung juga
akan menghilang setelah beberapa waktu tertentu. Pemeriksaan enzim jantung
penting dalam mendiagnosis sindroma koroner akut. Pada unstable angina tidak
didapati peningkatan enzim jantung, sementara pada NSTEMI terjadi
peningkatan enzim jantung.
a) Troponin
Troponin merupakan enzim jantung yang penting untuk diperiksa.
Troponin T yang meningkat kadarnya dalam darah setelah 4-9 jam setelah
serangan sindroma koroner akut dan mencapai puncak pada jam ke-12-24 jam.
Kadar troponin T tersebut bertahan dalam darah selama 7-14 hari. Troponin
merupakan protein yang didapati pada miokardium dan dilepaskan kedalam
darah apabila terjadi iskemik pada miokardium. Kadar tropin subunit troponin
terbagi dua yaitu : Troponin I dan troponin T.
5
3. Pemeriksaan Darah Lainnya :
Pemeriksaan darah lainnya yang penting dilakukan adalah pemeriksaan
darah lengkap dan panel metabolik. Pemeriksaan darah lengkap dapat menilai ada
tidaknya anemia yang dapat memperburuk prognosis pasien. Pemeriksaan
metobolik yang perlu dilakukan berupa kadar kolesterol, terutama LDL, kadar
glukosa darah dan fungsi tiroid.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan foto toraks dapat berguna untuk melihat kardiomegali,
komplikasi sindroma koroner akut seperti edema paru pada gagal jantung. Pada
edema paru dapat terjadi gangguan hemodinamik. Bila terdapat gangguan
hemodinamik, pemeriksaan foto toraks sangat membantu. Selain itu foto toraks
dapat menyingkirkan gejala lain yang menyebabkan nyeri dada, seperti
pneumotoraks.
5. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan ekokardiografi dapat dilakukan di rumah sakit yang memiliki
fasilitas tersebut. Melalui pemerikaan ekokardiografi dapat ditentukan status
kontraktilitas dari jantung pasien. Pemeriksaan ekokardiografi juga dapat melihat
komplikasi sindroma koroner akut yang muncul, yaitu regurgitasi mitral atau
perburukan regurgitasi mitral.
F. Klasifikasi Sindroma Koroner Akut
Wasid (2007) mengatakan berat/ringannya Sindrom Koroner Akut (SKA)
menurut Braunwald :
a. Kelas I : Serangan baru, yaitu kurang dari 2 bulan progresif, berat, dengan nyeri
pada waktu istirahat, atau aktivitas sangat ringan terjadi > 2 kali per hari.
b. Kelas II : Sub-akut, yakni sakit dada antara 48 jam sampai dengan 1 bulan pada
waktu istirahat.
c. Kelas III : Akut, yakni kurang dari 48 jam.

6
Secara Klinis :
a. Kelas A : Sekunder, dicetuskan oleh hal-hal diluar koroner, seperti anemia,
infeksi, demam, hipotensi, takiaritmi, tirotoksikosis, dan hipoksia karena gagal
nafas.
b. Kelas B : Primer.
c. Kelas C : Setelah infark (dalam 2 minggu IMA). Belum pernah di obati. Dengan
anti angina ( penghambat beta adrenergik, nitrat, dan antagonis kalsium )
antiangina dan nitrogliserin intravena.

G. Penatalaksanaan
a. Pentalaksanaan medik
Tujuan terapi pada penderita AKS, yaitu men-stabilkan angina (pada APTS) dan
mencegah kerusakan lebih lanjut pada infak. Masa-masa kritis pada penderita infak
adalah 2 jam pertama setelah serangan, dimana komplikasi gangguan listrik
jantung yang patal VT-VF merupakan hal yang paling sering sebagai penyebab
suddent death. Penatalaksanaan di bedakan menjadi 2 bagian yaitu :
1. Umum
a) Pasien di anjurkan istirahat total
b) Pasien puasa 4-6 jam, setelah pasien tidak ada keluhan nyeri dada dapat diit
cair
c) Segera pasang IV line
d) Oksigen
e) Nitral (cedocard) sublingual
f) Nitrogliserin oral atau infus (drip)
g) Aspirin 160 mg dikunyah
h) Pain kiler (Morphine/Patidine)
i) Penderita dirawat di CVCU/ICCU, memerlukan monitor ketat
2. Khusus
a) B Bloker
Mengurangi kosumsi oksigen. Pilihan pada B Bloker non ISA. Kl pada AV
Blok Asam Bronkial, Severe LHF. Pemberiaan B bloker dapat menurunkan
progresif AKS sekitar 13 %
b) ACE
Hari pertama serangan, mampu menurunkan mortalitas fasca infak.
7
c) Lipid Lowering (antorvastatin)
d) Trombolitik Terapi
Pemberian Trombolitik terapi hanya dapat infak dengan Gelombang Q (ST
elevasi), sedang pada infak non Q dan APTS tidak ada manfaat pemberiaan
trombolitik.
e) Haparin
UFH (unfaraksional heparin), resiko pendarahan memerlukan monitor
APTTT, dosis bolus 5000 IU, diikuti dengan infus 1000 IU/jam (2-2,5 x nilai
APTT baseline). Low Molucle Weight Heparin (LMWH) lebih aman, resiko
perdarahan kecil dan tidak memerlukan pemantawan APTT. Dosis sesuai
dengan berat badan, 1 mg/kgBB.
f) Platelet Gliko Protein (GP) lib/IIIa reseptor Bloker.
Digunakan untuk mencegah pembekuan darah lebih lanjut,fibrinolisis
endogen dan mengerangi derajat stenosis.
g) Primary dan Rescue PTCA
Di senter-senter fasilitas cath-lab dan tenaga ahli yang lengkap, jaringan
meberikan trombolitik biasanya penderita langsung didorong ke kamar
cateterisasi untuk dilakukan PTCA, dan pada mereka yang gagal dalam
memberikan trombolitik dilakukan rescue PTCA.
h) CABG
b. Penatalaksanaan non medik
Penderita ACS sebaiknya di anjurkan untuk memodifikasi gaya hidup,
termasuk penurunan berat badan jika kelebihan berat badan, melakukan diet
berat badan yang diambil DASH ( Dietary Apraches to Stop Hipertension),
mengurangi asupan natrium hingga lebih kecil sama dengan 2,4 gram/hari ( 6
gram/hari NaCL), Melakukan aktifitas fisik seperti aerobik.

8
H. Patofisiologi
1. Narasi
AMI terjadi ketika iskemia yang terjadi berlangsung cukup lama yaitu lebih
dari 30-45 menit sehingga menyebabkan kerusakan seluler yang ireversibel.
Bagian jantung yang terkena infark akan berhenti berkontraksi selamanya.
Iskemia yang terjadi paling banyak disebabkan oleh penyakit arteri koroner /
coronary artery disease (CAD).
Pada penyakit ini terdapat materi lemak (plaque) yang telah terbentuk dalam
beberapa tahun di dalam lumen arteri koronaria (arteri yang mensuplay darah dan
oksigen pada jantung) Plaque dapat rupture sehingga menyebabkan terbentuknya
bekuan darah pada permukaan plaque. Jika bekuan menjadi cukup besar, maka
bisa menghambat aliran darah baik total maupun sebagian pada arteri koroner.
Terbendungnya aliran darah menghambat darah yang kaya oksigen mencapai
bagian otot jantung yang disuplai oleh arteri tersebut.
Kurangnya oksigen akan merusak otot jantung. Jika sumbatan itu tidak
ditangani dengan cepat, otot jantung ang rusak itu akan mulai mati. Selain
disebabkan oleh terbentuknya sumbatan oleh plaque ternyata infark juga bisa
terjadi pada orang dengan arteri koroner normal (5%). Diasumsikan bahwa
spasme arteri koroner berperan dalam beberapa kasus ini Spasme yang terjadi
bisa dipicu oleh beberapa hal antara lain: mengkonsumsi obat-obatan tertentu;
stress emosional; merokok; dan paparan suhu dingin yang ekstrim Spasme bisa
terjadi pada pembuluh darah yang mengalami aterosklerotik sehingga bisa
menimbulkan oklusi kritis sehingga bisa menimbulkan infark jika terlambat
dalam penangananya.
Letak infark ditentukan juga oleh letak sumbatan arteri koroner yang
mensuplai darah ke jantung. Terdapat dua arteri koroner besar yaitu arteri koroner
kanan dan kiri. Kemudian arteri koroner kiri bercabang menjadi dua yaitu
Desenden Anterior dan arteri sirkumpeks kiri. Arteri koronaria Desenden
Anterior kiri berjalan melalui bawah anterior dinding ke arah afeks jantung.
Bagian ini menyuplai aliran dua pertiga dari septum intraventrikel, sebagaian
besar apeks, dan ventrikel kiri anterior. Sedangkan cabang sirkumpleks kiri
berjalan dari koroner kiri kearah dinding lateral kiri dan ventrikel kiri. Daerah
yang disuplai meliputi atrium kiri, seluruh dinding posterior, dan sepertiga
septum intraventrikel posterior.Selanjutnya arteri koroner kanan berjalan dari
9
aorta sisi kanan arteri pulmonal kearah dinding lateral kanan sampai ke posterior
jantung.
Bagian jantung yang disuplai meliputi: atrium kanan, ventrikel kanan, nodus
SA, nodus AV, septum interventrikel posterior superior, bagian atrium kiri, dan
permukaan diafragmatik ventrikel kiri. Berdasarkan hal diatas maka dapat
diketahui jika infark anterior kemungkinan disebabkan gangguan pada cabang
desenden anterior kiri, sedangkan infark inferior bisa disebabkan oleh lesi pada
arteri koroner kanan. Berdasarkan ketebalan dinding otot jantung yang terkena
maka infark bisa dibedakan menjadi infark transmural dan subendokardial.
Kerusakan pada seluruh lapisan miokardiom disebut infark transmural,
sedangkan jika hanya mengenai lapisan bagian dalam saja disebut infark
subendokardial. Infark miokardium akan mengurangi fungsi ventrikel karena otot
yang nekrosis akan kehilangan daya kotraksinya begitupun otot yang mengalami
iskemi (disekeliling daerah infark). Secara fungsional infark miokardium
menyebabkan perubahan-perubahan sebagai berikut: Daya kontraksi menurun;
Gerakan dinding abnormal (daerah yang terkena infark akan menonjol keluar saat
yang lain melakukan kontraksi); Perubahan daya kembang dinding ventrikel;
Penurunan volume sekuncup; Penurunan fraksi ejeksi.
Gangguan fungsional yang terjadi tergantung pada beberapa factor dibawah
ini: Ukuran infark à jika mencapai 40% bisa menyebabkan syok kardiogenik;
Lokasi Infark àdinding anterior mengurangi fungsi mekanik jantung lebih besar
dibandingkan jika terjadi pada bagian inferior; Sirkulasi kolateral à berkembang
sebagai respon terhadap iskemi kronik dan hiperferfusi regional untuk
memperbaiki aliran darah yang menuju miokardium. Sehingga semakin banyak
sirkulasi kolateral, maka gangguan yang terjadi minimal; Mekanisme kompensasi
bertujuan untuk mempertahankan curah jantung dan perfusi perifer. Gangguan
akan mulai terasa ketika mekanisme kompensasi jantung tidak berfungsi dengan
baik.

10
2. Skema

Patofisiologi arteri koroner yang menyebabkan infark miokardium

Faktor-faktor resiko Plak aternosklerosis pada Penyempitan lumen


aternosklerosis dinding arteri koroner arteri, ruptur plak,
trombosis, spasme arteri

Penyumbatan
arteri koronaria

Ketidakseimbangan Gangguan suplai oksigen Kerusakan otot EKG: T


Metabolisme anaerob, kebutuhan oksigen ke miokardium miokardium terbalikan ST
pH

Iskemia miokardium Sindrom koroner akut


Produksi asam laktat Edema sel

Iskemik > 30 STMEI


Pelepasan enzim
Angina
Infark miokardium
CKMB LDH Infark transmural
Infark subendokardial

11
Patofisiologi Infark Miokardium yang mengarah pada terjadinya masalah keperawatan

Infark miokardium
Iskemia Infark transmural
Miokardiu Infark subendokardial 2. resiko tinggi
penurunan
Metabolisme curah jantung
anaerob
meningkat, pH sel Fungsi ventrikel kiri gangguan
kontraktilitas:
a. Daya fontraksi Mekanisme
b. Perubahan daya kembang dan kompensasi
Produksi asam mempertahankan curah
gerakan dinding ventrikel
laktat jantung dan perfusi
I. Askep c. Curah secukupnya
d. LVEDP & RVEDP perifer
1. Nyer
Refleks simpatis
vasokonstriksi
sistem retensi Na &
Perubahan Tekanan
Iskemia jaringan, hemodinamik ventrikel
hipoksemia, perubahan a progresif kiri Denyut jantung meningkat
kontrol saraf otonom, Daya dilatasi ventrikel kiri
gangguan metabolisme, Kongesti meningkat
 Penurunan pulmonalis
ketidakseimbangan
perfusi perfier
elektrolit Beban akhir
 Penurunan
perfusi koroner Tekanan hidrostatik meningkat ventrikel
melebihi tekanan kiri
Gangguan Daya dilatasi ventrikel
osmotik
potensial aksi Hipotensi,
asidosis
metabolik & Edema paru Pembesaran
Perubahan ventrikel kiri
elektrofisiologi
5. resiko tinggi
4. resiko tinggi kelebihan
gangguan perfusi volume cairan Hipertrofi
Resiko jaringan ventrikel
tinggi
aritmia
Syok Pengembanga
Infark pada bag.papila kardiogenik Kelemaha n paru tidak
dan korda tendinae, n fisik optimal
septum ventrikel dan
gangguan perkardium Kematian
6. gangguan 3. resiko pola
pemenuhan napas tidak efektif
Komplikasi Kondisi & aktivitas
pasca prognosis sehari-hari
penyakit

Disfungsi otot papilaris, 9. kurang


defek spetrum ventrikel, 8. kecemasan
ruptur jantung, aneurisma 7. koping
ventrikel, trom- individu tidak
boembolisme,
perikarditis
10. resiko tinggi
ketidakpatuhan
pengobatan

12
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Pengkajian pada identitas pasien biasanya berisi nama, umur, jenis kelamin,
suku bangsa, pekerjaan, agama, pendidikan, alamat, nomor registrasi, tanggal
masuk rumah sakit, diagnosa medis dan tanggal pengkajian.
2. Riwayat Keperawatan
a. Keluhan Utama
Pasien yang menderita SKA biasanya akan tampak pucat, berkeringat dan
gelisah akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien juga tampak sesak
nafas. Demam derajat sedang (< 38 oC) bisa timbul setelah 12 – 24 jam pasca
infark.
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Sesak nafas, demam derajat sedang (< 38oC) bisa timbul setelah 12 – 24
jam pasca infark.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mempunyai penyakit asam urat.
3. Pemeriksaan Tanda – Tanda Vital
Suhu : Biasanya suhu akan naik
Pulse : Meningkat
RR : RR meningkat karena pasien mengalami sesak
Tekanan Darah : Terjadi peningkatan TD
BB : BB meningkat/obesitas
4. Pemeriksaan Fisik
a. B1 : Pemeriksaan Pernafasan
RR meningkat atau akan terjadi Dispnea
b. B2 : Pemeriksaan Kardiovaskular
Pasien akan mengalami palpitasi, kulit dan membrane mukosa pucat serta
suara jantung murmur.
c. B3 : Pemeriksaan Persyarapan
Pasien mengalami somnolen
d. B4 : Pemeriksaan Genitourinaria

13
Pasien mengalami Hematuria
e. B5 : Sistem Pencernaan
Pasien mengalami anoreksia, peningkatan berat badan dan membrane mukosan
pucat.
f. B6 : Sistem Muskoluskeletal
Pasien mengalami nyeri tulang, sendi, ROM terbatas dan perubahan pada
tonus otot.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b/d iskemia jaringan miokard
2. Penurunan curah jantung b/d peningkatan beban kerja ventrikuler
3. Gangguan pertukaran gas b/d penurunan suplai darah paru
4. Gangguan pola tidur b/d nyeri dada
5. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan
kebutuhan
6. Defisit perawatan diri b/d kelemahan sekunder akibat iskemia miokard
7. Anxietas b/d perubahan status kesehatan
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan b/d kurang
informasi tentang penyakit jantung dan status kesehatan
9. Resiko tinggi injuri b/d penurunan kesadaran

14
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa 1 : Nyeri akut b/d iskemia jaringan miokard

Patient Outcome Intervensi Rasional

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara 1. Untuk mengetahui secara menyeluruh
pasien tidak mengalami nyeri, dengan kriteria komprehensif termasuk lokasi, rasa nyeri yang dirasakan pasien.
hasil: karakteristik, durasi, frekuensi, 2. Nyeri merupakan pengalaman
kualitas dan faktor presipitasi subyektif yang tampil dalam berbagai
- Mampu mengontrol
2. Observasi reaksi nonverbal dari respon baik secara verbal maupun non
nyeri (tahu penyebab nyeri, mampu
ketidaknyamanan verbal yang juga bersifat individual
menggunakan tehnik nonfarmakologi
3. Berikan lingkungan yang tenang dan sehingga perlu digambarkan secara
untuk mengurangi nyeri, mencari
nyaman serta tunjukan perhatian yang rinci untuk menentukan intervensu
bantuan)
tulus kepada pasien. yang tepat.
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang 4. Ajarkan tentang teknik non 3. Menurunkan rangsangan eksternal
dengan menggunakan manajemen farmakologi: napas dalam, relaksasi, yang dapat memperburuk keadaan
nyeri distraksi, kompres hangat/ dingin. nyeri yang terjadi.
- Mampu mengenali nyeri (skala, 5. Berikan informasi tentang nyeri 4. Membantu menurunkan persepsi
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) seperti penyebab nyeri, berapa lama respon nyeri yang dirasakan pasien
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri akan berkurang dan antisipasi dengan memanipulasi adaptasi
nyeri berkurang ketidaknyamanan dari prosedur fisiologis tubuh terhadap nyeri.
- Tanda vital dalam rentang normal 6. Kolaborasi dengan pemberian 5. Agar pasien mampu memahami
- Tidak mengalami gangguan tidur analgetik karakteristik, penyebab dan
penanganan nyeri yang dirasakannya.
6. Untuk mengurangi rasa nyeri pasien.

15
Diagnosa 2 : Penurunan curah jantung b/d peningkatan beban kerja ventrikuler

Patient Outcome Intervensi Rasional

Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor TD, nadi, RR, sebelum, 1. Untuk mengetahui adanya tanda dan
keperawatan ,penurunan kardiak output klien selama, dan setelah aktivitas gejala penurunan curah jantung
teratasi dengan kriteria hasil: 2. Catat adanya tanda dan gejala 2. Untuk menentukan
penurunan cardiac output tindakan/intervensi selanjutnya yang
- Tanda Vital dalam rentang normal
3. Catat adanya disritmia jantung dapat diberikan kepada pasien
(Tekanan darah, Nadi, respirasi)
4. Jelaskan pada pasien tujuan dari 3. Untuk megetahui adanya gangguan
- Dapat mentoleransi aktivitas, tidak
pemberian oksigen pada sistem hantaran jantung seperti
ada kelelahan
5. Kelola pemberian obat anti aritmia, denyut jantung yang meliputi
- Tidak ada edema paru, perifer, dan
inotropik, nitrogliserin dan gangguan frekuensi atau irama.
tidak ada asites
vasodilator untuk mempertahankan 4. Agar pasien mampu untuk bekerja
- Tidak ada penurunan kesadaran
kontraktilitas jantung sama/kooperatif saat diberikan
- AGD dalam batas normal
tindakan keperawatan.
- Tidak ada distensi
5. Untuk mengontrol/mencegah
- vena leher
terjadinya penurunan curah jantung.
- Warna kulit normal

16
Diagnosa 3 : Gangguan pertukaran gas b/d penurunan suplai darah paru

Patient Outcome Intervensi Rasional

Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor respirasi dan status O2 1. Untuk menentukan keseimbangan
keperawatan ,Gangguan pertukaran pasien 2. Auskultasi suara nafas antara oksigen dan karbondioksida
teratasi dengan kriteria hasil: 3. Monitor pola nafas : bradipenea, dalam paru – paru.
takipenia, kussmaul, hiperventilasi, 2. Untuk menentukan apakah ada suara
- Mendemonstrasikan peningkatan
cheyne stokes, biot nafas tambahan.
ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
4. Berikan posisi fowler atau semi 3. Untuk menentukan akibat dari
- Memelihara kebersihan paru paru dan
fowler. adanya suara nafas tambahan.
bebas dari tanda tanda distress
5. Lakukan fisioterapi dada 4. Untuk memaksimalkan ventilasi
pernafasan
6. Jelaskan pada pasien dan keluarga kepada pasien.
- Mendemonstrasikan batuk efektif dan
tentang persiapan tindakan dan 5. Untuk membuka jalan nafas saat
suara nafas yang bersih, tidak ada
tujuan penggunaan alat tambahan terjadi obstruksi/sumbatan jalan
sianosis dan dyspneu (mampu
(O2, Suction, Inhalasi) nafas.
mengeluarkan sputum, mampu bernafas
6. Memberikan kesempatan kepada
dengan mudah, tidak ada pursed lips)
keluarga dan pasien agar ikut
- Tanda tanda vital dalam rentang normal
berkolaborasi dalam pemberian
- AGD dalam batas normal
tindakan serta dapat mengetahui
- Status neurologis dalam batas normal
tindakan apa yang telah diberikan.

17
Diagnosa 4 : Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard dan kebutuhan

Patient Outcome Intervensi Rasional

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, Pasien 1. Pantau HR, irama, dan perubahan 1. Menentukan respon klien terhadap
bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas.
Hasil : aktivitas sesuai indikasi. 2. Menurunkan kerja miokard/konsumsi
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas oksigen, menurunkan risiko
- Berpartisipasi dalam aktivitas fisik
3. Anjurkan klien untuk menghindari komplikasi.
tanpa disertai peningkatan tekanan
peningkatan tekanan abdominal. 3. Manuver Valsava seperti menahan
darah, nadi dan RR
4. Batasi pengunjung sesuai dengan napas, menunduk, batuk keras dan
- Mampu melakukan aktivitas sehari hari
keadaan klinis klien. mengedan dapat mengakibatkan
(ADLs) secara mandiri
5. Bantu aktivitas sesuai dengan bradikardia, penurunan curah jantung
- Keseimbangan aktivitas dan istirahat
keadaan klien dan jelaskan pola yang kemudian disusul dengan
peningkatan aktivitas bertahap. takikardia dan peningkatan tekanan
6. Kolaborasi pelaksanaan program darah.
rehabilitasi pasca serangan. 4. Keterlibatan dalam pembicaraan
panjang dapat melelahkan klien
tetapi kunjungan orang penting
dalam suasana tenang bersifat
terapeutik.
5. Mencegah aktivitas berlebihan;
sesuai dengan kemampuan kerja
jantung
6. Membantu mengurang/mencegah
serangan kembali

18
Diagnosa 5 : Defisit perawatan diri b/d kelemahan sekunder akibat iskemia miokard

Patient Outcome Intervensi Rasional

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, 1. Monitor kemampuan klien untuk 1. Untuk menentukan seberapa mampu
Defisit perawatan diri teratasi dengan kriteria merawat diri secara mandiri. pasien melakukan perawatan pada
hasil: 2. Monitor kebutuhan klien terhadap diri secara mandiri.
alat-alat bantu untuk kebersihan 2. Untuk membantu pasien saat
- Klien terbebas dari bau badan
diri, berpakaian, berhias, toileting melakukan perawatan secara
- Menyatakan kenyamanan terhadap
dan makan. mandiri.
kemampuan untuk melakukan ADLS
3. Berikan aktivitas rutin sehari- hari 3. Melatih pasien agar terbiasa untuk
- Dapat melakukan
sesuai kemampuan. dapat melakukan perawatan diri
- ADLS dengan bantuan
4. Ajarkan klien/ keluarga untuk sendiri secara mandiri.
mendorong kemandirian, untuk 4. Untuk memberikan motivasi kepada
memberikan bantuan hanya jika pasien agar dapat melakukan
pasien tidak mampu untuk perawatan diri secara mandiri.
melakukannya.

19
Diagnosa 6 : Anxietas b/d perubahan status kesehatan

Patient Outcome Intervensi Rasional

Setelah dilakukan asuhan keperawatan, 1. Pantau respon verbal dan non verbal 1. Klien mungkin tidak menunjukkan
kecemasan teratasi dengan kriteria hasil: pasien yang menunjukan keluhan secara langsung tetapi
kecemasan. kecemasan dapat dinilai dari perilaku
- Klien mampu mengidentifikasi dan
2. Dorong klien untuk verbal dan non verbal yang dapat
mengungkapkan gejala cemas
mengekspresikan perasaan marah, menunjukkan adanya kegelisahan,
- Mengidentifikasi, mengungkapkan dan
cemas/takut terhadap situasi krisis kemarahan, penolakan dan
menunjukkan tehnik untuk mengontrol
yang dialaminya. sebagainya.
cemas
3. Orientasikan klien dan orang 2. Respon klien terhadap situasi SKA
- Vital sign dalam batas normal
terdekat terhadap prosedur rutin dan bervariasi, dapat berupa cemas/takut
- Postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa
aktivitas yang diharapkan. terhadap ancaman kematian, cemas
tubuh dan tingkat aktivitas
4. Kolaborasi pemberian agen terhadap ancaman kehilangan
menunjukkan berkurangnya kecemasan
terapeutik anti cemas/sedativa sesuai pekerjaan, perubahan peran sosial
indikasi (Diazepam/Valium, dan sebagainya.
Flurazepam/Dal-mane, 3. Informasi yang tepat tentang situasi
Lorazepam/Ativan). yang dihadapi klien dapat
menurunkan kecemasan/rasa asing
terhadap lingkungan sekitar dan
membantu klien mengantisipasi dan
menerima situasi yang terjadi.
4. Meningkatkan relaksasi dan
menurunkan kecemasan.

20
Diagnosa 7 : Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan b/d kurang informasi tentang penyakit jantung dan status kesehatan

Patient Outcome Intervensi Rasional

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, klien 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien dan 1. Proses pembelajaran sangat
menunjukkan pengetahuan tentang proses keluarga dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan
penyakit dengan kriteria hasil: 2. Berikan informasi dalam berbagai mental klien.
variasi proses pembelajaran. (Tanya 2. Meningkatkan penyerapan materi
- Pasien dan keluarga menyatakan
jawab, leaflet instruksi ringkas, pembelajaran dan pengetahuan
pemahaman tentang penyakit, kondisi,
aktivitas kelompok) tentang penyakit.
prognosis dan program pengobatan
3. Berikan penekanan penjelasan 3. Memberikan informasi terlalu luas
- Pasien dan keluarga mampu
tentang faktor risiko, pembatasan tidak lebih bermanfaat daripada
melaksanakan prosedur yang dijelaskan
diet/aktivitas, obat dan gejala yang penjelasan ringkas dengan penekanan
secara benar
memerlukan perhatian cepat/darurat. pada hal-hal penting yang signifikan
- Pasien dan keluarga mampu
4. Peringatkan untuk menghindari bagi kesehatan klien.
menjelaskan kembali apa yang
aktivitas isometrik, manuver 4. Aktivitas ini sangat meningkatkan
dijelaskan perawat/tim kesehatan
Valsava dan aktivitas yang beban kerja miokard dan
lainnya
memerlukan tangan diposisikan di meningkatkan kebutuhan oksigen
atas kepala. serta dapat merugikan kontraktilitas
5. Jelaskan program peningkatan yang dapat memicu serangan ulang.
aktivitas bertahap (Contoh: duduk, 5. Meningkatkan aktivitas secara
berdiri, jalan, kerja ringan, kerja bertahap meningkatkan kekuatan dan
sedang) mencegah aktivitas yang berlebihan.
Di samping itu juga dapat
meningkatkan sirkulasi kolateral dan
memungkinkan kembalinya pola
hidup normal.

21
Diagnosa 8 : Resiko tinggi injuri b/d penurunan kesadaran

Patient Outcome Intervensi Rasional

Setelah dilakukan tindakan keperawatan Klien 1. Identifikasi kebutuhan keamanan 1. Mengurangi resiko terjadinya
tidak mengalami injury dengan kriteria hasil: pasien, sesuai dengan kondisi fisik injury/cedera pada pasien.
dan fungsi kognitif pasien dan 2. Sehingga pasien tetap merasa
- Klien terbebas dari cedera
riwayat penyakit terdahulu pasien nyaman meskipun tetap berada di
- Klien mampu menjelaskan cara/metode
2. Menyediakan tempat tidur yang tempat tidur.
untukmencegah injury/cedera
nyaman dan bersih 3. Memudahkan pasien untuk
- Klien mampu menjelaskan factor risiko
3. Menempatkan saklar lampu ditempat menjangkau dan memanggil perawat
dari lingkungan/perilaku personal
yang mudah dijangkau pasien. saat diperlukan tanpa harus bangun
- Mampu memodifikasi gaya hidup untuk
4. Berikan penjelasan pada pasien dan dari tempat tidur.
mencegah injury
keluarga atau pengunjung adanya 4. Sehingga pengunjung dan keluarga
- Menggunakan fasilitas kesehatan yang
perubahan status kesehatan dan dapat memahami dan status
ada
penyebab penyakit. Menghindarkan perubahan yang dialami oleh pasien
- Mampu mengenali perubahan status
lingkungan yang berbahaya dan mampu membantu pasien dalam
- Kesehatan
(misalnya memindahkan perabotan) memperbaiki status kesehatannya.

22
D. Evalusai Keperawatan
1. Nyeri yang dirasakan pasien sudah berkurang
2. Tanda Vital dalam rentang normal (Tekanan darah, Nadi, respirasi)
3. Memelihara kebersihan paru paru dan bebas dari tanda tanda distress pernafasan
4. Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
5. Klien terbebas dari bau badan
6. Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan gejala cemas
7. Pasien dan keluarga menyatakan pemahaman tentang penyakit, kondisi, prognosis dan
program pengobatan
8. Klien terbebas dari cedera.

23
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M.E., 2002. Rencana Asuhan Keperawatan, edisi ke-3. Jakarta : EGC
Fakultas Kedokteran UI, 2001, Kapita Selekta Kedokteran, editor Arif M. Dkk edisi ke-3 jilid
1, Jakarta, Media Aesculapius
Heni Rokaeni, SMIP, CCRN. et. al. 2001. Keperawatan Kardiovaskular. Harapan Kita.
Jakarta
Nanda, 2011. Diagnosa Keperawatan, alih bahasa Budi Santosa, Jakarta ; EGC Persatuan
Ahli Penyakit Dalam Indonesia, 1996. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam , edisi ke-3. jilid
1 Jakarta : FKUI
Price,S.A, 2005, Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit, alih bahasa, Brahm
U. Pendit ; editor Huriawati Hartanto Edisi 6 Volume 1, Jakarta ;EGC
Smeltzer, Suzanne C, 2001, Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah Brunner & Suddarth,
alih bahasa Agung Waluyo; editor Monica Ester, Edisi ke- 8 Volume 2, Jakarta : EGC
Wilkinson, J, 2006, Buku Saku Diagnosis Keperawatan Dengan intervensi NIC dan kriteria
hasil NOC, alih bahasa Widyawati, editor Eny M. Edisi ke-7 Jakarta ; EGC
Udijanti, 2010, Keperawatan Kardiovaskuler, Jakarta ; Salemba Medika

24
1. Seorang perawat sedang dinas pada suatu shift, berjalan ke ruang rawat inap pasien
untuk memberikan obat dan menemukan klien dalam keadaan tidak sadarkan diri.
Klien tidak bernapas, nadi tidak teraba, perawat tersebut dengan segera memanggil
bantuan. Apakah tindakan selanjutnya yang harus perawat tersebut lakukan?
a. Berikan bantuan pernapasan
b. Mulai melakukan kompresi dada
c. Lakukan recovery position
d. Pasang alat bantu pernapasan

Jawaban : B

2. Tn.A dan Tn.B sedang lari pagi di sebuah komplek perumahan, tiba-tiba Tn.A jatuh
pingsan tidak sadarkan diri, Tn.B segera meminta pertolongan. Tn.C datang dan
segera mengamankan diri, klien dan lingkungan serta memeriksa keadaan klien
didapatkan nadi klien tidak teraba dan tidak ada napas. Tn.C memulai ingin
melakukan kompresi dada dan meminta Tn.B membuka jalan napas klien. Teknik apa
yang tepat untuk digunakan membuka jalan napas klien?
a. Jaw thrust dan head till
b. Chin lift dan jaw thrust
c. Chin lift dan head till
d. Head till

Jawaban : C

3. Seorang perempuan tiba-tiba pingsan tidak sadarkan diri di sebuah parkiran pasar
dalam keadaan telapak tangan tampak mulai sianosis. Ny.A yang menemukan klien
segera mendekat dan mengamankan diri, klien serta lingkungan lalu apa yang
selanjutnya harus dilakukan Ny.A?
a. Meminta bantuan
b. Melakukan kompresi dada
c. Memeriksa kesadaran pasien
d. Memeriksa nadi dan pernapasan

Jawaban : C

25
4. Klien Tn.D mengeluh sakit pada bagian dada kiri seperti ditempa beban berat,
kemudian tiba-tiba Tn.D kejang-kejang dan tidak sadarkan diri. Perawat E segera
melakukan pemeriksaan nadi karotis pasien dan melakukan kompresi dada, perawat D
membuka jalan napas dan memberikan bantuan napas dengan menggunakan ambu
bag, perawat F yang bertugas memeriksa EKG dan monitor mendapatkan bahwa
irama jantung klien ventrikel takikardi. Tindakan apa yang harus segera dilakukan
perawat dalam keadaan tersebut?
a. Melakukan CPR 2 siklus
b. Segera melakukan defribilasi
c. Memberikan bantuan bernapasan setiap 6 detik
d. Melakukan observasi monitor sampai irama jantung normal

Jawaban : B

5. Tn.C dan Tn.Bmelakukan bantuan hidup dasar pada seorang laki-laki yang ditemukan
pingsan tidak sadarkan diri di sebuah toko. Setelah mengamankan diri, klien dan
lingkungan, memeriksa kesadaran dan melakukan bantuan CPR pada klien didapatkan
nadi karotis mulai teraba dan klien tampak mulai bernapas. Tindakan apa yang harus
dilakukan Tn.C dan Tn.A pada klien?
a. Menunggu petugas medis datang
b. Mengamankan lingkungan
c. Memberikan recovery position
d. Tetap melakukan CPR dan bantuan pernapasan

Jawaban : C

26

You might also like